Anda di halaman 1dari 9

NAMA : Kiki Febrianti

NIM : 190721637743

OFFERING : G16

Tugas Anda hari ini, buatlah judul yang relevan untuk dikembangkan menjadi karya
ilmiah dengan topik tentang generas milenial dan Indonesia. Tulis garis besar isi
pendahuluannya. Tulis di Sipejar (forum).

Judul: “Dampak Globalisasi Terhadap Pembentukan Karakter dan Gaya Bahasa Sehari-hari
Dikalangan Generasi Milenial Indonesia”

Abstrak

Tolok ukur keberhasilan suatu negara atau bangsa adalah keberhasilan generasi muda dimasa
yang akan datang, karena mempertahankan keberhasilan biasanya lebih sulit dari pada
merebut keberhasilan itu sendiri. Saat ini adalah generasi milenial, masa adanya peningkatan
penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media dan teknologi digital. Hal tersebut
berdampak pada perkembangan bahasa Indonesia, keadaan yang ada sekarang adalah fungsi
bahasa Indonesia mulai digantikan atau tergeser oleh bahasa asing dan adanya perilaku yang
cenderung menyelipkan istilah bahasa asing. Bahasa merupakan sarana manusia untuk
berpikir yang merupakan sumber awal manusia memperoleh pemahaman dan ilmu
pengetahuan, sebagai simbol sebuah pemahaman, bahasa telah memungkinkan manusia
untuk memahami apa yang ada di sekitarnya, dan mengantarkan dia memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian. Globalisasi merupakan era terjadinya perubahan masa akibat
pengaruh budaya asing dan merupakan konsep yang banyak digunakan untuk merespon
kondisi dunia yang tanpa batas atau sekat. Salah satu realitas yang harus selalu dikritisi untuk
menyikapi globalisasi adalah bahwa globalisasi dengan modernisasi ternyata telah menggerus
bahkan telah mematikan nilai-nilai kearifan lokal suatu daerah. Terjadinya penurunan
kualitas moral bangsa merupakan salah satu dampak negatif dari globalisasi.

Kata kunci: Globalisasi, Generasi Millenial, Bahasa


Isi Pendahuluan

a) Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang merupakan bahasa asli kita sebagai
warga negara Indonesia, dan sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai generasi
milenial Indonesia yang baik untuk melestarikannya. Menurut Sunaryo (2000), tanpa
adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang.
Bahasa Indonesia juga bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai
pemersatu bangsa Indonesia yang mempunyai 746 bahasa daerah dengan 17.508 pulau
(Kepala Pusat Bahasa Depdiknas,
2011). Namun, kini kita tengah memasuki abad 21 dimana terjadi perubahan-perubahan p
ada eksistensi bahasa Indonesia terutama pada bahasa Indonesia populer. Wamendikbud
mengingatkan ketahanan bahasa Indonesia diuji di era globalisasi ini karena mulai
menurunnya kecintaan dan kebanggaan masyarakat berbahasa persatuan di negeri ini.
Jika kita mendengar kata globalisasi, tampaknya sudah tidak asing lagi ditelinga
kita, globalisasi merupakan proses penyatuan dalam segala aspek yang terjadi akibat
pertukaran informasi, pikiran, dan lain. Dalam proses terjadinya globalisasi dapat
memberikan dampak, diantaranya politik, ekonomi, sosial dan budaya. Datangnya
globalisasi tidak dapat ditolak, hampir semua hal dapat dengan mudah masuk ke dalam
bangsa Indonesia melalui teknologi, hal ini menyebabkan seakan-akan seluruh dunia
tidak ada batasannya. Dengan adanya hal ini sudah jelas bahwa bahasa pasti erat
kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari.
Membahas mengenai generasi milenial sangat erat hubungannya dengan globalisasi,
karena generasi milenial identik dengan teknologi dan media sosial, di mana hal ini
dimanfaatkan oleh generasi ini untuk mendapatkan segala informasi yang diinginkan.
Hampir semua kalangan memiliki media sosial baik untuk keperluan pekerjaan maupun
pribadi salah satunya yaitu menggunakan Whatsapp, twitter, instagram, sebagian orang
sering menggunakan media sosial dengan menggunakan bahasa yang tidak baku. Tentu
saja tidak bisa disalahkan karena di dunia maya tidak jelas siapa dan di mana letak lawan
berbicara meskipun sebagian orang sudah mengadakan interaksi dan berjumpa di dunia
nyata dan berlanjut berkomunikasi di dunia maya. Bahasa di media sosial bukanlah
bahasa resmi, walaupun begitu media sosial tentu saja bersifat resmi sebagai alat
komunikasi antar teman jarak jauh sehingga bahasa yang digunakan mendekati bahasa
resmi yang tidak terlalu menyimpang dari ejaan bahasa Indonesia.
Dari beberapa macam karakteristik bahasa warganet yang digunakan dalam media
sosial, salah satunya adalah penyisipan kosa kata asing. Pembentukkan karakter menjadi
hal yang sangat penting saat ini karena banyak perilaku bangsa yang dipertanyakan
keabsahannya sebagai karakter bangsa terlebih adanya pergeseran zaman menuju arus
globalisasi (Mustika, 2013). Pemuda sebagai elemen utama dalam proses pembangunan
karakter bangsa. Memang benar jika pemuda adalah penentu eksistensi suatu bangsa
dilihat dari karakter yang dimilikinya. Di era globalisasi yang semakin berkembang ini,
derasnya arus informasi membuat generasi milenial semakin mudah menyerap berbagai
jenis informasi dalam berbagai bidang tertentu. Bebasnya media sosial pada era
globalisasi ini memiliki pengaruh yang besar terhadap rusaknya moral bangsa, khususnya
bagi para generasi milenial yang masih labil. Disinilah diperlukan adanya karakter
bangsa, yang menjadi suatu hal penting yang berpengaruh bagi masa depan. Selain itu,
bahasa media sosial dapat digolongkan sebagai bahasa anak muda yang memungkinkan
kecerdasan lebih dari pada bahasa lainnya. Hal tersebut terjadi beriringan dengan
peningkatan teknologi sehingga kecanggihan teknologi juga menentukan kecanggihan
bahasa. Namun, kecanggihan ini pun sejatinya tidak “merusak” identitas bahasa Indonesia
karena kerusakan jati diri menjadikan salah satu pertanda kerusakan identitas bangsa
(Mansyur, 2015).
Untuk itu dampak globalisasi dari bidang sosial dan budaya sudah lekat pada
generasi ini, khususnya pada kebahasaan, yaitu gaya bahasa. Dapat dilihat bahwa pada
zaman sekarang, karakter seseorang bisa dilihat pada gaya bahasanya. Karena tidak
sedikit dari mereka mencontoh gaya bahasa yang digunakan oleh artis idolanya, orang-
orang yang berada di media sosial atau bahkan teman online mereka, di mana gaya
bahasa yang dicontoh tersebut bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar, gaya bahasa
yang dicontoh merupakan gaya bahasa campuran atau gaya bahasa yang sering memiliki
sebutan gaya bahasa gaul, kekinian atau mengikuti trend zaman sekarang.
Dengan adanya fenomena yang sering kita jumpai pada generasi milenial tersebut,
maka tidak heran jika gaya bahasa yang sesuai dengan EYD sudah hampir jarang
digunakan oleh generasi tersebut. Hal ini terjadi karena adanya arus globalisasi yang
sangat deras dalam bidang sosial dan budaya, serta hal ini juga tidak dapat dicegah untuk
masuk ke dalam bangsa Indonesia. Untuk itu, jika kita sudah mengetahui hal tersebut,
seharusnya kita sebagai generasi milenial harus pintar-pintar untuk memfilter globalisasi
yang masuk ke dalam bangsa ini, khususnya pada bidang sosial dan budaya yang
berkaitan dengan gaya bahasa yang digunakan dalam keseharian.
b) Rumusan Masalah
Menurut latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Mengapa globalisasi dapat berimplikasi pada pembentukan karakter dan gaya bahasa
generasi milenial?
2. Bagaimana implikasi dari globalisasi terhadap pembentukan karakter dan gaya
bahasa generasi milenial?

c) Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis merumuskan tujuan penelitian, adapun


tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum: Untuk mengetahui implikasi globalisasi dalam bidang sosial dan
budaya, khususnya dalam hal kebahasaan yang membentuk sebuah karakter.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui alasan globalisasi yang dapat berimplikasi pada pembentukan


karakter dan gaya bahasa generasi milenial.

b. Untuk mengetahui proses implikasi dari globalisasi terhadap pembentukan karakter


dan gaya bahasa generasi milenial.

d) Manfaat

Secara teoritis dan praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat:

 Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah referensi dan kajian tentang
pengaruh globalisasi terhadap pembentukan karakter dan gaya bahasa di kalangan
generasi milenial.

 Secara praktis hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis
mengenai pengaruh globalisasi terhadap pembentukan karakter dan gaya bahasa di
kalangan generasi milenial.
 Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan yang dapat
menambah pengetahuan dan wawasan tentang pengaruh globalisasi terhadap
pembentukan karakter dan gaya bahasa di kalangan generasi milenial.

 Dapat memberikan informasi dan masukan kepada pihak-pihak terkait, serta bagi
lembaga dan instansi pemerintah.

 Bagi akademik dapat dijadikan referensi untuk bahan penelitian selanjutnya.

BAGIAN INTI

Pembahasan

Pengertian Globalisasi

Globalisasi Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang
artinya adalah universal. Achmad Suparman menyatakan bahwa Globalisasi merupakan suatu
proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini
tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar
definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada
yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah
yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain,
mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan koeksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Globalisasi adalah suatu proses di
mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung,
terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Dalam banyak hal,
globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga
kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

Bahasa dan Generasi Millenial

Bahasa adalah suatu media yang digunakan untuk menyampaikan dan memahami
gagasan, pikiran, dan pendapat. Bahasa juga media komunikasi utama di dalam kehidupan
manusia untuk berinteraksi (Surahman, 1994:11). Secara garis besar, bahasa dapat dilihat dari
tiga sudut pandang, antara lain: sudut pandang bentuk dan sudut pandang makna (Martinet,
1987). Bentuk bahasa berhubungan dengan keadaannya dalam mendukung perannya sebagai
sarana komunikasi untuk berbagai kepentingan komunikasi pemakai bahasa, dan
hubungannya dengan aspek nilai dan aspek makna adalah perannya yang terkandung dalam
bentuk bahasa yang fungsinya sebagai alat komunikasi ketiga unsur tersebut secara
keseluruhan dimiliki oleh semua bahasa di dunia.

Bahasa menunjukkan bangsa. Itulah kata bijak yang sejak lama tertanam dalam benak
kita. Bahasa kita adalah bahasa Indonesia, bahasa yang bukan hanya menjadi kebanggaan dan
identitas, tapi juga alat persatuan yang berjasa dalam sejarah Indonesia. Namun bagaimana
sekarang? Di era milenial seperti saat ini masihkah ada kebanggaan menggunakan bahasa
Indonesia? Salah satu kelemahan orang Indonesia untuk bersaing dengan orang luar negeri
adalah bahasa. Kultur bahasa Indonesia yang tidak menggunakan bahasa asing sebagai
bahasa pengantar membuat sebagian besar rakyat Indonesia hanya bisa berbahasa Indonesia.
Kesadaran itulah yang kini mulai disadari keinginan belajar dan menggunakan bahasa asing
mulai tumbuh.

Namun seiring waktu keinginan belajar bahasa asing justru membuat bahasa
Indonesia terpinggirkan. Banyak anak usia sekolah, terutama kaum milenial yang tinggal di
kota besar, yang terlihat gagap berbahasa Indonesia. Banyak diantara mereka yang bahkan
lebih fasih berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia. Mengapa itu bisa terjadi?
Keinginan mempersiapkan anak memasuki era globalisasi tentu boleh-boleh saja. Namun jika
itu mengorbankan jati diri bangsa apalah gunanya. Namun yang terjadi tidak seperti yang
diperkirakan, anak-anak justru semakin asing dengan bahasa lokal. Menjamurnya bahasa
bilingual memperparah kondisi ini, beberapa sekolah yang berlabel “sekolah Internasional”
bahkan menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar satu mata
pelajaran yang diajarkan hanya beberapa jam dalam seminggu.

Kehidupan dan interaksi anak muda milenial pun terlepas dari “kontaminasi bahasa”.
Penggunaan istilah-istilah yang entah dari mana asalnya semakin menghilangkan wujud asli
bahasa Indonesia. Di era milenial saat ini, bahasa Indonesia banyak tercampur dengan bahasa
asing, diantaranya “kids jaman now” menggantikan istilah remaja masa kini, “woles” yang
menggantikan santai, konon diambil dari kata slow yang diucapkan terbalik. Serta masih
banyak istilah-istilah yang sebelumnya tidak terkenal.

Berbahasa yang baik


Berbahasa yang baik ialah berbahasa sesuai dengan “lingkungan” bahasa itu
digunakan. Dalam hal ini beberapa faktor menjadi penentu. Pertama, orang yang berbicara;
kedua, orang yang diajak berbicara; ketiga, situasi itu formal atau nonformal; keempat,
masalah atau topik pembicaraan. Sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai
dengan kaidahnya, aturannya, bentuk strukturnya. Meninggalkan suatu kebiasaan yang telah
menjadi tradisi akan berakibat besar dalam kelangsungan hidup masyarakat tersebut. Begitu
juga yang akan terjadi pada pembentukan karakter seseorang. Dampak buruk yang dapat
dirasakan langsung adalah menurunnya nilai kesopanan remaja ketika berbicara dengan orang
yang lebih tua. Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah merusak bahasa nasional itu
sendiri. Mungkin, beberapa tahun kedepan masih bisa menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, namun bagaimana dengan lima puluh tahun yang akan datang? Apakah
bahasa Indonesia masih bisa bertahan? Atau hilang ditelan “bahasa gaul”? Hal ini menjadi
tugas kita sebagai remaja sekaligus pelajar yang masih peduli dengan Bahasa Indonesia. Kita
tidak dapat memungkiri bahwa “bahasa gaul” telah mengikis dan merusak bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai generasi muda marilah kita menjaga dan melestarikan Bahasa
Indonesia.

Dahulu bahasa Indonesia digunakan dengan baik dan benar sesuai kaidah berbahasa
yang tepat. Namun kini, seiring dengan perkembangan teknologi dan pengaruh budaya luar,
bahasa Indonesia rusak justru di tangan para pemudanya sendiri. Remaja mencampur
adukkan Bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing kemudian
menyebutnya sebagai “bahasa gaul” kosakata baru banyak muncul untuk mengganti kata-kata
dalam bahasa Indonesia. Misalnya “gue” yang berarti bahasa Betawi, digunakan untuk
mengganti “saya”; “loe” untuk mengganti kata “kamu”; “nyokap-bokap” untuk mengganti
kata “ayah-ibu” dan muncul kosa kata yang tidak jelas artinya seperti “lebay”, “kamseupay”
dan muncul partikel-partikel seperti ‘sih’ dan ‘dong’. Kronisnya, penggunaan bahasa gaul ini
tidak hanya di lingkungan pergaulan, namun telah mendarah daging dan tak jarang digunakan
remaja di sekolah, bahkan ketika tes atau pelajaran bahasa Indonesia sekalipun.

