Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“Colostomy care , pemasangan kateter , irigasi bladder training ”

OlehKelompok 2:
Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

DosenPengampu:
Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya
dari mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Padang, 18 April 2020

Kelompok
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................2

Daftar isi.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. RumusanMasalah................................................................................................4
C.Tujuan..................................................................................................................4
BAB II KONSEP TEORITIS...........................................................................................
1. Colostomy care....................................................................................................5
2. Pemasangan cateter..................................................................................................10
3. Irigasi bladder training ........................................................................................14
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17
BAB I

PEMBUKAAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan Kolostomi adalah sebuah tindakan keperawatan dalam hal
membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma , dan mengganti kantong
kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan. Yang tujuannya menjaga kebersihan
pasien sendiri. Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan
buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.Hubungan ini dapat
bersifat sementara atau menetap selamanya. Colostomi merupakan Suatu tindakan
membuat lubang pada kolon tranversum kanan maupun kiri Atau kolonutaneustomi
yang disebut juga anus prenaturalis yang dibuat sementara atau menetap.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik (Potter dan Perry, 2005). Bladder training digunakan untuk mencegah atau
mengurangi buang air kecil yang sering atau mendesak dan inkontinensia urin (tidak
bisa menahan pengeluaran urin).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari colostomi ?
2. Apa saja indikasi dan kontraindikasi colostomi ?
3. Bagaimana cara pemasangan kateter ?
4. Apakah pengertian dari bladder training ?
5. Apakah tujuan dari bladder training ?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari colostomi
2. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi colostomi
3. Menjelaskan cara pemasangan cateter
4. Menjelaskan pengertian bladder training
5. Menjelaskan tujuan dari pemasangan bladder training
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Colostomi care

2.1.1 Definisi Colostomi


Colostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh
tumor (Harahap, 2006).Kolostomi adalah Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh
dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses.
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara
colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.Hubungan ini dapat bersifat
sementara atau menetap selamanya.
Colostomi merupakan Suatu tindakan membuat lubang pada kolon tranversum
kanan maupun kiri Atau kolonutaneustomi yang disebut juga anus prenaturalis yang
dibuat sementara atau menetap.Colostomy pada bayi dan anak hampir selalu
merupakan tindakan gawat darurat, sedang pada orang dewasa merupakan keadaan
yang pathologis.Colostomy pada bayi dan anak biasanya bersifat
sementara.Colostomi dapat menimbulkan komplikasi dan perubahan konsep diri
pasien.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa colostomi merupakan suatu
membuatan lubang di dinding perut dengan tujuan untuk mengeluarkan faces dapat
bersifat sementara ataupun permanen.
2.1.2 Indikasi Colostomi

a. Atresia Ani ,adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka
yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
b. Penyakit peradangan usus akut, Terjadi karena kotoran menumpuk dan
menyumbat usus di bagian bawah yang membuat tak bisa BAB. Penumpukan
kotoran di usus besar ini akan membuat pembusukan yang akhirnya menjadi
radang usus.
c. Tidak memiliki anus (imperforata anus), Kelainan ini biasanya diketahui sejak
lahir. Diduga karena terjadi infeksi saat ibu hamil yang membuat konstruksi usus
ke anus tidak lengkap hingga atau karena kelainan genetik.
d. Hirschsprung,yaitu kelainan bawaan sejak lahir karena kondisi saraf di usus
besar yang tidak berfungsi normal. Akibatnya kotoran akan menumpuk di usus
bawah karena fungsi saraf yang mendorong kotoran keluar tidak berjalan.
Kondisi ini membuat penderitanya terutama bayi tidak bisa BAB selama
berminggu-minggu yang akhirnya timbul radang usus. Bagian usus yang tak ada
persarafannya ini harus dibuang lewat operasi.
2.1.3 Jenis Colostomi Berdasarkan Lubang dan Lama Penggunaannya
Berdasarkan lubang colostomy dibagi menjadi 3, yaitu
a. Single barreled stoma,Yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen distal
dapat dibuang atau ditutup.
b. Double barreled,Biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung kolon yang
direksesi dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan dua
stoma.Stoma distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal mengalirkan
feses.
c. Kolostomi lop-lop, Yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding
abdomen dan diikat ditempat dengan glass rod.Kemudian 5-10 hari usus
membentuk adesi pada dinding abdomen, lubang dibuat dipermukaan terpajan
dari usus dengan menggunakan pemotong.

Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya


ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien.Kolostomi dapat dibuat
secara permanen maupun sementara.

1. Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,
perlengketan, atau pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak
memungkinkan feses melalui anus.Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel (dengan satu ujung lubang).
2. Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuK
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti
semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai
dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut colostomy
double barrel.
2.1.4 Komplikasi Colostomi
Insidens komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih tinggi dibandingkan
pasien ileostomi.Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma, perforasi,
retraksi stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit.Kebocoran dari sisi anastomotik dapat
terjadi bila sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah.Kebocoran dari anastomotik
usus menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda
shock.Perbaikan pembedahan diperlukan.
a. Pasien dengan kolostomi harus menghubungi dokter atau perawat bila
ditemukan komplikasi seperti: bau yang tidak biasa yang berlangsung
lebih dari seminggu.
b. perubahan ukuran dan bentuk dari stoma yang tidak biasa
c. Obstruksi pada stoma dan / atau prolaps dari stoma tersebut.
d. perdarahan yang berlebihan dari pembukaan stoma, atau jumlah sedang dalam
kantong
e. cedera yang parah dari stoma.
f. perdarahan terus-menerus di peralihan antara stoma dan kulit.
g. iritasi kulit kronis.
h. Stenosis dari stoma (penyempitan).
2.1.5 Tujuan Dilakukannya Prosedur Kolostomi
Kolostomi bertujuan untuk membantu mengeluarkan isi saluran cerna, pada
berbagai kondisi di mana usus besar rusak akibat cedera atau penyakit, misalnya
kanker.Pada kanker usus besar atau kanker kolorektal, bagian usus yang dekat dengan
dubur dan terkena kanker akan diangkat terlebih dahulu, sehingga anus sudah
tidak lagi menjadi saluran pembuangan kotoran. Kolostomi untuk kondisi ini
bersifat permanen.

Selain kanker, beberapa kondisi yang mungkin juga memerlukan kolostomi


permanen adalah:
a. Penyumbatan atau cedera di area usus besar.
b. Penyakit radang usus, misalnya penyakit Crohn dan kolitis ulseratif.
c. Polip kolorektal.
d. Perforasi atau robekan pada usus besar dan anus.
e. Infeksi berat pada usus besar, misalnya diverkulitis.

Sedangkan kolostomi yang bersifat sementara bertujuan untuk mengalihkan


kotoran dari usus atau saluran pencernaan bagian bawah, agar penanganan pada
area yang bermasalah lebih mudah dilakukan.Kolostomi sementara biasanya
dilakukan pada anak-anak dengan cacat lahir pada anus dan usus besar, seperti
pada penyakit Hirschsprung.

Pada operasi yang melibatkan usus besar, mungkin juga akan dibuat kolostomi
sementara agar area usus besar yang baru dioperasi tersebut bisa pulih. Biasanya,
masa pemulihan berlangsung selama 12 minggu, namun bisa berbeda pada
masing-masing orang.

2.1.6 Perawatan Pasca Operasi Kolostomi


Setelah menjalani operasi kolostomi, Anda mungkin akan berada di rumah sakit
selama 3-7 hari, atau lebih lama jika kolostomi dilakukan sebagai tindakan darurat.
Sebelum pulang, perawat akan menunjukkan cara merawat lubang dan kantung
kolostomi. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk perawatan
mandiri setelah menjalani kolostomi, antara lain:
a. Cara memasang, mengeringkan, dan mengganti kantong yang dipasang pada
lubang di dinding perut yang dibuat melalui prosedur kolostomi (ostomy
pouch). Beberapa jenis kantong dapat digunakan selama tiga hingga tujuh hari,
namun ada juga jenis kantong yang perlu diganti setiap hari.
b. Anda harus segera mengganti kantong ini ketika kotoran mulai merembes atau
mengenai kulit di sekitarnya. Anda disarankan untuk mengganti kantong
ketika kotoran pada kantong sudah mencapai satu pertiga dari kapasitas
kantong.
c. Jagalah kebersihan lubang kolostomi dan kulit di sekitarnya. Anda bisa
membersihkan kulit menggunakan lap yang sudah dibasahi dengan air hangat
dan sabun, membilasnya hingga bersih, setelah itu mengeringkannya.
Gunakan sabun yang lembut, tidak mengandung minyak, parfum, atau
deodorant.
d. Perhatikan jika ada perubahan pada bentuk, ukuran, dan bau ketika Anda
sedang membersihkan kulit atau mengganti kantong kolostomi. Perhatikan
juga kemungkinan munculnya reaksi alergi yang bisa disebabkan oleh bahan
kantong. Normalnya, lubang tempat usus besar menempel pada perut
berwarna pink atau merah muda, dan lembap selama beberapa minggu setelah
bengkak mereda.
e. Jangan lupa untuk selalu mencuci tangan sebelum melakukan prosedur
perawatan luka dan juga sesudahnya agar terhindar dari risiko infeksi.

Kolostomi yang terinfeksi atau mengalami komplikasi dapat ditandai


dengan perubahan pada bentuk, warna, bau, dan ukuran lubang.Dapat juga
disertai rasa mual atau muntah yang berkepanjangan, demam, dan perdarahan
pada lubang. Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala-gejala
tersebut atau bila ada keluhan lain yang tidak biasa.
2.2 PEMASANGAN KATETER

2.2.1 Pengertian Pemasangan Kateter


Kateter adalah pipa berlubang yang di desain khusus untuk berbagai keperluan
medis. Kateter yang dimaksud di sini adalah kateter di bidang urologi yaitu yang
dimasukkan ke dalam buli-buli penderita dengan berbagai macam indikasi yang
berbeda.
Kateterisasi perkemihan merupakan tindakan memasukkan slang karet atau
plastik melalui uretra dan masuk ke dalam kandung kemih. Pemasangan kateter urine
adalah dengan melaku kan insersi kateter Folley/Nelaton melalui uretra ke muara
kandung kemih untuk mengeluarkan urine.
2.2.2 Tujuan pemasangan kateter
Prosedur ini bertujuan untuk
a. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandung kemih.
b. Mendapatkan urine steril untuk spesimen.
c. Pengkajian residu urine.
d. Penatalaksanaan pasien yang dirawat ka- rena trauma medula spinalis, gangguan
neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih, serta pascaoperasi besar.
e. Mengatasi obstruksi aliran urine.
f. Mengatasi retensi perkemihan.

2.2.3 Peralatan dan bahan


a. Sarung tangan steril
b. Alat tenun (duk) steril
c. Kateter steril sekali pakai
d. Kasa steril Cairan
e. antiseptik untuk pembersih area uretra
f. Botol steril untuk pemeriksaan kultur
g. Alas plastik
h. Alat penampung urine (bedpan/urinal/kantung plastik) Lampu sorot
2.2.4 Indikasi Kateterisasi.
Indikasi kateterisasi melalui urethra adalah:
a. Mengatasi obstruksi infravesikal yang mengalami retensi urine misalnya benigna
prostat hyperplasia (BPH) fase dekompensata, retensi bekuan darah, batu urethra
yang impacted.
b. Untuk drainase buli-buli pasca operasi, misalnya pasca operasi prostat, pasca
operasi urethra.
c. Sebagai stents pasca operasi misalnya pasca anastomosis urethra.
d. Untuk memonitor produksi urine secara akurat dan kontinyu.
e. Mengambil sampel urine pada wanita.
f. Mengukur residual urine.
g. Untuk memasukkan kontras.
h. Untuk memasukkan obat,
i. Untuk mengatasi gangguan buli-buli neurogenik - clean intermittent chateterization
(CIC)

2.2.5 Kontraindikasi kateterisasi


a. Struktur uretra
b. Ruptur uretra
c. Infeksi saluran kemih

2.2.6 Prosedur pemasangan kateter


A. Pada klien pria
a. Mencuci tangan
b. Memahami tujuan prosedur pemasangan ka- teter úrine.
c. Menjelaskan prosedur dan tujuan pada klien/ keluarga.
d. Mengatur posisi klien supine dan kedua kaki dilebarkan.
e. Menempatkan penutup di atas kedua paha.
f. Mencuci tangan dan memasang sarung tangan steril.
g. Meletakkan duk bolong steril di sekitar perineal.
h. Mengolesi kateter dengan jeli pelumas.
i. Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kasa
steril.
j. Memegang penis (tangan kiri) dan menegakkannya.
k. Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir
keluar.
l. Menarik penis sedikit ke bawah jika agak sulit memasukkan kateter.
m. Menampung urine pada botol steril untuk pe- meriksaan dan menampung
sisanya pada tem- pat yang telah disediakan.
n. Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam kurang lebih 2,5 cm.
o. Mencabut kateter jika urine sudah habis atau mengembungkan balon kateter
dengan menggunakan spuit berisi air/NaCl steril sebanyak yang ditentukan
oleh pabrik kateter (jika diper- lukan pemasangan terus menerus/indwelling).
p. Memfiksasi kateter ke abdomen bawah.
q. Menyambung kateter dengan kantung plastik urine sebelum kateter
dimasukkan ke uretra.
r. Mendokumentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respons klien pada
catatan klien.
B. Pada klien wanita
a. Mencuci tangan.
b. Memahami tujuan prosedur pemasangan kateter urine.
c. Menjelaskan prosedur dan tujuan pada klien/ keluarga.
d. Mengatur posisi klien, supine dan litotomi.
e. Menyiapkan tempat steril berisi alat-alat steril.
f. Menyiapkan tempat untuk alat-alat nonsteril.
g. Menghidupkan lampu ke arah genital.
h. Menekuk lutut klien.
i. Menutup area yang tidak digunakan.
j. Mengalasi dengan tenun steril.
k. Mencuci tangan.
l. Memakai sarung tangan steril.
m. Memisahkan labia minora dan meletakkan 1 tangan utnuk mempertahankan
posisi.
n. Membersihkan area meatus dari atas ke bawah memakai kasa steril. Hanya 1x
pakai untuk se- tiap kasa.
o. Memasukkan kateter yang sudah diberi jeli ke meatus uretra dengan
menggunakan teknik steril.
p. Menampung urine untuk pemeriksaan kultur dan sisanya pada tempat yang
telah disedia- kan. Atau meniup balon dengan menggunakan spuit berisi
air/NaCl steril sejumlah yang diten- tukan oleh pabrik kateter apabila harus di-
pasang secara terus-menerus (indwelling).
q. Memfiksasi kateter.
r. Menyambung kateter dengan kantong urine steril sebelum dimasukkan ke
uretra.
s. Merapikan klien dan peralatan.
t. Menilai kondisi klien.
u. Mengirim spesimen ke laboratorium setelah botol diberi label dengan
identitas klien.
v. Mengatur posisi kantung plastik lebih rendah dari kandung kemih klien.
w. Mendokumentasikan hasil pemasangan kateter urine dan respons klien pada
catatan klien.
2.3 BLADDER TRAINING & IRIGASI BLADDER
2.3.1 Defenisi Bladder Training
Bladder training adalah intervensi perilaku yang awalnya dikembangkan
untuk pengobatan inkontinensia urin, yang bertujuan untuk memutus siklus urgensi
dan frekuensi menggunakan jadwal berkemih yang konsiste dan bertahap.(Kisner.
C, 2003 dalam Kreder & Dmochowski, 2007.
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kemih yang mengalami gangguan kekeadaan normal atau kefungsi optimal
neorogenik. (potter & perry, 2009). Bladder training digunakan untuk mencegah atau
mengurangi buang air kecil yang sering atau mendesak dan inkontinensia urin.
2.3.2 Tujuan Bladder Training
Tujuan bladder training adalah untuk memutus siklus urgensi dan frekuensi
menggunakan jadwal berkemih yang konsisten dan bertahap.. (Kisner. C, 2003 dalam
Kreder & Dmochowski, 2007). Mengembalikan fungsi kandung kemih yang
mengalami gangguan kekeadaan normal atau kefungsi optimal neorogenik. (potter &
perry, 2009).
2.3.3 Irigasi Bladder
Untuk mempertahankan kepatenan kateter, terkadang harus dilakukan irigasi
kateter. Darah, pus atau endapan dapat menumpuk didalam selang dan menyebabkan
distensi kandung kemih dan tersumbatnya aliran urin. Instilasi larutan steril sesuai
perintah penyelenggara kesehatan akan membersihkan selang dari materi yang
terakumulasi. Bagi klien penderita infeksi saluran kemih, penyelenggara sering
memerintahkan irigasi kandung kemih menggunakan antiseptic atau antibiotic untuk
membersihkan kandung kemih atau menangani infeksi local. Pada kedua irigasi
tersebut, ikuti teknik aseptic steril.
Dua metode irigasi kateter:
a. Irigasi kadung kemih secara tertutup. System ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinu tanpa gangguan pada system katetersteril. System ini paling sering digunakan
pada klien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya berisiko
mengalami penyumbatan oleh fragmen lender dan bekuan darah.
b. Dengan membuka system drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung
kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun
demikian kateter ini diperlukan saat kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Colostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan
antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut.Hubungan ini dapat bersifat
sementara atau menetap selamanya.
Kateterisasi perkemihan merupakan tindakan memasukkan slang karet atau
plastik melalui uretra dan masuk ke dalam kandung kemih.
Bladder training adalah intervensi perilaku yang awalnya dikembangkan
untuk pengobatan inkontinensia urin, yang bertujuan untuk memutus siklus urgensi
dan frekuensi menggunakan jadwal berkemih yang konsiste dan bertahap

