)٢٢( ٍ) فِيْ َل ْو ٍح مَّحْ فُ ْوظ٢١( َب ْل ه َُو قُرْ ٰانٌ َّم ِج ْي ۙ ٌد
Artinya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang
mulia . Yang tersimpan dalam Lauh Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruj [85]: 21-22)
4
5
)٣( ِا َّنٓا اَ ْن َز ْل ٰن ُه ِفيْ َل ْي َل ٍة م ُّٰب َر َك ٍة ِا َّنا ُك َّنا ُم ْنذ ِِري َْن
Artinya: “Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi dan sesungguhnya kamilah yang memberi peringatan.” (Q.S. Ad-
Dukhan [44]: 3)
diturunkan sesudah itu dalam 20 tahun. Kemudian dia membaca firman Allah
SWT (Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar
kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami
menurunkannya bagian demi bagian-Al-Isrâ’ 106)”
c. Riwayat Baihaqi, Hakim dan lain-lain
Artinya: “Dari Mansur ibn al-Mu’tamir, dari Sa’îd ibn Jâbir, dari Ibn ‘Abbâs
RA, tentang firman Allah (“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al
Quran) pada malam kemuliaan.” (Q.S. AlQadar 97:1), dia berkata: Al-Qur’an
diturunkan sekaligus pada malam Qadar ke Langit Dunia, tempat turunnya
secara berangsurangsur. Lalu Allah menurunkannya kepada Rasulullah SAW
bagian demi bagian. Allah SWT berfirman: (Berkatalah orangorang yang kafir:
“Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”;
demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya
secara tartil (teratur dan benar). (Q.S. Al-Furqân 25:32)
Ketiga riwayat Hakim, Nasa’i, dan Baihaqi diatas, yang menyatakan
bahwa Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke Baitul Izza pada malam qadar
semuanya bersumber dari Ibn Abbas, bukan dari Rasulullah SAW. Artinya dari
segi sanad riwayatnya berstatus maukuf, bukan marfu’. Akan tetapi menyangkut
masalah ghaib, dimana Ibn Abbas tidak mungkin dapat mengetahuinya sendiri
tanpa pemberitahuan dari Nabi Muhammad Saw, maka riwayat tersebut sekalipun
maukuf dia bersifat marfu’.
رْ ٰبى َو ْال َي ٰت ٰمى..ُذِى ْالق.ِ ْو ِل َول. ٗه َولِلرَّ ُس.اَنَّ هّٰلِل ِ ُخم َُس.يْ ٍء َف.ا َغ ِن ْم ُت ْم مِّنْ َش..وا اَ َّن َم.ْٓ .َواعْ َل ُم
ٰ هّٰلل
ِ .ْن هّٰللاالس َِّبي ِْل ِانْ ُك ْن ُت ْم ٰا َم ْن ُت ْم ِبا ِ َو َمآ اَ ْن َز ْل َنا َعلى َع ْب ِد َنا َي ْو َم ْالفُرْ َق
و َم.ْ .ان َي. ِ َو ْال َم ٰس ِكي
ِ ْن َواب
)٤١( مْع ۗ ِن َو ُ َع ٰلى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِد ْي ٌر ٰ ْال َت َقى ْال َج
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu
beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqân, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
dengan seringnya Nabi menerima wahyu, hati Nabi semakin kuat menghadapi
celaan dan tantangan orangorang kafir.
Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Nabi Saw. Pada masa ini dilakukan
dengan cara hafalan seperti yang dilakukan oleh Nabi sendiri dan diikuti juga oleh
para sahabatnya, maupun secara penulisan yang dilakukan oleh para sahabat
pilihan atas perintah Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini, setiap nabi selesai
menerima ayat-ayat Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya, nabi lalu
memerintahkan kepada para sahabat tertentu untuk menuliskannnya disamping
juga untuk menghafalnya.
