Anda di halaman 1dari 3

Ketika berbicara mengenai proses 

turunny Al Qur’an, Al-Qur’an biasanya menggunakan 2


istilah bahasa, yakni anzala dan nazzala. Keduanya sama-sama berasal dari kata ‫نزل‬  yang
bermakna turun namun memiliki perbedaan spesifik. Secara singkat, anzala dapat dimaknai
dengan turun secara keseluruhan dalam satu jumlah sekaligus. Sedangkan nazzala bermakna
turun berangsur-angsur atau berulang-ulang.

Kedua istilah anzala dan nazzala di atas adalah kata kunci yang harus dicermati untuk
mengetahui rahasia proses turunnya Al Qur’an yang telah diceritakan Al-Qur’an. Dengan
mengetahui perbedaan keduanya, seseorang akan bisa memahami bahwa tidak ada
pertentangan antara QS.  Al-Qadr [97]: 1 dan catatan sejarah pewahyuan Al-Qur’an, karena
keduanya memang berada pada konteks ayat yang berbeda.

َ,ٍَQS. Al-Qadr [97]: 1 berbicara mengenai proses turunnya Al Qur’an secara sekaligus, yakni
dari lauh al-mafuzh  ke Baitul Izzah (langit dunia). Sedangkan peristiwa sejarah
diturunkannya Al-Qur’an di goa Hira, merupakan kronologi dari ayat yang lain, yaitu; QS.
‘Alaq [96]: 1-5.

Turunnya Al Qur’an Secara Sekaligus

Sebelum disampaikan kepada nabi Muhammad Saw, Al-Qur’an telah melalui dua proses ,
yakni dari Allah Swt ke lauh al-mafuzh dan dari lauh al-mafuzh ke Baitul Izzah (langit
dunia). Proses ini dilakukan langsung oleh malaikat Jibril as atas izin Allah Swt. Al-Qur’an
yang berada di lauh al-mahfuzh diketahui telah ada jauh sebelum nuzul-nya, bahkan jauh
sebelum penciptaan nabi Adam as di surga.

Di dalam Al-Qur’an kata lauh al-mafuzh disebutkan sebanyak satu kali, yakni pada QS. Al-
Buruj ayat 22. Dikisahkan bahwa lauh al-mafuzh adalah tempat di mana Allah mencatatkan
“takdir” kehidupan alam semesta. Selain itu, semua perkara yang berkaitan dengan kehidupan
umat manusia juga tercatat di dalamnya secara akurat. Meskipun demikian, tidak diketahui
bagaimana bentuk catatan tersebut.
Pada tahapan pertama turunnya Al Qur’an, yakni dari Allah Swt ke lauh al-mafuzh, eksistensi
Al-Qur’an masih dalam bentuk “bahasa transendental” yang tidak memiliki huruf, suara, dan
kata.  Tidak ada manusia yang mampu memahami bahasa tersebut kecuali atas izin Allah.
Di lauh al-mafuzh, Al-Qur’an tersimpan dan terjaga dengan sempurna tanpa kecacatan.

Selanjutnya Al-Qur’an dibawa oleh malaikat Jibril as dari lauh al-mafuzh ke Baitul


Izzah (langit dunia) dalam bentuk yang utuh dan komplet. Pada tahap ini, bentuk Al-Qur’an
sudah bertransformasi ke dalam bahasa yang mampu “dirasa” manusia. Menurut mayoritas
ulama Muslim, pada tahap ini Al-Qur’an diturunkan kepada Jibril dalam bentuk kata dan
maknanya. Dengan demikian, Al-Qur’an yang selama ini dibaca umat Islam 100 persen sama
dengan Al-Qur’an yang dibawa Jibril as.

Peristiwa turunnya Al Qur’an secara sekaligus ini dikisahkan dalam Al-Qur’an pada QS.  Al-
Qadr [97]: 1 yang berbunyi:

١ ‫اِنَّٓا اَ ْن َز ْل ٰنهُ فِ ْي لَ ْيلَ ِة ا ْلقَ ْد ِر‬


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar.”

Turunnya Al Qur’an Secara Berangsur-angsur

            Setelah diturunkan ke langit dunia, Al-Qur’an kemudian disampaikan oleh malaikat


Jibril kepada nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur kurang lebih selama 23 tahun.
Proses ini dimulai pada tanggal 17 Ramadan tahun 13 SH di goa Hira, tempat di mana
biasanya nabi Muhammad Saw melakukan uzlah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
merenungi kehidupan masyarakat Arab yang sudah jauh dari ajaran-Nya.

Proses turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur bertujuan agar Al-Qur’an dapat dipahami


dengan baik dan mudah serta dapat menjawab berbagai persoalan sosial kemasyarakatan
yang terjadi pada masa nabi Muhammad.

Anda mungkin juga menyukai