Anda di halaman 1dari 110

i

PENDEFINISIAN KOORDINAT ULP2 UNIVERSITAS LAMPUNG


TERHADAP ITRF 2014 MENGGUNAKAN TITIK IKAT IGS DAN CORS
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

(Srkipsi)

Oleh

Restiana

JURUSAN TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ii

ABSTRAK

PENDEFINISIAN KOORDINAT ULP2 UNIVERSITAS LAMPUNG


TERHADAP ITRF 2014 MENGGUNAKAN TITIK IKAT IGS DAN CORS
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

Oleh

Restiana

Perkembangan teknologi GNNS dapat digunakan untuk penentuan posisi Titik

Kontrol Geodetik. Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika FT UNILA telah

memiliki Titik Kontrol Geodetik, yaitu titik ULP1. Saat ini, penggunaan titik

ULP1 mulai terhambat dengan adanya pepohonan dan bangunan yang

menghalangi penerimaan sinyal satelit sehingga mempengaruhi kualitas data

pengamatan. Oleh sebab itu, dilakukan pembuatan titik kontrol baru di lokasi

yang bebas hambatan dan titik tersebut diberi nama ULP2.

Penelitian ini dilakukan untuk mendefinisikan koordinat titik ULP2 menggunakan

titik ikat IGS dan CORS BIG terhadap ITRF 2014. Metode pengamatan

menggunakan survei GNSS secara statik selama empat hari, yaitu tanggal 30

Oktober sampai dengan 2 November 2018. Pengolahan data dilakukan dengan

software GAMIT/GLOBK menggunakan tiga skenario pengolahan untuk


iii

mendapatkan koordinat yang teliti. Uji signifikansi dilakukan untuk melihat

signifikansi perbedaan koordinat yang dihasilkan secara statistik.

Hasil penelitian berupa koordinat definitif titik ULP2 dalam UTM zona 48S arah

E = 526596,336 m, N = 9407310,9954 m, dan h = 130,6185 m. Koordinat

geodetis 5.3620393213ᴼ LS dan 105.240057347ᴼ BT. Koordinat kartesian 3D

sumbu X = -1669327,67933 m ± 0,00232 m, Y = 6127212,73483 m ± 0,00173 m,

dan Z = -592068,04474 m ± 0,00984 m. Hasil penelitian juga menunjukkan secara

statistik bahwa bahwa skenario I, II, dan III tidak memiliki perbedaan koordinat

yang signifikan. Titik ikat yang paling optimal untuk pendefinisian koordinat

diperoleh dari penggunaan titik ikat IGS dengan distribusi titik yang merata.

Selain itu, penggunaan titik ikat dengan distribusi titik yang merata dapat

menghasilkan konfigurasi jaring yang baik. Panjang baseline yang paling baik

berkisar antara 565 km sampai dengan 2.806 km dengan nilai simpangan baku

yang kecil pada arah E = 2,4 mm, N = 1,8 mm, dan h = 9,9 mm.

Kata kunci : GAMIT/GLOBK, Pendefinisian koordinat, Titik ikat, ULP2


iv

ABSTRACT

ULP2 COORDINATE DEFINITION OF LAMPUNG UNIVERSITY ON


ITRF 2014 USING IGS AND CORS POINT CORPORATE GEOSPACIAL
INFORMATION BOARD

By

Restiana

The development of GNNS technology can be used to determine the position of a

Geodetic Control Point. The Department of Geodesy and Geomatics Engineering

of FT UNILA already has a Geodetic Control Point, namely the ULP1 point. At

present, the use of ULP1 points is being hampered by the presence of trees and

buidings that are blocking the reception of satellite signals, thus affecting the

quality of observational data. Therefore, a new control point was made in an

obstacle-free location and the point was given the name ULP2.

This research was conducted to define the coordinates of the ULP2 point using

IGS and CORS BIG points to ITRF 2014. The observation method used a static

GNSS survey for four days, from 30 October to 2 November 2018. Data

processing was carried out using GAMIT / GLOBK software using three

processing scenarios to get precise coordinates. Significance test is carried out to

see the significance of the difference in coordinates produced statistically.


v

The results of the study were the definitive coordinates of the ULP2 point in the

UTM zone 48S in the direction of E = 526596.336 m, N = 9407310.9954 m, and h

= 130.6185 m. Geodetic coordinates 5.3620393213ᴼ latitude and 105.240057347ᴼ

east longitude. Cartesian 3D coordinate X axis = -1669327,67933 m ± 0.00232 m,

Y = 6127212.73483 m ± 0.00173 m, and Z = -592068.04474 m ± 0.00984 m.

The results also show that scenarios I, II, and III do not have significant

coordinate differences on statistically. The most optimal bonding point for

defining coordinates is obtained from the use of IGS bonding points with an even

distribution. In addition, the use of thie points with even distribution can produce

a good net configuration. The best baseline length ranges from 565 km to 2,806

km with a small standard deviation in the direction of E = 2.4 mm, N = 1.8 mm,

and h = 9.9 mm.

Keywords: GAMIT / GLOBK, Defining coordinates, Bonding point, ULP2


vi

PENDEFINISIAN KOORDINAT ULP2 UNIVERSITAS LAMPUNG


TERHADAP ITRF 2014 MENGGUNAKAN TITIK IKAT IGS DAN CORS
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

Oleh

RESTIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


Sarjana Teknik

Pada

Jurusan Teknik Geodesi Dan Geomatika


Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
vii

Judul Skripsi : PENDEFINISIAN KOORDINAT ULP2


UNIVERSITAS LAMPUNG TERHADAP
ITRF 2014 MENGGUNAKAN TITIK IKAT
IGS DAN CORS BADAN INFORMASI
GEOSPASIAL

Nama Mahasiswa : Restiana


Nomor Pokok Mahasiswa : 1515013003

Program Studi : Teknik Geodesi dan Geomatika

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Romi Fadly, S.T., M. Eng Eko Rahmadi, S.T., M.T.


NIP. 19770824 200812 1 001 NIP. 19710210 200501 1 002

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Teknik Geodesi Dan Geomatika

Ir. Setyanto, M.T.


NIP. 19550830 198403 1 001
viii
ix

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Romi Fadly, S.T., M. Eng. ............................

Sekretaris : Eko Rahmadi, S.T., M.T. ............................

Penguji
Bukan Pembimbing : Ir. Fauzan Murdapa, M.T., IPM. ...........................

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Prof. Drs. Ir. Suharno, Ph. D., IPU., ASEAN Eng


NIP. 19620717 198703 1 002
x

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : Maret 2020


xi

Surat Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pendefinisian Koordinat

ULP2 Universitas Lampung terhadap ITRF 2014 Menggunakan Titik Ikat IGS

dan CORS Badan Informasi Geospasial” adalah karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain, kecuali yang

secara tertulis dirujuk dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar

pustaka.

Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi dengan

hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Maret 2020

Restiana
xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pandansari, Kecamatan Sukoharjo,

Kabupaten Pringsewu pada tanggal 12 Mei 1997, sebagai anak

pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Giyono dan Ibu Sustini.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Pandansari Selatan,

Sukoharjo, Pringsewu pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di

SMPN 2 Sukoharjo, Pringsewu pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas

(SMA) di SMAN 2 Pringsewu pada tahun 2015.

Tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi dan

Geomatika Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi

mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum basis data spasial tahun

ajaran 2017/2018, aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FT

UNILA dan Himpunan Mahasiswa Teknik Geodesi Geomatika (HIMAGES) FT

UNILA.

Pada tahun 2018 penulis melakukan kerja praktik di Dinas Survei Dan Pemotretan

Udara Angkatan Udara (DISSURPOTRUDAU) TNI Angkatan Udara Halim

Perdana Kusuma serta melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Tua,

Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur selama 30 hari. Pada tahun

2019 penulis menjadi perwakilan dari fakultas teknik pada kegiatan Pelatihan

Safety Management di Universitas Lampung dan BASARNAS Provinsi Lampung.


xiii

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin, Terima kasih Ya Allah

“Untuk Ibu, Ayah dan Adikku Tercinta”

Kupersembahkan Karyaku
xiv

SANWANCANA

Puji syukur penulis ucapka kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pendefinisian Koordinat ULP2 Universitas Lampung

terhadap ITRF 2014 Menggunakan Titik Ikat IGS dan CORS Badan Informasi

Geospasial” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik di

Universitas Lampung

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Ir. Suharno, Ph. D., IPU., ASEAN Eng., selaku Dekan

Fakultas Teknik Universitas Lampung;

2. Bapak Ir. Setyanto, selaku Ketua Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika;

3. Bapak Romi Fadly, S.T., M. Eng., selaku pembimbing utama sekaligus

pembimbing akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan,

saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Eko Rahmadi, S.T., M.T., selaku pembimbing kedua atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Ir. Fauzan Murdapa, M.T., IPM., selaku penguji utama pada ujian

skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-saran dalam proses

penyelesaian skripsi ini;


xv

6. Seluruh dosen Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat;

7. Bapak dan ibu staf administrasi Teknik Geodesi dan Geomatika UNILA

8. Kedua orang tuaku Bapak Giyono dan Ibu Sustini yang telah menjadi

penyemangatku. Terima kasih karena tidak pernah berhenti memberikan

cinta, kasih sayang, doa serta dukungannya hingga saat ini;

9. Adik kecilku Ika Naura yang telah memberikan semangat dan tawa nya;

10. Keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta doa untuk

keberhasilan penulis;

11. Bripda Ahmad Fauzi yang telah memberikan semangat, doa serta dukungan.

12. Teman-teman jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika angkatan 2015 kepada

Gita, Adenia, Reni, Dea, Febitri, Irena, Resti, Nadya, Altias, Bimo, Dwi

Nanda, Reza, Rifqy, Fahmi, Hayan, Nanda R, Nanda F, Faisal, Fauzan, Bayu,

Yoda, dan Ridho;

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah

memberikan bantuan, dukungan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

Bandar Lampung, Maret 2020

Restiana
xvi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL...........................................................................................xxvii

I.....PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 4

II....TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 6
2.1 Penelitian Terdahulu................................................................................... 6
2.2 Titik Kontrol Geodetik................................................................................ 13
2.3 GNSS (Global Navigation Satellite System)............................................... 14
2.4 Metode Penentuan Posisi GPS.................................................................... 14
2.4.1 Metode penentuan posisi absolut.................................................... 15
2.4.2 Metode penentuan posisi diferensial............................................... 17
2.4.3 Metode penentuan posisi statik....................................................... 18
2.5 Data Pengamatan Double Differencing....................................................... 18
2.6 Pengolahan Baseline................................................................................... 23
2.7 International GNSS Service (IGS).............................................................. 24
2.8 Continously Operating Reference System Badan Informasi Geospasial (CORS
BIG)............................................................................................................ 25
2.9 International Terrestrial Reference Frame (ITRF)..................................... 26
2.10 Transformasi Datum................................................................................... 27
2.11 Translation, Editing and Quality Checking................................................. 30
2.12 Perangkat Lunak GAMIT/GLOBK............................................................. 31
2.13 Perataan Jaring Pada GAMIT/GLOBK....................................................... 31
2.14 Uji Signifikansi Beda Dua Parameter......................................................... 34

III.. METODE PENELITIAN........................................................................ 36


xvii

3.1 Lokasi Penelitian......................................................................................... 36


3.2 Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 37
3.3 Persiapan Penelitian.................................................................................... 38
3.3.1 Persiapan studi literatur.................................................................. 38
3.3.2 Persiapan administrasi.................................................................... 39
3.3.3 Persiapan alat dan bahan penelitian................................................ 39
3.4 Pengumpulan Data........................................................................................ 41
3.4.1 Data pengamatan titik ULP2........................................................... 41
3.4.2 Data pengamatan titik ikat.............................................................. 41
3.5 Konversi Raw Data Pengamatan ULP2...................................................... 44
3.6 Pemisahan Data Per DOY dengan TEQC.................................................... 44
3.7 Pengecekan Data RINEX denganTEQC..................................................... 45
3.8 Pembuatan Direktori Kerja......................................................................... 45
3.9 Editing File Kontrol Pada Folder Tables..................................................... 47
3.10 Pengolahan Data dengan GAMIT............................................................... 50
3.11 Evaluasi Nilai Fract dan Postfit Nrms........................................................ 55
3.12 Pengolahan Data dengan GLOBK.............................................................. 56
3.13 Evaluasi Data Outlier.................................................................................. 58
3.14 Transformasi Koordinat.............................................................................. 59
3.15 Analisis Hasil Koordinat............................................................................. 60

IV.. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 62


4.1 Hasil Pengecekan Data Rinex dengan TEQC.............................................. 62
4.2 Hasil Pengolahan Dengan GAMIT............................................................. 64
4.2.1 Nilai fract....................................................................................... 64
4.2.2 Postfit nrms..................................................................................... 65
4.2.3 Ambiguitas fase.............................................................................. 67
4.3 Hasil Pengolahan GLOBK.......................................................................... 69
4.3.1 Nilai wrms dan nrms....................................................................... 69
4.3.2 Panjang baseline dan simpangan baku............................................ 70
4.3.3 Koordinat titik ULP2...................................................................... 73
4.4 Analisis Hasil Koordinat............................................................................. 77
4.4.1 Hasil perhitungan perbedaan koordinat.......................................... 77
4.4.2 Uji signifikansi beda dua parameter................................................ 78

V....KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 80


5.1 Kesimpulan................................................................................................. 80
4.2 Saran........................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 82

LAMPIRAN.................................................................................................... 85
xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS....................................... 15


2. Metode penentuan posisi secara absolut...................................................... 16
3. Metode penentuan posisi diferensial............................................................ 17
4. Pengamat satelit double difference.............................................................. 19
5. Pengamat epoch double difference.............................................................. 21
6. Pengolahan data baseline GPS..................................................................... 23
7. Sebaran staiun IGS....................................................................................... 25
8. Sebaran stasiun CORS BIG......................................................................... 26
9. Sebaran ITRF metode pengamatan GPS, VLBI, LLR, SLR dan Doris....... 27
10. Stasiun yang digunakan untuk mengestimasi parameter transformasi
antara ITRF 2014 dan ITRF 2008................................................................ 29
11. Lokasi penelitian.......................................................................................... 36
12. Diagram alir penelitian................................................................................. 37
13. Distribusi 15 stasiun IGS............................................................................. 42
14. Stasiun IGS dengan memperhatikan jarak................................................... 43
15. Stasiun CORS BIG jarak dekat.................................................................... 43
16. Susunan direktori kerja................................................................................ 46
17. Visualisasi skenario I................................................................................... 51
18. Visualisasi skenario II.................................................................................. 51
19. Visualisasi skenario III................................................................................. 52
20. Grafik nilai postfit nrms skenario I.............................................................. 66
21. Grafik nilai postfit nrms skenario II............................................................. 66
22. Grafik nilai postfit nrms skenario III............................................................ 66
23. Grafik nilai ambiguitas fase skenario I........................................................ 67
24. Grafik nilai ambiguitas fase skenario II....................................................... 68
25. Grafik nilai ambiguitas fase skenario III...................................................... 68
xix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penelitian terdahulu...................................................................................... 7
2. Kerangka referensi koordinat....................................................................... 13
3. Spesifikasi ketelitian jaring titik kontrol...................................................... 13
4. Dampak proses pengurangan data................................................................ 18
5. Parameter transformasi dari ITRF 2014 ke ITRF 2008 epoch 2010............ 30
6. Nilai multipath data pengamatan titik ULP2............................................... 63
7. Nilai multipath data pengamatan stasiun CORS BIG 64............................. 63
8. Jumlah satelit CORS BIG..................................................................................... 64
9. Kisaran nilai fract tiga skenario................................................................... 65
10. Nilai wrms dan nrms tiga skenario.............................................................. 69
11. Panjang baseline dan simpangan baku skenario I........................................ 70
12. Panjang baseline dan simpangan baku skenario II...................................... 71
13. Panjang baseline dan simpangan baku skenario III..................................... 72
14. Koordinat UTM titik ULP2 skenario I......................................................... 73
15. Koordinat UTM titik ULP2 skenario II....................................................... 74
16. Koordinat UTM titik ULP2 skenario III...................................................... 75
17. Koordinat 303-306 doy titik ULP2.............................................................. 75
18. Koordinat kartesian titik ULP2 menggunakan ITRF 2008 epoch 2012...... 77
19. Perbedaan koordinat tiga skenario............................................................... 77
20. Hasil uji signifikansi perbedaan koordinat................................................... 79
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

GNSS (Global Satellite Navigation System) adalah suatu istilah yang digunakan

untuk mencakup seluruh sistem satelit yang sudah beroperasi maupun dalam

perencanaan (Azmi, 2012). Perkembangan teknologi GNNS dapat digunakan

dalam kegiatan penentuan posisi Titik Kontrol Geodetik. Menurut SNI 19-6724

(2002). Titik Kontrol Geodetik adalah titik di lapangan yang dimanifestasikan

dalam bentuk monumen. Koordinatnya diperoleh menggunakan metode

pengukuran geodetik dan dinyatakan dalam suatu sistem referensi koordinat

tertentu.

Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika Fakultas Teknik Universitas Lampung

telah memiliki Titik Kontrol Geodetik, yaitu titik ULP1. Titik tersebut biasanya

digunakan sebagai acuan dalam kegiatan praktik lapangan maupun kegiatan

pengukuran lainnya. Saat ini, penggunaan titik ULP1 untuk kegiatan survei

menggunakan GNSS mulai terhambat dengan adanya pepohonan dan bangunan di

sekitar lokasi yang dapat menghalangi penerimaan sinyal satelit sehingga

mempengaruhi kualitas data pengamatan. Mengingat kondisi alam yang

demikian, maka ketersediaan titik kontrol yang bebas hambatan sangat

dibutuhkan. Oleh sebab itu, dilakukan pembuatan titik kontrol baru di lokasi
2

terbuka yang bebas hambatan dan titik tersebut diberi nama ULP2. Pengukuran

dilakukan menggunakan metode pengamatan GNSS secara statik selama empat

hari, yaitu tanggal 30 Oktober sampai dengan 2 November 2018.

Pengukuran titik-titik di permukaan bumi memerlukan titik kontrol yang dapat

memberikan ketelitian tinggi sampai fraksi milimeter yaitu dengan menggunakan

stasiun aktif (Artini, 2014). Pada tahun 2012 Artini melakukan penelitian untuk

mendefinisikan stasiun aktif yaitu stasiun GNSS CORS GMU1 dengan

pengikatan yang melibatkan 11 titik ikat regional dan menghasilkan nilai

simpangan baku sampai fraksi milimeter kemudian Artini melakukan penelitian

selanjutnya untuk menentukan koordinat stasiun GNSS CORS GMU1 dengan

kombinasi titik ikat GPS global dan regional yang melibatkan 7 stasiun global dan

11 stasiun regional dengan desain jaring lebih rapat. Penelitian ini dilakukan

untuk membandingkan hasil koordinat pada project kombinasi dan project yang

hanya melibatkan titik ikat global. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengolahan project kombinasi dan project global menghasilkan perbedaan

koordinat komponen arah X, Y, dan Z sampai fraksi centimeter.

Pada umumnya survei dengan GPS membutuhkan minimal tiga atau empat titik

ikat yang terdistribusi secara merata di sekitar lokasi penelitian (Rizos, 1994

dalam Artini, 2013). Penelitian yang dilakukan Muliawan pada pendefinisian

ulang stasiun aktif GMU1 tahun 2011 terdiri dari empat project yaitu GMU1a,

GMU1b, GMU1c, dan GMU1 dan setiap project memiliki konfigurasi yang

berbeda yaitu pada distribusi titik IGS yang digunakan (Artini, 2014).

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

project GMU1a memiliki ketelitian paling tinggi karena konfigurasi pada project
3

ini menggunakan 10 stasiun IGS dan terdistribusi secara merata di sekitar stasiun

GMU1 dan menggunakan ITRF 2008.

Penelitian ini dilakukan untuk pendefinisian koordinat ULP2 Universitas

Lampung terhadap ITRF 2014 menggunakan titik ikat IGS dan CORS BIG.

Pengolahan data dilakukan dengan software GAMIT/GLOBK menggunakan tiga

skenario pengolahan. Perbedaan tiga skenario tersebut didasarkan pada

penggunaan titik ikat dengan memperhatikan distribusi titik dan jarak. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui penggunaan titik ikat yang sesuai agar menghasilkan

koordinat yang teliti dengan konfigurasi jaring yang baik. Koordinat yang

didapatkan selanjutnya dianalisis ketelitiannya dan dilakukan uji signifikansi

untuk melihat signifikansi perbedaan koordinat hasil pengolahan.

I.2 Rumusan Masalah

Adanya obyek penghalang sinyal satelit disekitar titik ULP1 dapat menimbulkan

permasalahan terutama untuk kegiatan survei menggunakan GNSS sehingga

dilakukan pembuatan titik kontrol baru, yaitu ULP2 di lokasi terbuka. Titik ULP2

perlu didefinisikan koordinatnya agar dapat digunakan sebagai titik kontrol. Pada

penelitian ini digunakan titik ikat IGS dan CORS BIG agar menghasilkan

koordinat dengan ketelitian yang baik. Berdasarkan pada rumusan masalah

tersebut maka pertanyaan penelitian ini, yaitu:

1. Berapa koordinat definitif ULP2?

2. Bagaimana ketelitian koordinat hasil pengolahan menggunakan titik ikat IGS

dan CORS BIG?

3. Manakah titik ikat yang paling sesuai untuk pendefinisian koordinat?


4

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Melakukan pengolahan data titik ULP2 menggunakan titik ikat IGS dan

CORS BIG.

2. Melakukan uji signifikansi perbedaan koordinat hasil pengolahan.

3. Menentukan titik ikat yang yang paling optimal untuk pendefinisian

koordinat.

I.4 Manfaat Penelitian

penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1. Pemilihan titik ikat yang paling optimal dapat digunakan untuk pendefinisian

koordinat.

2. Koordinat titik ULP2 dapat digunakan untuk kegiatan studi khususnya bagi

mahasiswa Teknik Geodesi.

3. Penelitian ini dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.

I.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian antara lain:

1. Menggunakan data observasi titik ULP2, stasiun IGS dan stasiun CORS BIG.

2. Penggunaan titik ikat IGS dengan distribusi titik yang merata tanpa

memperhatikan jarak (tersebar di empat kuadran) menggunakan 15 stasiun,

yaitu BAKO (Indonesia), COCO (Australia), CUSV (Thailand), DARW


5

(Australia), GUUG (Amerika Serikat), HKSL (Hongkong), HKWS

(Hongkong), HYDE (India), IISC (India), KARR (Australia), KAT1

(Australia), LHAZ (China), POHN (Federasi Mirkronesia), XMIS

(Australia), dan YAR3 (Australia).

3. Penggunaan titik ikat IGS dengan memperhatikan jarak (kurang dari 1000

km) menggunakan 4 stasiun, yaitu BAKO (Indonesia), JOG2 (Indonesia),

NTUS (Singapura), dan XMIS (Australia).

4. Penggunaan titik ikat CORS BIG menggunakan 5 stasiun yang ada di sekitar

lokasi penelitian (jarak dekat), yaitu CBJY (Bandar Jaya), CPRI (Pringsewu),

CKRI (Krui), CWJP (Way Jepara), dan CGON (Cilegon).


II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini menggunakan referensi dari penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan pendefinisian koordinat yang diikatkan menggunakan titik ikat IGS dan

CORS BIG. Penelitian ini dilakukan di Universitas Lampung menggunakan data

pengamatan titik ULP2 selama 4 hari (doy 303, 304, 305, dan 306). Titik ikat

yang digunakan adalah titik ikat IGS dan CORS BIG yang dibuat dalam tiga

skenario pengolahan. Skenario I adalah penggunaan titik ikat IGS dengan

distribusi titik yang merata menggunakan 15 stasiun, yaitu BAKO, COCO,

CUSV, DARW, GUUG, HKSL, HKWS, HYDE, IISC, KARR, KAT1, LHAZ,

POHN, XMIS, dan YAR3. Skenario II adalah penggunaan titik ikat IGS dengan

jarak kurang dari 1000 km menggunakan 4 stasiun, yaitu BAKO, JOG2, NTUS,

dan XMIS. Skenario III adalah penggunaan titik ikat CORS BIG yang berada di

sekitar lokasi penelitian menggunakan 5 stasiun, yaitu CBJY, CGON, CKRI,

CPRI, dan CWJP. Kerangka referensi menggunakan ITRF 2014 serta software

GAMIT/GLOBK versi 10.7.


7

Perbedaan penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian terdahulu

Judul Data Titik Ikat yang


No Penulis Tahun Lokasi Hasil Penelitian
Penelitian Pengamatan Digunakan
1. Penentuan Widi 2016 Universitas Data Menggunakan 9 Berdasarkan hasil pengolahan nilai
Posisi Stasiun Hapsari, Diponegoro pengamatan titik ikat IGS koordinat terbaik pada project UDP1, yaitu:
GNSS CORS Bambang GNSS selama (CNMR, COCO, a. Koordinat kartesian 3D
UNDIP Epoch D. Y., 4 hari pada DARW, IISC, Nilai X 2210748.65826 m ± 2.11 mm, Y
2015 dan Fauzi J. bulan Juni, Juli PBRI, PIMO, 5931893.19583 m ± 4.40 mm, dan Z
Epoch 2016 A. dan Agustus TOW2, XMIS, -777746.10639 m ± 1.27 mm.
Berdasarkan tahun 2015, dan YARR) dan 6 b.Koordinat geodetic, dengan nilai Lintang 7°
Stasiun IGS dan data titik ikat SRGI 3' 3.0839652'' LS, dan Bujur
dan SRGI pengamatan (CBTL, CMAG, 110°26'23.4541749'' BT.
Menggunakan pada bulan CMGL, CPAC, c. Koordinat UTM Zona 49
Perangkat Januari, CPWD, dan nilai E 38136.433362654 m, N
Lunak Gamit Februari dan CSEM) 220591.975206760 m, dan U
10.6 Maret tahun 243.0462061m.
2016. Hasil uji statistik T menggunakan selang
kepercayaan 95% dengan df ∞ dan t tabel 1,96,
terjadi pergeseran antara tahun 2015 terhadap
tahun 2016 pada semua project. Dalam
perhitungan velocity rate, dihasilkan nilai
velocity rate dengan ketelitian terbaik, yaitu
pada Vx -0.02258 m ±3.53 mm, Vy -0.01065
±6.52 mm, Vz -0.01089 ±2.36 mm.
8

Tabel 1 lanjutan

Judul Data Titik Ikat yang


No Penulis Tahun Lokasi Hasil Penelitian
Penelitian Pengamatan Digunakan
2. Penentuan Indra 2014 Universitas Data Menggunakan 13 Berdasarkan hasil dan analisis dari penelitian
Posisi Stasiun Laksana, Diponegoro pengamatan titik ikat stasiun dapat diketahui:
GNSS CORS Bambang GPS tahun global 1) Koordinat yang memiliki tingkat ketelitian
UNDIP Pada D. Y., 2013 dan 2014 terbaik terdapat pada strategi pengamatan
Tahun 2013 Mocham udp1, yaitu:
dan 2014 mad a. Koordinat kartesian
Menggunakan Awaludin X = 2.210.748,63185 m ± 1,96 mm,
Software Y = 5.931.893,21948 m ± 4,67 mm
GAMIT dan Z = -777.746,09427m ± 1,25 mm
b. Koordinat geodetis, -703’3,08352’’LS
dan 110026’23.45310” BT
2) Kecepatan posisi stasiun GNSS CORS
UNDIP yang memiliki tingkat ketelitian
terbaik adalah strategi pengamatan udp2,
yaitu -0,01133 m/tahun ± 2,00 mm untuk
komponen N, 0,02469 m/tahun ± 5,86
mmuntuk komponen E, -0,00005 m/tahun
± 1,37 mmuntuk komponen U.
3. Penentuan Edy S. P., 2013 Universitas Data Menggunakan 7 Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis
Koordinat Bambang Diponegoro pengamatan titik ikat IGS, hasil pengolahan diketahui bahwa selisih
Definitif D. Y., L. GNSS bulan yaitu BAKO, koordinat stasiun CORS Undip menggunakan
Epoch 2013 M. Sabri.. Februari (doy DARW, DGAR, titik ikat IGS ITRF 2008 dengan DGN-95
Stasiun CORS 032 sampai IISC, PIMO, ITRF 2000 epoch 1998 adalah ± 90 cm.
Geodesi Undip 056) dan bulan GUAM, dan Pemilihan 4 stasiun IGS dan 6 stasiun IGS
Dengan Maret (doy YARR. tidak memperlihatkan pengaruh yang besar
Menggunakan 060 sampai pada hasil hitungan koordinat stasiun
Perangkat 088). pengamatan
9

Lunak Gamit

Tabel 1 lanjutan

Judul Data Titik Ikat yang


No Penulis Tahun Lokasi Hasil Penelitian
Penelitian Pengamatan Digunakan
10.04 CORS UDIP. Hasil uji statistik pada koordinat
GPS WEEK stasiun CORS UDIP
menggunakan distribusi fisher dengan selang
kepercayaan 95% dinyatakan bahwa antara 4
stasiun dan 6 stasiun memiliki signifikansi
persamaan dan perbedaan.
4. Pendefinisian Sri Rezki 2014 Universitas Menggunakan Menggunakan 11 Berdasarkan data hasil pengolahan nilai
Stasiun Aktif Artini Gadjah data GPS titik ikat regional koordinat kartesian 3D stasiun aktif GMU1
GMU1 Tahun Mada dengan lama (BORA, BORB, adalah sebagai berikut:
2012 dengan waktu BORC, BORD, a. Global.
Titik Ikat GPS pengamatan 7 BAKO, CJPR, X(-2200206,97517 m ± 1,41 mm),
Regional dan x 24 jam. CDNP, CSRJ, Y (5924895,45335 m ± 2,79 mm),
Global. SAMP, CBAL, Z (-855932,54726 m ± 0,87 mm).
dan CBIT) dan 7 b. Regional_1.
titik ikat global X (2200210,82078m ± 10000 mm),
(DGAR, GUAM, Y (5924899,04121 m ± 10000 mm),
IISC, KARR, Z (-855936,94699 m ± 10000 mm).
KUNM, PIMO, c. Regional_2.
dan TOW2). X (-2200206,97660 m ± 2,44 mm),
Y (5924895,45809 m ± 6,07 mm),
Z (-855932,54763 m ± 1,44 mm).
d. Regional_3.
X (-2200206,97449 m ± 2,26 mm),
Y (5924895,45266 m ± 5,66 mm),
10

Z (-855932,54709 m ± 1,38 mm).


e. Regional_4.
X (-2200206,97464 m ± 2,34 mm),
Y (5924895,45494 m ± 5,78 mm),
Z (-855932,54785 m ± 1,39 mm)
f. Kombinasi_1.
X (-2200206,97039 m ± 26,05 mm),
Y (5924895,45474 m ± 26,13 mm),
Z (-855932,57574 m ± 191,11 mm).
g. Kombinasi_2.
X (-2200206,97088 m ± 26,08 mm),
Y (5924895,45433 m ± 26,30 mm),
Z (-855932,55993 m ± 192,51 mm).
Koordinat hasil pengolahan project global
memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan project lainnya.
Koordinat hasil pengolahan project regional_1
menghasilkan koordinat dengan tingkat
ketelitian yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan project lainnya. Oleh sebab itu, maka
nilai koordinat stasiun aktif GMU1 pada bulan
Juli tahun 2012 adalah koordinat pada project
global.
Hasil uji-t koordinat kartesian 3D project
global terhadap penelitian sebelumnya dengan
tingkat kepercayaan 95% menunjukkan secara
statistik bahwa koordinat stasiun aktif GMU1
mengalami perubahan yang signifikan. Selisih
pada komponen sumbu X sebesar 29,09 mm,
sumbu Y sebesar 7,2 mm sedangkan
11

Tabel 1 lanjutan

Judul Data Titik Ikat yang


No Penulis Tahun Lokasi Hasil Penelitian
Penelitian Pengamatan Digunakan
sumbu Z sebesar 9,12 mm. Pada pengolahan
keseluruhan project, nilai kecepatan posisi
yang dihasilkan tidak valid. Hal ini
menunjukkan bahwa kecepatan posisi tersebut
mempunyai nilai yang lebih besar daripada
nilai simpangan bakunya. Pengolahan
kecepatan posisi pada hitungan GAMIT
menggunakan data doy pada 2 epoch yang
berbeda. Oleh karena itu nilai kecepatan yang
dihasilkan pada project ini kurang mencukupi
untuk perhitungan kecepatan karena hanya
menggunakan data doy pada 1 epoch saja.
Skenario untuk pendefinisian stasiun aktif
GMU1 adalah runtutan dari hasil pengolahan
project global yang ditetapkan sebagai nilai
koordinat stasiun aktif GMU1 tahun 2012
dengan kajian pengaruh titik ikat dalam
pengolahan.
5. Pengaruh Hidayat 2012 Anjungan Data 6 stastiun Menggunakan 7 Dari analisis hasil dan pembahasan, maka
Penggunaan Panuntun, minyak MASS/MyRT titik ikat global dapat disimpulkan bahwa penggunaan titik ikat
Titik Ikat IGS Nurrohma lepas K regional (COCO, KUNM, global menghasilkan koordinat dengan tingkat
untuk t W. T. pantai, malaysia BAN2, PIMO, ketelitian yang lebih tinggi jika dibandingkan
Penentuan Aris S., Malaysia selama 5 hari DGAR, DARW, dengan pengolahan dengan titik ikat regional,
Posisi Offshore Djawahir, (13 juni 2011 TOW2) dan 6 dan titik ikat kombinasi (global dan regional).
Platforms Parseno sampai dengan titik ikat regional Hasil pengolahan dengan menggunakan titik
16 juni 2011) (GET1, KUAL, ikat regional menghasilkan koordinat dengan
CENE, BINI, ketelitian yang paling rendah jikadibandingkan
12

Tabel 1 lanjutan

Judul Data Titik Ikat yang


No Penulis Tahun Lokasi Hasil Penelitian
Penelitian Pengamatan Digunakan
MIRI, LABI) dengan menggunakan titik ikat global dan titik
ikat kombinasi. Selain itu, dari hasil pengujian
dengan menggunakan uji-T diperoleh
kesimpulan bahwa secara statistik tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dari
koordinat hasil pengolahan pada project global
dengan project kombinasi. Nilai perbedaan
koordinat yang signifikan terdapat pada
kordinat hasil pengolahan project global
dengan project regional dan project kombinasi
dengan project regional.

Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dikatakan bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada lokasi penelitian,

data yang digunakan, penggunaan titik ikat (jumlah dan stasiun) serta hasil yang diperoleh. Penelitian ini menekankan pada penggunaan

titik ikat untuk pendefinisian koordinat titik ULP2 yang dibuat dalam tiga skenario pengolahan yang berbeda.
13

II.2 Titik Kontrol Geodetik

Titik kontrol geodetik adalah titik yang dimanifestasikan di lapangan dalam

bentuk monumen. Koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran geodetik

dan dinyatakan dalam suatu sistem referensi koordinat tertentu. Pengadaan suatu

jaring titik kontrol harus menggunakan titik acuan yang ordenya lebih tinggi

dimana jaring titik kontrol yang digunakan sebagai pengikat dispesifikasikan

dalam SNI 19-6724 Tahun 2002 seperti Tabel 2.

Tabel 2. Kerangka referensi koordinat

Orde Jaringan
00 0 1 2 3 4
Orde jaring referensi ITRF 00 0 1 2 3
(minimal) 2000
Jumlah minimun titik 4 3 3 3 3 2
ikat yang dipakai

Ketelitian dalam pengadaan jaring titik kontrol ditentukan berdasarkan kelas

jaringan (pengukuran) dan orde jaring referensi (pengikat) dan dispesifikasikan

seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Spesifikasi ketelitian jaring titik kontrol

Orde Jaringan
00 0 1 2 3 4
Kelas minimal jaringan 3A 2A A B C D
(pengukuran)
Orde jaring referensi ITRF 00 0 1 2 3
(minimal) 2000
14

II.3 GNSS (Global Navigation Satellite System)

Menurut Azmi (2012), GNSS (Global Satellite Navigation System) adalah suatu

istilah yang digunakan untuk mencakup seluruh sistem satelit yang sudah

beroperasi maupun sedang dalam perencanaan. Sistem satelit navigasi GPS

(Global Positioning System) merupakan yang paling terkenal milik Amerika

Serikat dan telah beroperasi penuh. GLONASS merupakan sistem satelit navigasi

yang diluncurkan Rusia. Selain itu, Eropa juga mengembangkan sistem satelit

navigasi GALILEO, Cina mengembangkan satelit COMPAS, India IRNSS

(Indian Regional Navigation Satellite System) dan Jepang QZSS (Quasi-Zenith

Satellite System). Teknologi GNSS dapat digunakan untuk berbagai macam

aplikasi seperti penentuan posisi, survei dan pemetaan serta mendukung berbagai

macam aplikasi penentuan posisi untuk ketelitian tinggi. Sistem CORS dapat

digunakan untuk berbagai macam aplikasi berbasis GNSS seperti Network RTK,

differential positioning maupun post-processing GPS.

II.4 Metode Penentuan Posisi GPS

Konsep penentuan posisi dengan GPS merupakan pengikatan ke belakang

dengan jarak secara simultan ke beberapa satelit yang telah diketahui

koordinatnya. Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi, yaitu

X,Y,Z atau L, B, dan h yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic

System) 1984. Metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS secara umum

dapat ditunjukkan pada gambar 1.


15

Gambar 1. Metode dan sistem penentuan posisi dengan


GPS (Langley, 1998 dalam SNI 19-6724-2002).

Titik yang akan ditentukan posisinya dengan GPS dapat diam (static) atau

bergerak (kinematic). Posisi titik dapat ditentukan menggunakan satu receiver

GPS terhadap masa bumi yaitu dengan menggunakan metode absolut (point

positioning) atau terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya

(monitor positioning) yaitu metode differensial (relative positioning) dengan

menggunakan minimal dua receiver GPS.

II.4.1 Metode penentuan posisi absolut

Metode penentuan posisi secara absolut adalah metode yang paling mendasar dari

GPS. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan posisi metode

absolut, yaitu:

1. Penentuan posisi dapat dilakukan per titik tanpa bergantung pada titik lainnya

(point positioning).

2. Posisinya ditentukan dalam sistem WGS-84 terhadap pusat massa bumi.


16

3. Prinsip penentuan posisi adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan

jarak ke beberapa satelit secara simultan.

4. Penentuan posisi hanya memerlukan satu receiver GPS. Tipe yang umum

digunakan adalah tipe navigasi atau hand held.

5. Titik yang akan ditentukan posisinya dapat dalam keadaan diam (statik) atau

bergerak (kinematik).

6. Biasanya menggunakan data pseudorange.

7. Ketelitian posisi yang diperoleh bergantung pada tingkat ketelitian data serta

geometri satelit.

8. Metode ini diaplikasikan untuk keperluan navigasi atau aplikasi lain yang

memerlukan informasi posisi yang tidak terlalu teliti tapi tersedia secara

instan (real time).

Terdapat 4 parameter yang harus ditentukan dalam penentuan posisi secara

absolut pada suatu epoch menggunakan data pseudorange yaitu parameter

koordinat X, Y, Z atau φ , λ , h dan parameter kesalahan jam receiver GPS.

Penentuan posisi secara absolut pada suatu epoch dengan menggunakan data

pseudorange memerlukan pengamatan jarak minimal ke empat buah satelit.

Gambar 2. Metode penentuan posisi secara absolut (Abidin, 2000).


17

II.4.2 Metode penentuan posisi diferensial

Pada penentuan posisi metode diferensial, posisi suatu titik ditentukan relatif

terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station).

Penentuan posisi secara diferensial dapat diaplikasikan secara statik maupun

kinematik menggunakan data pseudorange atau fase. Metode penentuan posisi

tersebut dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut.

Gambar 3. Metode penentuan posisi diferensial (Abidin, 2000).

Metode penentuan posisi ini dapat mereduksi atau mengeliminasi beberapa jenis

kesalahan dan bias data yaitu dengan mengurangkan data yang diamati oleh dua

receiver GPS pada waktu yang bersamaan. Efektivitas pada proses

pengurangannya bergantung pada jarak antara monitor station dengan titik yang

akan ditentukan posisinya. Semakin pendek jarak tersebut maka semakin efektif

dampak pengurangan data dan sebaliknya. Selain itu, semakin banyak satelit yang

digunakan (geometri satelit semakin baik) maka tingkat ketelitian posisi yang

diperoleh juga akan semakin baik. Jenis-jenis kesalahan dan bias yang dapat serta

tidak dapat dieliminasi atau direduksi dengan proses pengurangan data dapat

dilihat dalam Tabel 4.


18

Tabel 4. Dampak proses pengurangan data

Dampak Pengurangan Data


Dapat Dapat Tidak dapat
Kesalahan dan Bias
dieliminasi direduksi dieliminasi/direduksi
Jam satelit  - -
Jam receiver  - -
Orbit -  -
Ionosfer -  -
Troposfer -  -
Multipath - - 
Noise - - 
Selective availabelity   -

Sumber : Abidin, 2000

II.4.3 Metode penentuan posisi statik

Metode penentuan posisi statik adalah penentuan posisi dari titik-titik yang diam

(statik). Penentuan posisi tersebut dapat diakukan secara absolut maupun

diferensial. Metode penentuan posisi secara statik dilakukan dengan waktu

pengamatan yang relatif lama (beberapa jam) disetiap titiknya. Biasanya ukuran

lebih pada suatu titik pengamatan yang diperoleh dengan metode ini lebih banyak.

Hal ini menyebabkan keandalan dan ketelitian posisi yang diperoleh relatif lebih

tinggi (dapat mencapai fraksi milimeter sampai centimeter). Metode statik sering

digunakan untuk penentuan koordinat dari titik-titik kontrol untuk keperluan

pemetaan atau pemantauan deformasi dan geodinamika.

II.5 Data Pengamatan Double Differencing

Differencing adalah proses pengurangan data. Data pengamatan dasar GPS adalah

waktu tempuh ( ∆t ) dari kode P dan C/A serta fase (carrier phase) dari gelombang

pembawa L1 dan L2. Berdasarkan cara pengurangan data terdapat tiga jenis data
19

double differencing (DD), yaitu pengamat satelit DD (∆ ∇ ), satelit epoch (∇ δ ¿,

dan pengamat epoch (∆ δ ¿(Abidin, 2000). Data pengamatan pengamat satelit DD

(∆ ∇) secara geometrik dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 4.

Gambar 4. Pengamat satelit double difference.

Karakteristik dari proses pengurangan data untuk membentuk data pengamat

satelit DD (∆ ∇) adalah:

1. Mengeliminasi kesalahan jam receiver dan satelit.

2. Mereduksi efek dari kesalahan orbit dan bias ionosfer data pengamatan

(baseline yang tidak terlalu panjang).

3. Apabila kondisi meteorologis pada kedua titik relatif sama, maka efek bias

troposfer akan terdeteksi.

4. Ambiguitas fase harus diestimasi.

5. Level noise meningkat 2 kali.

6. Data yang umum digunakan pada survei GPS.

Secara matematis data pengamat satelit (pseudorange dan fase) pada DD

melibatkan dua pengamat (i dan j) serta dua satelit (k dan l) untuk suatu frekuensi

pada suatu epoch. Persamaan dalam bentuk sederhana dapat dituliskan seperti

persamaan 1.1 dan 1.2.


20

∆ ∇ Pklij = ∇ ∆ ρklij + ∇ ∆ ϑρ klij ............................................................................... (1.1)

∆ ∇ Lklij = ∇ ∆ ρklij + λ∇ ∆ N klij + ∇ ∆ ϑC klij ................................................................. (1.2)

Keterangan:

∆∇ : data pengamatan pengamat satelit

P : pseudorange

L : jarak fase

ρ : jarak geometris antara satelit pengamat (x,y,x) dengan satelit (m)

N : ambiguitas fase

i dan j : dua pengamat (i, j)

k dan l : dua satelit (k, l)

ϑρ, ϑC : noise pada hasil pengamatan P₁ dan L₂

Pada persamaan diatas, untuk baseline yang relatif pendek (sekitar 20 km) sisa

kesalahan orbit, bias ionosfer dan troposfer diasumsikan sudah cukup kecil

sehingga dapat diabaikan. Asumsi bahwa lokasi titik dipilih dengan baik dan

receiver yang digunakan sudah tepat sehingga efek multipath juga dapat

diasumsikan kecil.

Data pengamatan pengamat epoch DD secara geometrik (∆ δ ¿ diilustrasikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Pengamat epoch double difference.


21

Karakteristik proses pengurangan data untuk membentuk data pengamat epoch

DD, yaitu:

1. Mengeliminasi kesalahan jam satelit.

2. Mengeliminasi ambiguitas fase dari data pengamatan fase, dengan catatan

tidak terjadi cycle slips antara kedua epoch.

3. Mereduksi efek kesalahan orbit dan bias ionosfer pada data pengamatan

(baseline tidak terlalu panjang).

4. Apabila kondisi meteorologis pada kedua titik relatif sama, maka efek bias

troposfer dapat tereduksi.

5. Level noise meningkat 2 kali

6. Data DD dapat digunakan untuk mengedit cycle slips.

Secara matematis, data pengamatan pengamat epoch DD melibatkan dua

pengamat ( i dan j), satu satelit (k) dan dua epoch (t 1 dan t 2) untuk satu frekuensi

dapat dituliskan seperti persamaan 1.3 dan 1.4.

∆ δ Pkij (t ¿ ¿ 1, t 2)¿= ∆ Pijk (t ¿¿ 2) ¿ - ∆ Pijk (t ¿¿1)¿ ............................................. (1.3)

∆ δ Lkij (t ¿ ¿ 1, t 2)¿= ∆ Lkij (t¿ ¿2) ¿ - ∆ Lkij (t¿ ¿1)¿ .............................................. (1.4)

Keterangan:

∆δ : data pengamatan pengamat epoch

P : pseudorange

L : jarak fase

k : satu satelit (k)

i dan j : dua pengamat (i, j)

t 1 dan t 2 : data pengamatan dua epoch (t 1, t 2)


22

Jika terjadi cycle slips antara kedua epoch , maka persamaan (1.4) akan menjadi

seperti persamaan 1.5.

∆ δ Lkij (t ¿ ¿ 1, t 2)¿= ∆ δ ρkij + ∆ δ dρkij + ∆ δ dtroρkij - ∆ δ dionijk + ∆ δ dt kij + ∆ δ MCijk -

λ . ∆ δ N ij + ∆ δϑ ρij....................................................................... (1.5)

Keterangan:

∆δ : data pengamatan pengamat epoch

P : pseudorange

L : jarak fase

ρ : jarak geometris antara satelit pengamat (x,y,x) dengan satelit (m)

ϑ : noise

k : satu satelit (k)

i dan j : dua pengamat (i, j)

t 1 dan t 2 : data pengamatan dua epoch (t 1, t 2)

MC : efek multipath hasil pengamatan

dρ : kesalahan jarak akibat kesalahan ephemeris (orbit)

dt : kesalahan dan offset dari jam receiver dan jam satelit

dion : bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer (m)

dtroρ : bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer (m)

II.6 Pengolahan Baseline

Pada dasarnya pengolahan dilakukan dengan tujuan untuk menghitung vektor

baseline atau koordinat relatif (dX,dY,dZ) menggunakan data fase sinyal GPS

yang dikumpulkan pada dua titik ujung dari baseline yang bersangkutan.

Pengolahan baseline dapat diilustrasikan pada Gambar 6.


23

Gambar 6. Pengolahan data baseline GPS (SNI 19-6724-2002)

Pada survei GPS, umumnya pengolahan baseline dilakukan secara satu persatu

(single baseline) dari baseline ke baseline. Pengolahan dimulai dari suatu titik

tetap yang telah diketahui koordinatnya sehingga membentuk jaring yang tertutup.

Selain itu, pengolahan pengolahan baseline dapat dilakukan secara sesi per sesi

pengamatan, dimana satu sesi terdiri dari beberapa baseline (single session, multi

baseline). Data yang digunakan dalam pengestimasian vektor baseline adalah

data fase double difference dan data pseudorange. Data pseudorange biasanya

digunakan oleh perangkat lunak pengolah baseline sebagai data pembantu dalam

menentukan koordinat pendekatan, sinkronisasi waktu kedua receiver GPS dan

pendeteksian cycle slips.

Perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan baseline adalah software

ilmiah dan software komersial. Software ilmiah biasanya digunakan untuk

pengolahan data survei GPS yang menuntut ketelitian yang relatif tinggi dengan

cakupan jaringan skala regional maupun global. Software komersial biasanya

digunakan untuk keperluan pengadaan titik kontrol pemetaan. Pengoperasiannya

relatif lebih mudah karena tidak banyaknya pilihan dalam strategi pemodelan dan
24

pengestimasian kesalahan dan bias. Menurut SNI 19-6724 (2002), perangkat

lunak yang digunakan dalam pengolahan sebaiknya mampu menghitung besarnya

bias troposfer, menghitung koreksi ionosfer untuk data GPS single frekuensi dan

mampu memberikan solusi bebas ionosfer untuk data dua frekuensi.

II.7 International GNSS Service (IGS)

IGS merupakan badan multi nasional yang menyediakan data GNSS, informasi

ephemeris (orbit) serta data pendukung penelitian geodetik dan geofisik. IGS

sebagai komponen dari Global Geodetic Observation System yang

mengoperasikan jaringan global stasiun GNSS. ITRF direalisasikan oleh jaring

IGS permanen berupa stasiun-stasiun pengamatan GNSS yang ada di seluruh

dunia dan beroperasi secara kontinu. Penggunaan stasiun IGS dalam pengukuran

geodetik dapat memberikan posisi relatif yang sesuai dengan ITRF. Data IGS

dapat diunduh secara gratis melalui http://igscb.jpl.nasa.gov. Persebaran stasiun

IGS dapat dilihat melalui situs www.igs.org/network.


25

Gambar 7. Sebaran staiun IGS.

II.8 Continously Operating Reference System Badan Informasi Geospasial

(CORS BIG)

CORS BIG adalah CORS yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial sebagai

stasiun pengamatan geodetik tetap dan kontinu yang selanjutnya disebut Ina-

CORS (BIG, 2018) Stasiun-stasiun tersebut tersebar di Indonesia sehingga

membantu pemeliharaan Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI), kegiatan

survei geodinamika dan deformasi, studi ionosfer dan meteorologi serta

membantu berbagai macam kebutuhaan terkait survei dan pemetaan lainnya.

CORS BIG memberikan layanan data meliputi data RINEX, post processing, real

time kinematik (RTK), Networked Transport of RTCM via Internet Protocol


26

(NTRIP) dan deskripsi stasiun Ina-CORS yang dapat diakses melalui

http://nrtk.big.go.id maupun email ke info@big.go.id.

Gambar 8. Sebaran stasiun CORS BIG.

II.9 International Terrestrial Reference Frame (ITRF)

ITRF merupakan suatu kerangka koordinat global realisasi dari ITRS

(International Terrestrial Reference Station). ITRF dipresentasikan dengan

koordinat dan kecepatan yang didapatkan dari sejumlah titik yang tersebar

diseluruh permukaan bumi. ITRF diamati menggunakan metode-metode

pengamatan Global Positionng System (GPS), Very Long Baseline Interferometry

(VLBI), Lunar Laser Ranging (LLR), Solar Laser Ranging (SLR), dan DORIS.

Jaring kerangka ITRF dipublikasikan oleh IERS (International Earth Orientation

System) setiap tahunnya dan diberi nama ITRF-yy, dimana yy menunjukkan tahun

terakhir data yang digunakan untuk menentukan kerangka tersebut. Sebagai


27

contoh, ITRF94 menunjukkan kerangka koordinat yang dihitung pada tahun 1995

menggunakan semua data IERS sampai akhir tahun 1994. Nilai koordinat yang di

dapat dari ITRF digunakan sebagai acuan untuk realisasi terbaru ITRF. Sebaran

ITRF dapat dilihat dapat dilihat melalui situs itrf.ensg.ign.fr.

Gambar 9. Sebaran ITRF metode pengamatan


GPS, VLBI, LLR, SLR dan Doris.

II.10 Transformasi Datum

Datum merupakan sekumpulan parameter yang mendefinisiakan suatu sistem

koordinat dan posisinya dinyatakan terhadap permukaan bumi (Permatahati et al,

2012). Pada prinsipnya transformasi datum adalah pengamatan pada titik-titik

yang sama (titik sekutu). Titik-titik tersebut memiliki koordinat dalam berbagai

datum dan dari koordinat tersebut dapat diketahui hubungan matematis antara

datum yang bersangkutan sehingga terdapat besaran-besaran yang dapat

menggambarkan hubungan tersebut. Besaran-besaran tersebut disebut dengan

parameter transformasi. Parameter datum yang digunakan dalam pendefinisian

koordinat, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka bumi, yaitu:
28

a. Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah sumbu

pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).

b. Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat ellipsoid

(Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.

c. Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu

(X,Y,Z) ellipsoid.

Model transformasi yang sering digunakan adalah model transformasi helmert 14-

parameter. Transfomasi tersebut digunakan untuk transformasi koordinat yang

terikat dengan datum/kerangka referensi global pada waktu tertentu (t) ke

koordinat dengan datum/kerangka referensi global yang berbeda pada waktu

tertentu (t). Model transformasi ini mempertimbangkan dua faktor, yaitu datum

(asal, orientasi dan skala) dan waktu ( Hassan et al, 2017). Secara matematis

model transformasi 14-parameter untuk transformasi koordinat antar

datum/kerangka referensi dapat dilihat pada persamaan 1.6.

X(t)ₓₓ = T + ds.X(tₒ)ᵧᵧ + K . X(tₒᵧ)ᵧᵧ + X(tₒᵧ)ᵧᵧ + [T̄ + d̄s.X(tₒᵧ)ᵧᵧ + K . X (tₒᵧ)ᵧᵧ +

K . X(tₒᵧ)ᵧᵧ + X̄(tₒᵧ)ᵧᵧ] (t - tₒₓ)................................................................... (1.6)

Model matematis untuk transfomasi koordinat dari epoch t ke epoch tₒ dapat

dilihat pada persamaan 1.28.

X(t) = X(tₒ) + (t - tₒ) (v(tₒ)) ............................................................................... (1.7)

Dalam hal ini,

X(t)ₓₓ : vektor posisi kerangka referensi xx pada epoch t

X(t)ᵧᵧ : vektor posisi kerangka referensi yy pada epoch t


29

X(tₒᵧ)ᵧᵧ dan X̄(tₒᵧ)ᵧᵧ : vektor posisi dan kecepatan kerangka referensi yy pada epoch

acuan tₒᵧ

tₒₓ : epoch acuan dari kerangka referensi xx

T, ds, K, T̄, ds, K̄ : 14 parameter transformasi antar kerangka referensi.

X(t) : vektor posisi epoch t

X(tₒ) : vektor posisi epoch tₒ

v(tₒ) : vektor kecepatan

Proses transformasi antar datum dapat dilakukan menggunakan nilai-nilai

parameter transformasi. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari proses perhitungan

menggunakan data pengamatan stasiun-stasiun ITRF. Distribusi stasiun yang

digunakan dalam transformasi ITRF 2014 ke ITRF 2008 dapat dilihat pada

gambar 10.

Gambar 10. Stasiun yang digunakan untuk mengestimasi


parameter transformasi antara ITRF 2014 dan ITRF 2008
(http://itrf.ensg.ign.fr/ITRF_ solutions/2014/tp_14-08.php).
30

Nilai parameter transformasi global antar ITRF dapat diperoleh melalui situs

http://itrf.ensg.ign.fr/trans_para.php. Nilai parameter transformasi dari ITRF

2014 ke 2008 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter transformasi dari ITRF 2014 ke ITRF 2008 epoch 2010.

Parameter Transformasi
Paramete TX TY TZ D RX RY RZ
r (mm) (mm) (mm) (ppb) (,001”) (,001”) (,001”)
1,6 1,9 2,4 -0,02 0,000 0,000 0,000
+/- 0,2 0,1 0,1 0,02 0,006 0,006 0,006
Rates TY TZ D RX RY RZ
TX
(mm) (mm) (ppb/y) (,001”/y (,001”/y) (,001”/y)
(mm)
)
0,0 0,0 -0,01 0,03 0,000 0,000 0,000
+/- 0,2 0,1 0,1 0,02 0,006 0,006 0,006

II.11 Translation, Editing and Quality Checking

TEQC merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk membantu pemrosesan

data GNSS (Estey et al, 2014), seperti :

a) Translation : pembacaan file penerima asli GNSS dan menerjemahkan data

ke format lain.

b) Editing : ekstraksi metadata, pengeditan atau koreksi metadata, header

RINEX atau BINEX.

c) Quality and Checking : pemeriksaan kualitas data GPS atau GLONASS

(biner asli, BINEX, atau observasi)

Salah satu fungsi TEQC yang sering digunakan adalah untuk mengonversi format

biner tertentu ke file RINEX observasi atau navigasi dan pengecekan kualitas data
31

RINEX untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan data observasi

seperti waktu pengamatan, jumlah epoch dan nilai rata-rata multipath (MP1 dan

MP2).

II.12 Perangkat Lunak GAMIT/GLOBK

GAMIT adalah software analisis data GPS yang komperhensif yang

dikembangkan oleh MIT (Massachusetts Institute of Technology) yang dapat

menjalankan fungsi seperti menyiapkan data untuk diproses, melakukan

perhitungan tiga dimensi dan orbit satelit. GLOBK (Global Kalman Filter VLBI

and GPS Analysis Program) adalah pemfilter data untuk memperoleh koordinat

rata-rata stasiun dengan mengkombinasikan hasil pengolahan harian dari

pengamatan yang dilakukan lebih dari satu hari, melakukan perhitungan untuk

mendapatkan estimasi koordinat stasiun dari data pengamatan harian atau tahunan

untuk mendapatkan data time series dan memperoleh koordinat repetabilities

untuk evaluasi tingkat ketelitian pengukuran harian. Perangkat lunak ini

menggunakan metode double difference dan prinsip metode parameter berbobot

dalam perhitungan data pseudorange dan charrier phase.

II.13 Perataan Jaring Pada GAMIT/GLOBK

Perataan jaring pada GAMIT/GLOBK menggunakan metode hitung perataan

kuadrat terkecil parameter berbobot dan double difference. Metode double

difference digunakan apabila terdapat dua receiver yang berada pada dua titik

pengamatan, yaitu stasiun A yang mempunyai koordinat X A , Y A , Z A dan B yang


32

mempunyai koordinat X B , Y B , Z B ,kemudian receiver tersebut melakukan

pengamatan terhadap dua satelit, yaitu u dan v (Palupi, 2015). Persamaan umum

double difference yang dihasilkkan adalah seperti persamaan 1.8 dan 1.9.

ρ ᵘ A =¿ √ ¿¿¿.........................................................................................................(1.8)

ρ ᵛ B=¿ √ ¿¿ ¿ ........................................................................................................(1.9)

Keterangan:

ρ ᵘA : jarak antara satelit u ke stasiun A (titik pengamatan)

ρᵛB : jarak antara satelit v ke stasiun B (titik pengamatan)

Stasiun A dianggap memiliki koordinat pendekatan yaitu Xᵒ A , Yᵒ A, Zᵒ A dan

koreksi untuk stasiun ini adalah dX A , dY A , d Z A , sehingga didapatkan persamaan

seperti 1.10, 1.11, dan 1.12.

X A = Xᵒ A + dX A .............................................................................................(1.10)

Y A = Yᵒ A + dY A ...............................................................................................(1.11)

Z A = Zᵒ A + d Z A ..............................................................................................(1.12)

Keterangan:

X A , Y A, Z A : koordinat titik A

Xᵒ A , Yᵒ A, Zᵒ A : koordinat pendekatan titik A

dX A , dY A , d Z A : koreksi posisi titik A

Kemudian persamaan 1.8 dan 1.9 dilinierisasi sehingga menghasilkan persamaan

1.13 dan 1.14.

ρ ᵘ A ( t) = ρ A ᵘ + cxᵘ( t ) . dX A + cyᵘ( t ). dY A + czᵘ( t ). d Z A ..................................(1.13)

ρ ᵛ B (t) = ρ B ᵛ + cxᵛ( t ) . dX B + cyᵛ( t ). dY B + czᵛ( t ). d Z B....................................(1.14)


33

Selanjutnya melakukan subtitusi persamaan tersebut terhadap matriks residu

sehingga menghasilkan persamaan double difference seperti persamaan 1.14.

∆ ∇ L AB ᵘᵛ (t )+∆ ∇ rC AB ᵘᵛ ( t ) = ∆ ∇ ρ AB ᵘᵛ ( t ) + ∆ cx ᵘᵛ ( t ) . dX A + ∆ cy ᵘᵛ ( t ) . dX y +

∆ cz ᵘᵛ ( t ) . dX z −¿ λ . ∆ ∇ AB ᵘᵛ..........................................................................(1.15)

Keterangan:

∆ ∇ L AB ᵘᵛ : besaran double difference

C : matriks desain double difference

ρ : matriks jarak antara satelit ke titik pengamatan

λ : panjang gelombang sinyal pembawa

Metode parameter berbobot yang digunakan seperti pada persamaan 1.16.

L’a = Xa .........................................................................................................(1.16)

Matriks bobot seperti pada persamaan 1.17 dan matriks residu seperti pada

persamaan 1.18.

P= [ P₁0 P0² ] ................................................................................................(1.17)


V = A X + L ..................................................................................................( 1.18)

Keterangan:

P : matriks bobot

V : matriks residu

A : matriks desain

X : matriks parameter

L : matriks sisa

Matriks A, X, dan L di dapat dengan persamaan 1.19, 1.10, dan 1.21

A = [ ∇ cx AB ᵘᵛ ( t ) ∇ cy AB ᵘᵛ ( t ) ∇ cz AB ᵘᵛ ( t ) −λ ] ................................................(1.19)
34

L = [ ∆ ∇ L AB ᵘᵛ ( t )−∆ ∇ ρ AB ᵘᵛ ( t ) ] ..................................................................(1.20)

dX A

X=
[ ]
dYA
d ZA
∆ ∇ N AB
................................................................................................(1.21)

Evaluasi hasil pengolahan dengan GAMIT dilakukan dengan melakukan analisis

menggunakan nilai fract dan postfit nrms. Nilai fract adalah perbandingan nilai

adjust dan nilai formal sedangkan nilai postfit nrms adalah nilai perbandingan

antara nilai varian aposteriori dan varian apriori untuk nilai bobot. Berikut

persamaan untuk nilai fract dan postfit nrms.

adjust
Fract = ...............................................................................................(1.22)
formal

Keterangan:

Adjust : nilai perataan masing-masing koordinat pendekatan

Formal : ketidakpastian pemberian bobot hitungan

Nilai fract digunakan untuk menganalisis kejanggalan yang ada pada nilai adjust

karena efek non-linear.

√ x2 varian aposteriori
Postfit nrms =
√ (n−u)
dan x 2 =
varian apriori
....................................(1.23)

Keterangan:

n : jumlah ukuran

u : jumlah parameter
35

II.14 Uji Signifikansi Beda Dua Parameter

Uji signifikansi beda dua parameter digunakan untuk mengetahui signifikansi

perbedaan dua parameter. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan t

hitungan dengan t tabel menggunakan distribusi student pada tingkat kepercayaan

dan derajat kebebasan tertentu. Pada penelitian ini, uji signifikansi beda dua

parameter digunakan untuk mengetahui signifikansi perbedaan koordinat yang

dihasilkan dari penggunaan titik ikat skenario I (distribusi merata) dengan

skenario II (jarak dekat kurang dari 1000 km). Skenario I (distribusi merata)

dengan skenario III (di sekitar lokasi penelitian), dan skenario II (jarak dekat

kurang dari 1000 km) dengan skenario III (di sekitar lokasi penelitian).

Perhitungan uji signifikansi perbedaan dilakukan menggunakan persamaan 1.24

dan 1.25 (Widjajanti, 2010 dalam Ulinnuha, 2014).

¿
t=¿ ¿ x ₁−x ₂∨ 2 2
¿ ..........................................................................(1.24)
√ σ +σ
x1 x2

Dengan penerimaan untuk hipotesis nol (H0)

t ≤ t σ /2 , df .........................................................................................................(1.25)

Dalam hal ini,

t : Nilai t-hitungan

x₁ : parameter pertama

x₂ : parameter kedua

σ 2x 1 : varians parameter pertama

σ 2x 2 : varians parameter kedua

df : derajat kebebasan
36

Hipotesis nol (Ho) diterima jika sesuai dengan persamaan 1.25, yaitu apabila nilai

t hitung ≤ t tabel. Penerimaan Ho mengindikasikan bahwa dua parameter tidak

memiliki perbedaan secara sigifikan. Hipotesis nol (Ho) ditolak apabila t hitung ≥

t tabel. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dua parameter berbeda secara

signifikan.
III. METODE PENELITIAN

III.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di titik ULP2 Universitas Lampung yang berlokasi di Jl.

Prof. Dr. Sumatri Brojonegoro No. 1, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

Gambar 11. Lokasi penelitian (modifikasi google earth).


38

III.2 Diagram Alir Penelitian

Gambar 12. Diagram alir penelitian.


39

Gambar 12 lanjutan

III.3 Persiapan Penelitian

Tahap persiapan dilakukan agar kegiatan penelitian dapat berjalan dengan lancar.

Tahap persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

III.3.1 Persiapan studi literatur

Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan referensi serta teori-teori yang berkaitan

dengan penelitian. Studi literatur yang digunakan sebagai referensi berisi tentang

metode pengambilan data survei GNSS, pendefinisian koordinat, penggunaan titik


40

ikat dan pengolahan data menggunakan software GAMIT. Referensi tersebut

diambil dari buku, jurnal penelitian dan artikel dari internet.

III.3.2 Persiapan administrasi

Persiapan administrasi dilakukan agar kegiatan pengambilan data berjalan dengan

lancar dan legal. Persiapan administrasi dilakukan dengan membuat surat

perizinan. Adapun surat perizinan tersebut adalah perizinan untuk pengambilan

data GNSS di Universitas Lampung, peminjaman alat dan permohonan data

CORS BIG.

III.3.3 Persiapan alat dan bahan penelitian

Persiapan alat dan bahan dilakukan untuk menunjang kegiatan penelitian.

Peralatan yang digunakan terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.

a. Perangkat keras yang digunakan adalah:

1. Receiver Hemisphere versi S321 dengan spesifikasi dua frekuensi, multi-

GNSS (GPS, GLONNAS, Galileo, BeiDou, SBAS).

2. Receiver Hi-Target versi V30 dengan spesifikasi dua frekuensi, multi-

GNSS (GPS, GLONNAS, BeiDou, SBAS).

3. Komputer HP dengan spesifikasi processor Intel Core i3, RAM 4,00 GB

Sistem operasi linux 64-bit.

4. Laptop ASUS A455L dengan spesifikasi processor Intel(R) Core(TM)

i3-4030U CPU 1.90 GHz, RAM 2.00GB, sistem operasi windows 64-bit.

5. Statif

6. Triba
41

7. Meteran 10 m

8. Akumulator

9. Kamera

b. Perangkat Lunak yang digunakan adalah :

1. Sistem Operasi Linux Ubuntu 16.04.

2. Perangkat lunak TEQC

3. Perangkat lunak GAMIT/GLOBK versi 10.7

4. Software RINEXDesktop

5. Software Hi-Target Geomatics Office

6. Microsoft Office Word 2010.

7. Microsoft Office Excel 2010.

8. Microsoft Office Visio 2010.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data RINEX titik ULP2 doy 303, 304, 305, dan 306.

2. Data RINEX stasiun CORS BIG, yaitu CBJY, CGON, CKRI, CPRI dan

CWJP doy 303, 304, 305, dan 306.

3. Data RINEX stasiun IGS, yaitu BAKO, COCO, CUSV, DARW, GUUG,

HKSL, HKWS, HYDE, IISC, KARR, KAT1, LHAZ, JOG2, NTUS POHN,

XMIS, YAR3 doy 303, 304, 305, dan 306.

4. Data precise ephemeris (orbit IGS Final) berformat sp3.

5. Data broadcast ephemeris (navigasi satelit).


42

3.4 Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian adalah data pengamatan titik ULP2 dan data

pengamatan titik ikat.

3.4.1 Data pengamatan titik ULP2

Data pengamatan titik ULP2 diperoleh melalui survei GNSS secara statik selama

4 hari. Pengambilan data pengamatan dimulai pada tanggal 30 Oktober 2018

sampai dengan 03 November 2018 pukul 11.00 WIB. Pengamatan dilakukan

selama 96 jam dimana 48 jam menggunakan alat Hemisphere dan 48 jam

menggunakan alat Hi-Target. Perekaman data menggunakan sampling rate 15

detik dengan mask angle sebesar 10 derajat.

3.4.2 Data pengamatan titik ikat

Data pendukung merupakan data sekunder yang diperoleh dengan cara

mengumpulkan dari instansi penyedia data atau dengan cara mengunduh dari situs

penyedia data. Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data RINEX dari 15 stasiun IGS beserta data precise ephemeris dan

broadcast ephemeris. diunduh secara online menggunakan software GAMIT.

GAMIT melakukan pengunduhan data tersebut melalui situs

http://sopac.ucsd.edu (Scripps Orbit and Permanent Array Center) atau

http://cddis.nasa.gov (Crustal Dynamics Data Information System). Data

RINEX hasil unduhan tersimpan di dalam folder RINEX. Data precise

ephemeris tersimpan di dalam folder igs dan data broadcast ephemeris

tersimpan di dalam folder brdc. Data RINEX diperoleh dari stasiun IGS yang
43

masih aktif dengan ketersediaan data yang lengkap untuk doy 303, 304, 305,

dan 306.

Gambar 13. Distribusi 15 stasiun IGS.

Pemilihan 15 stasiun IGS tersebut dengan memperhatikan sebaran titik ikat yang

tersebar di empat kuadran tanpa memperhatikan jarak. Stasiun yang digunakan,

yaitu BAKO, COCO, CUSV, DARW, GUUG, HKSL, HKWS, HYDE, IISC,

KARR, KAT1, LHAZ, POHN, XMIS, dan YAR3.


44

2. Pemilihan stasiun IGS dengan jarak kurang dari 1000 km menggunakan 4

stasiun, yaitu BAKO, JOG2, NTUS, dan XMIS

NTUS

ULP2
BAKO
JOG2

XMIS

Gambar 14. Stasiun IGS dengan memperhatikan jarak.

3. Data RINEX stasiun CORS BIG.diperoleh dari Badan Informasi Geospasial

dengan doy yang sama dengan data pengamatan titik ULP2 (303, 304, 305,

dan 306). Stasiun yang digunakan adalah stasiun yang jaraknya dekat dengan

lokasi penelitian, yaitu CBJY, CGON, CKRI, CPRI, dan CWJP.

Gambar 15. Stasiun CORS BIG jarak dekat.


45

3.5 Konversi Raw Data Pengamatan ULP2

Data hasil pengamatan titik ULP2 yang diperoleh dari receiver Hemisphere dan

receiver Hi-Target masih berupa raw data dengan format .bin dan .gnss. Raw data

tersebut perlu dikonversi ke dalam format RINEX (Receiver Independent

Exchange Format). RINEX merupakan format pertukaran data yang

memungkinkan dilakukannya pengelolaan data, baik secara post processing

maupun secara offline di berbagai software pengolahan. Raw data dikonversi ke

dalam format RINEX versi 2.11, dimana versi tersebut adalah versi yang dapat

terbaca oleh software TEQC. Konversi raw data titik ULP2 ke dalam format

RINEX dilakukan menggunakan 2 software, yaitu RINEXDesktop dan Hi-Target

Geomatics Office (HGO). Software RINEXDesktop digunakan untuk

mengkonversi data dari receiver Hemisphere sedangkan software HGO digunakan

untuk mengkonversi data dari receiver Hi-Target.

3.6 Pemisahan Data Per DOY dengan TEQC

Pemisahan data bertujuan untuk membagi keseluruhan data pengamatan menjadi

beberapa doy. Doy adalah istilah yang umum digunakan dalam penamaan data

pengamatan sesuai tanggal pengamatan menurut kalender GPS. Penentuan doy

pengamatan dapat dilihat dari tanggal dimulainya pengamatan. Pada penelitian

ini, pengamatan GNSS dimulai pada tanggal 30 November sampai dengan 03

November 2018 sehingga penamaan doy yang sesuai dengan kalender GPS adalah

303, 304, 305, dan 306.


46

3.7 Pengecekan Data RINEX denganTEQC

Pengecekan data RINEX dengan TEQC bertujuan untuk mengetahui informasi

data RINEX seperti tipe receiver dan tipe anntena, waktu pengamatan, interval

observasi serta infomasi lain yang berkaitan dengan data pengamatan. Selain itu,

pengecekan data RINEX dilakukan untuk mengetahui kualitas data RINEX

dengan melihat nilai multipath (MP1 dan MP2). Kualitas data RINEX dapat

dikatakan baik apabila memiliki nilai multipath yang kecil yaitu kurang dari 0,5.

File yang digunakan dalam pengecekan data RINEX adalah file observasi.

Pengecekan dilakukan pada data RINEX ULP2 dan CORS BIG doy 303, 304,

305, dan 306.

3.8 Pembuatan Direktori Kerja

Penelitian ini memiliki tiga skenario pengolahan sehingga tiga direktori kerja

diperlukan untuk menyimpan data pengolahan masing-masing skenario. Direktori

kerja dibuat di dalam direktori home dan direktori kerja tersebut diberi nama skr1

(skenario I) untuk pengolahan dengan distribusi titik ikat yang merata

menggunakan 15 stasiun IGS, skr2 (skenario II) untuk pengolahan dengan

memperhatikan jarak (kurang dari 1000 km) menggunakan 4 stasiun IGS dan skr3

(skenario III) untuk pengolahan dengan memperhatikan jarak dekat (titik ikat

disekitar lokasi penelitian) menggunakan 5 stasiun CORS BIG. Susunan direktori

kerja tersebut dapat dilihat pada gambar 16.


47

Gambar 16. Susunan direktori kerja.

Masing-masing direktori kerja berisi beberapa folder, yaitu:

a. Folder brdc digunakan sebagai tempat penyimpan file navigasi satelit

(broadcast ephemeris) hasil unduhan yang sesuai dengan doy pengamatan

dengan format file [ddd]0.[yy]n. File brdc yang diperoleh sesuai dengan

doy data pengamatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu

brdc3030.18.n, brdc3040.18.n, brdc3050.18.n, dan brdc3060.18.n. File

tersebut diunduh secara online pada tahap automatic batch processing

GAMIT

b. Folder igs digunakan sebagai tempat penyimpanan data orbit IGS Final

dengan format *.sp3. File .sp3 yang digunakan adalah igs20252.sp3,

igs20253.sp3, igs20254.sp3, dan igs20255.sp3 dimana 2025 menunjukkan

orbit final gps week. Penambahan 2, 3, 4, 5 menunjukkan hari

pengamatan, yaitu mulai dari hari rabu sampai dengan sabtu. File tersebut

diunduh secara online pada tahap automatic batch processing GAMIT.

c. Folder RINEX digunakan sebagai tempat untuk meyimpanan RINEX data

pengamatan sesuai dengan skenario yang dibuat. Skenario I (skr1)


48

menggunakan data RINEX titik ULP2 dan 15 stasiun IGS doy doy 303,

304, 305, dan 306. Skenario II (skr2) menggunakan file RINEX titik

ULP2 dan 4 stasiun IGS. Skenario III (skr3) menggunakan file RINEX

titik ULP2 dan 5 stasiun CORS BIG. File RINEX stasiun IGS diunduh

secara online pada tahap automatic batch processing GAMIT.

d. Folder tables, folder tersebut berisi file-file kontrol yang berkaitan dengan

proses pengolahan, seperti memasukkan nama-nama stasiun yang akan

digunakan, mengatur pengunduhan doy data pendukung, memberikan

koordinat pendekatan stasiun pengamatan dan memberikan nilai bobot.

Folder tersebut dibuat secara otomatis oleh GAMIT menggunakan

command.

3.9 Editing File Kontrol Pada Folder Tables

Tahap ini dilakukan pada file-file tertentu yang berada di dalam folder tables dan

editing file dilakukan pada :

a. File process.default, file ini berisi perintah yang berkaitan dengan waktu

pengambilan data pengamatan. Pada proses automatic batch processing

(pengolahan data dengan GAMIT) secara online data RINEX dari stasiun-

stasiun IGS akan terunduh secara otomatis, untuk menghindari pengunduhan

data yang tidak diperlukan sehingga perlu dilakukan penyuntingan agar hanya

data dengan doy yang sama yang terunduh. Editing dilakukan dengan

mengubah set rx_doy_minus = 1 menjadi 0 yang artinya GAMIT hanya akan

mengunduh data RINEX yang sesuai dengan doy pengamatan yang


49

diinputkan. Penelitian ini menggunakan doy 303, 304, 305, 306 sehingga

GAMIT tidak akan mengunduh data RINEX pada doy sebelumnya (doy 302).

b. File site.default, editing file tersebut perlu dilakukan agar stasiun-stasiun

pengamatan yang diolah sesuai dengan skenario pengolahan yang digunakan.

Editing dilkukan dengan menginput nama-nama stasiun pengamatan global

dan stasiun pengamatan lainnya yang digunakan. Masing-masing skenario

pengolahan menginputkan nama stasiun pengamatan, memberikan nama

project pengolahan dan memberikan opsi pengambilan data. Penginputan

nama stasiun mengikuti format [site] [expt] [opsi1]. Berikut ini merupakan

nama-nama stasiun pengamatan, nama project dan opsi yang digunakan pada

ketiga skenario.

1. Skenario I

Nama-nama stasiun yang di input pada skenario ini adalah BAKO,

COCO, CUSV, DARW, GUUG, HKSL, HKWS, HYDE, IISC, KARR,

KAT1, LHAZ, POHN, XMIS, YAR3, dan ULP2. Project yang

digunakan untuk pemanggilan data input tersebut adalah expo. Opsi

yang digunakan untuk stasiun pengamatan global (IGS) adalah ftprnx dan

untuk titik ULP2 menggunakan opsi localrx. Opsi ftprnx digunakan

untuk melakukan pengunduhan data RINEX secara online sedangkan

opsi localrx digunakan untuk data pengamatan yang telah memiliki data

RINEX di dalam folder RINEX local.

2. Skenario II

Nama-nama stasiun yang di input pada skenario ini adalah BAKO,

JOG2, NTUS, XMIS, dan ULP2. Skenario ini menggunakan project


50

expo untuk pemanggilan data yang diinput. Opsi yang digunakan adalah

ftprnx untuk stasiun pengamatan global (IGS) dan localrx untuk titik

ULP2.

3. Skenario III

Nama-nama stasiun yang di input pada skenario ini adalah CBJY,

CGON, CKRI, CPRI, CWJP, dan ULP2. Skenario ini menggunakan

project expo untuk pemanggilan data yang diinput dan opsi localrx

karena data RINEX untuk stasiun-stasiun yang digunakan ada di dalam

folder lokal.

c. File lfile, editing pada file ini dilakukan dengan tujuan supaya koordinat

pendekatan dari stasiun pengamatan lokal dapat terbaca pada proses

pengolahan data menggunakan GAMIT karena pada dasarnya lfile hanya

berisi koordinat pendekatan dari stasiun pengamatan global. Editing

dilakukan dengan memberikan nilai koordinat pendekatan titik pengamatan

yang didapatkan dari data RINEX yang terdapat didalam direktori lokal ke

lfile. Pada penelitian ini, koordinat pendekatan yang diinput pada lfile adalah

koordinat pendekatan yang sesuai dengan masing-masing skenario, dimana

pada skenario I koordinat pendekatan yang diinput ke dalam lfile adalah

koordinat pendekatan dari titik ULP2, skenario II menginput koordinat

pendekatan dari titik ULP2 dan pada skenario III menginput koordinat

pendekatan dari titik ULP2 dan CORS BIG.

d. File sittbl, file ini berisi nilai constraint dari semua stasiun pengamatan global

sedangkan penelitian ini tidak menggunakan semua stasiun pengamatan

global yang ada sehingga editing perlu dilakukan agar stasiun pengamatan
51

yang terdapat didalam file kontrol ini sesuai dengan skenario pengolahan

yang digunakan. Nilai constraint untuk stasiun pengamatan global atau titik

ikat adalah 00.50 (asumsi stasiun stabil sehingga diberi bobot besar) dan titik

ULP2 diberi nilai constraint 99.00 yang berarti bahwa koordinat tersebut di

adjust dengan nilai constraint yang besar/bobot kecil (asumsi untuk stasiun

pengamatan titik ULP2 tidak stabil).

3.10 Pengolahan Data dengan GAMIT

Proses pengolahan data menggunakan GAMIT adalah proses pengolahan data

secara otomatis (Automatic batch processing) setelah input RINEX dan editing

file selesai dilakukan. Proses ini akan melakukan beberapa hal, seperti

mengunduh data RINEX IGS beserta data precise ephemeris dan broadcast

ephemeris secara online, mendapatkan matriks varian kovarian serta

menghasilkan beberapa file pendukung untuk proses pengolahan menggunakan

GLOBK. Tedapat tiga skenario pengolahan pada proses ini, yaitu:

1. Skenario 1 adalah pengolahan dengan memperhatikan distribusi titik ikat

tanpa memperhatikan jarak. Dalam hal ini, skenario I menggunakan 15 titik

ikat dari stasiun IGS yang terdistribusi secara merata di empat kuadran.
52

Gambar 17. Visualisasi skenario I.

2. Skenario II adalah pengolahan titik ikat dengan memperhatikan jarak (kurang

dari 1000 km). Skenario ini menggunakan 4 titik ikat dari stasiun IGS dan

terdistribusi secara tidak merata.

Gambar 18. Visualisasi skenario II.


53

3. Skenario III adalah pengolahan titik ikat dengan jarak dekat (titik ikat

berada disekitar lokasi penelitian) yaitu menggunakan 5 titik dari stasiun

CORS BIG.

Gambar 19. Visualisasi skenario III.

Perintah yang digunakan untuk menjalankan proses Automatic batch processing

adalah.

sh_gamit-expt [expt] –s yyyy d1 d2 -pres ELEV -orbit IGSF

Keterangan:

[expt] : nama project yang digunakan dalam skenario pengolahan

(ditentukan pada saat editing file site.default)

-s : digunakan apabila pengolahan dilakukan lebih dari satu hari

yyyy : tahun data pengamatan yang diolah

d1 : doy awal data pengamatan yang diolah

d2 : doy akhir data pengamatan yang diolah

-pres : opsi untuk plot residu sebagai sky plot

ELEV : opsi untuk plot residu dan phase elevation

IGSF : opsi untuk menggunakan orbit IGS final


54

Pada pengolahan data menggunakan GAMIT, terdapat beberapa proses yang

berjalan secara berurutan, yaitu:

a. ARC, digunakan untuk menghasilkan T-File. File ini berisi tabel

ephemeris yang di dapat dari IGS dalam format file sp3, proses ini dapat

dilewati jika T-File sudah dicipptakan oleh sh_sp3fit..

b. YAWTAB, digunakan untuk pembuatan tabel nilai YAW tiap satelit

pada setiap epoch sebagai input pada T-File.

c. MODEL, digunakan untuk menghitung Prefit Residual dan Partial

Derivatives pengamatan yang terdapat pada X-File kemudian file ini

dikonversi menjadi C-File. C-File yang telah dikoreksi menghasilkan

data dengan format c<expt>a.<doy>.

d. AUTCLN, digunakan untuk membaca C-File yang selanjutnya

digunakan untuk mencari Cycle Slips, Doule Difference Residual.

e. CFMRG, digunakan untuk membaca C-File kemudian memilih dan

mendefinisikan parameter yang akan dilakukan perataan.

f. SOLVE, digunakan untuk memberikan hitungan perataan kuadrat

terkecil pada koorinat stasiun pengamatan dan parameter-parameter orbit,

melakukan update M-File dengan parameter hasil perataan. Format data

yang dihasilkan adalah m<expt>p.<doy>. Selain itu, proses ini juga

membuat L-File seri a (l<expt>a.<doy>) dan Q-File seri p

(q<expt>p.<doy>).

g. MODEL, digunakan untuk menghitung ulang Prefit Residual dan Prefit

Partial pada X-File menggunakan koordinat yang telah diupdate dan

membuat ulang C-File dengan seri b.


55

h. AUTCLN, digunakan untuk membersihkan data dengan menggunakan

residual dari koordinat yang telah diupdate kemudian menulis ulang C-

File seri b.

i. CFMRG, digunakan untuk membuat M-File baru seri a dari C-File seri b

dengan format data m<expt>a.<doy> dan c<expt>b.<doy>.

j. sh_sigelv, perintah ini digunakan untuk membuat data noise ke dalam N-

File.

k. SOLVE, digunakan untuk menghitung ulang koordinat dan parameter

orbit dengan hitung perataan kuadrat terkecil serta menghitung ulang

ambiguitas fase. Hasil dari proses SOLVE ini adalah penulisan ulang M-

File, L-File seri a dan G_File seri b. Q-File hasil dari proses SOLVE

terakhir memuat semua solusi hasil pengolahan GAMIT dengan format

q<expt>a.<doy>.

Pengolahan menggunakan GAMIT menghasilkan beberapa file yang

tersimpan di dalam folder doy (303, 304,305, 306). File-file tersebut, yaitu:

1. H-file : file yang berisi hasil perataan berupa matriks varian kovarian yang

akan digunakan sebagai input pada pengolahan menggunakan GLOBK.

2. Q-file : file yang berisi hasil analisis proses pengolahan.

3. B-file adalah file kontrol yang digunakan untuk melakukan automatic

batch processing.

4. D-file : file yang berisi banyaknya sesi setiap project seperti jumlah

receiver tiap sesi, jam titik pengamatan pada t-file, jam satelit pada j-file,

koordinat pada l-file dan urutan sesi.

5. G-file :file yang berisi kondisi awal dari orbit satelit.


56

6. J-file : file yang berisi informasi mengenai jam satelit.

7. K-file : file berisi broadcast ephemeris dan pseudoranges selama rentang

waktu pengamatan.

8. T-file : file yang berisi tabel ephemeris.

9. X-file : file input untuk observasi yang memuat gelombang L1, L2,

pseudoranges, amplitudo, inisial koordinat stasiun pengamatan, antenna

offset serta identifikasi satelit di setiap receiver.

3.11 Evaluasi Nilai Fract dan Postfit Nrms

File hasil analisis pengolahan menggunakan GAMIT terdapat di dalam qfile.

Qfile memuat nilai fract dan postfit nrms masing-masing doy (303, 304, 305 306).

Analisis hasil pengolahan dengan GAMIT digunakan untuk mengetahui kualitas

data hasil hitungan. Nilai fract merupakan perbandingan dari nilai adjust dan

nilai formal yang besarnya harus kurang dari 10. Nilai postfit nrms yang baik dan

bebas dari cycle slip adalah < 0,5 (Herring, 2015). Selain itu, analisis hasil

pengolahan menggunakan GAMIT juga dilakukan terhadap file

sh_gamit_(ddd).summary dimana file tersebut memuat nilai presentase ambiguitas

fase Wide-Lane (WL) dan Narrow-Lane (NL) serta informasi lain berupa nilai

constraint apabila > 0,3 m, maka pengulangan proses Automatic Batch

Processing GAMIT perlu dilakukan.


57

3.12 Pengolahan Data dengan GLOBK

Pengolahan dengan GLOBK dilakukan untuk mendapatkan koordinat definitif

titik ULP2. Proses ini dapat dilakukan setelah hasil analisis pengolahan dengan

GAMIT diterima. Data masukan yang digunakan proses pengolahan

menggunakan GLOBK adalah matriks kovarian dari koordinat stasiun, parameter

orbit, parameter rotasi bumi dan koordinat hasil pengamatan (Palupi, 2015). Hasil

pengolahan dengan GAMIT yang tersimpan di dalam h-file. H-file yang

digunakan adalah h-file hasil GAMIT dan h-file global. File tersebut akan

terpanggil secara otomatis pada proses GLRED. Tahap penggolahan

menggunakan GLOBK adalah sebagai berikut.

1. Editing file .cmd

Editing pada file .cmd bertujuan untuk memberikan opsi-opsi yang diperlukan

untuk output pengolahan seperti informasi panjang baseline dan koordinat

UTM. Editing file globk_cmd dilakukan dengan menambah opsi BLEN dan

UTM pada baris command prt_opt dan org_opt. Opsi BLEN digunakan

untuk mendapatkan informasi mengenai panjang baseline dan opsi UTM

digunakan untuk mendapatkan output koordinat UTM.

Editing file glorg.cmd dilakukan dengan menambah opsi x pada baris

command source~/gg/tables/igs14_comb.stab_site yang berarti bahwa

command tersebut tidak digunakan. Editing tersebut dilakukan karena

skenario pengolahan tidak menggunakan semua stasiun IGS sehingga harus

disesuaikan dengan skenario pengolahan. Penyesuaian dilakukan dengan

menambah command stab_site pada baris selanjutnya yang diikuti dengan

nama-nama stasiun IGS sesuai skenario pengolahan.


58

2. Perhitungan posisi dengan GLRED

Proses pengolahan data menggunakan GLRED berfungsi untuk melakukan

perhitungan posisi masing-masing hari menggunakan input matriks varian

kovarian masing-masing doy yang terdapat di dalam file h. Proses ini

membaca data dari satu hari pada suatu waktu untuk menghasilkan deret

waktu tertentu. Proses tersebut dapat dijalankan menggunakan perintah

sh_glred -expt [expt] –s yyyy d1 d2 –opt H G T.

Keterangan:

[expt] : nama ekperimen yang digunakan dalam project (ditentukan

pada saat editing file site.default)

-s : Opsi untuk pengolahan yang dilakukan lebih dari satu hari

yyyy : Tahun data pengamatan yang diolah

d1 : Doy awal data pengamatan yang diolah

d2 : Doy akhir data pengamatan yang diolah

H : Konversi file-file ASCII yang dihasilkan dari GAMIT ke file-H

binner sebagai masukan ke GLOBK menggunakan htoglb.

G : Opsi untuk menjalankan glred untuk kombinasi atau pengulangan

T : Membaca output file solusi dari GLOBK dan plot seri waktu.

Pengolahan menggunakan GLRED menghasilkan koordinat posisi harian dan

rata-rata harian tiap stasiun pengamatan beserta nilai simpangan baku. File

tersebut berada dalam folder gsoln dengan format nama file globk_[nama

project]_yydd.org.
59

3.13 Evaluasi Data Outlier

Hasil pengolahan menggunakan GLOBK dilakukan evaluasi menggunakan nilai

wrms (weight root mean square) dan nrms (normalized root mean square) pada

hasil keluaran plot time series. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat data outliers

hasil pengamatan. Outliers adalah data yang menyimpang jauh dengan data

lainnya. Outliers terjadi karena terdapat data yang memiliki jumlah lebih sedikit

daripada data lainnya sehingga mempengaruhi kualitas pengolahan. Nilai plot

time series dapat dikatakan baik jika nilai wrms < 10 mm dan nrms < 2 mm

(Herring, et al. 2018). Wrms digunakan untuk menujukkan kepresisian data

dengan nilai rata-rata pengamatan sedangkan nrms merupakan nilai rms dibagi

dengan selisih antara nilai maksimal dan minimal data. Jika hasil plotting time

series memiliki nilai wrms dan nrms yang melebihi (tidak baik), maka dilakukan

pengolahan ulang pada GAMIT dengan menghilangkan data yang mengandung

outliers. Hasil plot time series tersebut dapat dilihat dalam folder plots pada file

dengan ekstensi MEAN.(nama stasiun).unl.orbit.res.ps.

Koordinat definitif titik ULP2 diperoleh setelah melewati proses evaluasi

pengolahan dengan GLOBK. Koordinat definitif adalah nilai-nilai koordinat

kerangka horizontal yang telah diberikan koreksi, sehingga hasil pengukurannya

telah memenuhi persyaratan geometris (Pd T-10-2004-A). Koordinat definitif dan

nilai simpangan baku yang dihasilkan dari tiga skenario pengolahan yaitu berupa

koordinat harian (per doy) dengan doy 303, 304, 305, dan 306 dan koordinat rata-

rata harian (gabungan dari masing-masing hari). Koordinat definitif hasil

pengolahan tersipan di dalam folder gsoln masing-masing skenario dengan nama


60

file globk_expo _18303.org, globk_expo _18304.org, globk_expo _18305,

globk_expo _18306.org, dan globk_expo _18303_306.org

3.14 Transformasi Koordinat

Transformasi koordinat dilakukan untuk mendapatkan koordinat titik ULP2 yang

mengacu kepada Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI), yaitu

menggunakan ITRF 2008 epoch 2012. Koordinat yang akan ditrasformasi

merupakan koordinat kartesian hasil perhitungan menggunakan ITRF 2014 epoch

2010. Perhitungan transformasi koordinat dilakukan menggunakan 14 parameter

transformasi dari ITRF 2014 epoch 2010 ke ITRF 2008 epoch 2010. Parameter

transformasi diperoleh melalui situs http://itrf.ensg.ign.fr/trans_para.php.

Tahapan yang dilakukan dalam transformasi koordinat, yaitu:

1. Melakukan transformasi koordinat dari ITRF 2014 epoch 2010 ke ITRF 2008

epoch 2010 menggunakan model transformasi helmert 14 parameter dengan

persamaan 1.27. Hasil transformasi tersebut adalah ITRF 2008 epoch 2010

sehingga perlu dilakukan transformasi antar epoch.

2. Melakukan transformasi antar epoch dari epoch 2010 ke epoch 2012

menggunakan aplikasi transformasi koordinat antar apoch yang terdapat pada

situs srgi.big.go.id.
61

3.15 Analisis Hasil Koordinat

Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap tiga skenario pengolahan untuk

mengetahui signifikansi perbedaan koordinat yang dihasilkan. Berikut ini tahapan

dalam analisis perbedaan koordinat.

1. Menghitung perbedaan koordinat

Koordinat yang dihasilkan dari tiga skenario pengolahan dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan nilai perbedaan koordinat. Koordinat yang

digunakan adalah koordinat kartesian rata-rata harian pada sumbu X, Y, dan

Z. Berdasarkan hasil penyelisihan masing-masing skenario, maka skenario

yang menghasilkan koordinat dengan paling optimal dapat diketahui dilihat

dari nilai perbedaan koordinat yang kecil. Berikut model matematik yang

digunakan dalam perhitungan:

dX = X SK 1−X SK 2

dY = Y SK 1 −Y SK 2

dZ = Z SK 1−Z SK 2

Dalam hal ini,

dX : perbedaan atau selisih koordinat kartesian sumbu X

dY : perbedaan atau selisih koordinat kartesian sumbu Y

dZ : perbedaan atau selisih koordinat kartesian sumbu Z

sk1 : skenario pertama

sk2 : skenario kedua

3. Uji signifikansi beda dua parameter

Pada penelitian ini, pengujian dilakukan untuk melihat signifikansi perbedaan

koordinat dari dua parameter secara statistik. Uji signifikansi beda dua
62

parameter dilakukan menggunakan distribusi t student dengan tingkat

kepercayaan 95% dan derajat kebebasan ∞. Perhitungan uji t dilakukan

dengan cara menghitung beda dua parameter dibagi akar kuadrat dari masing-

masing nilai simpangan bakunya. Dalam hal ini, uji t dilakukan untuk

menguji perbedaan koordinat pada penggunaan titik ikat skenario I dengan

skenario II, skenario I dengan skenario III, dan skenario II dengan skenario

III. Berikut model matematik yang digunakan dalam perhitungan:

1) Uji signifikansi beda dua parameter sumbu X

¿
t=¿ ¿ X sk 1− X sk 2∨ σ 2 +σ 2 ¿
√ X X
sk 1 sk 2

2) Uji signifikansi beda dua parameter sumbu Y

¿
t=¿ ¿ Y sk 1−Y sk 2∨ σ 2 + σ 2 ¿
√ Y Y
sk 1 sk 2

3) Uji signifikansi beda dua parameter sumbu Z

¿
t=¿ ¿ Z sk 1−Z sk 2∨ σ 2 +σ 2 ¿
√ Z Z
sk 1 sk2

Dalam hal ini,

t : nilai t hitung

X : koordinat kartesian sumbu X

Y : koordinat kartesian sumbu Y

Z : koordinat kartesian sumbu Z

sk1 : skenario pertama

sk2 : skenario kedua

σ ❑2 : varians
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan disajikan hasil dari pengolahan yang telah dilakukan dan

pembahasan dari hasil tersebut, yaitu meliputi :

1. Hasil pengecekan data rinex dengan TEQC

2. Hasil pengolahan dengan GAMIT

3. Hasil pengolahan GLOBK

4. Analisis hasil koordinat

4.1 Hasil Pengecekan Data Rinex dengan TEQC

Hasil pengecekan data rinex menggunakan TEQC memberikan informasi

mengenai kualitas data rinex beserta jumlah satelit yang teramat pada saat

pengambilan data. Kualitas data pengamatan dapat diketahui dengan melihat nilai

MP1 dan MP2. Nilai MP1 menunjukkan efek multipath pada sinyal L1 dan nilai

MP2 menunjukkan adanya efek multipath pada sinyal L2. Efek multipath

disebabkan karena adanya gangguan pada sinyal pembawa saat merambat dari

satelit menuju receiver sedangkan nilai MP2 menunjukkan efek multipath pada

sinyal L2. Efek multipath yang terdapat dalam data pengamatan dapat dilihat

pada tabel 6.
64

Tabel 6. Nilai multipath data pengamatan titik ULP2

Nilai Doy
No Stasiun
Multipath 303 304 305 306
1. ULP2 MP1 0.39 0.42 0.48 0.47
MP2 0.49 0.50 0.48 0.47

Tabel 6 menunjukkan nilai multipath data pengamatan pada masing-masing doy.

Nilai MP1 terkecil terdapat pada doy 303 dan nilai MP1 terbesar terdapat pada

doy 305 sedangkan untuk nilai MP2 terkecil terdapat pada doy 306 dan nilai MP2

terbesar terdapat pada doy 304. Rata-rata nilai MP1 dan MP2 masing-masing doy

berkisar antara 0,39 sampai dengan 0,5 (tidak lebih dari 0,5 m), artinya efek

multipath yang terdapat dalam data pengamatan kecil atau sedikit. Jumlah satelit

yang terdapat dalam data rinex titik ULP2 pada doy 303, yaitu sebanyak 8 satelit,

doy 304 sebanyak 13 satelit, doy 305 sebanyak 22 satelit dan doy 306 sebanyak 25

satelit.

Tabel 7. Nilai multipath data pengamatan stasiun CORS BIG

Nilai Doy
No Stasiun
Multipath 303 304 305 306
1. CBJY MP1 0,37 0,37 0,38 0,35
MP2 0,41 0,43 0,45 0,42
2. CGON MP1 0,60 0,56 0,64 0,65
MP2 0,70 0,65 0,64 0,56
3. CKRI MP1 0,50 0,59 0,52 0,47
MP2 0,62 0,74 0,50 0,62
4. CPRI MP1 2,03 1,83 2.01 1,81
MP2 2,69 2,92 2.52 2,68
5. CWJP MP1 1,15 1.02 1,02 1,06
MP2 1.33 1,26 1,26 1,33
65

Tabel 7 menunjukkan nilai multipath yang terdapat pada data pengamatan stasiun

CORS BIG. Stasiun CPRI dan CWJP memiliki nilai multipath yang besar

sedangkan stasiun pengamatan yang lain memiliki nilai multipath yang berkisar

antara 0,35 sampai dengan 0,74. Jumlah satelit yang terdapat dalam data rinex

CORS BIG dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Jumlah satelit CORS BIG

Jumlah satelit
No. Stasiun
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306
1. CBJY 80 80 80 81
2. CGON 55 55 55 55
3. CKRI 55 55 55 55
4. CPRI 80 80 80 80
5. CWJP 80 80 80 80

4.2 Hasil Pengolahan Dengan GAMIT

Pengolahan menggunakan GAMIT bertujuan untuk mendapatkan file h yang akan

digunakan pada saat pengolahan menggunakan GLOBK. Analisis hasil

pengolahan dapat dilihat melalui nilai fract, postfit nrms dan ambiguitas fase.

4.2.1 Nilai fract

Nilai fract adalah perbandingan nilai adjust (koreksi koordinat saat hitungan

perataan) dan nilai formal (nilai ketidakpastian pemberian bobot pada hitung

perataan kuadrat terkecil) dimana nilai tersebut harus kurang dari 10. Berikut

merupakan kisaran nilai fract yang dihasilkan.


66

Tabel 9. Kisaran nilai fract tiga skenario

Nilai Fract
do Skenario I Skenario II Skenario III
y Terbesa Terenda
Terendah Terendah Terbesar Terbesar
r h
30 -2,1 0,9 -2,3 1,3 -1.6 0,7
3
30 -2,2 2,0 -2,6 1,4 -3,0 0,8
4
30 -2,3 5,2 -2,6 4,3 -0,5 1,7
5
30 -2,3 4,1 -2,8 3,4 -0,6 0,7
6

Tabel 9 menunjukkan hasil pengolahan bahwa semua project memiliki nilai fract

kurang dari 10 pada masing-masing doy. Nilai fract yang lebih dari 10

menunjukkan bahwa terdapat kesalahan kasar dan sistematik pada proses

pengolahan data (Artini, 2014). Nilai fract terendah terdapat pada skenario II doy

306 longitude sebesar -2,6 dan nilai fract terbesar terdapat pada skenario I doy

305 dengan radius sebesar 5,2. Hal tersebut menunjukkan bahwa evaluasi nilai

fract masing-masing project dianggap telah memenuhi kriteria yang ditentukan,

tidak terdapat kesalahan kasar pada proses pengolahan, nilai apriori dan

constraint yang diberikan sudah benar sehingga tidak perlu dilakukan iterasi

ulang.

4.2.2 Postfit nrms

Postfit nrms adalah nilai perbandingan antara nilai akar kuadrat chi-square dan

nilai degree of freedom. Nilai postfit nrms hasil pengolahan dengan GAMIT yang

baik adalah kurang dari 0,5 jika nilai postfit nrms lebih dari 0,5 menunjukkan

bahwa masih terdapat data yang mengandung cycle slip yang belum dihilangkan,
67

kesalahan dalam pemodelan atau distribusi data yang tidak merata. Nilai postfit

nrms hasil pengolahan masing-masing project dapat dilihat pada gambar 20, 21,

dan 22.

Grafik Postfit Nrms


0.190
Postfit nrms

0.185
0.180
0.175
0.170
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 20. Grafik nilai postfit nrms skenario I.

Grafik Postfit Nrms


0.205
Postfit nrms

0.200
0.195
0.190
0.185
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 21. Grafik nilai postfit nrms skenario II.

Grafik Postfit Nrms


0.250
Postfit nrms

0.245
0.240
0.235
0.230
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 22. Grafik nilai postfit nrms skenario III.

Gambar 20, 21, dan 22 menunjukkan nilai postfit nrms dimana pada skenario I

nilai postfit nrms berkisar antara 0,178 sampai dengan 0,186, skenario II berkisar
68

antara 0,188 sampai dengan 2,03 dan skenario III nilai postfit nrms berada pada

kisaran 0,233 sampai dengan 0,243. Jika dilihat, nilai postfit skenario III memiliki

kisaran yang lebih tinggi daripada skenario lainnya dan masih berada dalam

toleransi parameter evaluasi (tidak lebih dari 0,25). Hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada masalah seperti cycle slip atau stasiun fixed dengan koordinat yang jelek,

kesalahan dalam melakukan pemodelan dan data yang digunakan mempunyai

kualitas yang baik.

4.2.3 Ambiguitas fase

Pengecekan hasil olahan melalui Ambiguitas fase dapat dilihat pada presentase

nilai wide lane (WL) dan narrow lane (NL). Nilai WL dapat dikatakan baik

apabila lebih dari 90%, jika kurang dari presentase tersebut mengindikasikan

bahwa terdapat noisy pseudorange pada data pengamatan sedangkan untuk nilai

NL dapat dikatakan baik apabila lebih dari 80%, presentase tersebut menunjukkan

bahwa tidak terdapat kesalahan pada ukuran, konfigurasi jaringan, kualitas orbit,

koordinat apriori atau kondisi atmosfer. Presentase nilai WL dan NL hasil

pengolahan masing-masing skenario dapat dilihat pada gambar 23, 24, dan 25.

Grafik Ambiguitas Fase


Ambiguitas Fase %

100.0
95.0
90.0
85.0
80.0
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 23. Grafik nilai ambiguitas fase skenario I.


69

Grafik Ambiguitas Fase

Ambiguitas Fase (%)


100

90

80

70
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 24. Grafik nilai ambiguitas fase skenario II.

Grafik Ambiguitas Fase


Ambiguitas Fase (%)

100
90
80
70
60
50
Doy 303 Doy 304 Doy 305 Doy 306

Gambar 25. Grafik nilai ambiguitas fase skenario III.

Pada gambar 23, nilai WL doy 303 sampai dengan 306 berkisar antara 91,6%

sampai dengan 94,5% dan nilai NL berkisar antara 85,8% sampai dengan 86,1%.

Pada gambar 24, nilai WL doy 303 sampai dengan 306 berkisar antara 91,2%

sampai dengan 95,1% dengan presentase nilai NL yang berkisar antara 74,8%

sampai dengan 90,2%. Pada gambar 25, nilai WL berkisar antara 92,2% dan

98,3% sedangkan nilai NL berkisar antara 61,7% sampai dengan 68,1%.

Presentase nilai WL ketiga skenario berada diatas 90%, hal ini menunjukkan

bahwa tidak adanya noisy pseudorange pada data pengamatan. Presentase nilai

NL skenario I memiliki nilai diatas 80% pada semua doy. Hal tersebut

menunjukkan bahwa tidak terdapat kesalahan pada konfigurasi jaringan dan

pengaruh kondisi atmosfir karena sebaran lokasi titik yang berbeda. Presentase
70

nilai NL skenario II memiliki berada dibawah 80% pada doy 303 dan 305 dan

pada skenario III semua doy memiliki presentase nilai NL dibawah 80%. Nilai

NL yang kurang dari 80% dapat berarti bahwa terdapat kesalahan pada

konfigurasi jaringan dan pengaruh kondisi atmosfir karena sebaran lokasi titik

yang berbeda.

4.3 Hasil Pengolahan GLOBK.

Pengolahan menggunakan GLOBK menghasilkan koordinat harian dan koordinat

rata-rata harian. Koordinat hasil pengolahan dapat ditetapkan setelah nilai wrms

dan nrms memenuhi toleransi yang disyaratkan. Selain itu, hasil pengolahan

dengan GLOBK juga dapat memberikan informasi mengenai panjang baseline.

4.3.1 Nilai wrms dan nrms

Nilai wrms dan nrms hasil pengolahan GLOBK dapat dilihat dalam file plotting

time series. Nilai tersebut digunakan untuk melihat outlier data pengamatan.

Berikut ini merupakan nilai wrms dan nrms pada plot time series .

Tabel 10. Nilai wrms dan nrms tiga skenario

Nilai wrms (mm) Nilai nrms (mm)


Skenario
E N H E N h
I 0,13 0,59 12,75 0,04 0,23 0,84
II 0,50 0,25 8,76 0,11 0,11 0,70
III 1,23 0,88 5,57 0,41 0,36 0,40

Pada tabel 10, nilai wrms ketiga skenario hasil plotting time series berkisar antara

0,13 sampai dengan 12,75 pada arah E, N dan h. Nilai wrms yang kurang dari 10

mm menunjukkan tidak adanya data outlier. Nilai wrms terbesar terdapat dalam
71

skenario I pada arah height yaitu sebesar 12,75. Nilai nrms ketiga skenario

berkisar antara 0,04 sampai dengan 0,84 pada arah E, N, dan h. Jika dilihat secara

keseluruhan rata-rata nilai wrms mempunyai nilai kurang dari 10 mm dan nilai

nrms kurang dari 2 mm. Hal ini dapat berarti bahwa secara keseluruhan tidak ada

outlier pada data pengamatan yang digunakan.

4.3.2 Panjang baseline dan simpangan baku

Pengolahan GLOBK memberikan output berupa informasi mengenai panjang

baseline beserta nilai simpangan baku. Panjang baseline yang disajikan adalah

panjang baseline dari stasiun pengamatan yaitu titik ULP2 ke stasiun pengikatan.

Informasi panjang baseline beserta nilai simpangan baku ketiga skenario dapat

dilihat pada tabel 11, 12, dan 13.

Tabel 11. Panjang baseline dan simpangan baku skenario I

Panjang Baseline dari Simpangan Baku (mm)


Stasiun
No. ULP2 ke stasiun IGS
IGS σE σN σh
(Km)
1 BAKO 218 2,5 1,9 10,3
2 COCO 1,192 2,4 1,8 10,0
3 CUSV 2,165 2,4 1,9 10,2
4 DARW 2,935 2,6 1,9 10,4
5 GUUG 4,726 2,6 2,0 10,5
6 HKSL 3,808 2,4 1,9 10,0
7 HKWS 3,176 2,4 1,9 10,0
8 HYDE 3,196 2,4 1,9 9,9
9 IISC 3,623 2,5 1,9 10,1
10 KARR 2,141 2,4 1,8 9,9
11 KAT1 3,081 2,6 1,9 10,3
12 LHAZ 4,086 2,4 1,9 10,0
13 POHN 5,817 2,7 2,1 10,5
14 XMIS 565 2,4 1,8 9,9
15 YAR3 2,806 2,4 1,8 9,9
72

Tabel 11 menunjukkan informasi mengenai panjang baseline skenario I

menggunakan 15 titik ikat IGS dengan distribusi titik yang merata tanpa

memperhatikan jarak, yakni berkisar antara 218 km sampai dengan 5,817 km.

Pada skenario I, baseline dengan ketelitian paling rendah diperoleh dari stasiun

POHN ke ULP2 dengan nilai simpangan baku sebesar 2,7 mm pada arah east, 2,1

mm pada north dan 10,5 mm pada arah height. Ketelitian paling rendah diperoleh

dari baseline yang memiliki panjang 5.817 km. Stasiun LHAZ yang memiliki

panjang baseline 4.086 km mempunyai nilai simpangan baku yang lebih kecil dari

stasiun POHN pada arah east sebesar 2,4 mm dan north sebesar 1,9 mm.

Baseline dengan ketelitian paling baik terbentuk dari stasiun XMIS, KARR, dan

YAR3 yang memiliki panjang antara 565 km sampai dengan 2.806 km dengan

nilai simpangan baku sebesar E = 2,4 mm, N = 1,8 mm, dan h = 9,9 mm.

Tabel 12. Panjang baseline skenario II

Panjang Baseline dari Simpangan Baku (mm)


No. Stasiun IGS ULP2 ke stasiun IGS
σE σN σh
(Km)
1 BAKO 218 2,4 1,7 9,6
2 JOG2 626 3,0 1,9 8,9
2 NTUS 761 2,3 2,9 9,1
4 XMIS 565 2,3 2,4 8,9

Tabel 12 menunjukkan informasi mengenai panjang baseline skenario II

menggunakan 4 titik ikat IGS dengan memperhatikan jarak (kurang dari 1000 km)

yang terbentuk dari titik ULP2 ke stasiun pengamatan, yaitu berkisar antara 218

km sampai dengan 761 km. Pada skenario II, baseline dengan ketelitian paling

rendah terbentuk dari stasiun JOG2 ke ULP2 pada arah east sebesar 3,0 mm

dengan panjang baseline 626 km. Pada arah north sebesar 2,9 mm terbentuk dari

stasiun NTUS ke ULP2 dengan panjang baseline 761 km. Pada arah height
73

sebesar 9,6 terbentuk dari stasiun BAKO ke ULP2 dengan panjang baseline 218

km. Baseline dengan ketelitian paling baik pada arah east dan height terbentuk

dari stasiun XMIS ke ULP2 sebesar 2,3 mm dan 8,9 mm. Baseline dengan

ketelitian paling baik pada arah north terbentuk dari stasiun BAKO ke ULP2

dengan nilai simpangan baku sebesar 1,7 mm. Baseline dengan ketelitian paling

baik diperoleh dari stasiun yang memiliki panjang 218 km dan 565 km.

Tabel 13. Panjang baseline skenario III

Panjang Baseline dari Simpangan Baku (mm)


No. Stasiun IGS ULP2 ke stasiun IGS
σE σN σh
(Km)
1 CBJY 46 2,4 2,1 9,8
2 CGON 116 3,1 2,4 9,6
2 CKRI 146 4,6 2,0 10,1
4 CPRI 30 6,6 5,6 47,2
5 CWJP 56 3,0 2,1 10,6

Tabel 13 menunjukkan informasi mengenai panjang baseline skenario III

menggunakan 5 titik ikat CORS BIG dengan jarak dekat (titik ikat berada

disekitar lokasi pengamatan), yaitu berkisar antara 30 km sampai dengan 146 km.

Pada skenario III, baseline dengan ketelitian paling baik pada arah east dihasilkan

dari stasiun CBJY ke ULP2 dengan nilai simpangan baku sebesar 2,4 mm. Pada

arah north terbentuk dari stasiun CKRI ke ULP2 dengan nilai simpangan baku

sebesar 2,0 mm. Pada arah height terbentuk dari stasiun CGON dengan nilai

simpangan baku sebesar 9,6 mm. Baseline dengan ketelitian paling baik pada

arah E, N, dan h dihasilkan dari stasiun yang berbeda dengan panjang baseline

antara 46 km sampai dengan 116 km. Baseline dengan ketelitian paling rendah

terbentuk dari stasiun CPRI pada arah east sebesar 6,6 mm, north sebesar 5,6 mm

dan height sebesar 47,2 mm. Baseline dengan ketelitian paling rendah terbentuk
74

dari stasiun yang memiliki panjang baseline terpendek yaitu 30 km. Dengan

demikian dapat diketahui bahwa semakin panjang baseine, maka ketelitian yang

dihasilkan semakin rendah, namun terdapat juga baseline yang panjang dan

memiliki ketelitian yang relatif tinggi.

4.3.3 Koordinat titik ULP2

Koordinat harian titik ULP2 beserta nilai simpangan baku yang dihasilkan dari

tiga skenario pengolahan terhadap ITRF 2014 epoch 2010 dapat dilihat pada tabel

14, 15, dan 16.

Tabel 14. Koordinat titik ULP2 skenario I

Koordinat UTM Zona 48S (m)


Doy
E N h
303 526596,3443 9407310,9934 130,5393
304 526596,3421 9407310,9955 130,5447
305 526596,3339 9407310,9955 130,6734
306 526596,3341 9407310,9948 130,6485
Koordinat Geodetis
Doy
Longitude (derajat) Latitude (derajat) h (m)
303 105.2400574213 -5.3620393387 130,5393
304 105.2400574018 -5.3620393200 130,5447
305 105.2400573274 -5.3620393202 130,6734
306 105.2400573297 -5.3620393269 130,6485
Koordinat Kartesian 3D (m)
Doy
X Y Z
303 -1669327,66650 6127212,65638 -592068,03924
304 -1669327,66589 6127212,66234 -592068,03769
305 -1669327,69159 6127212,78808 -592068,04974
306 -1669327,68531 6127212,76406 -592068,04815

Tabel 14 lanjutan
75

Simpangan Baku (m)


Doy
X Y Z
303 0,00649 0,00468 0,02837
304 0,00481 0,00342 0,01997
305 0,00430 0,00325 0,01815
306 0,00405 0,00314 0,01736

Tabel 15. Koordinat titik ULP2 skenario II

Koordinat UTM Zona 48S (m)


Doy
E N H
303 526596,3635 9407311,0101 130,5344
304 526596,3624 9407311,0130 130,5409
305 526596,3315 9407310,9968 130,6521
306 526596,3490 9407311,0126 130,6538
Koordinat Geodetis
Doy
Longitude (derajat) Latitude (derajat) h (m)
303 105.2400575951 -5.3620391882 130.5344
304 105.2400575851 -5.3620391621 130.5409
305 105.2400573059 -5.3620393079 130.6521
306 105.2400574637 -5.3620391680 130.6538
Koordinat Kartesian 3D (m)
Doy
X Y Z
303 -1669327,68421 6127212,64809 -592068,02222
304 -1669327,68491 6127212,65487 -592068,01995
305 -1669327,68377 6127212,76844 -592068,04640
306 -1669327,70146 6127212,76681 -592068,03115
Simpangan Baku (m)
Doy
X Y Z
303 0,00628 0,00457 0,02497
304 0,00468 0,00328 0,01789
305 0,00481 0,00376 0,02457
306 0,00417 0,00313 0,01626

Tabel 16. Koordinat titik ULP2 skenario III


76

Doy Koordinat UTM Zona 48S (m)


E N H
303 526596,3434 9407310,9938 130,5335
304 526596,3408 9407310,9963 130,5108
305 526596,3376 9407310,9941 130,6554
306 526596,3326 9407310,9973 130,6354
Koordinat Geodetis
Doy
Longitude (derajat) Latitude (derajat) h (m)
303 105.2400574131 -5.3620393357 130,5335
304 105.2400573902 -5.3620393130 130,5108
305 105.2400573616 -5.3620393329 130,6554
306 105.2400573165 -5.3620393039 130,6354
Koordinat Kartesian 3D (m)
Doy
X Y Z
303 -1669327,66410 6127212,65102 -592068,03837
304 -1669327,65579 6127212,63020 -592068,03376
305 -1669327,69052 6127212,76972 -592068,04946
306 -1669327,68054 6127212,75209 -592068,04440
Simpangan Baku (m)
Doy
X Y Z
303 0,00714 0,00485 0,03029
304 0,00525 0,00359 0,02122
305 0,00434 0,00320 0,01773
306 0,00382 0,00289 0,01556

Tabel 17. Koordinat 303-306 doy titik ULP2

Koordinat UTM Zona 48S (m)


Skenario
E N H
I 526596,3360 9407310,9954 130,6185
II 526596,3544 9407311,0126 130,6156
III 526596,3359 9407310,9963 130,6053
Koordinat Geodetis
Skenario
Longitude (derajat) Latitude (derajat) h (m)
I 105.2400573469 -5.3620393213 130,6185
II 105.2400575125 -5.3620391656 130,6156
III 105.2400573456 -5.3620393125 130,6053

Tabel 17 lanjutan

Skenario Koordinat Kartesian 3D (m)


77

X Y Z
I -1669327,67933 6127212,73483 -592068,04474
II -1669327,69668 6127212,72869 -592068,02731
III -1669327,67575 6127212,72227 -592068,04253
Simpangan Baku (m)
Skenario
X Y Z
I 0,00232 0,00173 0,00984
II 0,00233 0,00170 0,00900
III 0,00237 0,00172 0,00959

Tabel 17 menunjukkan nilai simpangan baku koordinat rata-rata pada sumbu X,

Y, dan Z tiga skenario. Nilai simpangan baku paling kecil dapat berarti bahwa

hasil pengolahan mempunyai ketelitian posisi yang lebih baik. Skenario I

memiliki koordinat dengan ketelitian pada sumbu X, yaitu sebesar 0,00232 m, Y

sebesar 0,00173 m, dan Z 0,00984 m. Skenario I memiliki ketelitian yang lebih

baik pada sumbu X dan ketelitian yang lebih rendah pada sumbu Y dan Z jika

dibandingkan dengan skenario II dan III. Skenario II memiliki koordinat dengan

ketelitian pada sumbu X sebesar 0,00233 m, Y sebesar 0,00170 m dan Z sebesar

0,00900 m. Skenario II menghasilkan koordinat dengan ketelitian yang lebih baik

pada sumbu Y dan Z dibandingkan skenario I dan III. Skenario III menghasilkan

ketelitian paling rendah pada sumbu X sebesar 0,00237. Pada sumbu Y dan Z,

skenario III memiliki ketelitian yang lebih baik daripada skenario I, yaitu dengan

Y sebesar 0,00172 dan Z sebesar 0,00959.

Hal tersebut menunjukkan bahwa skenario I memiliki ketelitian yang teliti pada

sumbu X dan skenario II memiliki ketelitian yang lebih teliti pada sumbu Y dan

Z. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian titik pada perataan jaring

antara lain distribusi lokasi titik ikat, panjang baseline dari titik pengamatan ke

titik ikat dan data outlier.


78

Koordinat titik ULP2 yang menggunakan Sistem Referensi Geospasial Indonesia

(SRGI) mengacu pada ITRF 2008 epoch 2012 dapat dilihat pada tabel 18.

Tabel 18. Koordinat kartesian titik ULP2 terhadap ITRF 2008 epoch 2012

Koordinat Kartesian (m)


Skenario
X Y Z
I -1669327,6775 6127213,7354 -592068,0420
II -1669327,6948 6127213,7293 -592068,0246
III -1669327,6738 6127213,7228 -592068,0398

4.4 Analisis Hasil Koordinat

Analisis hasil koordinat dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan

koordinat yang dihasilkan dari tiga skenario pengolahan.

4.4.1 Hasil perhitungan perbedaan koordinat

Hasil perhitungan perbedaan koordinat titik ULP2 menggunakan ITRF 2014

epoch 2010 ketiga skenario dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 19. Perbedaan koordinat tiga skenario

Perbedaan Koordinat (m)


Skenario
∆X ∆Y ∆Z
SK I dan II 0,01735 0,00614 0,01743
SK I dan III 0,00358 0,01256 0,00221
SK II dan III 0,02093 0,00642 0,01522

Tabel 19 menunjukkan bahwa skenario I menggunakan 15 titik ikat IGS dengan

skenario II menggunakan 4 titik ikat IGS menghasilkan perbedaan koordinat pada

sumbu X, Y, dan Z, yaitu sebesar 1,73 cm, 1,72 cm, dan 6,14 mm. Skenario I
79

dengan skenario III menggunakan 5 titik ikat CORS BIG (jarak dekat)

menghasilkan perbedaan koordinat pada sumbu X, Y, dan Z sebesar 3,58 mm,

1,26 cm, dan 2,21 mm. Skenario II dengan skenario III menghasilkan perbedaan

koordinat pada sumbu X, Y, dan Z sebesar 2,09 cm, 6,42 mm, dan 1,52 cm.

Berdasarkan pada hasil perhitungan tersebut, perbedaan koordinat paling kecil

dihasilkan dari skenario I dan III pada sumbu X dan Z sedangkan pada sumbu Y

dihasilkan dari skenario I dan II sebesar 6,14 mm.

4.4.2 Uji signifikansi beda dua parameter

Uji signifikansi beda dua parameter dilakukan untuk mengetahui apakah

penggunaan titik ikat dengan skenario I (distribusi merata), skenario II (jarak

kurang dari 1000 km) dan skenario III (jarak dekat di sekitar lokasi penelitian)

mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap perbedaan koordinat.

Pada penelitian ini, pengujian dilakukan terhadap skenario I dengan skenario II,

skenario I dengan skenario III, dan skenario II dengan skenario III. Uji

signifikansi dilakukan menggunakan uji-t dengan tingkat kepercayaan 95% dan

derajat kebebasan ∞, sehingga nilai t α = 1,960. Nilai t-hitungan dapat dilihat pada

Tabel 20.

Tabel 20. Hasil uji signifikansi perbedaan koordinat

t-tabel
Skenario Parameter t-hitung Hasil Uji
α /2= 0,025 df = ∞
80

X 0,254 1,96 Tidak Signifikan


SK I dan SK II Y 0,105 1,96 Tidak Signifikan
Z 0,127 1,96 Tidak Signifikan
X 0,052 1,96 Tidak Signifikan
SK I dan SK III Y 0,214 1,96 Tidak Signifikan
Z 0,016 1,96 Tidak Signifikan
X 0,305 1,96 Tidak Signifikan
SK II dan SK III Y 0,110 1,96 Tidak Signifikan
Z 0,112 1,96 Tidak Signifikan

Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai t-hitung skenario I dan II kurang dari 1,96,

yaitu pada sumbu X = 0,254, Y = 0,105 dan Z = 0,127. Nilai t-hitung skenario I

dan III kurang dari 1,96, yaitu pada sumbu X = 0,052, Y = 0,214 dan Z = 0,016.

Nilai t-hitung skenario II dan III kurang dari 1,96, yaitu pada sumbu X = 0,305, Y

= 0,110 dan Z = 0,112. Nilai tersebut secara statistik menunjukkan bahwa

penggunaan 15 titik ikat IGS dengan distribusi titik yang merata (skenario I), 4

titik ikat IGS dengan memperhatikan jarak yaitu kurang dari 1000 km (skenario

II) dan 5 titik ikat CORS BIG jarak dekat (skenario III ) tidak memiliki perbedaan

koordinat yang signifikan.


81

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil

dari penelitian ini adalah:

1. Koordinat definitif titik ULP2 dalam UTM zona 48S pada arah E =

526596,336 m, N = 9407310,9954 m, dan h = 130,6185 m. Koordinat geodetis

5.3620393213ᴼ LS dan 105.240057347ᴼ BT. Koordinat kartesian 3D pada

sumbu X = -1669327,67933 m ± 0,00232 m, Y = 6127212,73483 m ± 0,00173

m, dan Z = -592068,04474 m ± 0,00984 m.

2. Hasil uji-t menunjukkan secara statistik bahwa skenario I, II, dan III tidak

memiliki perbedaan koordinat yang signifikan.

3. Titik ikat yang paling optimal untuk pendefinisian koordinat diperoleh dari

penggunaan titik ikat IGS dengan distribusi titik yang merata. Hal tersebut

dibuktikan dengan nilai simpangan baku yang kecil pada skenario I dengan

ketelitian pada sumbu X sebesar 0,00233 mm dan skenario II dengan

ketelitian pada sumbu Y sebesar 0,00170 mm dan Z sebesar 0,00900 mm.

4. Penggunaan titik ikat dengan distribusi titik yang merata dapat menghasilkan

konfigurasi jaring yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan presentase nilai

narrow lane yang dihasilkan dari skenario I, yaitu lebih dari 80%.
82

5. Panjang baseline yang paling baik berkisar antara 565 km sampai dengan

2.806 km dengan nilai simpangan baku yang kecil pada arah E = 2,4 mm, N =

1,8 mm, dan h = 9,9 mm. Hasil tersebut diperoleh dari skenario I dengan

penggunaan titik ikat yang terdistribusi secara merata tanpa memperhatikan

jarak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, saran yang

dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya, yaitu perlunya pengkajian lebih

lanjut mengenai penggunaan titik ikat dengan memperhatikan faktor lain yang

dapat mempengaruhi tingkat ketelitian posisi suatu titik seperti panjang baseline

serta kehandalan data yang menyangkut outlier.


83

DAFTAR PUSTAKA

2018. Format penulisan karya ilmiah universitas lampung. Bandar


Lampung

2018. Inacors big satu referensi pemetaan indonesia. Badan Informasi


Geospasial.

ITRF transformtion parameters from itrf 2014 to itrf 2008.


http://itrf.ensg.ign.fr/trans_para.php. Di akses pada 20 Oktober 2019.

ITRF solutions 2014. http://itrf.ensg.ign.fr/ITRF_ solutions/2014/tp_14-


08.php. Di akses pada 27 Oktober 2019.

. 2002. Jaring kontrol horisontal. Badan Standarisasi Nasional.

Abidin, H. Z. 2002. Penentuan posisi dengan gps dan aplikasinya. Pradnya


Paramita : Jakarta.

Abidin, H. Z. 2016. Survei dengan gps dan aplikasinya. ITB Press : Bandung

Aditya, F.H., Yuwono, B.D., dan Sasmito, B. 2015. Analisis geometri jaring pada
pengukuran gps untuk pengadaan titik kontrol orde-2. Jurnal Geodesi
Undip. 4(2): 267-276.

Artini, S.R. 2014. Penentuan koordinat stasiun gnss cors gmu1 dengan kombinasi
titik ikat gps global dan regional. Jurnal Teknik Sipil. 10(1): 37-4.

Artini, S.R. 2014. Penggunaan titik ikat gps regional dalam pendefinisian stasiun
aktif gmu1 yang diikatkan terhadap itrf 2008, Jurnal Teknik Sipil, 10(2): 124-
131.

Artini, S.R. 2014. Pedefinisian stasiun aktif gmu1 tahun 2012 dengan titik ikat gps
regional dan global. Tesis Universitas Gadjah Mada. Diakses pada 24
Oktober 2019.
84

Azmi, M. 2012. Sistem cors (continuously operating reference station) di


indonesia dan di beberapa negara. Artikel. http://digital.itb.ac.id. Diakses
pada 13 Maret 2019.

Estey, Lou and Stuart Wier. 2014. Teqc Tutorial : Basic of Teqc Use and Teqc
Products. https://www.unavco.org. Diakses pada 22 Februari 2019.

Handoko, E. W., dan Abidin, H. Z. 2018. Analisis transformasi datum dari datum
indonesia 1974 ke datum geodesi nasional 1995. INA-Rxiv Papers. 1-9.

Hapsari, W., Yuwono, B.D., Amarrohman, F.J. 2016. Penentuan posisi stasiun
gnss cors undip epoch 2015 dan epoch 2016 berdasarkan stasiun igs dan
CORS BIG menggunakan perangkat lunak gamit 10.6. Jurnal Geodesi
Undip. 5(4): 243-253.

Hassan, W. Tarek., El-Tokhey, M., Fath-Allah, T. F., Ragheb, A. E. 2017.


Assessment of diffeent approaches of dynamic/static datum transformation
in egypt using different plate motion models. International Journal of
Engineering and Advanced Technology (IJEAT) 7(2): 152-159.

Herring, T.A., King, R.W., Floyd, M. A., McClussky, S.C. 2006. Introdustion to
gamit/globk. Departemen of Earth, Atmospheric, and Planetary Science,
Massachusetts Institute of Technology.

Herring, T.A., King, R.W., Floyd, M. A., McClussky, S.C. 2018. Introdustion to
gamit/globk. Departemen of Earth, Atmospheric, and Planetary Science,
Massachusetts Institute of Technology.

Keputusan Mentri Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Pd T-10-2004-A


pengukuran dan pemetaan terestris sungai. Artikel. sni.litbang.pu.go.id.
diakses pada 16 September 2019.

Laksana, I., Yuwono, B.D., Awaluddin, M. 2014. Penentuan posisi stasiun gnss
cors undip pada tahun 2013 dan 2014 menggunakan software gamit. Jurnal
Geodesi Undip. 3(4)193-201

Palupi, F. J. 2015. Evaluasi ketelitian koordinat hasil pengamatan gnss stasiun tgd
dan sgy pada pemantauan sesar opak dengan titik ikat global dan lokal.
Jurnal Uviversitas Gadjah Mada. 1-25.

Panuntun, H., Widjayanti, N., Sunantyo, T. A., Djawahir., Parseno. 2012.


Pengaruh penggunaan titik ikat gps untuk penentuan posisi offshore
platform. Prosiding Universitas Gadjah Mada. 1-301.
85

Permatahati, D.A., Kahar, S., dan Sabri, M.L. 2012. Transformasi Koordinat pada
Peta Lingkungan Laut Nasional dari Datum ID74 Ke WGS84 untuk
Keperluan Penentuan Batas Wilayah Laut Provinsi Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Jurnal Geodesi Undip 1(1):1-10.

Purba, E. S,, Yuwono, B. D., Sabri, L. M. 2013. Penentuan koordinat definitif


epoch 2013 stasiun cors geodesi undip dengan menggunakan perangkat
lunak gamit 10.04. Jurnal Geodesi Undip 2(4): 85-106.

Rahadi, M. E., Awaluddin, M., Sabri, L. M. 2013. Analisis ketelitian pengukuran


baseline panjang gnss dengan menggunakan perangkat lunak gamit 10.4 dan
topcon tools v.7. Jurnal Geodesi Undip 2(4):194-209.

Ramadhony, A.B., Awaludin, M., Bandi S. 2017. Analisis pengukuran bidang


tanah dengan menggunakan gps pemetaan. Jurnal Geodesi Undip. 6(4):
305-315.

Rudianto, B., Yuhanafia, N. 2013. Pengaruh penambahan jumlah titik ikat


terhadap peningkatan ketelitian posisi titik pada survei gps. Jurnal Reka
Geomatika. 1(2):1-11.

Syetiawan, A., Lumban-Gaol Y. A. 2016. Indonesia cors station becoming part


ofinternational gnss service. International Conference on Technology.
Innovation. and Society. ITP PRESS. 337-339.

Ulinnuha, H. 2014. Perbandingan 7 parameter transformasi datum dari itrf 2005


metode molodensky-badekas dengan parameter global iers (studi kasus :
cors bpn diy). Skripsi Uviversitas Gadjah Mada. Diakses pada 11 April
2019.
86

LAMPIRAN
87

Tabel 1. Nilai Fract Skenario I

Doy
No Stasiun
303 304 305 306
1 BAKO Latitude -1,9 -0,7 -0,4 -0,6
Longitude -0,9 0,1 0,1 -0,2
Radius 0,2 0,4 1,5 0,2
2 COCO Latitude 0,9 2,0 1,7 1.7
Longitude 0,3 0,6 -0,1 1,4
Radius -0,5 -0,4 -0,7 0,4
3 CUSV Latitude -1,0 -0,1 -0,0 0,3
Longitude -0,2 0,8 0,7 -0,1
Radius -2,1 -2,2 -2,3 -2,3
4 DARW Latitude -1,0 0,3 -0,2 0,1
Longitude -0,1 0,8 0,3 0,4
Radius -0,5 0,2 -0,3 -0,2
5 GUUG Latitude -0,8 0,0 0,3 0,4
Longitude 0,1 0,6 1,0 0,0
Radius -0,6 -0,4 0,2 0,4
6 HKSL Latitude -0,7 -0,2 -0,3 -0,1
Longitude -0,3 0,4 -0,1 -0,0
Radius -1,1 -0,6 -1,1 -0,5
7 HKWS Latitude -0,6 -0,1 -0,3 -0,0
Longitude -0,4 0,0 0,4 -0,1
Radius -0,9 -1,1 -0,4 -0,5
8 HYDE Latitude -0,9 0,1 -0,1 0,3
Longitude -0,1 0,7 0,7 0,2
Radius -1,1 -0,9 -0,6 -0,9
9 IISC Latitude -0,8 0,1 -0,1 0,2
Longitude 0,2 0,6 0,2 0,3
Radius -1,5 -1,7 -1,9 -1,4
10 KARR Latitude -1,3 -0,1 -0,4 -0,2
Longitude -0,5 -0,1 -0,3 -0,1
Radius 0,1 0,3 -0,2 -0,0
11 KAT1 Latitude -0,8 -0,2 -0,2 -0,1
Longitude -0,0 0,7 0,4 0,2
Radius 0,9 1,2 -0,1 0,4
12 LHAZ Latitude -1,0 -0,2 -0,3 -0,0
Longitude -0,3 0,4 0,1 0,2
Radius -1,5 -1,1 -0,8 -0,8

Tabel 1. Nilai Fract Skenario I


88

Doy
No Stasiun
303 304 305 306
13 POHN Latitude -1,2 0,0 -0,3 -0,3
Longitude -0,0 0,2 0,4 0,0
Radius -0,5 0,7 -0,6 -0,5
14 ULP2 Latitude -1,0 -0,2 -0,5 -0,2
Longitude -0,5 0,1 -1,2 -0,6
Radius 0,2 0,2 5,2 4,1
15 XMIS Latitude -1,2 -0,2 -0,2 -0,1
Longitude -1,1 -0,8 -1,1 -0,7
Radius 0,1 0,2 -0,1 -0,0
16 YAR3 Latitude -1,3 -0,3 -0,5 -0,2
Longitude -0,5 -0,1 -0,1 -0,1
Radius 0,1 0,3 -0,0 -0,2

Tabel 2. Nilai Fract Skenario II

Doy
No Stasiun
303 304 305 306
1 BAKO Latitude 0,2 -0,0 0,3 0,3
Longitude 0,9 1,4 1,1 0,9
Radius 0,7 0,6 1,2 0,5
2 JOG2 Latitude 0,3 0,1 0,2 0,4
Longitude 1,3 1,3 1,2 1,1
Radius 0,4 0,2 0,3 0,6
7 NTUS Latitude -0,7 -0,8 -0,8 -0,5
Longitude -2,3 -2,6 -2,6 -2,8
Radius -1,2 -1,5 -1,7 -1,6
10 ULP2 Latitude -0,0 -0,4 -0,4 -0,2
Longitude -0,3 -0,3 -1,0 -0,9
Radius 0,4 0,1 4,2 3,4
13 XMIS Latitude 0,5 0,2 0,3 0,4
Longitude 0,8 0,8 0,6 0,6
Radius 0,2 0,2 -0,0 0,1

Tabel 3, Nilai Fract Skenario III

Doy
No Stasiun
303 304 305 306
89

1 CBJY Latitude -0,1 0,1 -0,1 -0,0


Longitude 0,7 -0,4 0,4 -0,4
Radius -0,2 0,1 0,1 -0,0
2 CGON Latitude 0,3 -0,1 -0,4 -0,3
Longitude -0,3 -0,1 0,1 0,3
Radius 0,4 -0,7 -0,1 -0,2
3 CKRI Latitude -0,2 -0,3 -0,2 0,1
Longitude -0,0 0,2 -0,0 0,7
Radius -0,0 0,8 -0,2 0,2
4 CPRI Latitude -0,0 0,3 0,4 0,4
Longitude -0,1 0,0 -0,0 -0,0
Radius -0,0 -0,1 0,0 0,1
5 CWJP Latitude 0,1 -0,0 0,2 -0,2
Longitude -0,2 0,4 -0,5 -0,6
Radius -0,1 -0,1 0,2 -0,1
6 ULP2 Latitude 0,1 0,3 -0,5 0,0
Longitude 0,5 0,6 0,3 0,4
Radius -1,6 -3,0 1,7 0,5
90

Gambar 1. Diagram Obstruksi

Gambar 2. Titik ULP2 Universitas Lampung


91

Gambar 3. Dokumentasi pengambilan data menggunakan receiver


Hemisphere pada tanggal 30 Oktober 2018.

Gambar 4. Dokumentasi pengambilan data menggunakan receiver


Hi-Target V30 pada tanggal 1 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai