Anda di halaman 1dari 10

Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

PERTEMUAN 7 :

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN BANK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari materi perkuliahan, mahasiswa mampu:

1. Menguraikan pembinaan, pengaturan dan pengawasan bank.


2. Mengetahui prinsip dasar pengawasan bank yang efektif.
3. Memahami independensi Bank Sentral.
4. Menguraikan pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran.

B. URAIAN MATERI

Tujuan utama pengawasan bank adalah memelihara kepercayaan masyarakat dan


memelihara sistem keuangan. Tujuan tersebut dimaksudkan untuk dapat meminimalkan
risiko serta kerugian masyarakat penyimpan maupun para kreditor. Otoritas pengawas harus
mendorong terciptanya disiplin pasar melalui pengaturan dan pengawasan yang baik, harus
mempunyai independensi dan kewenangan yang cukup dalam pengambilan keputusan. Bank
Sentral sebagai pengawas bank komersial bertugas memantau dan memeriksa apakah pemilik
dan pengelola bank telah melaksanakannya. Dengan pengawasan, maka akan dapat segera
dilakukan langkah-langkah yang diperlukan apabila terdapat peraturan atau ketentuan yang
tidak dilaksanakan.

Pengawasan bank dapat dilaksanakan secara:

 Langsung (on site)


 Tidak langsung (off-site)
 Kombinasi keduanya

A. Prinsip Dasar Pengawasan Bank Yang Efektif

Prinsip-prinsip dasar pengawasan bank yang efektif di beberapa negara yang lazim
dan terbaik secara internasional dikenal dengan sebutan 25 Core Principles for Effective

40
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Banking Supervision yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS). Berikut
mencakup tujuh aspek penting (25 prinsip dasar), yaitu:

1. Kelembagaan
Sistem pengawasan bank yang efektif memerlukan penetapan tanggung jawab
dan tujuan yang jelas bagi lembaga terkait dalam tugas-tugas pengawasan
bank, harus memiliki independensi operasional dan sumber daya yang cukup.
Diperlukan konsensus untuk tukar menukar informasi antar lembaga otoritas
pengawas dan perlindungan kerahasiaan data yang diperlukan.
2. Perizinan
Bank merupakan lembaga yang diberi izin operasi dan diawasi dalam kegiatan
yang diperbolehkan.
Otoritas perizinan harus memiliki kewenangan untuk menetapkan dan
menolak segala pengajuan/proposal dalam pendirian bank yang tidak
memenuhi standar. Proses perizinan mencakup penilaian struktur kepemilikan
organisasi bank, komisaris dan direksi, rencana operasi dan pengendalian
internal, proyeksi laporan keuangan dan juga permodalan.
Otoritas pengawasan harus memiliki kewenangan untuk mengkaji ulang dan
menolak berbagai pengajuan/proposal mengenai pemindahan kepemilikan atau
pengendalian bank secara signifikan.
Otoritas pengawasan harus memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria
untuk mengkaji ulang akuisisi atau investasi mayoritas oleh bank, dan dapat
memastikan bahwa afiliasi/struktur perusahaan tidak membawa bank pada
risiko yang berlebihan atau mengganggu efektifitas pengawasan.
3. Persyaratan dan Ketentuan kehati-hatian
Otoritas pengawasan harus menetapkan kebutuhan penyediaan modal
minimum (KPMM) untuk semua bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, yang
sekurang-kurangnya mencerminkan risiko yang diambil dan kemampuan baik
untuk menyerap kerugian. Khusus bagi bank yang beroperasional secara
internasional, persyaratan tersebut sekurang-kurangnya adalah sebagaimana
yang ditetapkan oleh Based Capital Accord.
Sistem pengawasan bank telah mencakup penilaian terhadap kebijakan,
praktik-praktik dan prosedur perkreditan dan penanaman, termasuk portofolio
aset bank.

41
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan, praktik-praktik dan prosedur dalam melakukan
penilaian terhadap kualitas aset bank.
Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki sistem
informasi manajemen untuk mengidentifikasi konsentrasi risiko dalam
portofolio bank. Otoritas harus menetapkan batasan maksimum eksposur
risiko terhadap nasabah individual dan grup baik terkait maupun tidak terkait.
Dalam rangka menghindari penyalahgunaan kredit kepada pihak yang terkait,
otoritas pengawas harus menetapkan batas maksimal pemberian kredit
(BMPK) bagi pihak terkait, dan bank telah melakukan pemantauan secara
efektif termasuk upaya-upaya bank lainnya dalam mengatasi timbulnya risiko.
Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank memiliki kebijakan
dan prosedur yang memadai untuk mengidentifikasi, memantau, dan
mengendalikan country risk atau transfer risk dalam kegiatan perbankan
internasional, termasuk kecukupan cadangan untuk mengantisipasi risiko.
Otorisasi pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki
sistem yang dapat menghitung secara akurat, memantau dan mengendalikan
risiko pasar (market risk) secara memadai, dan jika perlu otoritas harus
memiliki kewenangan untuk menetapkan special limit/capital charge tertentu
atas risk exposure.
Otoritas pengawas harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki proses
manajemen risiko yang komprehensif, termasuk kompetensi manajemen,
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan berbagai
risiko potensial, dan jika perlu, bank harus menyediakan modal untuk
menopang risiko tersebut.
Otoritas pengawas harus menetapkan bahwa bank telah memiliki pengendalian
internal yang memadai, sebanding dengan jenis ukuran bisnis bank, antara lain
mencakup delegasi kewenangan dan tanggung jawab, tugas dan fungsi,
rekonsiliasi, pengamanan aset, dan audit internal/eksternal independen.
Otoritas pengawas harus menetapkan bahwa bank telah memiliki kebijakan,
praktik-praktik dan prosedur yang memadai, termasuk “strict know your
customer rules” untuk meningkatkan standar etika dan profesionalisme dalam
sektor keuangan dan mencegah terjadinya praktik-praktik kriminal.

42
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

4. Metode Pengawasan Bank


Sistem pengawasan bank yang efektif sekurang-kurangnya mencakup atau
merupakan kombinasi dari bentuk on site examination dan off site supervision.
Pengawas bank harus melakukan kontak secara teratur dengan manajemen
bank dan memiliki pemahaman yang seksama terhadap kegiatan bank yang
diawasi.
Kegiatan pengawasan bank mencakup tahap-tahap pengumpulan data,
pengkajian dan analisis terhadap laporan-laporan bank (prudential), baik
secara individual maupun konsolidasi.
Pengawas bank harus melakukan kegiatan pembuktian secara independen
terhadap kebenaran informasi pengawasan, baik melalui on site examination
maupun menggunakan jasa auditor eksternal.
Kegiatan Pengawasan bank untuk mengawasi grup perbankan secara
konsolidatif.
5. Informasi
Pengawas bank harus dapat memastikan bahwa bank telah memiliki catatan
akuntansi yang memadai berdasarkan kebijakan dan prinsip-prinsip yang
berlaku dan diterapkan konsisten, sehingga dapat
menyajikan/mempublikasikan secara berkala laporan keuangan dan hasil
usaha bank dengan wajar dan benar.
6. Kewenangan Formal Lembaga Pengawas
Otoritas pengawas harus memiliki kewenangan untuk melakukan langkah-
langkah tindak lanjut pengawasan apabila dijumpai adanya bank yang tidak
mampu memenuhi ketentuan kehati-hatian seperti ketentuan Capital Adequacy
Ratio/CAR, pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, atau adanya hal-hal
lain yang dapat mengancam kepentingan nasabah.
7. Pengawasan Lintas Negara (Cross Border Banking)
Pengawasan bank harus melakukan pemantauan dan pengawasan bank secara
konsolidasi dan global serta penerapan ketentuan kehati-hatian secara
memadai terhadap seluruh aspek kegiatan dari unit-unit usaha bank yang
beroperasi di luar negeri seperti: kantor cabang, agency, bank campuran dan
subsidiaries.

43
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Secara konsolidatif pengawas bank perlu melakukan kontak dan tukar-


menukar informasi bank yang diawasi secara teratur dengan otoritas
pengawasan negara lain, terutama host country supervisory authority.
Otoritas pengawas harus mensyaratkan bahwa kegiatan operasional kantor
cabang bank asing diperlakukan sama dengan bank lokal, dan otoritas
pengawas harus memiliki kewenangan untuk tukar menukar informasi yang
diperlukan oleh pengawas negara asalnya.

Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam penilaian suatu bank yang
mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan hidup bank tersebut, maka
tindakakan yang harus dilakukan adalah:

1. Pemegang saham menambah modal


2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris atau direksi bank
3. Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
macet dan menghitungkan kerugian bank dengan modalnya.
4. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.
5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.
6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak
lain.
7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban kepada bank atau pihak
lain.

Apabila tindakan diatas tidak mampu untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank
dan menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan sistem perbankan, maka Bank
Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan dapat menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim
likuidasi.

B. Independensi Bank Sentral

Beberapa studi menunjukkan bahwa krisis perbankan yang terjadi di beberapa negara
karena kurangnya independensi lembaga pengatur dan pengawas perbankan dari berbagai
tekanan dan intervensi politik dan pemerintah. Dan hasil studi mendorong argumen bahwa
pengaturan dan pengawasan bank sebaiknya memiliki independensi dan terpisah dari bank
sentral. Independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan,

44
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

atau kontrol dari pihak lain. Independensi bank sentral menurut fraser (1994) dalam Bank
Indonesia (2004) diartikan sebagai kebebasan bank sentral untuk dapat melaksanakan
kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan politik.

Ada lima aspek independensi Bank Sentral, yaitu:

1. Kebebasan terhadap campur tangan pemerintah dan atau pihak lain (institutional
independence).
2. Kebebasan dalam mencapai sasaran akhir (goal independence).
3. Kebebasan dalam menggunakan instrumen dan menetapkan sendiri sasaran kebijakan
moneter (instrument independence).
4. Kebebasan dewan gubernur bank sentral dalam melaksanakan tugas-tugas yang
ditetapkan undang-undang (personal independence).
5. Kebebasan untuk menetapkan dan mengelola anggaran dan aset kekayaannya tanpa
persetujuan oleh parlemen (financial independence).

C. Pengaturan dan Pengawasan Sistem Pembayaran

Bank Sentral terlibat dalam sistem pembayaran karena sistem pembayaran merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan dan perbankan suatu negara.
Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang perkembangan sistem keuangan dan
perbankan, sebaliknya risiko ketidaklancaran atau kegagalan sistem pembayaran akan
berdampak negatif pada kestabilan ekonomi. Namun tidak semua bank sentral pada negara
tersebut melaksanakan tugas ini sepenuhnya, tetapi bersama-sama dengan lembaga
independen lainnya, berikut tampak pada beberapa negara dibawah ini:

Negara Otoritas Moneter Pengatur Sistem Pembayaran


Afrika Selatan Ya Ya Tidak
Amerika Ya Sebagian Sebagian
Australia Ya Tidak Ya
Belanda Ya Sebagian Ya
Brasil Ya Ya Sebagian
Brunei Ya Tidak Tidak
Hongkong Ya Tidak Tidak

45
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

India Ya Ya Sebagian
Indonesia Ya Ya Ya
Inggris Ya Tidak Tidak
Italia Ya Sebagian Ya
Jepang Ya Tidak Ya
Jerman Ya Sebagian Ya
Malaysia Ya Ya Ya
Prancis Ya Sebagian Sebagian
Selandia Baru Ya Ya Ya
Singapura Ya Ya Sebagian
Sumber: Bank Indonesia, 2004

1. Sistem Pembayaran Tunai


Kebijakan Bank Indonesia dibidang pembayaran tunai mencakup tiga aspek pokok,
yaitu:
a. Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal
Kebijakan ini diarahkan untuk menyediakan uang yang layak edar dan jumlah
yang cukup, baik dari segi nominal maupun jenis pecahan yang sesuai, secara
tepat waktu.
b. Menjaga kualitas uang layak edar
c. Melakukan tindakan preventif serta represif dalam mengurangi peredaran uang
palsu.
2. Sistem Pembayaran Non Tunai
Dalam kebijakan sistem pembayaran ini Bank Indonesia mengutamakan penurunan
risiko dan penigkatan efisiensi sistem pembayaran.
Sistem pembayaran non tunai adalah suatu sistem yang mencakup pengaturan,
kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, dan mekanisme tehnis yang digunakan untuk
penyampaian, pengesahan dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan
kewajiban pembayaran melalui pertukaran “nilai” antar perorangan, bank, dan
lembaga lainnya baik domestik maupun antar negara.
Instrumen dalam sistem pembayaran non tunai berupa:
a. Warkat/dokumen: cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit, dll.
b. Kartu: kartu kredit, kartu debet, kartu ATM, smart card
c. Internet/telepon: internet banking dan telephone banking.

46
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Proses penyelesaian pembayaran tersebut dapat dilakukan secara sebagai berikut:

a. Sistem Batch
Intruksi pembayaran dikumpulkan terlebih dahulu, sedangkan pemrosesannya
dilakukan kemudian dalam jumlah tertentu sekaligus pada waktu tertentu
(sistem tertunda atau deffered).
b. Sistem real time (seketika)
Penyampaian dan pemrosesan instruksi pembayaran dilakukan satu demi satu
seketika setiap datangnya instruksi pembayaran. Pada umumnya pembayaran
yang bernilai besar menggunakan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS)
yaitu sistem penanganan yang memproses setiap transaksi secara individual,
berkesinambungan dan seketika. Tiap transaksipun diselesaikan pada rekening
bank yang bertransaksi yang berada di bank sentral, secara bruto, dan bersifat
segera, final dan irrecovable (tidak dapat dibatalkan) sehingga tidak memiliki
risiko kredit, dan meminimalkan risiko manajemen.

Menurut The Committee on Payment and Settlement Sistems Bank International


Settlement (CPSS BIS,1996), terdapat lima jenis risiko pembayaran, yaitu:

1. Risiko kredit
Risiko ketika salah satu peserta dalam sistem pembayaran tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo atau di masa mendatang.
2. Risiko likuiditas
Risiko ketika salah satu peserta dalam sistem pembayaran tidak memiliki cukup dana
untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, meskipun barangkali mampu
pada waktu yang akan datang.
3. Risiko hukum
Risiko ketika kerangka hukum yang lemah atuu ketidakpastian hukum yang dapat
menyebabkan atau memperburuk risiko kredit dan risiko likuditas.
4. Risiko operasional
Risiko yang timbul oleh faktor-faktor operasional, seperti tidak beefungsinya secara
teknis atau kesalahan operasional, yang dapat menyebabkan atau memperburuk risiko
kredit atau risiko likuiditas.
5. Risiko sistemik

47
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Risiko ketika ketidakmampuan salah satu peserta untuk memenuhi kewajibannya atau
gangguan pada sistem, menyebabkan ketidakmampuan peserta lain. Selanjutnya,
kegagalan pembayaran tersebut menyebar secara luas sehingga membahayakan sistem
dan pasar keuangan.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS
1. Jelaskan bagaimana Bank Sentral melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap
bank-bank!

48
Modul Bank dan Lembaga Keuangan Lain S1 AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

DAFTAR PUSTAKA

Dr. kasmir, bank dan lembaga keuangan lainnya edisi revisi, pt rajagrfindo persada,
jakarta, 2014.
Ktut silvanita, bank dan lembaga keuangan lain, penerbit erlangga, 2009.

49

Anda mungkin juga menyukai