12
Selain itu perlu diakui pula bahwa bangsa arabpada masa turunnya Al-
Qur’an berbeda dalam budaya arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat
kuat dan hafalannya cepat serta daya pikirnya begitu terbuka. Begitu datang Al-
Qur’an kepada mereka dengan struktur bahasa yang indah dan luhur serta
mengandung ajaran yang suci, mereka merasa amat kagum, dan karenanya
mereka mencurahkan kekuatan untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka
putar haluan hafalannya dari bait-bait syair kepada Al-Qur’an yang menyejukkan
dan membangkitkan roh dan jiwa mereka.
Ubadah bin Shamit menceritakan:” apabila ada seorang yang masuk islam,
maka Rasul segera menetapkan seorang daripada sahabatnya untuk menjadi
pengajar Al-Qur’an baginnya.
Dengan usaha seperti demikian, hampir seluruh sahabat Nabi hafal Al-
Qur;an, dan sebagian dari mereka telah menguasai Al-Qur’an dengan benar sesuai
13
dengan makna dan maksudnya yang diajarkan Rasul kepada mereka. Demikianlah
Allah Swt. Mengaruniakan kepada generasi pertama dari umat islam itu kekuatan
yang luar biasa.
Disamping itu semua, Al-Qur’an juga telah dijadikan Allah Swt. Sebagai
bacaan yang mudah untuk diingat dan dihafal, sebagaimana disebutkan dalam
surat Al-Qamar ayat 17 yang artinya:
Penulisan Al-Qur’an pada masa nabi itu tidak terkumpul dalam satu
mushaf, yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Akan
tetapi yang jelas bahwa disaat Rasulullah Saw. Berpulang kerahmatullah, Al-
Qur’an telah dihafal dan ditulis dalam mushaf. Denga wafatnya Rasulullah, maka
berakhirlah masa turunya Al-Qur’an. Kemudian Allah mengilhamkan penulisnya
kepada para khalifah ar-rasydin sesuai denga janji-Nya yang benar kepada umat
tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an sepanjang jaman.
Lalu Umar berkata; “Demi Allah, ini adalah kebaikan”. Maka Umar pun
terus mendesakku sehingga Allah SWT melapangkan dadaku untuk itu dan aku
(sekarang) sependapat dengan Umar.
Jati diri Zaid bin Tsabit sendiri begitu istimewa sehingga tak heran Abu
Bakar dan Umar diberikan kelapangan dada untuk memberikan tugas tersebut
pada Zaid bin Tsabit, yang mana sebagai pengumpul dan pengawas komisi ini
Zaid bin Tsabit dibantu Umar sebagai sahibul fikrah yakni pembantu khusus.
Beberapa keistimewaan tersebut diantaranya adalah:
a. Berusia muda, saat itu usianya di awal 20-an (secara fisik & psikis kondisi
prima).
b. Akhlak yang tak pernah tercemar, ini terlihat dari pengakuan Abu Bakar yang
mengatakan bahwa, “Kami tidak pernah memiliki prasangka negatif terhadap
anda.”
c. Kedekatannya dengan Rasulullah SAW, karena semasa hidup Nabi, Zaid
tinggal berdekatan dengan beliau.
d. Pengalamannya di masa Rasulullah SAW masih hidup sebagai penulis wahyu
dan dalam satu kondisi tertentu pernah Zaid berada di antara beberapa sahabat
yang sempat mendengar bacaan Al-Qur’an malaikat jibril bersama Rasulullah
SAW di bulan Ramadhan.
e. Kecerdasan yang dimilikinya menunjukkan bahwa tidak hanya karena
memiliki vitalitas dan energi namun kompetensinya dalam kecerdasan
spiritual dan intelektual.
16
Buah hasil kerja Zaid sangat teliti dan hati-hati sehingga memiliki akurasi
yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan :
Maka sebagaimana Allah telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar
sebelumnya dan akhirnya Allah pulalah yang melapangkan dadaku maka aku
periksa Al Qur’am dan aku menghimpunnya dari pelepah kurma, batu-batu tulis
dan dada-dada para sahabat sehingga aku mendapati akhir surat At-Taubah pada
Abu Khuzaimah al-Anshari ; aku tidak mendapatkannya pada sahabat lainnya ,
yaitu ayat laqad ja’akum rasulu(n)….. sampai akhirAt-Taubah. Maka mushaf-
mushaf itu disimpan oleh Abu Bakar sampai ia meninggal kemudian disimpan
oleh Umar sampai ia meninggal dan selanjutnya disimpan oleh Hafsah binti
Umar.
