Anda di halaman 1dari 12

KONFLIK AGRARIA DI INDONESIA

Dosen pengampuh:
Fauzi Janu Amarrohman, ST., M.Eng

Disusun Oleh kelompok 10:


Anisa Ayu Pambudi (21110120140113)
Kevin Raiyandi (21110120130142)
Krisna Jhody Maharana (21110120140120)
Lovenda Kiendra Junova (21110120140166)
Michael Leonardo (21110120140170)
Muhammad Fakhru Rozik (21110120140133)
Muhammad Leon Javier D.S (21110120140112)
Rifki Izza Saputra (21110120130142)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
I. Pendahuluan ............................................................................................ 1
II. Pembahasan ............................................................................................. 2
A. Permasalahan Sertifikat Ganda ................................................... 2
B. Contoh Kasus Sertifikat Ganda......................................................3
C. Penyelesaian dan Antisipasi Permasalahan Sertifikat Tanah......5
III. Simpulan....................................................................................................8
IV. Daftar Pustaka… ................................................................................... 10
I.Pendahuluan
Konflik agraria adalah konflik yang berhubungan dengan tanah. Konflik mengenai persoalan
tanah terjadi pada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut Badan Pertanahan
Nasional pada tahun 2015 jumlah konflik agraria yang terjadi di Indonesia mencapai 231 kasus. 1
Angka ini bertambah sekitar 60% dibanding konflik agraria yang terjadi pada tahun 2014
sebesar 143 kasus. Konflik tersebar di seluruh wilayah di Indonesia dengan total luas lahan
konflik agraria seluas 770.341 hektar. Saat ini konflik agraria terjadi menyebar pada 98 kota dan
kabupaten di 22 provinsi. Luasan area konflik mencapai 2.043.287 hektar artinya lebih dari 20
ribu kilometer persegi. Penyumbang konflik terbesar adalah sektor perkebunan dan
kehutanan, mengalahkan kasus pertanahan atau agraria non kawasan hutan dan non kebun.
Sektor perkebunan 119 kasus, dengan luasan area mencapai 413.972 hektar, sedang sektor
kehutanan 72 kasus, dengan luas area mencapai 1, 2 juta hektar lebih.

Banyak faktor yang menyebabkan konflik agraria, diantaranya adalah penguasaan atas tanah
serta perebutan sumber daya alam. Menyeruaknya kasus-kasus sengketa agraria seperti
sengketa lahan antara masyarakat dengan PTPN XIV di Kampung Likudengan, Desa Uraso,
Kecamatan Mappadeceng, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, sengketa sertifikat
ganda di Desa Yeh Sumbul, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, Bali, adalah di antara
kasus sengketa yang terjadi. Secara garis besar, sengketa lahan secara umum dapat dikatakan
sebagai konflik untuk memperebutkan hak atas lahan, baik lahan pertanian, perkebunan,
maupun tambang, antara rakyat yang selama ini menjadi penggarap, dengan pihak pemerintah
serta swasta yang terkait dengan pengelolaan lahan tersebut.

Politik hukum agraria di Indonesia juga tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan berbagai
permasalahan tersebut di atas. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria, atau yang lebih dikenal dengan UUPA memberikan kekuasaan yang
sangat luas kepada negara atas sumber daya agraria dengan konsep yang dikenal dengan “hak
menguasai oleh Negara” (HMN). Semula konsep ini dibuat untuk menghapus konsep domain

3
verklaring yang diterapkan oleh pemerintah kolonial untuk “merebut” tanah yang dikuasi
masyarakat hukum adat. Pada perkembangannya, HMN ini dalam penerapannya hampir sama
dengan konsep domain verklaring pada masa kolonial. Sampai saat ini, masih banyak konflik
agraria yang belum dapat terselesaikan, bahkan beberapa diantaranya cenderung mengalami
stagnansi dalam proses penyelesaiannya. Hal itu disebabkan karena kompleksitas yang tinggi,
dimana permasalahan konflik agraria ini tidak hanya terkait dengan hukum, tetapi juga politik,
sosial, ekonomi, adat istiadat, serta hak-hak masyarakat lokal.

II.Pembahasan
Konflik pertanahan dapat diartikan sebagai konflik yang lahir sebagai akibat adanya hubungan
antar orang atau kelompok yang terkait dengan masalah bumi dan segala kekayaan alam yang
terdapat di atas permukaan maupun di dalam perut bumi. Istilah sengketa dan konflik
pertanahan sering kali dipakai sebagai suatu padanan kata yang dianggap mempunyai makna
yang sama. Akan tetapi sesungguhnya kedua istilah itu memiliki karakteristik yang berbeda.

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian
dan Penanganan Kasus Pertanahan, Badan Pertanahan Nasional RI memberi batasan
mengenai sengketa, konflik maupun perkara pertanahan. Pasal 1 Peraturan Kepala BPN
tersebut menyatakan bahwa kasus pertanahan adalah sengketa, konflik dan perkara
pertanahan yang disampaikan kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk
mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai peraturan perundang- undangan dan/atau
kebijakan pertanahan nasional.

A. Permasalahan Sertifikat Ganda


Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah
yang bersangkutan. Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat dan autentik. Kekuatan

4
sertifikat merupakan jaminan kepastian hukum bagi pemegang sertifikat sebagai alat bukti
karena adanya data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan dan kebutuhan akan tanah yang
tinggi dan harga tanah yang makin lama makin tinggi, banyak oknum yang tdak bertanggung
jawab berusaha memanfaatkan keadaan tersebut dengan memalsukan sertifikat tanah milik
pribadi ataupun menjadi penyedia jasa bagi orang lain. Banyak yang dirugikan oleh tindakan
tersebut, bisa orang lain, pemerintah, bahkan negara sekalipun. Oknum ini biasanya mengincar
warga desa yang tidak tahu-menahu tentang sertifikat tanah, seakan-akan diiming-imingi
sesuatu, tetapi ternyata ditipu, digandakan, hingga dikorupsi sendiri melalui program kerja
yang gratis, seperti program PTSL.
Adapun yang dimaksud dengan sertifikat ganda, yaitu sebidang tanah mempunyai lebih
dari satu sertifikat, terjadi tumpang tindih seluruhnya atau sebagian. Sertifikat ganda terjadi
karena sertifikat tersebut tidak dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi
daerah tersebut. Apabila peta pendaftaan tanah atau peta situasi pada setiap kantor
pertanahan dibuat, dan atau gambar situasi/ surat ukur dibuat dalam peta, maka kemungkinan
terjadinya sertifikat ganda akan kecil sekali. Namun bila terjadi sertifikat ganda, maka harus
ada pembatalan dari salah satu pihak dengan memeriksa dokumen pendukung. Hal ini bisa
berlangsung lama, apabila terjadi gugatan sertifikat ke pengadilan, untuk meminta
pembatalan bagi pihak yang dirugikan.

B.Contoh Kasus Sertifikat Ganda


Kasus sertifikat ganda dilakukan oleh pemilik atau pemegang sertifikat hak milik.
Tentunya kasus-kasus yang berkaitan dengan sertifikat terjadi, tidak lepas dengan tanahnya.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah kasus sertifikat ganda antara Kepala Kantor
Pertanahan Makassar dan Maronta Dg. Sarro, A. Hadjessah Chairan, SH., dan H.M. Amin di
PTUN Makassar pada tanggal 4 April 2017.

5
Berdasarkan PTUN Makassar, berikut kronlogi kejadiannya:
1. Awalnya H.M. Amin membeli sebagian tanah perumahan milik A. Hadjessah Chairan,
S.H..
2. Setelah itu H.M. Amin, mengajukan permohonan pemisahan/pemecahan terhadap
Sertifikat Hak Milik terhadap tanah perumahan yang telah dibeli dari A. Hadjessah
Chairan, S.H. kepada kantor pertanahan Makassar.
3. Tidak dapat balasan permohonan selama satu tahun oleh kantor pertanahan Makassar,
H.M Amin mengirim surat permohonan kepada kantor pertanahan Makassar agar diberi
penjelasan.
4. Ternyata Diketahui telah terbit Sertifikat Hak Milik Nomor yang tercatat atas nama,
Maronta Dg. Sarro. Berdasarkan hal tersebut maka permohonan saudara tidak dapat
dilanjutkan. Oleh karena itu Penggugat mengajukan gugatan Pembatalan Sertifikat Hak
Milik atas nama Maronta Dg. Sarro pada Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar.
5. Diketahui dari Sertifikat Hak Milik atas nama Maronta Dg. Sarro ternyata menindis
sebagian tanah milik A. Hadjessah Chairan, S.H.
6. Kejadian ini menimbulkan adanya sertifikat ganda yang terjadi antara Maronta Dg.
Sarro dan A. Hadjessah Chairan, S.H.
7. Ini sangat merugikan H.M Amin karena sebagai pihak pembeli yang sudah menguasai
dan menempati tanah tersebut, namun tidak bisa terbit Akta Jual Belinya. Oleh karena
itu, H.M Amin mengajukan gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar
sebagaimana pasal 53 (1) Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
8. Namun, PTUN Makassar menolak permintaan tersebut dan mencabut perkaranya di
tingkat kasasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Makassar dengan melakukan
eksepsi berdasarkan dalil-dalil perkara, seperti:

6
a. Bahwa Gugatan yang diajukan Para Penggugat telah lewat waktu 90 hari karena
tidak sesuai fakta hukum yang tercantum penerbitan sertifikat, sertifikat in casu
terbit sejak tanggal 30 Oktober 2001, sehingga dengan demikian berdasarkan
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 tanggal 21 Januari 1993, maka secara
hukum dan sesuai fakta yang ada jangka waktu pengajuan gugatan oleh
penggugat telah lewat 90 (Sembilan puluh) hari;
b. Bahwa gugatan Para Penggugat tidak tepat dalam mengajukan gugatan
(Kompetensi Absolut) karena apa yang didalilkan oleh Para Penggugat dalam
mengajukan gugatannya adalah suatu hal yang keliru karena hal-hal yang
menjadi dasar dalam positum gugatannya sudah menyangkut masalah
kepemilikan hak keperdataan atau jelas-jelas sudah merupakan Kompetensi
Absolut Lembaga Peradilan Umum sebagai mana diatur dalam Pasal 77 ayat 1
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004.

C.Penyelesaian dan Antisipasi Permasalahan Sertifikat Tanah


Untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda pada kasus tersebut tidak ada jalan lain harus
mengoptimalkan administrasi pertanahan dan pembuatan peta pendaftaran tanah. Hal ini
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya sertifikat ganda. Dengan adanya peta pendaftaran
tanah dan administrasi pertanahan yang baik, kesalahan penempatan letak dan batas dapat
diketahui sedini mungkin. Terhadap sertifikat cacat hukum tersebut harus dilakukan,
1. Pemblokiran (diberi catatan pada buku tanah);
2. Dihentikan (prosesnya ditahan);
3. Dimatikan (nomor haknya dicoret dari buku tanah);
4. Dibatalkan bila kasusnya telah selesai.

Sertifikat ganda jelas membawa akibat ketidak pastian hukum pemegang hak-hak atas

7
tanah yang sangat tidak diharapkan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia.
Beberapa persoalan yang muncul akibat sertifikat ganda adalah siapa yang berwenang untuk
membatalkan salah satu dari 2 (dua) sertifikat. Oleh karena itu pengadilan harus menentukan,
menilai, serta memutus siapakah yang berhak memiliki tanah terperkara berdasarkan
buktibukti dan kesaksian para saksi. Apabila pengadilan telah memutus perkara pemilikan
tanah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), pihak yang
dimenangkan harus mengajukan permohonan kepada kepala BPN/ kantor pertanahan, yang
membatalkan sertifikat tanah pihak yang dikalahkan.
Berikut juga tahap-tahap lebih spesifik dalam antisipasi kesalahan sertifikat tanah ganda,
palsu, dan lain-lain:
Pertama, untuk membuat sertifikat tanah yang asli, sebelumnya pastikan anda sudah
melakukan pendaftaran tanah. Karena pendaftaran tanah dilakukan untuk menjamin kepastian
hukum oleh Pemerintah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah,
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan
pemeliharaan data pendaftaran tanah,
1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b. Pembuktian hak dan pembukuannya;
c. Penerbitan sertifikat;
d. Penyajian data fisik dan data yuridis;
e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
a. Pendaftaran perubahan dan pembebanan hak;
b. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

8
Kedua, jika sudah memiliki sertifikat, Anda bisa memastikan keabsahan sertifikat anda dengan
cara melakukan pemeriksaan informasi sertifikat di Kantor Pertanahan. Kita dapat mendatangi
Kantor Pertanahan di mana tanah tersebut berada untuk memastikan kebenaran dari masing-
masing sertifikat. Kita berhak mendapat informasi itu atas Peraturan Pemerintah Tentang
Pendaftaran Tanah. Dari informasi tersebut, Anda dapat memastikan apakah kedua sertifikat
tersebut tercatat di Kantor Pertanahan atau tidak.

Ketiga, jika terindikasi adanya tindak pidana pemalsuan sertifikat, dalam hal didapati bahwa
salah satu sertifikat tidak tercatat atau tidak sesuai datanya di Kantor Pertanahan, dapat
diduga pihak pemegang sertifikat tersebut melakukan pemalsuan atau pemakaian akta
autentik palsu (Diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka 1 dan ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana). Apabila dalam kasus tumpang tindih sertifikat hak atas tanah yang Anda
tanyakan terdapat dugaan pemalsuan sertifikat hak atas tanah, Anda dapat melaporkannya ke
pihak kepolisian atas dasar dugaan tindak pidana pemalsuan akta autentik.

- Pasal 264 ayat (1) angka 1 KUHP, Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;

- Pasal 264 ayat (2) KUHP, Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja
memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan
kerugian.

Keempat, penyelesaian sengketa melalui Kantor Pertanahan apabila sertifikat tersebut


terindikasi ada kesalahan dan kepalsuan, maka Anda dapat mengajukan pengaduan kepada
Kepala Kantor Pertanahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016
tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Pengaduan paling sedikit memuat identitas pengadu
9
dan uraian singkat kasus serta harus dilampiri dengan fotokopi identitas pengadu, fotokopi
identitas penerima kuasa dan surat kuasa apabila dikuasakan, serta data pendukung atau
bukti-bukti yang terkait dengan pengaduan. Pengaduan akan diproses dengan dilakukannya
pengumpulan data, analisis, pengkajian, dan pelaporan dalam rangka menyelesaikan sengketa
dan konflik.

Kelima, upaya hukum dalam penyelesaian sengketa atau permasalahan jika ada pihak yang
keberatan atas hasil penyelesaian tersebut, maka dapat diajukan upaya administratif maupun
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Terhadap keputusan tata usaha negara, dapat
dilakukan upaya administratif yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan, mencakup dua jenis, yaitu upaya keberatan dan banding.
Warga masyarakat dapat mengajukan keberatan kepada badan dan/atau pejabat
pemerintahan yang menetapkan keputusan dan/atau tindakan yang dirasa merugikan
tersebut. Apabila warga masyarakat tidak menerima penyelesaian keberatan itu, maka dapat
diajukan banding ke atasan pejabat terkait. Jika warga masyarakat tidak menerima
penyelesaian banding, warga masyarakat dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara. Maka, jika telah diajukan pengaduan terhadap permasalahan sertifikat hak atas
tanah, namun Anda tidak menerima penyelesaiannya, maka silakan melakukan upaya
administratif kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional atau
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau atasan jabatannya atau ajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

III.Simpulan
Berbagai konflik agraria muncul karena banyak faktor diakibatkan oleh: Pertama,tidak
meratanya distribusi pemanfaatan dari sumber daya agraria yang ada. Kedua, ekspansi
wilayah oleh suatu kelompok, dan ini lebih banyak terjadi di perkotaan. Ketiga,adalah adanya
kegiatan ekonomi sebagian dari masyarakat. Tentu ini adalah kegiatan ekonomi yang dapat
mengganggu masyarakat sekitarnya. Keempat, adanya kepadatan penduduk yang menuntut

1
0
penyediaan lahan yang semakin luas.

Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan,
dan harkat diri seseorang. Di sisi lain, negara wajib memberi jaminan kepastian hukum
terhadap hak atas tanah itu walaupun hak itu tidak bersifat mutlak karena dibatasi oleh
kepentingan orang lain, masyarakat dan negara. Pada saat ini regulasi yang ada masih
menunjukkan ada overlapping antara sektoral, lembaga yangmempunyai otoritas di
bidang pengelolaan sumber daya agraria.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/b8f63fa6a35a4dce29d79dd8f
b39df06.html

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN


ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5f48af9a5cd49/langkah-hukum-jika-
sertifikat-tanah-tumpang-tindih/

ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/download/4256/4623

jmb.lipi.go.id/jmb/article/view/572

ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/index/index

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

1
2

Anda mungkin juga menyukai