Di sekolah, remaja spontan berbicara dengan bahasa gaul dengan teman dan guru
karena telah terbiasa menggunakannya dalam percakapan sehari-hari dan menulis pesan
singkat. Mulai dari remaja di tingkat sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas,
sampai para mahasiswa. Tetapi pada kenyataannya bahasa Indonesia yang telah disusun rapi
dengan EYD telah jauh dilupakan.
Dari pengaruh tersebut didapatkan tiga bahasa yang digunakan remaja saat ini, yaitu
yang pertama bahasa prokem atau bahasa gaul merupakan bahasa yang digunakan dikalangan
pemuda ataupun remaja yang dalam penggunaan bahasa seenaknya sendiri sehingga
masyarakat tidak dapat memahaminya dalam proses komunikasi. Bahasa gaul merupakan
bahasa yang digunakan dikalangan remaja karena pengaruh arus globalisasi. Kedua yaitu
bahasa asing, bahasa asing merupakan bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal
sebuah tempat tertentu misalnya, bahasa Indonesia yang dianggap sebagai sebuah bahasa
yang asing di Australia. Sangat disayangkan bahwa bahasa asing terutama bahasa Inggris
telah memperkaya kosa kata bahasa Indonesia dan yang tidak dipungkiri lagi banyak diantara
mereka yang menuliskan kosa kata asing padahal kosakata itu telah di Indonesiakan. Dan
yang ketiga adalah bahasa daerah yang merupakan warisan budaya dari daerahnya masing-
masing di wilayah Indonesia. Remaja yang berada dalam suasana formal dan lingkungan
akademik seharusnya menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tetapi
kenyataannya mereka masih membawa bahasa asalnya atau bahasa daerah.

Bahasa Indonesia dan Media Sosial

Tidak dapat dimungkiri, perkembangan media sosial dewasa ini turut berpengaruh
terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai
bahasa nasional digunakan sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu
pengetahuan dan teknologi. Media sosial dalam praktiknya menggunakan bahasa sebagai
medium utama untuk saling berinteraksi. Bahasa menjadi prasyarat mutlak agar komunikasi
para penggunanya dapat berjalan lancar. Di Indonesia, media sosial seperti facebook,
instagram, dan twitter, menjadi media yang paling populer digunakan semua lapisan
masyarakat untuk berkomunikasi atau sekedar unjuk diri. Setiap generasi tumbuh dengan
cirinya masing-masing.

Kehidupan manusia yang sekarang ini terjadi dan kita saksikan bersama, adalah
kehidupan yang serba misterius dan makin sulit ditebak arahnya. Perubahan yang terjadi
dalam skala luas makin ditentukan oleh kebijakan individu (people to people), bukan hanya
ditentukan negara atau organisasi-organisasi. Contoh yang sangat jelas misalnya, kita bisa
menciptakan popularitas individu melalui instagram, facebook, atau situs media sosial
lainnya dengan cepat dan praktis. Kita bisa belajar banyak hal melalui youtube, membaca
informasi di internet, berinteraksi dengan milyaran orang di seluruh dunia dengan sekali klik.
Itulah umumnya generasi milenial, generasi teknologi informasi, yang berbeda dengan
generasi sebelumnya, yaitu generasi x, baby boomers, hingga generasi tradisional.

Pengaruh Bahasa Gaul terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia dan Pembentukan


Karakter Seseorang

Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi
negeri ini kian tenggelam dengan pengkhususan bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin
bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa
Nasional dan identitas bangsa. Selain itu, penggunaan bahasa yang buruk akan menurunkan
moral dan kesopanan seseorang. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan
pemupukan sejak dini kepada muda agar mereka tidak mengikuti pembusukan itu. Pengaruh
arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai
meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di
masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah lagi dengan
generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul. Bahkan, generasi
muda inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai