Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENCIPTAAN KARYA

“ TIRTA ING PRIGI ”

Oleh :

Guntur Ajie Pangestu

18020134066

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SENDRATASIK

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

TAHUN 2021
Abstrak
Masyarakat Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek mempunyai
tradisi Larung Sembonyo. Ini dilakukan sebagai ungkap syukur nelayan karena hasil laut
melimpah. Sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya di laut. Nelayan
mempunyai aktifitas yang dilakukan setiap hari demi kelangsungan hidup mereka. Koreografer
mencoba menciptakan sebuah sajian tari untuk menarik perhatian masyarakat yang berisi
ungkapan spirit perjuangan nelayan melalui sajian karya koreografi baru, dengan teknik gerak
tradisional yang dikembangkan dengan tipe tari dramatik.

Kajian teori koreografi dari berbagai ahli dijadikan pedoman dalam penciptaan karya tari ini,
koreografi kelompok oleh Sumandiyo Hadi, metode konstruksi I oleh Jacqueline Smith, dan
teori ungkapan oleh Soedarsono. Hasil penciptaan karya tari yang relevan juga turut menjadi
sumber atau referensi mengenai konsep, teknik, dan gaya untuk memperlihatkan perbedaan
orisinalitas masing-masing karya tari. Konsep dalam penciptaan karya tari ini terdiri dari tema
yaitu spirit perjuangan dengan judul Tirta Ing Prigi . Koreografer menggunakan tipe dramatik,
dengan mode penyajian representatif dan simbolis. Penerapan tipe tari dramatik koreografer
ingin memunculkan suasana-suasana yang mendukung karya tari.

Elemen utama tari adalah gerak dengan penggunaan teknik tradisional yang dikembangkan
dan gaya tari Mataraman. Elemen pendukung meliputi iringan, tata cahaya, tata rias dan
busana, tata pentas. Proses penciptaan dimulai dari rangsang, kerja studio sampai
terbentuknya karya tari. Karya tari ini diharapkan dapat menjadi sebuah karya yang inspiratif
melalui tema yang dihadirkan dan memberikan informasi tentang budaya yang ada di
Trenggalek.

Kata Kunci: Tirta Ing Prigi, Spirit Perjuangan, Dramatik.


A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Penciptaan

Masyarakat pesisir memiliki tradisi yang bisanya dilaksanakan sebagai rasa syukur atas hasil
yang diperoleh nelayan dari menangkap hasil laut serta berharap tangkapannya selalu melimpah
dan diberi keselamatan ketika bekerja. Salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir
dan telah ada sejak puluhan tahun silam adalah Tradisi Larung Sembonyo. Tradisi ini dilakukan
oleh masyarakat pesisir di Jawa Timur tepatnya oleh masyarakat pesesir Pantai Prigi Desa
Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Larung sembonyo adalah tradisi atau
kebiasaan yang dilakukan oleh nelayan di Pantai Prigi. Larung berasal dari bahasa Jawa yang
berarti “menghanyutkan” lebih khususnya menghanyutkan makanan dalam bentuk sesaji
(tumpeng) ke laut. Menurut sejarahnya tradisi ini dilakukan pada Bulan Selo dalam penanggalan
Jawa. Tradisi Larung Sembonyo ini dilakukan setahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur
kepada tuhan dan sebagai peringatan pernikahan Raden Tumenggung Yudha Negara dengan
Putri Gambar Inten. Larung sembonyo di desa Tasikmadu memiliki keunikan dan keistimewaan
tersendiri.

Keunikan dari tradisi Larung Sembonyo ini terletak pada benda-benda yang akan dilarung
yaitu penambahan sepasang boneka yang menyerupai pengantin. Sepasang tiruan boneka
pengantin tersebut dinakaman sembonyo. Berdasarkan cerita rakyat, Larung Sembonyo
dilakukan untuk memperingati pernikahan Tumenggung Yudha Negara dan Putri Gambar Inten
yang telah berjasa membuka lahan pesisir Prigi. Pelaksanaan Larung sembonyo selain untuk
melestarikan tradisi juga dijadikan sarana hiburan masyarakat. Tradisi ini menjadi ajang promosi
pemerintah daerah sebagai salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun asing. Berkaitan
dengan uraian diatas tentang tradisi Larung Sembonyo sangat menarik untuk dijadikan karya tari.

Pada awalnya, koreografer tertarik dengan tradisi Larung Sembonyo, khususnya jerih payah
nelayan dari berangkat hingga pulang melaut. Demi kelangsungan hidup, nelqyan rela melaut
bahkan resiko kondisi alam, badai, hujan deras, gangguan hewan laut bahkan gangguan ghaib
lainnya. Berawal dari itu, koreografer tertaik untuk lebih mendalami tradisi Larung Sembonyo
dan kerja keras nelayan dengan wawancara dan membaca buku cerita yang menyinggung tentang
Larung Sembonyo. Berkaitan dengan uraian cerita di atas, koreografer tertarik membuat karya
tari dengan mengambil topik utama spirit perjuangan nelayan saat pergi melaut, tafsir penata tari
yang divisualkan ke dalam format koreografi kelompok. Koreografer lebih berbicara pada tafsir
tentang kerja keras nelayan yang memiiki beberapa karakter dan sifat antara lain cekatan,
trampil, kuat, dan fokus.

2. Rumusan Ide Penciptaan

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, rumusan ide penciptaan karya
tari ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana koreografer memvisualisasikan gagasan tentang spirit perjuangan nelayan


melalui 6 orang penari perempuan ?
2. Bagaimana cara koreografer mengeksplor tafsir yang meliputi, sifat dan karakter
nelayan serta ragam gerak yang digunakan ?

Ide karya tari ini berawal dari ketertarikan koreografer terhadap tradisi Larung Sembonyo.
Dalam karya tari yang diciptakan dengan 6 orang penari wanita. Dalam visualnya, karya tari ini
didukung dengan penari – penari yang mempunyai ketubuhan dan dasar tari tradisi yang kuat
serta teknik ketubuhan yang lincah dan memiliki kepribadian yang aktif dalam tubuh penari.
Sikap serta gerak yang digunakan adalah hasil dari eksplorasi koreografer melakukan
pengamatan terhadap karakter dan sifat nelayan. Konsep penyajian yang ditampilkan yaitu
mengambil tentang spirit nelayan dalam perjalanan hidup yang tidak kenal menyerah dalam
melakukan pekerjaan.

3. Tujuan dan Manfaat Penciptaan


a. Tujuan

1.) Memvisualkan karakteristik nelayan kedalam koreografi kelompok.

2.) Memacu kreativitas dalam menciptakan karya tari dengan mengikuti

perkembangan zaman, tetapi masih berpijak pada konsep tradisi

3.) Mengenalkan kembali kepada penonton khususnya anak muda bahwa

cerita atau tradisi dapat digarap dengan kemasan di luar tari klasik

konvensional.

4.) Tetap mengangkat seni budaya tradisi khususnya tari jawa dalam era

masa kini dengan cara berkarya lewat konsep tradisi yang dikemas dengan

tari garapan baru.

b. Manfaat

1.) Memacu kreativitas untuk mencipta karya tari dengan mencari

kemungkinan lain tentang konsep gerak dengan berlatar belakang tokoh.

2.) Menginformasikan kepada penonton bahwa tradisi adat itu bisa di

garap atau di visualkan tidak hanya lewat sendratari,dramatari, ataupun

wayang wong dll.

3.) Karya tari ini semoga menjadi sebuah motivasi kepada para generasi

atau siapapun untuk berkarya dan menari.

B. KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI


1.Kajian Teori

a. Teori Ungkapan

Ungkap adalah luapan perasaan atau emosi yang dikomunikasikan. Ungkap dalam hal ini
dikomunikasikan melalui tingkah laku atau gerak. Seperti di dalam teori seni tari yang
didefinisikan oleh Soedarsono yaitu tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan
gerak-gerak ritmis yang indah (Regina, 2017). Sehingga ungkap merupakan komunikasi dari
sebuah ekspresi jiwa seniman pencipta kepada penonton atau penikmat melalui seniman, pelaku
atau penari.

b. Teori Dramatik

Dramatik adalah suatu tipe dalam karya tari. Tipe tari dramatik adalah gagasan yang hendak
dikomunikasikan dengan sangat kuat dan penuh daya pikat (menarik), dan dinamis. Tari dengan
tipe dramatik lebih memusatkan perhatian pada sebuah kejadian atau suasana (Smith, 1985: 27).
Karya tari dengan tipe dramatik tidak memunculkan penokohan sehingga lebih pada
pembangunan suasana. Koreografer harus cermat untuk menggarap sebuah tarian agar isinya
tersampaikan kepada penonton.

c. Koreografi kelompok

Menurut Sumandiyo Hadi koreografi kelompok adalah komposisi yang ditarikan lebih dari
satu penari atau bukan tari tunggal (solo dance), sehingga dapat diartikan duet (dua penari), trio
(tiga penari), kuartet (empat penari), dan seterusnya (Hadi, 2003:2). Bentuk koreografi ini
menyadarkan diri pada keutuhan kerjasama antar penari sebagai perwujudan bentuk. Pada karya
tari ini para penari mempunyai karakter masing-masing sehingga diperlukan kerjasama untuk
membangun karakter yang sama agar konsep yang dibawakan tersampaikan.

d. Teori Perjuangan
Perjuangan adalah suatu usaha yang dilakukan atau diperbuat atau konstribusi oleh seseorang
atau kelompok yang dapat berpengaruh pada suatu peristiwa dengan kerja keras yang penuh
tantangan untuk meraih suatu yang ingin dicapai ( Kusuman, 2003: 40).

2. Prinsip Bentuk Seni

Beberapa prinsip bentuk seni menurut Sumandiyo Hadi yang akan di terapkan, yaitu:

a. Kesatuan yang Utuh (Utility)

Prinsip bentuk seni yang penting dan mendasar adalah sebuah karya seni harus mempunyai
kesatuan. Seni terdiri dari berbagai macam elemen penyusun yang harus terdapat perpaduan
antara semua pendukung. Koreografer harus mampu menyatukan konsep ide garapan dengan
tarian yang telah dibuatnya dengan jelas dan tepat, sehingga tidak ada penyimpangan namun
menjadi kesatuan yang utuh dan jelas agar mudah ditangkap.

b. Keragaman (Variasi)

Keragaman diperlukan dalam sebuah karya yang bertujuan agar karya tersebut tidak terkesan
membosankan atau monoton. Hal ini menyebabkan seorang penata harus membuat suatu inovasi
baru yang memunculkan kualitas dari karyanya. Keragaman ini dapat dihadirkan melalui pola
lantai maupun motif gerak yang dapat dikembangkan dengan cara diperpendek, diperpanjang,
dikurangi atau ditambah.

c. Pengulangan (Repetisi)

Pengulangan juga perlu dilakukan untuk menggaris bawahi pola atau tema gerak yang akan
ditonjolkan. Pengulangan harus di olah sebagus mungkin sehingga penonton mendapatkan pesan
yang akan ditonjolkan bukan membuat karya menjadi monoton. Dalam struktur musik maupun
tari sebuah pengulangan sangat familiar untuk dilakukan.

d. Kontras
Kontras biasanya dihadirkan pada sebuah adegan satu ke adegan lain. Kontras gerak perlu di
lakukan guna menciptakan rangkaian yang halus dan enak untuk dinikmati. Kontras bisa terjadi
dengan merubah tempo, perbedaan tenaga, perbedaan suasana atau hal lain dengan menggunakan
gaya gerak tari yang berbeda.

e. Transisi

Transisi adalah cara penyambung antara motif satu ke motif lain atau adegan ke adegan yang
lain. Transisi berguna sebagai penghubung agar keseluruhan menjadi satu.kesatuan yang padu
agar menjadi bagian yang lebih besar secara harmonis.

f. Urutan (Sequence)

Urutan menjadi bagian titik penting dalam penyusunan gerak tari agar lebih tertata dan
menjadi satu kesatuan karya tari yang utuh. Sehingga dari tiap rangkaian gerak atau bahkan
adegan yang dibuat dalam suatu karya tidak terputus.

g. Klimaks

Sebuah karya harus memiliki puncak atau kesan yang ditonjolkan dari keseluruhan karya
sehingga membuat terasa menonjol jika dipandang oleh sudut pandang penonton, menampilkan
emosional yang tinggi, mempercepat tempo, kepadatan gerak atau perlu di garis bawahi
merasakan sesuatu yang tidak terduga dan ditunggu-tunggu dalam suatu karya.

h. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan adalah hal yang penting dalam kepenarian, mampu menguasai tubuh ketika
berada dalam gaya yang bermacam-macam dalam suatu gerak pada tarian. Kunci dalam
keseimbangan penari adalah mampu mengatur titik keseimbangan tubuh sehingga tidak akan
jatuh atau terpeleset.

2. Kajian Pustaka yang Relevan

a. Sumber Tertulis
Dalam bukunya, La Meri, 1965, Dances Compotition, The Basic Elements, diterjemahkan
oleh Soedarsono, 1986, Elemen-elemen Dasar Komposisi Tari, Yogyakarta, Lagaligo. Di dalam
buku ini dijelaskan bahwa sebuah prosenium stage memiliki pembagian wilayah yang kuat dan
lemah. Pengertian tentang wilayah kuat dan lemah ini dijadikan pertimbangan untuk menetapkan
pola lantai gerak penari. Pola lantai adalah pola yang dilintasi gerak penari tunggal dan atau yang
dibentuk oleh formasi penari kelompok. Daerah yang paling kuat dalam ruang tari adalah dead
center. Enam daerah secara urut kekuatannya adalah up-center, down-center, dan keempat sudut
(up-right dan up-left, down-right dan down-left). Pemahaman ini digunakan sebagai pijakan
dalam menciptakan lintasan atau ruang gerak setiap motif gerak.

Buku berjudul Aspek-aspek Dasar Koreografi Kelompok oleh Y Sumandyo Hadi. Buku
tersebut mendukung koreografer dalam proses kreatif yang menjelaskan tentang aspek – aspek
dalam pertimbangan pemilihan penari terhadap kebutuhan karya tari ini nantinya. Ada beberapa
pembahasan yang digunakan sebagai referensi, di antaranya pembahasan mengenai tahapan
eklsporasi, improvisasi, komposisi dan evaluasi. Buku Doris Humprey terjemahan Sal
Murgiyanto dnegan judul Seni Menata Tari (The Art of Making Dance) juga membatu dalam
proses kerja kreatif terutama dalam hal penataan tari misalnya komposisi atau gerak simetri dan
asimetri, dinamika, ritme, motivasi dan gesture yang nantinya sangat membantu dalam proses
pencitaan karya tari ini.

b. Sumber Lisan ( wawancara )

Sumber lisan sering juga disebut dengan istilah narasumber. Dalam proses penetapan konsep
dan pengetahuan tentang tradisi Larung Sembonyo dalam koreografi. Dalam prosesnya,
koreografer melakukan wawancara terhadap narasumber, antara lain : Wawancara bersama
Bapak Slamet Riyadi, beliau merupakan warga masyarakat Watulimo. Dalam wawancaranya,
banyak membahas tentang karakter, cerita tentang nelayan dan prosesi larung sembonyo yang
sangat membantu dalam pengetahuan mendalami karakter nelayan dalam tradisi Larung
Sembonyo ini.

Wawancara juga dilakukan dengan sesepuh atau orang yang ahli dalam ritual Larung
Sembonyo ini, yakni Bapak Supamriyanto. Bersama beliau koreografer juga melakukan
wawancara yang membahas tentang prosesi ritual Larung Sembonyo di Kecamatan Watulimo.
Disampaikan bahwa ada hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan prosesi adat labuh
sesaji laut ini, hingga hari pelaksanaan ritual. Jiga disampaikan bahwa berprofesi sebagai nelayan
di laut itu harus berani, atau tatag karena pekerjaan tergantung dengan kondisi alam.

c. Sumber Video

Sumber video yang menjadi referensi koreografer dalam karya tari ini antara lain video karya
tari yang berjudul Samudiwaragati yang di ciptakan oleh Puput Yulianasari, karya tugas akhir
mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, jurusan Pendidikan Sendratasik. karya tari
Samudiwaragati yang menggambarkan kerja keras dan syukur atas hasil laut melimpah di pantai
Prigi Watulimo, yang diciptakan pada tahun 2019 juga menjadi acuan koreografer dalam
menggarap karya tari ini. Permainan komposisi, gerak, konsep musik, dan konsep penari yang
digunakan dalam karya tari Samudiwaragati juga diterapkan dalam proses kreatif karya tari ini.

Selain video tari yang dimiliki koreografer, banyak informasi atau sumber referensi yang di
akses melalui jejaring sosial atau situs internet, yaitu http://www.youtube.com/ dalam website
tersebut banyak ditemukan video-video yang bisa sebagai sumber referensi mendukung karya
tari ini

3. Kerangka Dasar Pemikiran

Konsep penyajian yang ditampilkan yaitu mengambil tentang spirit nelayan dalam perjalanan
hidup yang tidak kenal menyerah dalam melakukan pekerjaan. Berawal dari ketertarikan
terhadap profesi nelayan, menjadikan sebuah ide untuk menciptakan karya tari dalam bentuk
koreografi kelompok. Semangat perjuangan nelayan, yang menjadi pokok pembicaraan dalam
penggarapan karya tari ini. Gerak tari yang digunakan adalah tradisional pengembangan dengan
gaya Mataraman.

C. METODE PENCIPTAAN

1.Pendekatan Penciptaan
Dalam karya ini, koreografer menggunakan metode kontruksi. Kontruksi adalah metode yang
digunakan sebagai langkah-langkah untuk mengkontruksi sebuah tarian yang terdiri dari
rangsang awal, menentukan tipe tari, menentukan mode penyajian, kegiatan eksplorasi,
improvisasi, komposisi gerak, dan evaluasi. Menurut Jacqueline Smith yang telah diterjemahkan
oleh Ben Suharto dalam metode konstruksi 1 mengatakan, awal terdapat rangsang tari, tipe tari,
perlakuan terhadap bahan untuk membuat gerak respresentational dan simbolik, improvisasi-
seleksi pemula gerak tari ( 1985: 20)

2 . Konsep Penciptaan

a. Tema

Tema lahir secara spontan dari pengalaman seorang koreografer, kemudian diteliti secara
cermat kemungkinan-kemungkinan untuk diungkapkan dalam gerak dan kecocokannya dengan
keputusan (Murgianto, 1983: 37). Tema karya tari ini berasal dari apa yang koreografer lihat
yaitu “spirit perjuangan”. Wujud perjuangan yang dimaksud adalah ungkapan semangat juang
masyarakat khususnya nelayan di Pantai Prigi.

b. Judul

Judul hendaknya bersifat umum karena dapat memunculkan interpretasi yang beragam
(Murgiyanto, 1983:37). Karya ini berjudul Tirta Ing Prigo, berasal dari bahasa Jawa Kawi.
Tirta, berarti air, Ing Prigi, berarti pesisir pantai Prigi. Sesuai dengan peran penari sebagai
masyarakat Desa Tasikmadu yang berprofesi sebagai nelayan dan melakukan pekerjaan di
sepanjang pantai Prigi sehingga koreografer memilih judul Trirta Ing Prigi.

c. Sinopsis

Sinopsis merupakan pengantar atau deskripsi singkat dari isi tari, agar penonton dapat
memahami maksud dari karya tari yang dibawakan. Karya tari Tirta Ing Prigi menggambarkan
ungkapan semangat juang masyarakat nelayan dalam melakukan pekerjaan dilaut. Berikut
sinopsis karya tari Trirta Ing Prigi :

“ Saat keinginan harus terlaksana


Saat cita-cita harus diraih

Harapku begitu besar

Rasaku tumbuh begitu besar

Kepada samudera agung...”

d. Skenario Karya Tari

1. Adegan 1 (Introduksi)

Adegan ini menggambarkan pengenalan kehidupan masyarakat pesisir pantai dengan suasana
rancak dan kompak dengan durasi 2 menit.

2. Tuntutan akan kebutuhan hidup

Adegan ini menggambarkan pentingnya kebutuhan manusia dan harus terpenuhi, suasana sedih
dan durasi 2 menit.

3. Kerja Keras Nelayan

Adegan ini, memvisualkan perjuangan nelayan saat melaut, dalam belerja nelayan harus siap
menerima kondisi alam, baik kondisi sedang mendukung atau tidak mendukung, bertahan
walaupun banyak terjadi gangguan alam. Dengan suasana tegang dan durasi 3 menit.

4. Tekad Nelayan

Adegan ini, menggambarkan tekadnya para nelayan setelah malaut dan membawa hasil laut
untuk dijual dengan suasana tegang dan durasi 4 menit.

e. Tipe Karya

Tipe tari pada karya tari Tirta Ing Prigi, yaitu tipe tari dramatik karena karya tari ini
memusatkan perhatian pada sebuah kejadian atau suasana yang tidak terlalu menggelarkan cerita
(Smith, 1985:27). Pada karya ini, koreografer akan memunculkan ungkapan semangat
perjuangan nelayan melalui simbol gerak dan suasana khidmat agar tujuannya tersampaikan.
Disain dramatik dari sebuah komposisi adalah tanjakan emosional, klimaks dan jatuhnya
keseluruhan (Meri, 1986:53). Koreografer menggunakan disain dramatik kerucut ganda, disain
ini memiliki 2 ujung, dari klimaks yang kecil akan menanjak ke sebuah klimaks yang lebih
tinggi, dan diakhiri penurunan sampai dasar permulaan. Desain karya ini menekankan pada
suasana yang menjadi fokus garapan.

f. Mode Penyajian

Karya tari ini menggunakan mode penyajian karya tari representatif dan simbolis, karena gerak
yang akan dimunculkan berupa gerak representatif yang nyata melalui aktifitas manusia. Gerak
simbolis akan dimunculkan sebagai karakteristik masyarakat yang memiliki nilai sosial tinggi,
serta pengungkapan rasa kerja keras masyarakat sebagai nelayan.

g. Teknik

Dalam menciptakan sebuah karya tari, perlu memperhatikan teknik. Teknik diperoleh dari
pengalaman koreografer menari dan berkarya dengan penata-penata tari lain, menonton karya-
karya tari, gerak sehari-hari, dan melihat banyak hal yang berkaitan dengan penciptaan garapan,
yaitu basic tradisional. Teknik yang digunakan adalah tradisional yang dikembangkan.

h. Gaya

Gaya merupakan ciri khas yang ditimbulkan oleh karakter seseorang. Gaya tari yang
koreografer munculkan yaitu gerak tari gaya Mataraman yang dikembangkan. Gaya Mataraman
merupakan perpaduan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan latar belakang kesejarahan
yaitu ekspansi dari kerajaan Mataram ke wilayah Jawa Timur. Secara pemerintahan dan
geokultural, persebaran budaya Mataraman meliputi wilayah Pacitan, Ponorogo, Madiun,
Magetan, Ngawi, Nganjuk, trenggalek, Tulungagung, Kediri (sebagian), dan Blitar (Sutarto dan
Sudikan, 2018: 51 ).

i. Penari

Dalam mengungkapkan sebuah ide untuk menciptakan karya tari diperlukan media untuk
bergerak yaitu tubuh manusia. Penetapan jumlah penari yaitu komposisi kelompok dengan
jumlah penari genap. Penari berjumlah 6 penari putri memberikan alternatif yang lebih leluasa
bagi koreografer untuk menyusun komposisi, sehingga menjadi pusat perhatian serta membuat
wujud pola lantai yang menarik (Hadi, 2003: 12).
j.Tata Rias dan Busana

Karya tari ini menggunakan tata rias dan busana sesuai dengan tipe dan mode penyajian. Karya
tari Tirta Ing Prigi menggunakan. Rias wajah gaya representasional simbolis yaitu garis untuk
memperjelas karakter wajah dengan warna yang disesuaikan pada karakter yang akan
disampaikan. Tata rambut juga lebih didekatkan pada keserasian busana yang dipakai sebagai
pendukung (Supriyono, 2011:87). Desain rias yang digunakan yaitu rias wajah dengan warna
eyeshadow yang digunakan cenderung tidak variatif dan mempertegas garis wajah sehingga akan
mewujudkan kecantikan wanita yang menarikan. Busana menggunakan kebaya dengan kemben
dan rok yang didesain rapi dan nyaman untuk bergerak. Warna dominan putih karena
melambangkan kesucian.

k. Musik Tari

Dalam pertunjukan tari, aspek musik dapat mempertegas suasana atau maksud gerak dan
memberi rangsangan estetis pada penari dan selaras dengan ekspresi jiwa koreografer yang
diungkapkan (Senen, 1983:1). Kaya tari ini menggunakan instrumen musik yang menggunakan
pola nada pentatonis laras pelog yaitu gamelan. Pola musik yang akan dihadirkan adalah pola
musik yang mendukung suasana perjuangan dan suasana pesisir. Hal ini untuk memperkuat
adegan yang sesuai dengan fokus karya yaitu wujud perjuangan nelayan.

l. Tata Pentas / Pemanggungan

Tata teknik pentas pada karya tari ini menggunakan panggung procenium sebagai tempat
pertunjukan dan menggunakan lighting atau tata lampu yang disesuaikan untuk mendukung
suasana yang akan dimunculkan. Panggung procenium mempunyai penataan antara panggung
dan auditorium yang dipisahkan sehingga jarak antara penari dan penonton jauh. Hal ini menjadi
salah satu alasan koreografer menggunakan panggung procenium sebagai tempat pertunjukan
karena terdapat pembagian daerah kuat dan lemah yang diperlukan untuk dinamika dan
penguatan suasana. Tata lampu yang sebagai penerangan dalam adegan-adegan tertentu yang
bersifat umum juga sebagai penyinaran yang dihasilkan oleh lampu khusus yang bertujuan untuk
membangun suasana adegan. Lampu yang digunakan yaitu lampu par 64 dengan warna biru
untuk menciptakan suasana di laut, dan lampu general untuk lampu fokus tengah.
4. Proses Penciptaan

a. Rangsang Awal

Menurut Jacqueline Smith yang telah diterjemahkan oleh Ben Suharto dalam bukunya yang
berjudul “Komposisi Tari” mengatakan rangsang tari dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
membangkitkan pola pikir, semangat, atau mendorong suatu kegiatan. Rangsang bagi komposisi
tari dapat berupa auditif, visual, gagasan, rabaan, atau kinestetik (Suharto, 1985:20). Metode
dalam menemukan fokus karya dilakukan dengan melalui rangsang awal, dengan hal ini dapat
membantu koreografer menentukan langkah awal ketika akan membuat penataan karya tari.
Rangsang awal adalah munculnya rasa keinginan untuk menyusun sebuah karya. Pada karya ini
koreografer menggunakan rangsang awal visual sebagaimana koreografer melihat studi kasus
kerja keras nelayan pantai. Hal ini yang akan dibuat menjadi suatu gagasan baru untuk dikemas
dalam pertunjukan karya tari.

b. Penentuan Tipe Tari

Tipe tari merupakan bentuk sebuah karya tari yang akan mempermudah penata tari dalam
menentukan jenis tari. dalam kesempatan ini penata tari menggunaka tipe tari liris yang awalnya
terinspirasi dari tari Bedaya dimana tarian ini memiliki kualitas gerak yang sama dengan tipe tari
liris yaitu lembut dan bertempo lambat. Koreogrfaer juga sangat sering menarikan tari Bedaya
dan pernah menjadi

c. Mode Penyajian

Penata tari menggunakan mode penyajian representatif simbolis karena karya ini merupakan
suatu pengungkapan gerak manusia yang terjadi dikehidupan manusia sehari-hari dengan
menujukan simbol-simbol gerak yang menggambarkan suatu adegan tertentu. Dalam proses
penggarapan penata tari mendapat masukan dari teman dan penata tari tari lainnya.

d. Eksplorasi dan Kerja Studio


Dalam proses ini tahapan eksplorasi bertujuan untuk memunculkan teknik dan gerak untuk
kebutuhan koreografi. Tahap awal yang dilakukan adalah pemanasan bersama dan berlatih olah
tubuh yang meliputi latihan fisik, teknik, dan pernafasan dengan kurun waktu tertentu dengan
tujuan untuk ketubuhan dan teknik yang dimiliki penari dan penata tari sebelum masuk dalam
gerak koreografi. Tahapan selanjutnya, koreografer memberikan kebebasan kepada penari
untuk mengeksplorasi tubuhnya sesuai dengan konsep yang ditentukan oleh penata tari dengan
ketubuhan yang sudah terbentuk pasca proses olah tubuh. Eksplorasi yang dilakukan lebih
menekankan kepada teknik keseimbangan, dan teknik kekuatan.

e. Improvisasi

Melalui proses improvisasi, diharapkan muncul bentuk – bentuk baru yang kemudian nantinya
dikomposisikan oleh koreografer. Setelah melakukan kedua tahapan di atas, koreografer
menyusun hasil penemuan dari ke dua tahapan tersebut yang dari berupa gerak menjadi sebuah
bentuk koreografi kelompok. Dalam tahap ini, yang koreografer lakukan disebut dengan tahapan
komposisi, dimana gerak gerak yang disusun, seputar tehnik atau bentuk yang dilatih dalam
tahapan eksplorasi.

f. Komposisi

Komposisi diartikan sebagai tahap atau penyusunan gerak. Setelah melakukan ke dua
tahapan di atas, koreografer menyusun hasil penemuan dari ke dua tahapan tersebut yang dari
berupa gerak menjadi sebuah bentuk koreografi kelompok. Dalam proses ini menggunakan
banyak teknik komposisi antara lain canon, broken, dan unison serta mengkomposisi gerak
dengan menggunakan teknik simetri dan asimetri.

g. Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan untuk melihat kekurangan–kekurangan yang terjadi selama proses


latihan agar dapat dibenahi atau mungkin dapat menambahkan hal–hal baru yang ditemukan
selama proses latihan yang dapat membantu proses perbaikan karya sampai mencapai hasil yang
diinginkan oleh koreografer. Banyak pertimbangan yang dilakukan, antara lain beberapa gerak
yang kurang nyaman dilakukan setelah dikomposisi nantinya dievaluasi dan dinyamankan
ataupun disederhanakan dalam melakukan gerak.
Berikutnya pada pola lantai yang mungkin terjadi atau ketidaknyamanan penari
melakukannya menjadi hal yang perlu menjadi bahan evaluasi yang bertujuan agar terlihat rapi.
Maksud dari evaluasi ialah, koreksi dari penata tari mengenai proses yang sudah dilakukan oleh
para penari, serta semua pendukung yang terlibat.

h. Seleksi Penghalusan

Tari adalah seni, maka walaupun substansi dasarnya adalah gerak, tetapi gerak-gerak tari itu
bukanlah gerak realistis, melainkan gerak yang diberi bentuk ekspresi (Sudarsono, Tanpa
Tahun:16). Dalam hal ini gerak yang diperoleh dari eksplorasi, improvisasi dan telah dievaluasi
akan diseleksi dan diperhalus menuju tahap akhir dengan tujuan gerak yang dilakukan
berkwalitas dan berdinamika.

D. DAFTAR PUSTAKA

Ellfeldt, Lois, Terj.Sal Murgiyanto. 1977. Pedoman Dasar Penata Tari. Jakarta:

Lembaga Kesenian Pendidikan Jakarta.

Humphrey, Doris, Terj.Sal Murgiyanto. 1983. Seni Menata Tari, Jakarta: Kesenian

Jakarta.

Hadi, Y Sumandiyo. 2012. Koreografi: Bentuk-Teknik-Isi. Yogyakarta: Cipta Media

Hadi, Y.Sumandiyo. 2003. Aspek – aspek Dasar Koreografi Kelompok. Yogyakarta : Elkaphi.

Hadi, Y. Sumandiyo.2011. Koreografi Bentuk – Teknik – Isi. Yogyakarta : CiptaMedia.

Meri, La. 1986. Elemen-elemen Dasar Komposisi Tari.Yogyakarta: LAGALIGO

Murgianto, Sal M.A.1983 Koreografi Pengetahuan Dasar Komposisi. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Senen, I Wayan, S.S.T. 1983. Pengetahuan Musik Tari Sebuah Pengantar. Jakarta:

Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia.

Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru.

Yogyakarta: Ikala1sti Yogyakarta.

Soyomukti, Nurani dan Gilang Tri Subekti. 2016. Peta Budaya Trenggalek.

Yogyakarta: Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olahraga

Kabupaten Trenggalek.

Anda mungkin juga menyukai