Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS FARMASI
“Erythromycin”

DI SUSUN OLEH
DESI RANTE TA’DUNG
1801252
KELAS STIFA E 2018
DOSEN PENGAMPUH : IMRAWATI, S.Si.,M.Si.,Apt.

PROGRAM STUDI STRATA SATU


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2020

Antibiotik Erytrohomycin Page 1


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya maka saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. n ini berisikan tentang “GOLONGAN ANTIBIOTIK ERYTHROMYCIN”.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Maka ini saya akui masih banyak kekurangan oleh karena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukkan-masukkan yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 22 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Antibiotik Erytrohomycin Page 2


SAMPUL

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

I.I Sejarah antibiotic..................................................................................................................

A. Rumusan masalah................................................................................................................

B. Tujuan..................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Sejarah penemuan antibiotik erythromycin........................................................................

II.2 Sediaan yang ada dipasaran dengan komposisi antibiotik erythromycin...........................

II.3 Metode pemisahan, analisis kuantitatif antibiotik erythromycin.......................................

II.4 Metode klasik, modern dan instrument...............................................................................

BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan........................................................................................................................

III.2 Saran..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Antibiotik Erytrohomycin Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

I.I Sejarah antibiotik


Sejak zaman dahulu orang telah mempraktekkan fitoterapi dengan jalan mencoba-coba.
Orang Yunani dan Aztec (Mexico)menggunakan masing-masing pakis pria (filix mas)
dan minyak chenopodi untuk membasai cacing dalam usus. Orang hindu sudah beribu-
ribu tahun lalu mengobati lepra dengan minyak chaulmogra dan di china serta di pulau
mentawai (Sumatera barat) sejak dahulu borok diobati dengan menggunakan jamur-jamur
tertentu sebagai pelapor antibiotik. China dan Vietnam sejak dua ribu tahun lalu
menggunakan tanaman qinghaosu (menggunaka artemisin) untuk mengobati malaria
sedangkan suku-suku Indian di Amerika Selatan memanfaatkan kulit pohon kina. Pada
abad ke-16 air raksa (merkuti) mulai digunakan sebagai kemoterapetikum pertama
terhadap sifilis (Tjay & Rahardja, 2010).
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali menemukan apa
yang disebut “magic bullet” yang dirancangkan untuk menangani infeksi mikroba. Pada
tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotik pertama, salvarsan yang digunakan untuk
melawan syphilis Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander fleming yang secara tidak
sengaja menemukan penisilin pada tahun 1928. Tujuh tahun kemudian, Gerhard Domagk
menemukan sulfa, yang membuka jalan penemuan obat anti TB, isoniazid pada tahun
1943, anti TB pertama streptomycin, ditemukan oleh selkman wakzman dan Albert
schatz. Wakzman juga orang pertama yeng memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak
saat itu antibiotik. Ramai digunakan klinis untuk menangani berbagai penyakit infeksi
(Utami, 2011).
Setelah penisilin, mulai banyak antibiotik yang ditemukan seperti kloramfenikol
dan kelompok sefalosfori, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, polipeptida, linkomisin,
dan rifampisin. Selain sulfonamida dikembangkan juga kemoterapeutika sintesis, seperti
senyawa nirofuran pada tahun 1944, asam nalidiksat pada tahun 1962, serta turunnya

Antibiotik Erytrohomycin Page 4


flurokuinolon pada tahun 1985, obat-obatan TBC (PAS, INH) dan obat protozoa
(kloroquin, progua-nil, metronidazol (Tjay & Rahardja, 2010).
Antibiotik seperti yang kita ketahui saat ini berasal dari bakteri yang telah
dilemahkan, antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama jamur, yang
dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan dari mikroba lain (Nastiti, 2011).
Namun seiring berjalannya waktu, satu demi satu bakteri mulai resisten terhadap
pemberian antibiotik. Pada 1950-an telahy muncul jenis bakteri baru yang tidak dapat
dilawan dengan penisil. Tetapi ilmuwan terus menerus melakukan penelitian, sehingga
antibiotik-antibiotik bar uterus ditemukan. Antara tahun 1950 samai 1960-an, jenis
bakteri yang resisten masih belum menghawatirkan, karena penemuan antibiotic baru
masih bias membasminya. Namun sejak akhir 1960-an, tidak ada lagi penemuan yang
bias diandalkan. Baru pada tahun 1999 ilmuwan berhasil mengembangkan antibiotik
baru, tetapi sudah semakin banyak bakteri yang resisten terhadap antibiotik (Borong,
2012).
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah penemuan antibiotik Erytrhomycin ?
2. Apa saja Sediaan yang ada dipasaran dengan komposisi antibiotik Erytrhomycin ?
3. Mengapa digunakan metode pemisahan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif
antibiotik Erytrhomycin ?
4. Mengapa digunakan metode klasik, modern dan instrument?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah penemuan antibiotik Erytrhomycin.
2. Untuk mengetahui sediaan apa saja yang ada dipasaran dengan komposisi
antibiotik Erytrohmycin.
3. Untuk mengetahui metode pemisahan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif
antibiotik Ertytrohmycin.
4. Untuk mengetahui metode klasik, modern dan instrument.

BAB II
PEMBAHASAN

Antibiotik Erytrohomycin Page 5


II.1 Sejarah penemuan antibiotik Erythromycin
Eritromisin merupakan antibiotik yang aktif secara oral, yang ditemukan oleh McGuire
pada tahun 1952 dalam produk metabolisme Streptomyces griseoplanus dan Arthobacer
sp., dari ketiganya yang merupakan penghasil utama eritromisin adalah Streptomyces
erythraeus. Nama dari mikroba telah mengalami retaksonomi menjadi
Saccharopolyspora erythraea. Seno & Hutchinson (1986) menyatakan bahwa mikroba ini
bukan tergolong dalam genus Streptomyces, karena dinding sel dari genus Strepthomyces
terdiri dari asam L-Dimetilamino pimelat (L-DMP), sedangkan pada Saccharopolyspora
erythraea terdapat pula meso-DMP yang umum terdapat pada genus Saccharopolyspora
(Omura & Tanaka, 1984).
Eritromisin termasuk dalam golongan antibiotic makrolida. Antibiotik makrolida
merupakan suatu golongan obat anti mikroba yang menghambat sintesis protein mikroba.
Makrolid adalah salah satu golongan senyawa yang berkaitan erat dan ditandai oleh
sebuah cincin lakton makrosiklik (biasanya mengandung 14 atau 16 atom), tempat gula-
gula deoksi melekat. Obat prototype, eritromisin, yang terdiri dari dua gugus gula yang
melekat ke sebuah cincin lakton 14 atom. Klaritromisin dan azitromisin adalah turunan
semisintetik eritromisin. Struktur umum eritromisin diperlihatkan dengan cincin makroid
dan gula desosamin dan kladinosa. Obat ini kurang larut dalam air (0,1%), tetapi mudah
larut dalam pelarut organik. Larutan relative stabil pada 20ºC dan pH asam. Eritomisin
biasanya dibuat dalam bentuk ester dan garam. Eritromisin adalah obat pilihan pada
infeksi klorinebakterium (Katzung et al., 2014).
Obat digunakan untuk pengobatan penyakit akibat bakteri gram positif khususnya
Staphylococcus dan Diphtherolds, serta beberapa bakteri yang sudah resisten terhadap
penisilin (Galeet et al., 1981).
Saat ini, produksi skala industry menggunakan bakteri jenis Saccharopolyspora
erythraea. Proses produksi antibiotik biasanya menggunakan sistem kultur pertumbuhan
sel bakteri (Martin & Bushell, 1996).

II.2 Sediaan yang ada dipasaran dengan komposisi antibiotik erytrhomycin.

Antibiotik Erytrohomycin Page 6


No komposisi

Antibiotik Erytrohomycin Page 7


1. Aknemycin
2. Arsitrosin
3. Bannthrocin
4. Cetathrocin
5. Corsatrocin
6. Decathrocin
7. Eritromec
8. Erphatrocine
9. Erybiotic
10. Erira
11. Erycoat forte
12. Eryderm
13. Erymed
14. Eryprima
15. Erysanbe
16. Erythrin
17. Jeracin
18. Kemothrocin
19. Medoxin
20. Opithrocin
Sumber : (Ganiswara, G, Suliatia, dkk., 1995)

II.3 Metode pemisahan, analisis kuantitatif antibiotik erythromycin.


Metode analisis kuantitatif eritromisin stearat secara sprektrofotometri
UV-Vis setelah penambahan gelatin violet. Pengukuran dilakukan pada Panjang
gelombang 637 nm dalam methanol-dapar borat (40:60). Diperoleh rata-rata perolehan
kembali 100,826% (b/b), nilai selisih kadar pada berbagai penentuan 0,673% dan rata-
rata selisih secara statistik 0,159% SD 1,751 dan KV 1,736% linieritas dengan persamaan
regresi y = -0,0456 + 0,001347X. koefesien regresi (r) 0,999 dan Sy/x 0,0099, limit
deteksi 20,668 µg/ml. pada penetapan kadar tablet eritromisin stearate diperoleh rata-rata
perolehan kembali 99,176% (b/b), SD 0,958 dan KV 1,736%. Hasil percobaan

Antibiotik Erytrohomycin Page 8


menunjukan bahwa metode ini memberikan hasil yang valid pada analisis kuantitatif
eritromisin stearat (Sastrohamidjojo, 1991).
Sprektrofotometri merupakan metode yang paling praktis pada penetuan kadar
sprektofometri yang ditentukan adalah absorpsi maksimum dari zat, jika absorbs untuk
penentuan kadar suatu senyawa sangat rendah (mengabsorbsi dibawah 220 nm). Maka
seringkali senyawa diubah dulu menjadi suatu senyawa berwarna melalui reaksi kimia
sehingga absorbsinya bergeser ke daerah visible. Dimana Eritromisin direaksikan dengan
gelatin violet sehingga membentuk senyawa kompleks sepasang ion berwarna biru
intensif pada suasana basa. Berdasarkan hal di atas, dilakukan penelitian untuk menguji
keadaan metode analisis kuantitatif eritromisin stearat dengan metode sprektrofotometri
UV-Vis setelah penambahan gelatin violet (Sastrohamidjojo, 1991).

II.4 Metode klasik, modern dan instrument.

BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
III.2 SARAN

Antibiotik Erytrohomycin Page 9


DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V. 2009. Handbook of Pharmacceutical Exicipients, sixth edition rowe R.C.Shesky P.J.
Queen. N.E. (editor). London Pharmaceutical Press and American Pharmacistists
Assosiation, 697-699.

Anderson O. M., and Markham K. R. 2006. Flavonoids: Chemistry, Biochemistry, and Application.
Taylor & Francis Group: USA.

Bulan, R. 2014. Reaksi Asetilasi Eugenol dan Oksidasi Metil Iso Eugenil.
http://www.google.co.id/search?hl=reaksi+asetilasi+eugenol+dan+
oksidasi+metil+eugenol&meta=&aq=f&oq. Diakses tanggal 3 oktober 2013.

Chang C. Yang M, Wen Hand Chern J. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by
Two Complementary Colorimetric Methods, J. Food Drug Anal.

Antibiotik Erytrohomycin Page 10


Dalimartha, S. 2008. 1001 Resep Herbal. Jakarta: Penebar Swadaya.

Dirjen POM .1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM .1995. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Ferdinanti, E. 2001. Uji aktivitas antibakteri obat kumur minyak cengkeh (Syzygium aromaticum (L)
Merr & Perry) asal bunga, tangkai bunga, dan daun cengkeh terhadap bakteri. (Skripsi).
Jakarta: Institut Sains dan Teknologi Nasional.

Harborne, J., B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan Terbitan
Kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: ITB.

Harnani dan Rahardjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., Williamson, E., M. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran.

Kardinan, A.2003. Tanaman dan Pembunuh Nyamuk. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Lestari, Astuti. (2018).Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Dari Fraksi Etil Asetat
Batang Benalu (Dendrophthoe Falcata (L.F.) Ettingsh.) Pada Tanaman Mindi (Melia
Azedarach L.). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. UNY: Yogyakarta

Markham, K.,R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavanoid. Terjemahan Kosasih Padmawinata,


Bandung: Penerbit ITB.

Miller, A., L. 1996. Antioxidant Flavonoids: Structure, Function and Clinical Usage. Alt. Med. Rev.
1(2).

Mujahid, R. 2011. Pemilihan Metode Analisis Flavonoid Secara Spektroskopi UV-Vis Serta
Penerapannya Pada Seledri (Apium graviolens L.) Murbei (Morus alba L.) Patikan kebo
(Euphorbia hirta L.) Dan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) (Tesis). Yogyakarta: Fakultas
Farmasi UGM.

Nurdjannah, N. 2004. Diversifikasi Penggunaan Cengkeh. Perspektif Volume 3 Nomor 2.

Patra et al. 2006. Observed that by supplenting wheat straw: Concentrate (50:50) diet with saponin
extract from A.

Pengantar standardisasi. 2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Antibiotik Erytrohomycin Page 11


Peraturan pemerintah  nomor 12 tahun 2000 tentang standardisasi nasional

Pramono, S. 1989. Pemisahan Flavonoid. Yogyakarta: Pasca Sarjana Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Madah.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Kosasih Padmawinata.


Bandung: ITB.

Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bandung: Institut Teknologi Bandung

Thomas, A. N. S. 2007. Tanaman Obat Nasional. Yogyakarta: Kanisus.


Tenriugu, A.D.P, Alam G, Attamim F. 2008. Standarisasi Mutu Daun Gedi (Abelmoschus manihot
(L.) Medik) dan Uji Efek Antioksidan Dengan Metode DPPH
(Jurnal).http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/d1043b1c e802ee8dbcb6f1dbb5626d55.pdf
Diakses 28 Januari 2014.

Vincken, J.P.L Heng, A.D. Groot and H Gruppen. 2007. Saponnins, Classification and Occurrence in
the plant Kingdom. Journal Phytochesmistry. 6(2): 275-297.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UNM Press.


Wildah, Dj. 2001. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Pada Daun Kemuing (Skripsi). Makassar: Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA. Universitas Hasanudin.

Wiryawan, A., dkk. 2008. Kimia Analitik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Antibiotik Erytrohomycin Page 12

Anda mungkin juga menyukai