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah mungkin belum sesempurna pembuatan makalah.
Penulis menerima kritikan dan saran dari pembaaca.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society (2017),Types of Colostomies and Pouching Systems

Engida, et al. NCBI (2016). Types and Indications of Colostomy and Determinant of

Outcome of Patien After Surgery. Ethiopian Journal of Health Science.26(2), pp.117-


120

Baradero mary.2009.klien gangguan ginjal : seriasuhan keperawatan. Jakarta: EGC

Potter & perry.2009.Fundamental Keperawatan. Edukasi 7. Jakarta : Salemba Medika


SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”COLOSTOMY CARE( 17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Silvia Angreni, S.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
SOP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

COLOSTOMI CARE

Tujuan :

1. Menjaga kebersihan pasien


2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya

No Aspek yang diperhatikan Penilaian


0 1 2
I TAHAP PRA INTERAKSI
1. Persiapan diri : baca status pasien, persiapan kognitif dan
afektif (sikap)
2. Persiapan alat :

a. Colostomy bag
b. Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
c. Kapas kering atau tissue
d. 1 pasang sarung tangan bersih
e. Kantong untuk balutan kotor
f. Celemek skoret
g. Zink salep
h. Perlak dan alasnya
i. Plester dan gunting
j. Bila perlu obat desinfektan
k. Bengkok
l. 1 Set alat rawat luka ( pinset anatomi 2, cirrurgy I,
kassa )

II TAHAP INTERAKSI
3. Mengucapkan salam terapeutik ( senyum, salam, sapa,
tanyakan kondisi pasien )
4. Memperkenalkan diri, validasi identitas pasien, jelaskan
tujuan dan prosedur yang akan dilakukan pada pasien dan
kontrak waktu
5. Membawa alat ke dekat pasien
III TAHAP KERJA
6. Cuci tangan
7. Gunakan sarung tangan
8. Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien
sesuai letak stoma
9. Letakkan bengkok di atas perlak dan didekatkan ke tubuh
pasien
10. Observasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)
11. Buka kantong kolostomi secara hati-hati dengan
menggunakan pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien
12. Letakkan colostomy bag kotor dalam bengkok
13. Lakukan observasi terhadap kulit dan stoma
14. Bersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan
kapas sublimat / kapas hangat (air hangat)/ NaCl
15. Keringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati
menggunakan kassa steril
16. Berikan salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar
stoma
17. Sesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
18. Tempelkan kantong kolostomi dengan posisi
vertical/horizontal/miring sesuai kebutuhan pasien
19. Masukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
20. Rekatkan/pasang kolostomy bag dengan tepat tanpa udara
didalamnya
21. Rapikan klien dan lingkungannya
22. Bereskan alat-alat dan buang kotoran
23. Melepas sarung tangan
24. Cuci tangan
IV TAHAP ORIENTASI
25. Menginformasikan bawah penggantian kantong kolostomi
sudah selesai
26. Tanyakan keadaan klien atau repon klien setelah dilakukan
tindakan
27. Dokumentasikan hasil tindakan
ANALISIS VIDIO

COLOSTOMY CARE

Dari dua vidio yang telah saya tonton tentang perawatan kolostomi care, pada vidio
pertama dapat diketahui bahwa kolostomi yaitu sebagian stoma terdapat pada bagian luar
tubuh. Penggunaan kantong kolostomi yang transparan digunakan pada pasien yang baru
selesai operasi yang mana penggunaan kantong transparan ini memudahkan dokter atau
perawat dalam mengobservasi keadaan feses pada pasien. Kantong kolostomi dapat bertahan
tergantung pada teknik pemasangan. Pada vidio satu perawatan kantong kolostomi dilakukan
pada anak – anak. Perawatan ini bertujuan untuk mencegah stoma agar tidak terjadi infeksi.
Jangan menggunakan stoma plastik atau doubletip karena penggunaan tersebut dapat
menyebabkan infeksi pada area bagian stoma. Pada vidio kedua, vidio lebih menjelaskan
tentang cara irigasi stoma.

Menurut jurnal yang ditulis oleh Rachel Kezia Karenina, kolostomi biasanya
disebabkan oleh kanker kolorektal, pecahnya divertikulitis, perforasi usus dan penyakit atau
kerusakan sumsum tulang belakang sehingga tidak adanya kontrol. Kanker kolorektal
merupakan penyakit keganasan yang menyerang usus besar.

Kolostomi merupakan pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar
melalui dinding perut dengan tindakan bedah bila jalan ke anus tidak bisa berfungsi, dengan
cara pengalihan aliran feses dari kolon karena gangguan fungsi. Lubang kolostomi yang
muncul di permukaan/dinding abdomen yang berwarna kemerahan disebut stoma.
Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara tergantung tujuan
dilakukan operasi. Pasien dengan pemasangan kolostomi disertai dengan prosedur tindakan
laparotomi. Luka laparotomi sangat berisiko mengalami infeksi karena letaknya yang
bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang
dapat mengkontaminasi luka. Komplikasi kolostomi bisa terjadi disepanjang hidup penderita
walaupun secara umum komplikasi sering terjadi dalam lima tahun pertama sejak
pembentukan kolostomi.

Menurut jurnal pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam perawatan stoma
klien dapat disimpulkan yaitu :

1. Edukasi sangat mempengaruhi keluarga dalam perawatan stoma. Ini dibuktikan dari
hasil penelitian ini bahwa kemampuan keluarga sebelum dilakukan intervensi
menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kemampuan yang kurang dalam
perawatan stoma sedangkan setelah intervensi menunjukkan bahwa seluruh
responden mampu melakukan perawatan stoma pada keluarganya yang mengalami
kolostomi.
2. Keluarga sangat berperan penting dan bertanggung jawab kepada anggota
keluarganya yang sakit atas pemeliharaan kesehatan sampai pada perawatan
kolostomi. Oleh karena itu keluarga memerlukan pengetahuan untuk mampu
melakukannya.
Referensi :

1. Karenina, Rachel Kezia. 2019. Pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga


dalam perawatan stoma pada pasien yang mengalami kolostomi di RSUP H. ADAM
MALIK MEDAN Tahun 2019. Jurnal poltekkes medan.
2. https://youtu.be/2ZvWaLst-E8
3. https://youtu.be/7M6rKFAMFEM
SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”PEMASANGAN KATATER (17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Silvia Angreni, S.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

TAHUN 2020
Sop kateter

Kateter merrupakan sebuah selang yang dimasukkan melalui uretra menuju kandung
kemih/vesika urinaria guna mengeluarkan urin. Kateter tersebut dari bahan plastik atau
karet,metal,silikon dan woven silk. Pemasangan kateter merupakan salah satu tindakkan
keperawatan yang bertujuan untuk membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi dan juga
sebagai pengambilan sampel urin untuk pemeriksaan lab.

Kateter menurut tingkat pemakakannya

Menurut Hidayat,2006 pemasangan kateter ada yang bersifat sementara dan menetap.
Kateter sementara (straight cateter) pemasangan kateter sementara dilakukan pada saat
dibutuhkannya mengeluarkan urin dari kandung kemih pasien. Kateter menetap (foley
cateter) pemasangan kateter ini digunakan dalam jangka waktu yang lama hingga klien
mampu memenuhu kebutuham eliminasinya dengan tuntas dan spontan.

Jenis-jenis kateter

1. Kateter plastik pemakaiannya hanya bersifat sementara karena bersifat mudah rusak
dan kurang fleksibel
2. Kateter karet atau latex pemakaiannya bersifat dalam periode waktu kurang dari 3
minggu
3. Keteter teflon atau silikon murni digunakan untuk jangka waktu yang lama
4. Kateter PCV pemakaiannya 4-5 minggu terbuat dari bahan lembut dan tidak panas,
sangat nyaman untuk uretra.

Tujuan pemasangan kateter

1. Untuk mengosongkan kandung kemih dan mengeluarkan urin


2. Untuk megambil sampel urin
3. Sebagai tindakkan alternatif guna memenuhi kebutuhan eliminadi pada pasien dengan
obstruksi saluran kemih
4. Pantau input dan output pasien 5. Megatasi adanya retensi urin

Indikasi pemasagan kateter

1. Pada pasien yang mengalami gangguan eliminasi


2. Pasien tidak sadar
3. Sebagai alternatif dalam mengetahui balance cairan

Alat-alat yang diperlukan

1. Kateter set
2. Urin bag
3. Hand scoon steril
4. Spuit
5. Pinset steril (anatomis dan sirugis) dan bengkok
6. Perlak dan duk bolong
7. Jelly kateter
8. Aquades
9. Plaster
10. Gunting perban
11. Kapas steril
12. Kapas alkohol
13. Kasa steril

Prosedur pemasangan kateter

1. Salam, perkenalkan diri, menjelaskan TWT (tempat, waktu,topik)


2. Inforn consent, cuci tangan
3. Pasang sampiran, menginsruksikan kepada klien untuk melepas pakaian bagian bawah
jika klien sadae atau bisa juga membantu pasien melepaskan pakaian basah.
4. Bersihkan sekitar kemaluan jika terlihat kotor dengan lapas alkohol, selanjutnya
pasanh perlak dan duk bolong
5. Mempersiapkam set kateter, siapkan jeli dikasa (untuk persiapan pengolesan pada
kateter) ,siapkan spuit yang sudah terisi aquades, siapkan urin bag.
6. Menginstruksikan kepada klien untuk tarik nafas dalam disaat memasukkan kateter
7. Pakai hand scoon steril
8. Kateter dimasukkan perlahan-laham dengan pinset
9. Jika kateter sudah terpasang, masukkan aquades dengan spuit pada katetee guna
mengunci kateter agar tidak lepas, sambungkan dengan urin bag
10. Lakukan fiksasi dengan plester
11. Evaluasi subjektif dan objektif (respond klien dan pastikan pemasangan kateter
berhasil dengan tanda urin mengalir ke urin bag)
12. Rapikan pasien kembali dengan kondisi senyaman mungkin
13. Rapikan alat, RTL serta kontrak selanjutnya
ANALISIS VIDEO

PEMASANGAN KATETERISASI

Video ini sudah bagus karena sebelum dilakukan pemasangan kateterisasi ,dijelaskan terlebih
dahulu apa itu defenisi kateterisasi ,indikasi ,kontraindikasi ,persiapan alat kateterisasi.

Kekurangan pada vidio ini adalah tidak ada fase orientasi yaitu perawat tidak
memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada pasien padahal hal ini akan membangun
kepercayaan pasien terhadap perawat,dan perawat tidak melakukan kontrak waktu dengan
pasien,hal ini juga bisa menimbulkan rasa bosan terhadap pasien, pada fase orientasi perawat
juga tidak menanyakan apakah pasien setuju atau tidak dengan tindakan yang dilakukan
kepada pasien .

Pada Fase kerja perawat tidak mengatur posisi pasien seharusnya sebelum melakukan
tindakan perawat mengatur posisi pasien terlebih dahulu senyaman mungkin.

Pada Fase terminasi perawat tidak menanyakan kembali keadaan pasien setelah dilakukan
tindakan ,seharusnya setelah dilakukan tindakan perawat menanyakan kembali keadaan
pasien apakah pasien pasien nyaman atau tidak

Pada fase Evalusi ,perawat tidak melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakuakn dan tidak
melakukan dokumentasi .

Pada video ini sudah menerapkan Prinsip Steril ,dengan menerapkan prinsip steril akan
mencegah terjadinya infeksi saluran kemih oleh bakteri .Menurut ( Kaye & Dhar ,2016 )
menyatakan bahwa faktor resiko terjadinya infeksi saluran kemih adalah bateriuria ,bakteri
akan tumbuh dan berkembang rata – rata antara 3 % - 10 % setiap hari pada pemasangan
kateter.( dalam jurnal Ratih Pramudysningrum,Titih Huriah ,Nur Chayati

https://youtu.be/7WG3t6NYer
SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”BLADDER TRAINING (17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Silvia Angreni, S.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
SOP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

BLADDER TRAINING

PENGERTIAN
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih
yang mengalami gangguan kekeadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenic

TUJUAN

Untuk memperpanjang interval berkemih yang normal dengan berbagai teknik


distraksi atau teknik relaksasi, sehingga frekuensi berkemih dapat berkurang hanya 6 – 7 kali
per hari atau 3 – 4 jam sekali.

I. TAHAP PRA INTERAKSI


1. Persiapan diri : baca status pasien, persiapan kognitif dan afektif (sikap)
2. Persiapan alat:
- Handscoon
- Urine bag
- Canulkateter
- Kassa
- Jelly / pelumas
- Bengkok
- Spuit 10cc
- NaCl
- Kom
- Korentang
- Bakinstreumen
- Perlak / pengalas
- Plester
- Air minumdalamgelas
II. TAHAP INTERAKSI
3. Mengucapkan salam terapeutik ( senyum, salam, sapa, tanyakan kondisi
pasien)
4. Memperkenalkan diri, validasi identitas pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
yang akan dilakukan pada pasien dan kontrak waktu
III. TAHAP KERJA
5. Cucitangan
6. Aturposisipasiensenyamanmungkin
7. Pasangperlak / pengalas
8. Pasanghandscoon
9. Klem slang kateter
10. Tungguselama 2 jam
11. Setelah 2 jam, bukaklempada slang kateter
12. Beripasien air minum
13. Dan beritahupasienbahwapasientidakdianjurkanuntuktidakminumhingga jam
yang ditentukan
14. Setelahitubarukateterdilepaskan
15. Lepakanhandscoon
16. Cucitangan

IV. TAHAP ORIENTASI


17. Beritahupasienbahwapemeriksaanguladarahsudahselesai
18. Tanyakan keadaan klien atau repon klien setelah dilakukan tindakan
ANALISIS VIDEO BLADER TRAINING

1. Video 1
Setelah melihat dan mendengarkan video, terdapat beberapa kelebigan den
kekurangan. Namun dalam video sudah menjelaskan dan memperlihatkan apa saja
alat-alat yang akan digunakan dalam melakukan tindakkan tersebut. Kelebihan dan
kekurangan diantaranya:
a. Kelebihan
1) Sudah mejelaskan dan memperlihatkan alat yang akan digunakan.
2) Sudah melakukan tindakkan sesuai dengan prosedur.
b. Kelemahan
1) Dalam video tidak memperlihan bagaimana cara mencici tangan.
2) Dalam urutanan dalam fase orientasi tidak benar.
3) Tampak tidak serius dalam melakukan tindakkan.
4) Divideo dikatakan melakukan tindakkan secara steril, namun pada saat
tindakkan tidak dilakukan secara streil meskipun sudah memakai handscoon
steril.
5) Tidak melakukan evaluasi terhadap pasien atau melihat respon pasien setelah
melakukan tindakkan.
6) Tidak melakukan kontrak waktu untuk selanjutnya.

2. Video 2
Setelah melihat dan mendengarkan video, terdapat kelebihan den kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Kelebihan
1) Sudah menyebutkan alat yang akan dilakukan.
2) Sudah melakukan fase orientasi dengan baik dan menjelaskan tujuan dan
prosedur, serta meminta persetujuan klien.
3) Melakukan cuci tangan.
4) Dan melakukan tindakkan sesuai dengan prosedur.

b. Kekurangan
1) Tidak menanyakan perasaan klien setelah tindakkan tersebut.
2) Tidak melakukan kontrak wantu untuk selanjutnya.

https://youtu.be/fEaTw5RzNyM

https://youtu.be/F3X3Hi2svmM
SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”IRIGASI BLADDER (`17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Silvia Angreni, S.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
SOP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

IRIGASI BLEDDER

Tujuan: Membilas sisa perdarahan post Trans Uretra Resection Prostatektomi (TUR-P)

I. TAHAP PRA INTERAKSI


1. Persiapan diri : baca status pasien, persiapan kognitif dan afektif (sikap)
2. Persiapan alat:
- Sarungtangansteril
- Komkecilsteril
- Slang sterildengankonektor drip
- Antiseptic steril
- Spuit
- Nirbeken
- Selimut
- Klem
- Duksteril

II. TAHAP INTERAKSI


3. Mengucapkan salam terapeutik ( senyum, salam, sapa, tanyakan kondisi
pasien)
4. Memperkenalkan diri, validasi identitas pasien, jelaskan tujuan dan prosedur
yang akan dilakukan pada pasien dan kontrak waktu

III. TAHAP KERJA


5. Mencucitangan
6. Tutupsampiran (menjaga privacy pasien)
7. Gantungkanlarutanirigasi yang telahditentukan
8. Sisihkanklemkeselangirigasidansambungkankebotolirigasiyang
telahdiisicairandanklemkembali slang
9. Siapkankapas antiseptic yang danperalatansteril lain yang diperlukan
10. Pasangsarungtangansteril
11. Klem slang kateter, danbersihkanujung slang dengan antiseptic
12. Sambungkan slang irigasi
13. Lepaskan plan kateterdanobservasipembuanganurin
14. Masukkanaliransesuaidengan yang telahditentukan
15. Klem slang irigasi
16. Monitor cairan yang masukkeurogen
17. Klemslangirigasiuntukmengikutikecepatanaliranyang
ditentukanuntukmengalirkedalamkateterdanbledder
18. Monitor cairan di urobagdalamwarna, kejernihan, debris dan volume
19. Cabut slang irigasidanbersihkan slang kateterdan slang irigasi
20. Bersihkan area sekitardanlepaskansarungtangan
21. Cucitangan

IV. TAHAP ORIENTASI


22. Beritahupasienbahwapemeriksaanguladarahsudahselesai
23. Tanyakan keadaan klien atau repon klien setelah dilakukan tindakan
ANALISIS VIDEO IRIGASI BLADER

1. VIDEO 1
Setelah melihat dan mendengarkan video, terdapat kelebihan dan kekurang,
diantaranya sebagai berikut:
a. Kelebihan
1) Sudah menjelaskan alat yang digunakan dalam tindakkan.
2) Melakukan tindakkan dengan prosedur.
b. Kekurangan
1) Terlihat bahwah perawat tidak paham atau tidak mengetahui langkah-langkah
dalam melakukan tindakkan tersebut.
2) Terlihat tergesah-gesah dalam melakukan tindakkan
3) Tidak serius.
4) Dan tidak menanyaakan perasaan klien setelah melakukan tindakkan tersebut.
5) Tidak melakukan kontrak waktu untuk selanjutnya.
6) Tidak memperlihatkan cuci tangan yang benar.

2. Video 2
Setelah melihat dan mendengarkan video, terdapat kelebihan dan kekeurangan,
diantaranya sebagai berikut:
a. Kebihan
1) Menjelaskan satu persatu alat yang akan digunakan.
2) Sudah melakukan fase orientasi pada klien.
3) Sudah melakukam dan memperlihatkan bagaimana cuci tangan.
4) Pada saat tahap kerja juga menjelaskan cara meakukannya.
b. Kekurangan
1) Tidak melakukan cuci tangan setelah melakukan tindakkan.
2) Tidak menanyakan perasaan klien setelah melakukan tindakkan.
3) Tidak melakukan kontrak waktu untuk selanjutnya.
https://youtu.be/F3X3Hi2svmM
https://youtu.be/r5N1YfUTMKQ
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
“Pemberian obat kemoterapi dan Manajemen nyeri”

Oleh Kelompok 2:

Dosen Pengampu:
Ns. Sila Dewi Anggreni. M.Kep.Sp.KMB

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya
dari mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Padang, 18 April 2020

Kelompok
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................2

Daftar isi.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. RumusanMasalah................................................................................................5
C.Tujuan..................................................................................................................5
BAB II KONSEP TEORITIS...........................................................................................
4. Kemoterapi..............................................................................................................6
5. Manajemen Nyeri....................................................................................................11
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
B. Saran....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemoterapi merupakan salah satu modalitas pengobatan pada kanker secara sistemik
yang sering dipilih terutama untuk mengatasi kanker stadium lanjut, local maupun
metastatis. Kemoterapi sangat penting dan dirasakan besar manfaatnya karena bersifat
sistemik mematikan/membunuh sel-sel kanker dengan cara pemberian melalui infuse, dan
sering menjadi pilihan metode efektif dalam mengatasi kanker terutama kanker stadium
lanjut local (Desen, 2008).

Teknik pemberian kemoterapi ditentukan dari jenis keganasan dan jenis obat yang
diperlukan (Adiwijono, 2006). Obat kemoterapi umumnya berupa kombinasi dari
beberapa obat yang diberikan secara bersamaan dengan jadwal yang telah ditentukan
.Selain membunuh sel kanker, obat kemoterapi juga berefek pada sel-sel sehat yang
normal, terutama yang cepat membelah atau cepat tumbuh seperti rambut, lapisan mukosa
usus dan sumsum tulang. Beberapa efek samping yang terjadi pada kemoterapi, gangguan
mual dan muntah adalah efek samping frekuensi terbesar (Yusuf, 2007).

Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan mual muntah setelah
kemoterapi diantaranya adalah dengan terapi farmakologik, yaitu dengan obat anti mual
dan muntah sebelum dan sesudah kemoterapi (premedikasi) dan non farmakologik yaitu
berupa lingkungan yang kondusif untuk tenang dan nyaman, pengaturan pemberian
nutrisi dan relaksasi (Abdulmuthalib, 2006).

Nyeri adalah suatu mekanisme nyeri proteksi bagi penderita yang timbulk bila mana
jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rasa nyeri.

Masalah yang mempengaruhi nyeri diantaranya arti nyeri bagi seseorang yang
memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagianarti nyeri yang negative, seperti
membahayakan, merusak dan lain-lain. Kedaan ini memperngaruhi beberapa factor
seperti : usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan dan pengalaman,
toleransi. Nyeri juga berhububgab erat dengan intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang mempengaruhi antara lain alkohol,
obat-obatan, hipnotis, gesekan, pengalihan perhatian dan kepercayaan yang kuat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemberian obat kemoterapi ?
2. Bagaimana manajemen nyeri ?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara pemberian obat kemoterapi
2. Mengetahui manajemen nyeri
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Kemoterapi
A. Pengertian Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk
membunuh sel kanker. Strategi pemberian : dapat sebagai terapi ajuvan, konsolidasi,
induksi, intensifikasi, pemeliharaan, neoadjuvan maupun paliatif.
Tujuan Pemberian Kemoterapi:
a. Kuratif : sebagai pengobatan
b. Mengurangi massa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi.
c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kwalitas hidup penderita.
d. Mengurangi komplikasi akibat metastase.

B. Cara Pemberian Obat Kemoterapi


a.Intra vena
Pemberian intravena untuk terapi sistemik, dimana obat setelah melalui
jantung dan hati baru sampai ke tumor primer. Cara intravena ini yang
paling banyak digunakan untuk khemoterapi. Dalam pemberian intravena
usahakan jangan ada ekstravasasi obat.
b.Intra arterial
Pemberian intra arteri adalah terapi regional melalui arteri yang memasok
darah ke daerah tumor dengan cara INFUSI INTRA ARTERI menggunakan
catheter dan pompa arteri. Infus intra arteri digunakan untuk memberikan
obat selama beberapa jam atau hari.
c.Intra oral Intra cavitas/ intra peritoneal
d.Obat disuntikkan atau di instalasi ke dalam rongga tubuh, seperti intra: pleura,
peritoneum, pericardial, vesikal atau tekal.
e.Sub kutan
f.Topikal

C. Penanganan Efek Samping


Prinsip penanganan efek samping :
1. Antisipasi dan prevensi
2. Monitoring efek samping yang berhubungan dengan dosis.
3. Early treatment dari efek samping.

Efek samping yang sering terjadi dan penangannya :


1. Reaksi pada gastrointestinal
a) Stomatitis dan dysphagia
Kemoterapi akan menyebabkan iritasi pada mukosa mulut dan dapat
menyebabkan kesulitan menelan (dysphagia).
Penanganannya :
1) Buatlah mulut agar jangan kering dengan menggunakan mouthwash
yang non alkoholic atau dengan mengunyah permen karet.
2) Hindari makanan dan minuman yang tinggi kadar asamnya.
3) Hindari makanan yang terlalu dingin atau panas.

b) Anoreksia dan perubahan pengecapan


Cara mengatasinya :
1) Jangan makan 1 jam sebelum pemberian dan 2 – 3 jam setelah
pemberian obat.
2) Hindari makanan faporit mendekati waktu pemberian.
3) Cegah terjadinya stomatitis.
4) Hindari mulut dari kekeringan.

c) Nausea dan vomiting


Cara mengatasinya :
1) Gunakan cara yang efektif yang sudah dikerjakan pada waktu riwayat
terjadinya mual mutah semasa hamil, perjalanan, sakit, atau waktu
stres.
2) Makanlah makanan dalam temperatur biasa.
3) Hindari makanan yang terlalu manis, asin, berlemak, dan beraroma
kuat.
4) Makanlah dalam porsi kecil tetapi sering.
5) Berikan suasana yang menyenangkan pada waktu pemberian
kemoterapi.
6) Berikan obat anti emetik sebelum dan sesudah pemberian obat.
d) Diare dan konstipasi
Diare : disebabkan karena destruksi dari sel-sel mukosa gastrointestinal
yang aktif membelah sehingga fungsi pencernaan dan absorpsi terganggu.
Cara mengatasinya :
1) Makan makanan yang low residu /serat, tinggi kalori dan protein.
2) hindari makanan yang mengiritasi mukosa.
3) minum paling sedikit 3 liter.
4) bila diare lebih dari satu hari, segera ke dokter.

e) Konstipasi : keluarnya tinja secara tidak enak, nyeri, lebih jarang dan
keras.
Cara mengatasinya :
1) Minum juice atau makan buah setiap kali makan.
2) Minum minuman yang hangat sebelum BAB.
3) Minum 3 liter setiap hari, kecuali ada kontra indikasi.
4) Makan tinggi serat.

2. Reaksi pada sel darah


Efek samping yang memerlukan intervensi adalah efek samping hematologi.
a) Anemia
Cara penanganan :
1) catat dan laporkan gejala-gejala anemia, periksa kadar hemoglobin dan
hematokrit penderita.
2) perhatikan masalah nutrisi, bila perlu tambahkan suplemen zat besi.
3) bila diperlukan terapi medikamentosa atau tranfusi PRC.
b) Leukopenia
Penderita kanker sering mengalami immunosupresed akibat dari
penyakitnya atau karena pengobatannya. Keadaan tersebut sering ditandai
dengan neutropenia. Pada penderita yang mengalami neutropeni diberikan
GCSf.
c) Trombositopenia
Cara penanganan :
1) Atur istirahat yang cukup
2) Usahakan status gizi yang optimal, terutama protein.
3) Bila perlu tranfusi platelet.

3. Reaksi pada kulit dan jaringan lainnya.


Reaksi pada kulit biasanya berupa urticaria, erytema, hiperpigmentasi,
foliculitis. Untuk penanganan : pemberian kemoterapi sementara di stop,
berikan obat anti alergi, bila berat stop seterusnya. Alopecia : biasanya
bersifat sementara dan bervariasi dari yang ringan sampai botak total.

4. Kedaruratan pada pemberian kemoterapi


a) Reaksi hipersensitivitas
1) Immediate hypersensitivity reaction
Manifestasinya : reaksi anafilaksis, reaksi sitolitik, reaksi arthus.
2) Delayed hypersensitivity reaction
Terjadi reaksi dengan T-limfosit, manifestasi klinis : dermatitis.
b) Ekstravasasi
Adalah terjadinya kebocoran obat yang bersifat vesikan dan iritan ke
jaringan subkutan.Merupakan salah satu komplikasi yang memerlukan
perhatian khusus.
Parameter pengkajian ekstravasasi :
1) Nyeri : nyeri sekali atau rasa terbakar
2) Kemerahan : di area penusukan, tidak selalu terjadi pada awal.
3) Luka : terjadi setelah beberapa minggu.
4) Bengkak : terjadi segera.
5) Blood return tidak ada.
6) Perubahan kwalitas tetesan infus.

Faktor resiko terjadinya ekstravasasi :


1) Pembuluh darah yang rapuh dengan diameter kecil
2) Integritas vasculer berkurang
3) Trauma penusukan canul dan jenis kanul
4) Pembengkakan pada ekstrimitas akibat pembedahan atau terapi
penyinaran.
5) Jumlah obat terinfiltrasi
6) Ketidak mampuan berkomunikasi.
7) Konsentrasi dari obat.

Pencegahan :
1) Oplos obat dengan jumlah pelarut yang sesuai.
2) Gunaka vena yang tepat.
3) Hindari penusukan berulang pada tempat yang sama.
4) Gunakan penutup yang mudah terlihat.
5) Cek kepatenan vena dengan cairan fisiologis.
6) Observasi daerah yang diinfus.
7) Komunikasi selama pemberian terutama via bolus.
8) Lakukan pembilasan.

Penatalaksanaan :
1) Stop infus kanul jangan dicabut.
2) Aspirasi darah dari kanul dan jaringan sub kutan sebanyak-
banyaknya.
3) Beri antidot sesuai jenis obatnya secara IV.
4) Cabut kanul, beri antidot secara subkutan dengan spuit 1cc searah
jarum jam.
5) Berikan korticosteroid zalf di sekitar area ekstravasasi.
6) Hindari perabaan pada area ekstravasasi.
7) Lakukan pemotretan
8) Berikan kompres sesuai dengan jenis obat.
9) Istirahatkan ekstrimitas dan tinggikan selama 48 jam.
10) Observasi secara teratur terhadap nyeri, bengkak, kemerahan, keras
atau nekrose.
11) Berikan terapi nyeri.
12) Lakukan dokumentasi : tanggal, waktu, jenis vena, ukuran kateter,
urutan pemberian obat, jumlah obat yang masuk, keluhan pasien,
tindakan yang dilakukan, keadaan area ekstravasasi, segera lapor
dokter.

2. Manajemen Nyeri
A. Pengertian Nyeri
Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya
sangat subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal
skala ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
dan mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).
Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefinisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenagkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang
dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry,
2007).
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial
yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun
sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-
tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual (Potter ,
2012).

B. Sifat Nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. ada empat atribut pasti
untuk pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individual, tidak menyenangkan,
merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, bersifat tidak berkesudahan
(Manuaba, 2008)

C. Teori- Teori Nyeri


1. Teori Spesivitas ( Specivicity Theory)
Teori Spesivitas ini diperkenalkan oleh Descartes, teori ini menjelaskan
bahwa nyeri berjalan dari resepror-reseptor nyeri yang spesifik melalui jalur
neuroanatomik tertentu kepusat nyeri diotak (Andarmoyo, 2013). Teori
spesivitas ini tidak menunjukkan karakteristik multidimensi dari nyeri, teori ini
hanya melihat nyeri secara sederhana yakni paparan biologis tanpa melihat
variasi dari efek psikologis individu (Prasetyo, 2010).
2. Teori Pola (Pattern theory)
Teori Pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989, teori ini
menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di
rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi
reseprot yang menghasilkan pola dari implus saraf (Andarmoyo, 2013).
Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom dan neuralgia, teori pola ini bertujuan
untuk menimbulkan rangsangan yang kuat yang mengakibatkan
berkembangnya gaung secara terus menerus pada spinal cord sehingga saraf
trasamisi nyeri bersifat hypersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas
rendah dapat mengahasilkan trasmisi nyeri (lewis, 1983 dalam Andarmoyo,
2013).
3. Teori Pengontrol Nyeri (Theory Gate Control)
Teori gate control dari Melzack dan Wall ( 1965) menyatakan bahwa implus
nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang
sistem saraf pusat, dimana implus nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan
dibuka dan implus dihambat saat sebuah pertahanan tertutup (Andarmoyo,
2013).
4. Endogenous Opiat Theory
Teori ini di kembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan bahwa
terdapat substansi seperti opiet yang terjadi selama alami didalam tubuh,
substansi ini disebut endorphine (Andarmoyo, 2013).
Endorphine mempengaruhi trasmisi implus yang diinterpretasikan sebagai
nyeri. Endorphine kemugkinan bertindak sebagai neurotrasmitter maupun
neoromodulator yang menghambat trasmisi dari pesan nyeri (Andarmoyo,
2013).

D. KlasifikasiNyeri
1) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi
a. Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat), dan berlangsung untuk waktu yang
singkat (Andarmoyo, 2013).
Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan
menghilang tanpa pengobatan setalh area yang rusak pulih kembali
(Prasetyo, 2010).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang menetap
sepanjang suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas
yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (McCaffery,
1986 dalam Potter &Perry, 2007).

2). Klasifikasi Nyeri Berdasrkan Asal

a. Nyeri Nosiseptif
Nyeri Nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas
atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan respetor khusus yang
mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013).
Nyeri Nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain
(Andarmoyo,2013)

b. Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun sentral , nyeri ini lebih
sulit diobati (Andarmoyo, 2013).

3). Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

a. Supervicial atau kutaneus


Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit.
Karakteristik dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri
biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam (Potter dan Perry, 2006 dalam
Sulistyo, 2013). Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau
laserasi.
b. Viseral Dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Nyeri ini bersifat
difusi dan dapat menyebar kebeberapa arah. Contohnya sensasi pukul
(crushing) seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus
lambung.
c. Nyeri Alih (Referred pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat
terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa
dengan berbagai karakteristik (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo,
2013). Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang
menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang
mengalihkan nyeri ke selangkangan.
d. Radiasi Nyeri
radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera
ke bagian tubuh yang lain (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013).
Karakteristik nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau
sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri punggung bagian bawah akibat
diskusi interavertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang
tungkai dari iritasi saraf skiatik.

E. Pengukuran Intensitas
Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat subjektif dan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda
(Andarmoyo, 2013).
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin adalah
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun
pengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat memberikan gambaran
pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007 dalam Andarmoyo, 2013)

Beberapa skala intensitas nyeri :


a. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana
Gambar 1.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana
Andarmoyo, S. (2013)

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS) merupakan alat


pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objekti. Pendeskripsian VDS
diranking dari ” tidak nyeri” sampai ” nyeri yang tidak tertahankan”
(Andarmoyo, 2013).
Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih
sebuah ketegori untuk mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).
b. Skala Intensitas Nyeri Numerik

Gambar 1.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik

Andarmoyo, S. (2013)

c. Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale

Gambar 1.3 Skala Intensitas Nyeri Visual Analog Scale


Andarmoyo, S. (2013)

Skala analog visual (Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian
verbal pada setiap ujungnya (Andarmoyo, 2013).
F. Manajemen penatalaksanaan nyeri
a. Manajemen Non Farmakologi
Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tidakan menurunkan respon
nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi. Dalam melakukan intervensi
keperawatan/kebidanan, manajemen non farmakologi merupakan tindakan dalam
mengatasi respon nyeri klien (Sulistyo, 2013).
b. Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang mengunakan obat-


obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan metode ini memerlukan instruksi
dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan farmakologis dengan
manajemen nyeri persalinan dengan penggunaan analgesia maupun anastesi
(Sulistyo, 2013).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kemoterapi adalah pemberian obat anti kanker (sitostatika) yang bertujuan untuk
membunuh sel kanker. Strategi pemberian : dapat sebagai terapi ajuvan, konsolidasi,
induksi, intensifikasi, pemeliharaan, neoadjuvan maupun paliatif.
Tujuan Pemberian Kemoterapi:
e. Kuratif : sebagai pengobatan
f. Mengurangi massa tumor selain dengan pembedahan atau radiasi.
g. Meningkatkan kelangsungan hidup dan kwalitas hidup penderita.
h. Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat
subjektif karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala
ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan
mengefakuasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2008).

B. Saran
Dalam penulisan makalah mungkin belum sesempurna pembuatan makalah.
Penulis menerima kritikan dan saran dari pembaca.

\
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Andarmoyo .2013. Kosep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.Jakarta :


Salemba Medika
SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”MANAJEMEN NYERI ( 17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Mery lingga, M.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

JURUSAN KEPERAWATAN PADANG


TAHUN AJARAN 2019/2020

Prosedur manajemen nyeri


Nama Mahasiswa :
NIM :
Semester/Kelas : /
Hari/Tanggal :

SKOR
NO ASPEK YANG DINILAI KET
0 1 2

A. FASE PRE INTERAKSI


1. Cek catatan perawatan dan catatan medis pasien
B. FASE ORIENTASI
1. Salam terapeutik & panggil klien dengan namanya
2. Perkenalkan diri
3. Tanyakan keluhan dan kaji keadaan spesifik klien
4. Jelaskan pada klien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan,
tujuan dan prosedurnya
5. Jelaskan kontrak waktu dan perkiraan lama prosedur
6. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
7. Minta persetujuan klien/keluarga (informed consent)
8. Persiapkanlingkungan:tutupjendela/gordenataupasangsampiranuntuk
menjaga privasiklien

C. FASE KERJA
1. Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan
kualitas nyeri.

2. Observasi reaksi nonverbal

3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman


nyeri pasien

4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu


ruangan, pencahayaan dan kebisingan

5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan


inter personal)

6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan


interpersonal) , seperti :
1. Kompres dingin
2. Massage kulit
3. Buli-bulipanas
4. Relaksasi seperti lingkungan yang tenang, posisi yang nyaman dan
nafas dalam.
5. Tekhnik distraksi yakni mengalihkan perhatian ke stimulus lain
seperti berbincang-bincang , menonton televisi, membaca koran,
mendengarkan musik

7. Berikanan algetik untuk mengurangi nyeri

D. TERMINASI

1. Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan (subjektif dan objektif)


2. Berikan reinforcement positif pada klien atas kerja samanya
3. Lakukan kontrak waktu untuk pertemuan berikutnya
4. Akhiri kegiatan dengan baik dan salam terapeutik
. DOKUMENTASI

1. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan, (jika ada)


ANALISIS VIDEO

MANAJEMEN NYERI

1. Video 1
Kelebihan :

Dari video tersebut terdapat perawat yang sedang mengajarkan manajemen nyeri
kepada pasien yang dimana dimulai dari perawat melakukan salam terapeutik, menanyakan
skala, lokasi, dan waktu nyeri pasien tersebut. Skala nyeri yang dipakai oleh perawat
tersebut adalah skalanya nyeri angka, yang dimana dimulai dari 0-10. 0 artinya tidak nyeri
dan 10 artinya sangat nyeri. Setelah mengetahuinya, perawat mengajarkan kepada pasien
beberapa cara agar meredakan nyeri. Dimulai dari mengusap-usap bagian yang nyeri, teknik
nafas dalam, teknik mengalihkan perhatian dengan mengajak pasien mengobrol atau
dengan mendengarkan sesuatu yang disukai pasien.

Kekurangan :

Kekurangan dari video ini, pasien tidak mengecek nama atau gelang pasien terlebih dahulu,
dan tidak adanya kontrak waktu serta persetujuan pasien.

Jurnal mengenai manajemen nyeri :

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan intervensi mandiri keperawatan dimana perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam (menahan inspirasi
secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan Bare, 2002). Beberapa
penelitian yang telah dilakukan membuktikan keberhasilan teknik relaksasi nafas dalam
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2003) yang meneliti tentang
“Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Tingkat Nyeri Post Partum di
RSUD Bantul”. Dari hasil penelitiannya tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
bermakna terhadap penurunan tingkat nyeri post partum di RSUD Bantul setelah pemberian
teknik relaksasi nafas dalam.

2. Video 2
Kelebihan :

Kelebihan dari video ini yaitu videonya menerapkan proses pra orientasi, orientasi,
fase kerja. Dimulai dari perawat melakukan salam terapeutik kepada pasien, menvalidasi
pasien, mengontrak waktu kepada pasien dan juga persetujuan pasien. Dan perawat
melakukan manajemen nyeri yaitu distraksi dengan mengalihkan pikiran pasien ke sesuatu
yang indah dan tenang sehingga dapat menurunkan nyeri pasien. Juga terdapat evaluasi.

Kekurangan :

Kekurangan dari video tersebut yaitu perawat tidak menanyakan perasaan pasien
terlebih dahulu, tidak menanyakan skala, lokasi dan waktu datangnya nyeri. Hanya sedikit
evaluasi tidak adanya menyuruh pasien untuk mengulang yang diajarkan lalu juga tidak ada
kontrak waktu selanjutnya.

Jurnal yang berkaitan :

Imajinasi terbimbing adalah sebuah teknik distraksi yang bertujuan untuk mengurangi stress
dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta merupakan obat penenang untuk
situasi yang sulit dalam kehidupan. Imajinasi terbimbing atau imajinasi mental merupakan
suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk
menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan keheningan. Imajinasi
terbimbing merupakan salah satu jenis dari teknik distraksi sehingga manfaat dari teknik ini
pada umumnya sama dengan manfaat dari teknik distraksi lain. Teknik ini merupakan
penyembuh yang efektif, dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan dan
membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi dan asma.

https://www.youtube.com/watch?v=XfmKtoQYbSw

https://www.youtube.com/watch?v=isZZtoqUJCM&feature=youtu.be
SOP DAN ANALISIS VIDIO

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

”PEMBERIAN OBAT KEMOTERAPI ( 17 april 2020)”

OLEH : Kelompok 2

Adilla Permata Syafni Lara Wilfi Saputri

Anisatul Fadhilah Monix Jultrizo Putri

Bunga Fatihul Rahmi Restika Margaret Hutabarat

Dea Ayunisri Shendy Wira Putra

Famelya Syafrilina Silvia Wahyuni

Hanifa Putri Siti Nabila Rustam

Laila Utami Yoga Efrizons

Dosen Pembimbing: Instruktur Labor


Ns. Yossi Suryarinilsih,.M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Mery lingga, M.Kep

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2020
PEMBERIAN OBAT KEMOTERAPI
POLTEKKES
KEMENKES RI
PADANG

1. PENGERTIAN Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker


dengan jalan memberikan zat/obat yang
mempunyai khasiat membunuh sel kanker.

2. TUJUAN 1. Menurunkan ukuran kanker sebelum


operasi
2. Merusak semua sel-sel kanker yang
tertinggal setelah operasi
3. Mengobati beberapa macam kanker
darah
Menekan jumlah kematian penderita
kanker tahap dini
4. Menunda kematian atau memperpanjang
usia hidup pasien untuk sementara
waktu
Meringankan gejala
5. Mengontrol pertumbuhan sel- sel kanker
4. PERSIAPAN KLIEN 1. Berikan salam, perkenalkan diri anda,
dan identifikasi klien dengan memeriksa
identitas klien secara cermat.
2. Jelaskan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan, berikan kesempatan
kepada klien untuk bertanya dan jawab
seluruh pertanyaan klien.
3. Minta pengunjung untuk meninggalkan
ruangan, beri privasi kepada klien
4. Atur posisi klien sehingga merasakan
aman dan nyaman
5. PERSIAPAN ALAT 1. Obat sitostatika
2. Cairan NaCl 0,9 %, D5% atau intralit
Pengalas plastik dengan kertas absorbsi
atau kain diatasnya
3. Gaun lengan panjang, masker, topi, kaca
mata, sarung tangan, sepatu
4. Spuit disposible (5cc, 10cc, 20cc,
50cc).  
5. Infus set dan vena kateter kecil
Alkohol 70% dengan kapas steril
Bak spuit besar
6. Label obat
7. Plasttik tempat pembuangan bekas
8. Kardex (catatan khusus)
6. CARA BEKERJA :

Tahap PraInteraksi

1. Mengecek program terapi yang digunakan, serta waktu pemberian obat sebelumnya
2. Mencuci tangan
3. Periksa nama pasien, dosis obat, jenis obat, cara pemberian obat
4. Menyiapkan alat

Tahap Orientasi

1. Memberikan salam dan sapa nama pasien


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan (inform concent) pasien maupun keluarga

Tahap Kerja

Persiapan Obat

5. Perawat mencuci tangan


6. Meja dialasi dengan pengalas plastik diatasnya ada kertas penyerap atau kain
7. Pakai gaun lengan panjang, topi, masker, kaca mata, sepatu
8. Ambil obat sitostatika sesuai program, larutkan dengan NaCl 0,9%, D5% atau intralit
9. Sebelum membuka ampul, pastikan bahwa cairan tersebut tidak berada pada puncak
ampul
10. Gunakan kasa waktu membuka ampul agar tidak terjadi luka dan terkontaminasi
dengan kulit
11. Pastikan bahwa obat yang diambil sudah cukup dengan tidak mengambil 2 kali
12. Keluarkan udara yang masih berada dalam spuit dengan menutupkan kapas atau kasa
steril diujung jarum spuit
13. Masukkan perlahan-lahan obat kedalam flabot NaCl 0,9% atau D5% dengan volume
cairan yang telah ditentukan
14. Jangan tumpah saat mencampur, menyiapkan dan saat memasukkan obat kedalam
flabot atau botol infus
15. Buat label, nama pasien, jenis obat, tanggal, jam pemberian serta akhir pemberian
atau dengan syringe pump
16. Masukkan kedalam kontainer yang telah disediakan
17. Masukkan sampah langsung ke kantong plastik, ikat dan beri tanda atau jarum bekas
dimasukkan ke dalam tempat khusus untuk menghindari tusukan
Pemberian Obat

18. Periksa pasien, jenis obat, dosis obat, jenis cairan, volume cairan, cara pemberian,
waktu pemberian dan akhir pemberian
19. Pakai proteksi : gaun lengan panjang, topi, masker, kacamata, sarung tangan dan
sepatu
20. Lakukan teknik aseptik dan antiseptic
21. Pasang pengalas plastik yang dilapisi kertas absorbsi dibawah daerah tusukan infuse
22. Berikan anti mual ½ jam sebelum pemberian anti neoplastik (primperan, zofran, kitril
secara intra vena)
23. Lakukan aspirasi dengan NaCl 0,9%
24. Beri obat kanker secara perlahan-lahan (kalau perlu dengan syringe pump) sesuai
program
25. Bila selesai bilas kembali dengan NaCl 09%
26. Semua alat yang sudah di pakai dimasukkan ke dalam kantong plastik dan di ikat 
serta diberi etiket
27. Buka gaun, topi, masker, kacamata kemudian rendam dengan detergent
28. Bila disposible masukkan dalam kantong plastik kemudian di ikat dan diberi etiket,
kirim ke incinerator/bakaran
7. HASIl :

Dokumentasikan Nama Tindakan/Tanggal/jam tindakan, Hasil Yang diperoleh, Respon klien


selama tindakan, Nama dan paraf perawat Pelaksana

8. Hal-hal yang perlu diperhatikan :

1. Perhatikan kontaminasi obat dengan kulit


2. Pastikan keadaan umum pasien sebelum pemberian kemoterapi
ANALISIS VIDEO

PEMBERIAN OBAT KEMOTERAPI

Analisis video:

Video ini memperlihatkan bagaimana cara pemberian obat kemoterapi, pertama


mempersiapkan alat, melakukan komunikasi terapeutik dan menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan, menggunakan APD dan melakukan pemberian obat kemoterapi kepada pasien.

Di video ini perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan, tidak
menggunakan pengalas plastic atau underpad saat memasukkan obat kemoterapi ke dalam
flabot NaCl 0,9%. Dalam video ini pemberian obat kemoterapi dengan memasukkan cairan
obat kedalam infus yang sudah terpasang, namun perawat saat memasukkan cairan obat tidak
memberhentikan aliran cairan infus terlebih dahulu.

Analisis menurut sumber:

Dalam teorinya obat kemoterapi tidak boleh diberikan sewaktu infus berjalan kecuali
melalui vena sentral sebagai alat akses. Sewaktu pemberian melalui vena sentral, dapatkan
aliran balik darah sbelum penetesan obat kemoterapi. Gunakan pengontrol mekanik atau
elektrik selama infus kemoterapi kontiniu.(buku: standar perawatan pasien edisi V: EGC)

https://youtu.be/KUaj1GbDyiU

Anda mungkin juga menyukai