2. Pemeliharaan Al-Qur’an dari Masa Usman bin Affan r.a Hingga Sekarang
Pada masa khalifahan Usman bin Affan ra umat Islam mulai menyebarkan
jihad Islam ke arah utara sampai Azerbaijan dan Armenia. Berasal dari suku
kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek
yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendiri memang telah mengajarkan
membaca Al-Qur’an berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran dirasa
sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian adanya
18
Dalam kaitan ini seperti yang dikutip Sirojuddin dalam Nur Faizah
berkata bahwa Usman tidak bermaksud seperti maksud Abu bakar dalam
mengumpulkan Al-Qur’an namun hanya ingin menyatukan versi qira’at umat
Islam ke dalam Qira’at tetap yang diketahui berasal dari Rasulullah SAW serta
membatalkan berbagai Qira’at yang bukan dari beliau. Sehingga Usman telah
memberikan ruang ragam dialeknya menjadi satu dialek saja yakni dialek quraisy.
Kondisi umat Islam sesudah adanya mushaf yang dilakukan pada khalifah
Usman sendiri sangat hati-hati, cermat dan teliti ketika menyalin dengan bahasa
mereka. Salah satunya terlihat pada gubernur Mesir Abdul Aziz ibn Marwan yang
menyuruh orang untuk menunjukkan bahwa suatu kesalahan dalam salinan
tersebut jika terjadi kesalahan maka berikan padanya seekor kuda dan 30 dinar,
diantaranya yang memeriksa adalah seorang qori yang dapat menunjukkan suatu
kesalahan yaitu kesalahan naj’ah padahal sebenarnya na’jah.
Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca seperti titik dan syakal karena
semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab murni di mana
mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya seperti yang kita
kenal sekarang ini. Pada masa itu tulisan hanya terdiri atas beberapa simbol dasar,
hanya melukiskan struktur konsonan dari sebuah kata yang sering menimbulkan
kekAburan lantaran hanya berbentuk garis lurus semata.
Ketika bahasa Arab mulai mendapat berbagai pengaruh dari luar karena
bercampur dengan bahasa lainnya maka para penguasa mulai melakukan
perbaikan-perbaikan yang membantu cara membaca yang benar. Perlunya
pembubuhan tanda baca dalam penulisan Qur’an mulai dirasakan ketika Ziyad bin
Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah Mu’awiyah
bin Abi Sufyan (661-680M). Ia melihat telah terjadi kesalahan di kalangan kaum
21
Ia juga memberi tanda pada tempat alif yang dibuang dengan warna
merah, pada tempat hamzah yang dibuang dengan hamzah warna merah tanpa
huruf. Pada nun dan tanwin yang berhadapan dengan huruf ba diberi tanda iqlab
dengan warna merah. Nun dan tanwin berhadapan dengan huruf halqiyah diberi
tanda sukun dengan warna merah.
Begitu pula pada masa khalifah Bani Umayyah yang Kelima,, Abdul
Malik bin Marwan memerintahkan seorang ulama bernama al-Hajjaj bin Yusuf
as-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf Qur’an. Untuk mewujudkan hal
tesebut diberikan tugas tersebut al-Hajjaj menugaskan kepada Nashr bin Ashin
dan Yahya bin Ya’mur . Akhirnya mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada
huruf Al-Qur’an dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk
membedakan huruf yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, huruf dal dengan
22
huruf zal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf sa. Demikianlah huruf-huruf
sebagaimana yang kita kenal seperti saat ini.
Jadi tampak bahwa perbaikan Rasm al-Utsmani terjadi melalui tiga proses
yakni: