Anda di halaman 1dari 5

BAB VI

RIBA QARDH

Sebagaimana telah disinggung pada bagian sebelumnya bahwa riba qardh merupakan

riba yang khas karena riba dalam Al-Quran, sebagaimana dijelaskan oleh sejumlah ulama,

hanya mencakup riba jahiliah.

Akad jual beli termasuk akad bisnis ( mu’aqadhat). Sedangkan akad qardh (pinjam-

meminjam) termasuk akad tabarru’, sebagaiman akad wakalah , hawalah, rahn, ‘ariyah, dan

wadi’ah.

1. Definisi Riba Qardh.

Riba qardh muncu karena perbedaan sifat benda yang menjadi objek akad. Cakupan

riba buyu’ tergolong luas karena mencakup benda yang bersifat uang (nuqud /

tsamaniyah) dan benda yang bersifat isti’mali serta istihlaki (konsumtif; yang habis

sekali pakai.). sedangkan riba qardh hanya mencakup sebagiannya saja, yaitu objek yang

bersfat uang (nuqud / tsamaniyah).

Akad qardh merupakan perjanjian para pihak yang bersangkutan untuk melakukan

utang – piutang ( uang dinar/dirham/rupiah) yang wajib dikembalikan (pokoknya saja)

pada waktu yang telah disepakti. Dari segi sifatnya, akad qardh termasuk kedalam akad

tabarru (sosial), yaitu akad yang bertujuan untuk menolong pihak lain (bukan untuk

mengejar keuntungan).

2. Riba Qardh, Riba Fadhl, dan Akad ‘Ariyah.

a. Hubungan akad qardh dengan akad I’arah/;ariyah adalah sama-sama

menghibahkan manfaat barang (keduanya termasuk domain akad tabarru’). Akan

tetapi, objeknya berbeda, objek akad I’arah adalah harta/benda yang bersifat
isti’mali (tidak habis sekali pakai, misalnya mobil, motor,Gedung, dan meja)

sehingga benda yang dikembalikan kepada pemilik masih sama dengan benda

yang dipinjamkan (tidak diganti dengan benda lain).

b. Hubungan riba qardh dengan riba jahiliah yang bersifat khusus terletak pada

posisi tambahan (fadlh). Riba jahiliah adalah tambahan utang sebagai kompensasi

karena gagalnya pihak yang berutang melunasi utangnya pada waktu yang telah

disepakati.sedangkan riba qardh merupakan tambahan atas harta yang

dipinjamkan yang akan dibayar dikemudian hari.

c. Hubungan riba qardh dengan riba fadhl terletak pada cakupan dan cara

mempertukarkan. Riba fadhl merupakan tambahan atas harta yag dipertukarkan,

baik benda tersebut termasuk benda yang bersifat tasmaniyah/nuqud maupun

benda isti’mali dan istihlaki. Sedangkan riba qardh hanya mencakup tambahan

atas harta yang dipertukarkan atas benda yang bersifat tsmaniyah/nuqud.

Dari segi cara pertukaran terlihat bahwa riba fadhl hanya menyangkut pertambahan

(ziyadah) harta sejenis yang dipertukarkan, sedangkan riba qardh berhubungan dengan

tambahan atas harta yang dipertukarkan sekaligus berhubungan dengan jangka waktu

pinjaman.

3. Riba Jahiliah dan Riba Qardh.

Muhammad Rasyid Ridha menegaskan bahwa riba qardh tidak termasuk riba jahiliah

sehingga tidak termasuk riba dalam Al-Quran yang diharamkan Allah SWT. Pada

akhirnya, Rafiq Yunus al-Mishri berkesimpulan bahwa riba jahiliah mencakup dua riba,

yaitu riba qardh dan riba jual beli (riba al-buyu’) yang pembayaran harganya dilakukan

secara Tangguh, baik terjadi pada akad pertama (riba qardh) maupun terjadi karena

perpanjangan (addendum/riba jahiliah). Sedangkan dari segi objek yang dipertukarkan,


riba qardh pada zaman jahiliah terjadi atas objek yang berupa uang (nuqud), hewan, dan

kurma (makanan pokok).

Akad qardh dianggap termasuk riba jahiliah karena dalam QS. Al-Baqarah (2):245

telah disinggung mengenai qardh (pinjaman kepada Allah[membantu sesame]) sehingga

al-Qurthubi (2/1152) termasuk ulama yang memperkenalkan dua macam qardh , yaitu

qardh yang terhindar dari kesepakatan terkait tambahan atau bunga ( qardh al-hasan) dan

qardh yang tidak terhindar dari kesepakatan terkait tambahan atau bunga (riba qardh).

4. Riba Halal dan Riba Haram.

Ulama yang mengatakan bahwa riba itu ada yang halal , diantaranya adalah Ibn Abbas

(68H) dalam kitab tanwir al-miqbas dan ulama dari kalangan tabi’in ,yaitu Ikhrimah

(105H) dan al-Dhakak (105H).

Rafiq Yunus al-Mishri menyampaikan bahwa pada QS Al-Baqarah (2):275, jual-beli

telah dihalalkan oleh Allah. Akan tetapi, tidak semua jual-beli itu halal karena banyaknya

hadits yang meriwayatkan tentang jual-beli yang diharamkan. Di sisi lain, pada ayat yang

sama dinyatakan bahwa riba adalah haram. Oleh karena itu, pendapat yang logis (ma’qul)

adalah bahwa tidak semua riba itu haram, sebagaiman tidak semua jual-beli itu halal.

Dalam menjelasakan riba halal, Rafiq Yunus al-Mishri berusaha memerincikan riba

halal sebagai berikut :

a. Hibah bi al-tsawab, yaitu seseorang memberikan/menghadiahkan (akad hibah)

hartanya kepada pihak lain dengan harapn akan mendapatkan balasan duniawi (harta)

yang lebih banyak.

b. Tambahan harga karena Tangguh (ziyadat al-tsaman li ta’jil); transaksi yang

dilakukan di Lembaga keuangan Syariah pada umumnya menggunakan pola


pembayaran angsuran (al-taqsith). Tidak diragukan bahwa harga (tsaman) dalam akad

jual beli dipengaruhi oleh jangka waktu pembiayaan.

c. Pengurangan harga (nuqshan al-tsman); pada umumnya ulama berpendapat bahwa

pengurangan harga (discount; al-hasm al-zamani) tidak termasuk riba karena secara

Bahasa riba berarti tambahan (al -zyadah), sedangkan discount bukanlah tambahan

harga, tetapi pengurangan harga.

d. Tambahan harga yang tidak dipersyaratkan; pertukaran benda sejenis dengan akad

qardh , tidak berlaku riba nasa’, tetapi yang berlaku adalah riba fadhl. Hukum riba

fadhl adalah haram karena dipersyaratkan dalam akad.

e. Riba pertukaran hewan ; Rafiq Yunus al-Mishri menjelaskan pendapat Sa’id Ibn al-

Musayyab yang menyatakan bahwa pertuaran hewan dengan hewan, tidak termasuk

riba.

f. Syuftajah , yaitu pengambian manfaat (bukan tambahan yang berupa barang) atas

akad qardh yang dilakukan pemberi pinjaman.

Riba halal pada prinsipnya merupakan term yang dikenalkan oleh sahabat, tabi’in, dan

ulama seudahnya, namun secara substansi ulama pada umumnya tidak menyebut riba yang

halal sebagai perbuatan riba.

5. Riba Qardh dan Bentuk Pembiayaan.

Dalaam menjelaskan hal ini, Rafiq Yunus al-Mishri membuat definisi-definisi

operasional yang berkaitan dengan tujuan penggunaan dana qardh, yaitu:

a. Riba qardh-konsumtif adalah riba -qardh yang terjadi atas akad qardh yang

tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berupa kebutuhan sehari-

hari dan untuk penggunaan khusu seperti kursi roda.


b. Riba qardh-produktif adalah riba untuk tujuan bisnis , sebagaimana

penggunaan modal dalam akad (mudharabah).

6. Ihktilaf Tentang Hukum Riba Qardh.

Sebelum menjelaskan hukum riba, Abd Allah Ibn Muhammad Ibn Hasan al-Sa’idi

mengajukan definisi riba jahiliah secara Bahasa dan istilah. Riba jahiliah secara Bahasa

adalah pertambahan harta sebagai kompensansi atas keterlambatan pembayaran utang.

Pakar hukum yang berpendapat bahwa riba qardh tidak termasuk riba yang haram,

merujuk pada dua dokumen,yaitu:

a. Pendapat Muhammad Rasyid Ridha dalam kitab al-Riba wa al-Mu’amalat fi al-

Islam.

b. Putusan (qarar) ulama India (Madzhab Hanafi) yang dikumpulkan dalam satu

kitab yang bernama al-fatawa al-Hindiyah.

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum riba qardh dan berbeda pula

mengidentifikasikan riba qardh dengan riba nasa’.

a. Muhammad Rasyid Ridha dan ulamma hanafiah berpendapat bahwa riba qardh

tidak termasuk riba jahiliah yang diharamkan dalam Al-Quran dan sunnah. Hadis

yang mengahramkan riba qardh termasuk hadis dha;if yang tertolak ke hujjah-

nya.

b. Jumhur ulama berpendapat bahwa riba qardh merupakan bagian dari riba jahiliah

yang diharamkan dalam Al-Quran, dan dalam riba qardh terkandung riba fadhl.

Anda mungkin juga menyukai