Anda di halaman 1dari 119

EVALUASI PROGRAM KONSERVASI

SUMBER DAYA AIR


(STUDI DI KOTA BATU)

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Sarjana
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

AF’IDATUL FAIDAH
NIM. 165030100111016

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2020
MOTTO

Berusaha dan Berdo’a

‫ان هللا ال يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم‬


“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Air

(Studi di Kota Batu)

Disusun Oleh : Af’idatul Faidah

NIM : 165030100111016

Fakultas : Ilmu Administrasi

Jurusan : Administrasi Publik

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Malang, 18 Desember 2020

Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si Andy Kurniawan, S.AP., M.AP


NIP. 2011078603201001
NIP. 197108282006041001

iii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI

Telah dipertahankan didepan majelis penguji skripsi Fakultas Ilmu Administrasi


Universitas Brawijaya, pada:

Hari : Rabu
Tanggal : 6 Januari 2021
Waktu : 09.00 WIB
Skripsi atas nama : Af’idatul Faidah
Judul : Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Air (Studi di
Kota Batu)

Dan dinyatakan
LULUS/TIDAK LULUS

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si Andy Kurniawan, S.AP., M.AP


NIP. 197108282006041001 NIP. 2011078603201001

Majelis Penguji 1 Majelis Penguji 2

Dr. Drs. Abdullah Said, M.Si Dr. Siswidiyanto, M.S


NIP.195709111985031003 NIP. 196007171986011002

iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan

saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan

oleh pihak lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini

dan disebut dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur

jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya

peroleh (S-1) dibatalkan, serta di proses sesuai dengan Peraturan Perundang-

Undangan yang berlaku (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 20 dan Pasal

25 ayat 2)

Malang, 14 Januari 2021

Af’idatul Faidah
NIM. 165030100111016

v
RINGKASAN

Af’idatul Faidah. 2020. Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Air


(Studi di Kota Batu). Skripsi. Jurusan Administrasi Publik, Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya. Dr. Mohammad Nuh, S.IP, M.Si; Andy
Kurniawan S.AP., M.AP, 89 hal+

Konservasi Sumber Daya Air merupakan wewenang yang dimiliki oleh


pemerintah sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3)
yaitu menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Otonomi daerah memungkinkan pemerintah daerah untuk membuat
kebijakan termasuk dalam konservasi sumber daya air. Kota Batu merupakan kota
yang strategis sebagai wilayah konservasi karena Kota Batu sebagai hulu Daerah
Aliran Sungai (DAS) Brantas sehingga urgensi konservasi air di Kota Batu tidak
hanya melindungi kawasan Kota Batu dari kelangkaan air, namun lebih dari itu
termasuk juga 14 wilayah yang dialiri oleh DAS Brantas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan
menganalisis pelaksanaan program konservasi sumber daya air di Kota Batu
sehinggapeneliti bisa melakukan evaluasi. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik analisis data
menggunakan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles Huberman
yang terdiri dari pengumpulan data, kondendasi data, penyajian data, menarik
kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa program konservasi sumberdaya air di
Kota Batu belum terlaksana dengan baik, hal ini terlihat dalam setiap tahapanya
seperti konteks yang dalam perencanaannya kurang menyentuh akar permasalahan,
input yang kurang melibatkan banyak pihak dan tidak berkelanjutan, proses yang
kurang memiliki pengawasan dan pengelolaan yang berkelanjutan, serta produk
yang tidak menyertakan penelitian dan informasi dalam agenda konservasi. Pada
akhirnya dapat disimpulkan bahwa program konservasi Kota Batu kurang
memadukan segi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pemerintahan yang merupakan
konsep konservasi berkelanjutan yang sesuai dengan konsep SDG’s. Saran dari
peneliti adalah dalam segi konteks pemerintah mencari tahu permsalahan pokok
konservasi air, dari segi input seharusnya melibatkan masyarakat dan pihak
pengguna air dalam jumlah besar, dari segi proses pematangan pegelolaan dan
pengawasan yang lebih masif, dan dari segi produk memasukkan informasi dan
melakukan penelitian.
Kata Kunci: Evaluasi, Konservasi Sumber Daya Air, CIPP, Pembangunan
Berkelanjutan

vi
SUMMARY

Af’idatul Faidah. 2020. Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Air


(Studi di Kota Batu). Essay. Department of Public Administration, Faculty
of Administrative Sciences, Brawijaya University. Supervisor: Dr.
Mohammad Nuh, S.IP, M.Si., Andy Kurniawan S.AP., M.AP, 89 +

Conservation of Water Resources is an authority owned by the government


as mandated in the 1945 Constitution Article 33 paragraph (3), which states that the
earth, water and natural resources contained therein are controlled by the state and
used for the greatest prosperity of the people. Regional autonomy allows local
governments to make policies including the conservation of water resources. Batu
City is a strategic city as a conservation area because Batu City is the upstream area
of the Brantas River Basin (DAS) so that the urgency of water conservation in Batu
City does not only protect the Batu City Area from water scarcity, but more than
that it also includes 17 areas flowed by Brantas River Basin (DAS)
The purpose of this study was to identify, describe, and analyze the
implementation of a water resources conservation program in Batu City so that
researchers can conduct an evaluation. Data collection was carried out through
interviews, observation and documentation. This research uses descriptive research
with a qualitative approach. The data analysis technique used an interactive analysis
model developed by Miles Huberman which consisted of data collection, data
conduction, data presentation, drawing conclusions and verification.
The results show that the water resources conservation program in Batu City
has not been implemented properly, this can be seen at every stage such as the
context in which the planning does not touch the root of the problem, the input that
does not involve many parties and is not sustainable, the process lacks supervision
and management. sustainable, and products that do not include research and
information on the conservation agenda. In the end, it can be concluded that the
Batu City conservation program does not integrate social, economic,
environmental, and government aspects which are the concept of sustainable
conservation which is in accordance with the SDG’s concept. The suggestion from
the researchers is that in the context of the government to find out the main
problems of water conservation, in terms of input, it should involve the community
and large numbers of water users, in terms of a more massive process of maturing
management and supervision, and in terms of products including information and
conducting research.
Keywords: Evaluation, Water Resources Conservation, CIPP, Sustainable
Development Goals (SDG’s)

vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada
Kedua orang tua saya yang telah memberikan semangat dan do’a
Sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini,
Terimakasih atas semua yang telah diberikan

viii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Air

(Studi di Kota Batu)” Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk

memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi Bisnis

Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Penulis

sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa

adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya.

2. Bapak Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D selaku Ketua Jurusan

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

3. Bapak Dr. Fadillah Amin, M.AP., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

4. Bapak Dr. Mohammad Nuh, S.IP., M.Si selaku Ketua Komisi

Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan

memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Andy Kurniawan, S.AP., M.AP selaku Anggota Komisi

ix
Pembimbing Skripsi yang telah membimbing, mengarahkan dan

memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas

Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya yang telah memberikan ilmu

yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Kedua orang Ibu Ami Sulastri dan bapak Ali Afandi yang selalu

mendukung apapun yang penulis lakukan dan selalu memberikan nasihat-

nasihat yang sangat berguna untuk penulis.

8. Teman dan partner saya yaitu zuda, irma, dan syafiq yang selalu

memberikan motivasi, semangat, serta membantu penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar Administrasi Publik 2016 yang telah mengisi hari-hari

perkuliahan dengan penuh semangat dan suka cita

Demi kesempurnaan skripsi ini, sara n dan kritik ysng sifatnya mebangun

sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bisa bermanfaat dan

memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Malang, 5 Januari 2021

Af’idatul Faidah

x
DAFTAR ISI

MOTTO ................................................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................... iii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI.......................................................v
RINGKASAN ....................................................................................................... vi
SUMMARY ......................................................................................................... vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................ viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1


I.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
I.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
I.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7
I.4 Kontribusi Penelitian................................................................................... 8
I.5 Sistematika Penulisan ................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 10


II.1 Administrasi Pembangunan...................................................................... 10
II.1.1 Pengertian Administrasi Pembangunan ........................................... 10
II.1.2 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan ........................................ 11
II.1.3 Urban Sustainable Development ..................................................... 16
II.2 Evaluasi Program ..................................................................................... 18
II.2.1 Pengertian Program ......................................................................... 18
II.2.2 Definisi Evaluasi Program ............................................................... 19
II.2.3 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program .............................................. 20
II.2.4 Model-Model Evaluasi Program ..................................................... 23
II.2.5 Model Evaluasi CIPP....................................................................... 25
II.3 Lingkungan............................................................................................... 33
II.3.1 Konsep Lingkungan ......................................................................... 33
II.3.2 Permasalahan Lingkungan Hidup .................................................... 36
II.4 Konservasi Sumber Daya Air ................................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 42


III.1 Jenis Penelitian ......................................................................................... 42
III.2 Fokus Penelitian ....................................................................................... 43
III.3 Lokasi dan Situs Penelitian ...................................................................... 45
III.4 Sumber Data ............................................................................................. 45
III.4.1 Data Primer .................................................................................... 46
III.4.2 Data Sekunder ................................................................................ 46

xi
III.5 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 47
III.5.1 Observasi ........................................................................................ 47
III.5.2 Wawancara ..................................................................................... 48
III.5.3 Dokumentasi................................................................................... 49
III.6 Instrumen Penelitian ................................................................................. 49
III.7 Analisis Data ............................................................................................ 50
III.8 Keabsahan Data ........................................................................................ 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 55


IV.1 Gambaran Umum ..................................................................................... 55
IV.1.1 Gambaran Umum Kota Batu.......................................................... 55
IV.1.2 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup ................................. 57
IV.1.3 Gambaran Umum Program Konservasi Sumberdaya Air .............. 59
IV.2 Penyajian Data ......................................................................................... 60
IV.2.1 Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya air ............................ 60
IV.2.1.1 Context Evaluation (Evaluasi terhadap Konteks) .................. 61
IV.2.1.2 Input Evaluation (Evaluasi terhadap Masukan) ..................... 63
IV.2.1.3 Proses (Evaluasi terhadap Proses) .......................................... 65
IV.2.1.4 Produk (Evaluasi terhadap hasil) ............................................ 74
IV.3 Pembahasan .............................................................................................. 76
IV.3.1 Context Evaluation (Evaluasi terhadap Konteks) .......................... 76
IV.3.2 Input (Evaluasi terhadap Masukan) ............................................... 79
IV.3.3 Proses (Evaluasi terhadap Proses) ................................................. 81
IV.3.4 Produk (Evaluasi terhadap Hasil) .................................................. 84

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 86


V.1 Kesimpulan ......................................................................................... 86
V.2 Saran ................................................................................................... 89

Daftar Pustaka ..................................................................................................... 91

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Unsur-Unsur Keberhasilan Pembangunan .............................. 2


Gambar 1.2 PDRB Kota Batu 2015-2019 ................................................... 3
Gambar 1.3 Kerusakan Hutan di Kota Batu ................................................ 4
Gambar 2.1 Pembangunan Berkelanjutan ................................................... 13
Gambar 2.2 Keterkaitan Lingkungan Hidup dan Aktivitas Ekonomi ......... 34
Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif ................................................ 51
Gambar 4.1 Peta Wilayah Administratif Kota Batu .................................... 56

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Sumber Mata Air di Kota Batu ................................................... 4


Table 2.1 Evaluasi Conteks, Input, Proses, Produk..................................... 31

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ................................................................ 92


Lampiran 2 Surat Pengantar Riset ................................................................ 94
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ............................................................ 95
Lampiran 4 Curriculum Vitae .................................................................... 100

xv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di segala bidang yang menyangkut kehidupan manusia, sesuai

dengan tujuan negara seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan dalam prosesnya

tidak terlepas dari penggunaan sumberdaya alam, baik sumber daya alam yang

terbarukan maupun sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Menurut Aziz

(2019) Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan

yang mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam dan sumberdaya manusia

secara berkelanjutan dengan cara menyelaraskan aktivitas manusia sesuai

dengan kemampuan sumber alam yang menopangnya dalam suatu ruang

wilayah daratan, lautan, dan udara sebagai satu kesatuan.

Tujuan pembangunan yang berkelanjutan memiliki hubungan dengan

tujuan lingkungan. Keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan tidak akan

tercapai apabila tidak di dukung kondisi lingkungan hidup yang mendukung

pembangunan. Menurut Budiman (1995:8) dalam Ngusmanto (2015:31)

pembangunan yang berhasil memiliki unsur-unsur yang dapat dibuat skema

pada gambar 1.1

1
2

Pertumbuhan ekonomi yang


tinggi
Pembangunan yang
berhasil
Berkesinambungan:
a. tidak terjadi kerusakan sosial
b. tidak terjadi kerusakan alam

Gambar 1.1 Unsur-Unsur Keberhasilan Pembangunan


Sumber: Budiman (1995:8)

Kota Batu merupakan kota yang dikelilingi oleh perbukitan dan

pegunungan, seperti Gunung Anjasmoro, Gunung Arjuno, Gunung Banyak,

Gunung Kawi, Gunung Panderman, dan Gunung Welirang. hal ini membuat

Kota Batu berudara sejuk, memiliki lingkungan yang indah serta memiliki

kondisi hidrologi yang bervariasi dengan keberadaan sumber mata air, daerah

aliran sungai, dan sungai. Dengan keadaaan alam yang unik ini membuat Kota

Batu dicananangkan sebagai kota wisata yang berabasis agropolitan.

Berkembangnya pembangunan pariwisata di Kota Batu ini memberikan

dampak positif pada kehidupan sosial kemasyarakatan seperti adanya

kesempatan kerja yang lebih luas bagi penduduk Kota Batu di sektor

perdagangan dan pertanian, pengurangan pengangguran, dan sebagainya. Hal

ini bisa dilihat dari produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Batu yang

terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Badan Pusat Statistik

(BPS) tercatat PDRB Kota Batu meningkat dalam kurun beberapa tahun

terakhir. Pada tahun 2015 senilai Rp 11,5 miliar, 2016 Rp 12,9 miliar, 2017 Rp

14,3 miliar, 2018 Rp 15,8 miliar, dan 2019 Rp 16.9 miliar.


3

16.9
15.8
14.3
12.9
11.5

2015 2016 2017 2018 2019

Gambar 1.2 PDRB Kota Batu 2015-2019


Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Batu
Perkembangan pariwisata dan pembangunan di Kota Batu ini disisi lain

memberikan dampak negatif jika tidak memperhatikan keseimbangan

lingkungan dan kelestarian fungsi serta kemampuannya, terlebih lagi Kota

Batu diperuntukkan sebagai kawasan yang melindungi kawasan dibawahnya

terutama dalam hal sumber daya air.

Air merupakan sumberdaya yang sangat dibutuhkan oleh manusia, tanpa

adanya air tidak akan ada kehidupan di dunia ini sehingga kebutuhan manusia

tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan akan air, baik kebutuhan individu

maupun kebutuhan umum. Dari seluruh air bersih di dunia, diperkirakan hanya

0,3% yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan manusia (Agnika, 2016).

Meningkatnya penggunaan air diantaranya karena pertambahan jumlah

penduduk, penggunaan untuk kebutuhan pertanian dan pemenuhan industri.

Sumber daya air harus terus dijaga dan dilestarikan agar manusia dimasa

mendatang bisa melangsungkan kehidupan dengan baik.

Menurut data wahana lingkungan hidup Indonesia (WALHI) sumber mata

air di Kota Batu telah menurun dengan cukup signifikan, serta mengering
4

bahkan hilangnya sumber mata air di beberapa tempat di Kota Batu.

Keberadaan sumber mata air di Kota Batu sebelumnya tercatat ada 111 titik

kini telah mengalami penurunan. Dari 58 titik sumber air yang berada di

Kecamatan Bumiaji saat ini tinggal 28 titik. Sedangkan di Kecamatan Batu,

dari 32 sumber air kini tinggal 15 titik. Sementara itu sumber air di Kecamatan

Junrejo, dari 22 titik sumber mata air kini tersisa 15 titik.

Tabel 1.1 Sumber Mata Air Kota Batu


Kecamatan Bumiaji Batu Junrejo
2008 58 titik 32 titik 22 titik
2018 28 titik 15 titik 15 titik
Sumber: WALHI (2018)

Selain itu penyusutan debit air di Kota Batu ini bisa terjadi karena adanya

kerusakan hutan akibat konversi lahan. Data kajian/kantor lingkungan hidup

(KLH) Kota Batu menyebutkan bahwa terdapat hutan di Kota Batu seluas

11.227 Ha dengan luas kerusakan hutan akibat konversi lahan sekitar 3.900 Ha

Hutan di Kota Batu

3.900 Ha
luas Hutan
Kerusakan
11.227 Ha

Gambar 1.3 Kerusakan Hutan di Kota Batu


Sumber: KLH Kota Batu (2011)

Kota Batu terutama di Kecamatan Bumiaji merupakan hulu dari daerah

aliran sungai (DAS) brantas yang sumberdaya airnya mengaliri kebutuhan 16

kota/kabupaten dibawahnya sehingga apabila lingkungan hidup di sekitar


5

kawasan hulu tidak terjaga dengan baik maka akan menimbulkan dampak

negatif bagi kawasan hilirnya. Hal itu terbukti pada rapat tahunan yang

diadakan Kota Batu dengan 16 kota/kabupaten yang mendapat supply air dari

Kota Batu. Beberapa wilayah yang debit airnya turun atau bahkan kekeringan

menanyakan bagaimana kondisi alam kota batu sehingga daerah dibawahnya

mengalami kekeringan. Padahal melindungi Kota Batu sendiri bukan hanya

untuk satu wilayah saja, tetapi untuk melindungi 16 kawasan dibawahnya.

Program konservasi sumber daya air merupakan program Dinas

Lingkungan Hidup Kota Batu yang fokus dalam menjaga dan melindungi

kelestarian air di Kota Batu. Program ini mengarah pada Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Batu. Program

konservasi sumber daya air ini selaras dengan Peraturan Daerah Kota Batu

Nomor 16 Tahun 2011 tentang perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan

lingkungan hidup yang pada hakikatnya berusaha menyelaraskan kebutuhan

manusia dan lingkungan hidup serta menjamin kepentingan generasi masa kini

dan generasi masa depan.

Dalam pasal 9 Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 16 Tahun 2011 tentang

perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan lingkungan hidup dijelaskan bahwa

pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penaatan

ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya

buatan, konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,

keanekaragaman hayati dan perubahan iklim juga memperhatikan nilai-nilai

agama, nilai adat dan nilai sosial yang dipercaya dan dianut oleh masyarakat
6

yang hidup di atasnya. Pada kenyataanya peraturan ini belum berjalan dengan

baik seperti yang terjadi di Kecamatan Bumiaji. Kecamatan Bumiaji masih

memiliki beberapa masalah seperti adanya pembangunan Hotel The Radja pada

tahun 2012 lalu yang akhirnya mendapat protes dari masyarakat karena

dikhawatirkan akan menyebabkan mengering dan matinya beberapa sumber

mata air di wilayah sekitar (Tirto.id 3/7/19), hal ini tentu bertentangan dengan

fungsi BWK 3 yang ditetapkan di Kecamatan Bumiaji.

Hal ini diperparah lagi dengan adanya perubahan RTRW Kota Batu 2019-

2029 terutama di Kecamatan Bumiaji. Dalam RTRW sebelumnya Kecamatan

Bumiaji merupakan kecamatan dalam kategori bagian wilayah kota 3 (BWK

3) dengan fungsi utama pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan

kawasan wisata alam dan lingkungan serta kegiatan agrowisata, namun dalam

RTRW 2019-2029 Kecamatan Bumiaji dikembangkan sebagai pembangkit

listrik tenaga panas bumi (PLTPB) yang menurut masyarakat hal ini jauh dari

nilai lokal masyarakat yang berbasis alam dan lingkungan (walhijatim.or.id,

Oktober 2019). Selain itu, isu lain yang dapat mengancam cadangan air bawah

tanah adalah banyaknya penggunaan sumur bor, menurut Perusahaan Umum

Daerah Air Minum (Perumdam) ada sebanyak 133 titik sumur bor pada tahun

2019 yang pada tahun 2020 bertambah 4 titik yang berada di Desa Punten, Desa

Pandanrejo, Kelurahan Ngaglik, dan Jalibar di Desa Oro-Oro Ombo.

Hal diatas tentu bertentangan dengan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Kota Batu Tahun 2017-2022 serta Peraturan Daerah Kota

Batu Nomor 16 Tahun 2011 tentang perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan


7

lingkungan hidup. Oleh karena itu penulis bermaksud mengkaji tentang

“EVALUASI PROGRAM KONSERVASI SUMBER DAYA AIR (Studi

di Kota Batu)”.

I.2 Rumusan Masalah

Program konservasi sumberdaya air merupakan program yang tercantum

didalam RPJMD Kota Batu dan dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan

Hidup. Masyarakat memberikan harapan yang besar terhadap program

konservasi sumberdaya air, terlebih terhadap keberlanjutan air untuk

memenuhi kebutuhan mata pencaharian baik pertanian, perkebunan,

maupun wisata. Namun menurut wawancara dan data permulaan yang

dipeoleh penulis dengan (walhi dan komunitas nawak alam), kondisi sumber

air atau debit mata di Kota Batu mengalami penurunan yang signifikan

ditambah lagi dengan adanya pembangunan yang tidak mendukung

terhadap keberlanjutan air. Hal tersebut menjadi dasar peneliti untuk

melakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana evaluasi pelaksanaan program konservasi sumber daya air di

Kota Batu dengan pendekatan model evaluasi program CIPP?”

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

evaluasi yang dilakukan penulis tentang program konservasi sumberdaya

air di Kota Batu dengan menggunakan pendekatan model evaluasi program

CIPP
8

I.4 Kontribusi Penelitian

1. Kontribusi Teoritis

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai kajian ilmu bidang

administrasi publik, hasil penelitian juga diharapkan dapat memberikan

kontribusi dalam bidang akademis sebagai informasi untuk melakukan

penelitian selanjutnya.

2. Kontribusi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan

alternatif lain dalam implementasi program konservasi sumber daya air.

Disamping itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi suatu

pertimbangan untuk menyusun kebijakan atau program selanjutnya.

I.5 Sistematika Penulisan

Pada skripsi ini, adapun sistematika penulisan seperti berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat pembahasan yang pertama berkaitan dengan

latar belakang yang memuat pentingnya kajian permasalahan yang

berkaitan dengan judul yang diteliti. Kemudian terdapat rumusan

masalah yang mengenai bagaimana kondisi permasalahan dan faktor

pendukung dan penghambat. Selanjutnya, mengemukakan manfaat

dan tujuan dari penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


9

Mengulas seluruh teori yang digunakan sebagai landasan penelitian.

Seperti teori administrasi pembangunan, evaluasi program,

lingkungan, dan konservasi sumber daya air

BAB III METODE PENELITIAN

Berisi langkah-langkah teknis dan praktis dalam pengumpulan data

penelitian. Dalam bab ini akan diulas mengenai jenis penelitian yang

digunakan, selanjutnya juga membahasa fokus penelitian, jenis dan

sumber data, kemudian teknik pengumpulan data dan teknik analisis

data yang akan digunakan dalam penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan secara umum dan mendalam tentang konteks

berupa objek dan lokasi penelitian yang berkaitan dan hasil

penelitian yang telah diolah kemudian dilakukan analisis tentang

hasil penelitian dengan teori yang relevan sehingga hasilnya

menemukan jawaban dari masalah-masalah yang telah dirumuskan.

BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan hasil dari penelitian yang terdiri dari kesimpulan

dan saran. Dalam kesimpulan menguraikan hal-hal secara garis besar

dan dalam saran berisi masukan baik untuk peneliti selanjutnya

maupun Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Administrasi Pembangunan

II.1.1 Pengertian Administrasi Pembangunan

Terdapat beberapa prespektif administrasi pembangunan yang dapat

dijadikan sebagai landasan cara berfikir dalam melihat pembangunan

secara kontekstual. Salah satunya adalah menurut Sondang Siagian

(2007) yang dikutip oleh mahi dan trigunarso (2017:42) administrasi

pembangunan merupakan seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu

bangsa untuk tumbuh, berkembang, dan berubah secara sadar dan

terencana dalam semua segi kehidupan dan penghidupan bangsa yang

bersangkutan.

Pemikiran lainya merujuk kepada Bintoro Tjokroamidjojo (1984)

mahi dan trigunarso (2017:42) yang mengemukakan bahwa administrasi

pembangunan adalah proses pengendalian usaha (administrasi) oleh

negara atau pemerintah untuk mewujudkan pertumbuhan yang

direncanakan kearah suatu keadaan yang dianggap lebih baik dan

kemajuan di dalam berbagai aspek kehidupan selanjutnya.

Sedangkan menurut Fred W. Riggs (ed) (1994) dalam mahi dan

trigunarso (2017:42) mengatakan bahwa administrasi pembangunan

secara konstekstual memiliki dua pemahaman. Pertama, berkaitan

dengan proses administrasi dari suatu program pembangunan dengan

metode-metode yang digunakan oleh organisasi besar, terutama

10
11

pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan

kegiatan-kegitan yang telah direncanakan guna menemukan sasaran

pembangunan. Kedua, arti dari istilah administrasi pembangunan

dikaitkan dengan implikasinya, tidak pengertiannya secara langsung,

termasuk di dalamnya adalah peningkatan kemampuan administrastif.

Secara lebih jelas suatu program pembangunan yang berhasil

dilaksanakan dengan sendirinya akan mendorong terjadinya perubahan-

perubahan di lingkungan masyarakat politik, termasuk perubahan

kemampuan masyarakat dalam bidang administrasi.

Mengacu kepada tiga prespektif diatas, administrasi pembangunan

dapat dimaknai sebagai sebuah pengambilan kebijakan yang bersifat

umum, penentuan perencanaan, melakukan aktivitas substansial,

menjaga keseimbangan kehidupan bernegara dan bermasyarakat,

melakukan pemberdayaan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi

serta melakukan proses pengembangan kapasitas, baik bagi aparatur

maupun bagi masyarakat.

II.1.2 Pendekatan pembangunan berkelanjutan

Menurut Aziz (2019) era Millenium Development Goals (MDGs)

sudah berakhir pada tahun 2015, dan dilanjutkan dengan era Sustainable

Development Goals (SDGs). Tepatnya pada tanggal 25-27 September

2015, dunia menyepakati 17 program pembangunan berkelanjutan yang

secara garis besar dikelompokkan dalam empat pilar, yaitu sebagai

berikut:
12

1. Pembangunan manusia

2. Pembangunan ekonomi

3. Pembangunan lingkungan hidup

4. Governance

Empat pilar tersebut harus mampu diterjemahkan oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan, baik

yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Ada empat butir prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang

dijadikan pedoman dalam skripsi ini, 1) pemerataan dan keadilan sosial,

prinsip ini mencoba pembangunan harus merata dan menjamin

kesejahteraan semua lapisan masyarakat, 2) menghargai

keanekaragamaan baik hayati maupun budaya, sehingga akan terjadi

harmonisasi di dalamnya, 3) penggunaan pendekatan integratif,

mengedepankan keterkaitan manusia dan alam yang merupakan kesatuan

utuh, 4) prespektif jangka panjang, pembangunan berkelanjutan

berorientasi tidak hanya masa sekarang, namun juga masa mendatang.

Berdasarkan pada butir prinsip-prinsip tentang pembangunan

berkelanjutan, sustaible development dapat muncul bila ketempat dari

pilar diatas sejajar dan melengkapi, seperti yang terdapat pada gambar di

bawah ini.
13

sosial

Cukup Adil
berkelanjutan

Lingkungan Ekonomi
Viable

Gambar 2.1 Pembangunan Berkelanjutan


Sumber: USEPA, 2013

Pada gambar tersebut dapat kita pahami bahwa dimensi-dimensi

tersebut menjadi hal yang wajib dalam dinamika pembangunan.

Bilamana salah satu dari tersebut tidak ada atau lebih dari yang lain,

maka akan terjadi ketidakseimbangan pembangunan. Bisa dipahami

bahwa pembangunan bisa terjadi tidak merata, tidak semua masyarakat

dapat menikmati hasil dari pembangunan yang ada. Hal inilah yang

akhirnya menjadikan tujuan dari pembangunan adalah untuk berkeadilan

bagi semua pihak dan elemen. Pada konteks yang ada di Indonesia,

merujuk pada laman bappenas, sustainable development memiliki

sejumlah 17 tujuan yang harus dicapai. mulai dari (1) tanpa kemiskinan;

(2) tanpa kelaparan; (3) kehidupan sehat dan sejahtera; (4) pendidikan

berkualitas; (5) kesetaraan gender; (6) air bersih dan sanitasi layak; (7)

energi bersih dan terjangkau; (8) pekerjaan layak dan pertumbuhan

ekonomi; (9) industri, inovasi dan infrastruktur; (10) berkurangnya

kesenjangan; (11) kota dan permukiman yang berkelanjutan; (12)

konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab; (13) penanganan


14

perubahan iklim; (14) ekosistem lautan; (15) ekosistem daratan; (16)

perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh; hingga (17)

kemitraan untuk mencapai tujuan.

Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang

berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan

generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang

mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumberdaya manusia

secara berkelanjutan dengan cara menyelaraskan aktivitas manusia

sesuai dengan kemampuan sumber alam yang menopangnya dalam suatu

ruang wilayah daratan, lautan, dan udara sebagai satu kesatuan. Dengan

pemanfaatan ruang wilayah beserta potensi sumber daya yang ada bagi

tujuan pembangunan manusia. Konteks Indonesia dalam rangka

menjamin proses pembangunan sudah termaktub dalam regulasi, di

antaranya adalah:

a. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara

Penyelengga raan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LHK) No. 69 Tahun

2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan

Hidup Strategis (KLHS)

c. Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan,

Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi


15

Rancangan Peraturan Daerah tentang RPJPD dan RPJMD Serta Tata

Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD.

d. Permendagri No. 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan KLHS

dalam penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah.

Regulasi tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam rangka

mengimplementasikan indikator dalam pembangunan berkelanjutan.

Konteks lain yang harus dipahami bahwa pembangunan dan merupakan

komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan tersebut

diorganisasi dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan adanya proses

pengintegrasian dalam tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek

ekonomi, aspek sosial-budaya, dan aspek lingkungan hidup.

Pembangunan berkelanjutan merupakan usaha dasar dan terencana

yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam,

kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi

mendatang. Sifat keterkaitan sumber daya alam dan tatanan lingkungan

mengharuskan cara dan mekanisme pembangunan yang memperhatikan

keterkaitan tersebut. Hal ini memberikan konsekuensi dimana

pembangunan pada suatu sektor harus memperhatikan dampaknya pada

pengembangan sektor lainnya. Oleh karena itu, pembangunan tidak

hanya melihat manusia sebagai individu yang berdiri sendiri saja, tetapi

juga memperhatikan dampak pembangunan terhadap kedudukan


16

manusia sebagai makhluk sosial. Pembangunan berkelanjutan adalah

proses pembangunan lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan lain sebagainya

yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan

pemenuhan kebutuhan generasi di masa depan. Pembangunan

berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,

pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan.

II.1.3 Urban Sustainable Development (Pembangunan Kota Berkelanjutan)

Pembangunan perkotaan adalah salah satu konsep yang merupakan

turunan dari pembangunan berkelanjutan yaitu urban sustainable

development, dimana pada perencanaan maupun pembangunan

perkotaan diperlukan pertimbangan-pertimbangan berdasarkan prinsip-

prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dapat menghasilkan

produk yang memenuhi keadilan dan pemerataan untuk semua

masyarakat yang terlibat.

Selain hal tersebut, kita juga mengenal dengan ketahanan perkotaan,

konsep ini lahir ketika terjadinya migrasi masyarakat ke daerah kota, baik

itu terjadi melalui urbanisasi maupun transmigrasi. Ketahanan ini lahir

ketika kota mengalami kerentanan atau masalah muncul setelah adanya

migrasi besar-besaran tersebut, mulai dari permsalahan ekonomi,

lingkungan, sosial hingga pemukiman.

Zhang (2018) dalam jurnalnya membedakan ketahanan kota dan

kota berkelanjutan sebagai dua entitas yang berbeda:


17

a) Urban resilience: is the passive process of monitoring, facilitating,

maintaining and recovering a virtual cycle between ecosystem

services and human wellbeing through concerted effort under external

influencing factors.

b) Urban Sustainability: is the active process of synergetic integration

and co-evolution between the subsystems making up a city without

compromising the possibilities for development of surrounding areas

and contributing by this means towards reducing the harmful effects

of development on the biosphere.

Dimana ketahanan kota diciptakan untuk menjaga dan membuat

sebuah mekanisme untuk wilayah tersebut tidak mengalami kehancuran,

baik dari sisi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan. Awalnya muncul

dari bagaimana menciptakan mekanisme kota untuk tetap bisa bertahan

terhadap bencana dan juga perubahan iklim. Lebih lanjut, konsep ini

dipakai untuk menjaga kota dari berbagai ancaman yang dapat

menjadikan kota rentan.

Berbeda dengan kota berkelanjutan, dimana pada prinsip mengambil

dari pembangunan berkelanjutan sehingga pembangunan yang dilakukan

nantinya tidak menjadikan kota stagnan. Kedua konsep ini tidak bisa

dipadukan, karena dengan menjadikan kota lebih tahan terhadap berbagai

macam permasalahan yang ada, sering kali bertabrakan dengan norma-

norma yang ada di dalam kota berkelanjutan. Mengacu pada prinsip yang

ada di dalam pembangunan berkelanjutan, maka apa yang dilakukan


18

haruslah mampu memenuhi kebutuhan yang ada di era sekarang, tanpa

mengganggu kebutuhan masa mendatang.

Melihat berbagai macam dinamika, pembangunan sosial perkotaan

tidak boleh sampai mereduksi kemampuan generasi mendatang dalam

pemenuhan kebutuhannya. Pengetasan kemiskinan, ketidaksetaraan

gender hingga pemerataan akses sumber daya perkotaan haruslah tetap

mempertahankan pada prinsip-prinsip sustainable development.

II.2 Evaluasi Program

II.2.1 Pengertian Program

Pengertian program menurut Wahab (2008:25) adalah suatu lingkup

kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-batasnya.

Dalam konteks program itu sendiri biasanya akan mencakup serangkaian

kegiatan yang menyangkut pengesahan/legislasi, pengorganisasian, dan

pengerahan atau penyediaan sumber daya yang diperlukan, program-

program atau sub-sub program dengan demikian dipandang sebagai

sarana untuk mewujudkan berbagai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh

pemerintah.

Pengertian lain dikemukakan oleh Arikunto (2009:4)

mendefinisikan program sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang

merupakan relasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung

dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi

yang melibatkan sekelompok orang. Terdapat tiga pengertian penting

dan perlu ditekankan dalam menentukan program (i) realisasi atau


19

implementasi suatu kebijakan, (ii) terjadi dalam waktu relatif dan bukan

kegiatan tunggal melainkan jamak dan berkesinambungan, (iii) terjadi

dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Berdasarkan uraian definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

program merupakan turunan dari sebuah kebijakan yang telah di adopsi

oleh badan-badan pemerintah. Program merupakan salah satu instrumen

yang digunakan oleh badan-badan pemerintah unutk mencapai sasaran

dan tujuan sebuah kebijakan yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Sehingga, tujuan akhir sebuah kebijakan dapat tercapai dengan adanya

program-program pendukung.

II.2.2 Definisi Evaluasi Program

Suchman (1961, dalam Anderson 1975) yang dikutip oleh Arikunto

dan Jabar (2009:1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses

menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang

direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan menurut

Stufflebeam (1971, dalam Fernander 1984) yang dikutip oleh Arikunto

dan Jabar (2009:2) evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian,

dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil

keputusan dalam menentukan alternatif keputusan. Menurut Ralph Tyler

dalam Arikunto dan Jabar (2009:5), evaluasi program merupakan proses

untuk mengetahui apakah tujuan telah terealisasikan. Selanjutnya

menurut Crobach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh

Arikunto dan Jabar (2009:5), evaluasi program merupakan upaya


20

menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambilan

keputusan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan informasi

terkait dengan suatu program yang sudah ditetapkan dan informasi

tersebut akan digunakan oleh pihak pengguna terkait dengan

kelangsungan program berikutnya.

II.2.3 Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan,

demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2009:18) tujuan dari

diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian

tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan

program. Sedangkan menurut Crwford (2000:30) tujuan dan fungsi

evaluasi adalah:

1) untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah

tercapai dalam kegiatan

2) untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil

3) untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan

4) untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan

Pada hakikatnya evaluasi bertujuan untuk melihat apakah kegiatan

atau program dilaksanakan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang

terlibat dalam program. Pada pelaksanaanya evaluasi bermaksud mencari


21

informasi sebanyak mungkin untuk mendapatkan gambaran rancangan

dan pelaksanaan program atau kegiatan. Setiap evaluator mempunyai

tugas mengumpulkan informasi seputar program atau kegiatan.

Evaluator dapat mengembangkan cara mengumpulkan informasi sesuai

dengan paradigma dan pendekatan yang dianutnya. Pada prinsipnya,

prosedur pengumpulan informasi pada evaluasi program memiliki

banyak kesamaan dengan prosedur yang dijalani oleh peneliti. Maka

tidak banyak evaluator yang meminjam prinsip-prinsip yang digunakan

pada penelitian.

Manfaat evaluasi dapat dirasakan secara langsung ataupun tidak

langsung. Evaluasi dapat dimanfaatkan sebagai penyedia informasi pada

saat proses implementasi program. Oleh karena itu evaluasi juga

memiliki kegunaan yang sangat penting yaitu:

1) Membantu membuat keputusan terhadap alokasi sumberdaya

2) Membantu membuat memikirkan kembali penyebab masalah yang

terjadi

3) Mengidentifikasi masalah yang muncul

4) Mendukung pembuatan keputusan atau penentuan tindakan

alternatif

5) Mendukung sektor publik dalam inovasi

6) Membangun konsensus mengenai penyebab masalah dan bagaimana

menanggapinya (Kusek, Rist, 2004 dalam imas, 2009)


22

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis

kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi

informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan,

yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai

melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi mengungkapkan

seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu telah dicapai. Kedua, evaluasi

memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nlai yang

mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan

mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik

dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target

dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan

kepantasan tujuan dan target dalam hubungan tujuan dan sasaran, analisis

dapat menguji alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan

dan pegawai negeri, kelompok-kelompok klien) maupun landasan

mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal,

substantif)

Ketiga, evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-

metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan

rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan

dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan,

sebagai contoh dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu

didefinisikan ulang. Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi


23

kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang

diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.

II.2.4 Model-Model Evaluasi Program

Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Arikunto (2009:

40), membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu:

a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler.

Goal Oriented Evaluation Model ini merupakan model yang muncul

paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah

tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program

dimulai. Evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan, terus-

menerus, mengecek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di

dalam proses pelaksanaan program.

b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven.

Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat

dikatakan berlawanan dengan model pertama yang dikembangkan

oleh Tyler. Jika model yang dikembangkan oleg Tyler, evaluator terus

menerus memantau tujuan, yaitu sejak awal proses terus melihat

sejauh mana tujuan tersebut sudah dapat dicapai, dalam model goal

free evaluation (evaluasi lepas dari tujuan) justru menoleh pada

tujuan. Menurut Michael Scriven dalam melaksanakan evaluasi

program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi

tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut

adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi


24

penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif maupun hal-

hal negatif.

c. Formatif-Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael

Scriven.

Model ini menunjukkan adanya tahap dan lingkup objek yang

dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih

berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai

atau berakhir (disebut evaluasi sumatif). Berbeda dengan model yang

pertama dikembangkan, model yang kedua ini ketika melaksanakan

evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan diri dari tujuan. Tujuan

evaluasi program formatif memang berbeda dengan tujuan evaluasi

sumatif. Dengan demikian model yang dikemukakan oleh ini

menunjukkan tentang “apa, kapan, dan tujuan” evaluasi tersebut

dilaksanakan.

d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.

Model ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok,

yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgment)

serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu

(1) anteseden (antecedents/context), (2) traksaksi (transaction/

process), dan (3) keluaran (output – outcomes).

e. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi

dilakukan.

CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation,


25

sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University in Los

Angeles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang

dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan,

implementasi, hasil dan dampak.

f. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam.

CIPP merupakan sebuah singkatan dari:

Context Evaluatio : evaluasi terhadap konteks

Input Evaluation : evaluasi terhadap masukan

Process Evaluation : evaluasi terhadap proses

Product Evaluation : evaluasi terhadap hasil

g. Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus.

Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang diterjemahkan

dalam bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini

menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam

pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh

evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap

komponen.

II.2.5 Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, dan Product)

Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP ini dikembangkan oleh

Stufflebeam, dkk. (1967) di Ohio University. CIPP merupakan model

evaluasi yang terdiri dari empat komponen evaluasi yaitu context, input,
26

process, dan product (CIPP). CIPP merupakan singkatan dari huruf awal

empat buah kata, yaitu:

Context evaluation : evaluasi terhadap context

Input evaluation : evaluasi terhadap masukan

Process evaluation : evaluasi terhadap process

Product evaluation : evaluasi terhadap hasil

Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut

merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari

proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah

model evaluasi yang memandang program yang di evaluasi sebagai

sebuah sistem. Seorang ahli evaluasi dari University of Washington

bernama Gilbert Sax (1980) memberikan arahan kepada evaluator

tentang bagaimana mempelajari tiap-tiap komponen yang ada dalam

setiap program yang di evaluasi dengan mengajukan beberapa

pertanyaan. Model ini sekarang disempurnakan dengan satu komponen

O, singkatan dari outcome (s) sehingga menjadi model CIPPO. Model

CIPP hanya berhenti pada pengukuran output (product), sedangkan

CIPPO sampai pada implementasi dari product.

a. Evaluasi Konteks

Evaluasi context adalah upaya untuk menggambarkan dan

merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan

sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Tujuan pokok dari evaluasi

konteks adalah menilai seluruh keadaan organisasi, mengidentifikasi


27

kelemahannya, menginventarisasi kekuatannya yang bisa

dimanfaatkan untuk menutupi kelemahannya, mendiagnosis masalah-

masalah yang dihadapi organisasi, dan mencari solusi-solusinya.

Evaluasi konteks juga bertujuan untuk menilai apakah tujuan-tujuan

dan prioritas-prioritas yang telah ditetapkan memenuhi kebutuhan-

kebutuhan pihak-pihak yang menjadi sasaran organisasi.

b. Evaluasi masukan (input)

Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Evaluasi

masukan merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi

untuk menentukan bagaimana menggunakan sumber daya yang

tersedia dalam mencapai tujuan program. Evaluasi masukan meliputi

analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana penggunaan

sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus

dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi

dan menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain

prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan.

Evaluasi input teristimewa dimaksudkan untuk membantu

menentukan program guna melakukan perubahan-perubahan yang

dibutuhkan. Evaluasi input mencari hambatan dan potensi sumber

daya yang tersedia. Tujuan utamanya ialah membantu klien mengkaji

alternatif-alternatif yang berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan

organisasi dan sasaran organisasi. Dengan perkataan lain, evaluasi

input berfungsi untuk membantu klien menghindari inovasi-inovasi


28

yang sia-sia dan diperkirakan akan gagal atau sekurang-kurangnya

menghambur-hamburkan sumber daya.

c. Evaluasi proses

Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what)

kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang

ditunjuk sebagai penanggungjawab program, “kapan” (when)

kegiatan akan selesai dilaksanakan. Evaluasi proses merupakan

evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik

implementasi kegiatan, mengidentifikasi permasalahan prosedur baik

tata laksana kejadian dan aktivitas. Setiap aktivitas dimonitor

perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan

berguna untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan dan

menentukan kekuatan dan kelemahan atau keterkaitan program

dengan hasil yang ditemukan. Dalam model CIIP, evaluasi proses

diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam

program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.

Evaluasi proses pada dasarnya memeriksa pelaksanaan rencana

yang telah ditetapkan. Tujuannya adalah memberikan masukan bagi

pengelola atau manajer dan stafnya tentang kesesuaian antara

pelaksanaan rencana dan jadwal yang sudah dibuat sebelumnya dan

efisiensi penggunaan sumber daya yang ada. Apabila rencana tersebut

perlu dimodifikasi atau dikembangkan, evaluasi proses memberikan

petunjuknya. Masih ada tujuan-tujuan lain yang patut diperhatikan,


29

yakni menilai secara periodik seberapa jauh penerimaan para

partisipan program dan keberhasilan mereka dalam melaksanakan

peran-peran mereka dan memberikan catatan yang lengkap tentang

pelaksanaan rencana dan perbandingannya dengan tujuan awalnya.

Evaluasi proses dapat meninjau kembali rencana organisasi dan

evaluasi-evaluasi terdahulu untuk mengidentifikasi aspek-aspek

penting dari organisasi yang harus dimonitor. Disini yang mesti

diingat adalah bahwa evaluasi proses terutama bertujuan untuk

memastikan prosesnya. Penyimpangan-penyimpangan dari rencana

semula dijelaskan. Fungsi utama dari evaluasi proses ialah

memberikan masukan yang dapat membantu staf organisasi

menjalankan program sesuai dengan rencana, atau mungkin

memodifikasi rencana yang ternyata buruk. Pada gilirannya, evaluasi

proses menjadi sumber informasi yang vital untuk menafsirkan hasil-

hasil evaluasi produk.

d. Evaluasi product

Merupakan kumpulan deskripsi dan “jugement outcomes” dalam

hubungannya dengan context, masukan, dan process, terkait dengan

perencanaan, pelaksanaan, dan keberhasilan kegiatan program.

Evaluasi hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan

yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi product adalah evaluasi

yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan.

Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-


30

keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi. Secara garis besar evaluasi

product meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program,

kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya

antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun

penafsiran yang rasional.

Evaluasi produk bertujuan untuk mengukur, menafsirkan, dan

menilai capaian-capaian program. Lebih jelasnya, evaluasi produk

bertujuan untuk menilai keberhasilan program dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan sasaran program. Penilaian-penilaian tentang

keberhasilan program atau organisasi ini dikumpulkan dari orang-

orang yang terlibat secara individual atau kolektif, dan kemudian

dianalisis. Artinya, keberhasilan atau kegagalan program dianalisis

dari berbagai sudut pandang. Langkahnya dapat diawali dengan

menilai kinerja organisasi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang

telah didiagnosis sebelumnya. Berikutnya, evaluasi produk juga

memeriksa dampak-dampak program, baik yang sesuai dengan tujuan

dan maksud program maupun tidak, yang positif maupun negatif.

Evaluasi produk kerap kali diperluas dengan menilai dampak-dampak

jangka panjang dari program. Fungsi akhirnya adalah menentukan

apakah program atau organisasi perlu dilanjutkan, diulang, dan/atau

dikembangkan di tempat-tempat lain, atau sebaliknya dihentikan

Keempat unsur dalam model evaluasi CIPP yang bersumber dari

(Madaus, Scriven, dan Stufflebeam, 129) yang dikutip oleh (Mahmudi


31

dalam jurnalnya, 2011) secara lebih lengkap dijelaskan dalam tabel

berikut:

Tabel 2.1 Evaluasi Konteks, Input, Proses, dan Produk


Evaluasi Evaluasi
Evaluasi Input Evaluasi Proses
Konteks Product
Menentukan Mengidentifikasi Mengidentifikasi Mengumpulkan
konteks & menilai atau deskripsi dan
organisasi, kemampuan memprediksi, penilaian
mengidentifikasi sistem, selama proses tentang
sasaran program alternatif berlangsung, hasil-hasil
& strategi kesalahan program;
menilai program, desain kesalahan desain mengaitkan
kebutuhan prosedur untuk prosedur atau mereka dengan
kebutuhan menerapkan pelaksanaannya; tujuan,
mereka, strategi, budget, memberikan konteks,
mengidentifikasi & jadwal informasi untuk input, dan
peluang untuk program. mengambil proses; dan
memenuhi keputusan yang menafsirkan
kebutuhan belum keberhargaan
mereka, diprogramkan; dan manfaat
mendiagnosis dan mencatat program.
Tujuan
masalah- dan
masalah menilai
yang melatari peristiwa
kebutuhan itu peristiwa dan
dan aktivitas-
menilai apakah aktivitas
tujuan yang prosedural.
sudah
ditetapkan
cukup
responsif
terhadap
kebutuhan
kebutuhan yang
telah
dinilai itu.
Metode Analisis sistem, Menginventari Memonitor Menentukan
survai, analisis sasi dan potensi dan
dokumen, menganalisis hambatan mengukur
hearing, SDM dan prosedural dan kriteria hasil;
wawancara, tes sumber daya mewaspadai mengumpulkan
diagnostik, dan materi, strategi hambatan yang penilaian
teknik Delphi solusi, fisibilitas tak terduga, penilaian
& keuangan; mencari terhadap hasil
dan metode informasi dari pihak-
metode lain khusus pihak
32

seperti kajian tentang yang terlibat


pustaka, keputusan yang dalam
melihat telah program;
Langsung diprogramkan, & menganalisis
programnya, mendeskripsikan secara
membentuk tim Proses yang kualitatif
peninjau, sebenarnya, dan dan kuantitatif.
memakai tes. berinteraksi
dengan staf dan
mengamati
aktivitas mereka.

Untuk Untuk memilih Untuk Untuk


mengambil sumber melaksanakan memutuskan
keputusan pendukung, dan apakah akan
tentang strategi solusi & menyempurnaka melanjutkan,
pihak-pihak desain n desain dan menghentikan,
yang prosedur, prosedur memodifikasi
menjadi sasaran misalnya untuk program, program, atau
program, melakukan misalnya untuk memfokuskan
tentang perubahan mengawasi ulang pada
tujuan program perubahan proses; & perubahan; &
dalam secara tertata; memberikan memberikan
hubungannya dan catatan tentang catatan yang
Kaitannya dengan memberikan proses yang jelas
dengan pemenuhan dasar untuk sebenarnya tentang
pengambilan kebutuhan atau menilai untuk dampaknya
keputusan pemanfaatan pelaksanaan menafsirkan (yang sesuai
untuk peluang, & program. hasil-hasil dengan maksud
mengubah tentang program. & tujuan awal
prosesnya tujuan dalam atau tidak,
kaitannya yang
dengan positif atau
pemecahan negatif)
masalah,
misalnya untuk
merencanakan
perubahan; &
memberikan
dasar
untuk menilai
hasil
program.
Sumber: Jurnal CIPP: Suatu Model Evaluasi Program Pendidikan (2011)
33

II.3 Lingkungan

II.3.1 Konsep Lingkungan

Menurut (Maryunani, 2018: 2-4) secara sederhana lingkungan

didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ada di sekeliling kita. Dalam

hal ini, sesuatu yang dimaksudkan dapat berbentuk makhluk hidup

maupun makhluk mati, kasat mata, ataupun tidak nampak mata. Melalui

konsep ini dapat digambarkan bahwa berarti manusia hanyalah

merupakan elemen atau bagian terkecil dari lingkungan. Didalam

lingkungan, setiap komponen atau bagian-bagian yang ada saling

berinteraksi. Denga kata lain, ada hubungan timbal balik antara bagian

yang satu dengan bagian yang lain.

Interaksi antar bagian (baik makhluk hidup ataupun makhluk mati)

dalam lingkungan disebut dengan ekosistem. Ekosistem memiliki ciri

dengan adanya pertukaran materi dalam transformasi energi diantara

berbagai komponen atau bagian. Seperti yang diketahui, salah satu

bagian dari ekosistem adalah manusia. Manusia berinteraksi dengan

komponen-komponen lain yang berada didalam lingkungan untuk

memenuhi kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, lingkungan dapat

dianggap sebagai aspek berpengaruh yang menyediakan kebutuhan umat

manusia.

Lingkungan juga menyajikan kebutuhan yang mendasar dari

kehidupan manusia. Jika sistem pendukung tersebut mengalami

degradasi atau kerusakan, maka secara tidak langsung akan


34

mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, para

ekonom memasukkan faktor lingkungan kedalam sistem ekonomi

berkelanjutan. Adapun upaya untuk mengatasi degradasi lingkungan

bukan hanya untuk keperluan konservasi dan pelestarian lingkungan.

Akan tetapi, hal yang jauh lebih penting adalah guna kepentingan

kegiatan atau aktivitas ekonomi jangka panjang dengan kata lain, upaya-

upaya yang dilakukan idealnya bertujuan memenuhi kebutuhan manusia

pada generasi saat ini maupun masa mendatang (intergeneration). Proses

keterkaitan antara lingkungan dan aktivitas ekonomi menurut Addinul

Yakin dalam buku Maryunani (2018: 2-4) secara sederhana dapat

digambarkan sebagai berikut

Kegiatan Ekonomi

Barang dan Jasa

Produsen Konsumen

Input

Lingkungan (Udara,
Air, Energi, Bahan
Mentah, dsb)

Gambar 2.2 Keterkaitan Lingkungan Hidup dan Aktivitas Ekonomi


Sumber: Maryunani (2018: 2-4)
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi dibagi

menjadi dua aspek, yaitu aspek produksi dan aspek konsumsi (barang dan

jasa) aspek produksi merupakan aktivitas yang menghasilkan barang dan

jasa, sedangkan konsumsi merupakan kegiatan yang menggunakan


35

barang dan jasa. Sementara disisi lain, lingkungan memiliki tiga fungsi

utama antara lain sebagai berikut

1. Sebagai tempat kembalinya limbah (sink)

Adanya kegiatan produksi dan konsumsi yang berhubungan dengan

barang dan jasa, tentunya menghasilkan limbah atau produk sisa

(waste product, residuals) yang semuanya akan berujuang ke

lingkungan.

2. Sebagai sumberdaya atau (resources)

Lingkungan sebagai penyedia bahan-bahan belum jadi atau mentah

(raw materials) yang diubah dan ditransformasikan dengan

memanfaatkan energi untuk menghasilkan barang dan jasa melalui

aktivitas produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

3. Sebagai rekreasi atau sumber kesenangan (amenity services)

Lingkungan juga memberikan jasa secara langsung kepada komponen

lain terutama manusia sebagai konsumen. Diantaranya seperti udara

sejuk, energi posisitif yang diperlukan tubuh, pemandangan dan

panorama yang indah, serta jasa lainnya.

Ketika fungsi lingkungan tersebut berinteraksi dan mungkin juga

berkompetensi. Hal ini karena eksploitasi sumberdaya alam dan

pemanfaatan yang berlebihan dan seenaknya (irrational use) baik untuk

kepentingan produksi maupun konsumsi akan mengurangi kemampuan

daya dukung alam bagi pembangunan yang berkelanjutan. Adanya

keterkaitan antara fungsi ekonomi dan kelestarian lingkungan, maka


36

perlu dilakukan kajian mendalam sehingga dapat ditemukan pendekatan

yang sesuai untuk mengintegrasikan kedua faktor tersebut. Hal ini

mengindikasikan bahwa lingkungan adalah aset yang sangat berharga

bagi kelangsungan hidup manusia baik pada saat ini maupun dimasa yang

akan datang.

Didalam upaya mengintegrasikan anatara kegiatan ekonomi dan

lingkungan haruslah memperhatikan kepentingan kedua faktor tersebut.

Hal ini agar pengelolaan sumberdaya yang terbatas bisa berdaya guna

dan berhasil guna baik untuk saat ini dan masa yang akan datang. Adapun

upaya untuk mewujudkan integrasi ekonomi dan lingkungan terdapat dua

pendekatan ekonomi yang digunakan yaitu ekonomi positif dan ekonomi

normatif. Ekonomi positif berguna untuk menjelaskan aktivitas manusia

dan dampak dari aktivitasnya tersebut terhadap lingkungan sedangakan

ekonomi normatif berguna untuk mengarahkan bagaimana aliran barang

dan jasa secara optimal bisa dicapai.

II.3.2 Permasalahan Lingkungan Hidup

Menurut Maryunani (2018:5-8) timbulnya gerakan wacana

keserasian lingkungan tahun 1960-an di negara-negara bagian pertama

atau maju berimplikasi pada intensitas masalah lingkungan

(environmental problem) yang mulai ramai dibicarakan orang. Pokok

permasalahan yang diperbincangkan waktu itu ialah ketahanan hidup

(survival), yakni ketahanan hidup dan eksistensi bagi seluruh jenis


37

makhluk hidup. Dimana ketahanan hidup tegantung pada kondisi

lingkungan yang didalamnya terhadap beragam dinamika dan sistem

yang mendukung kehidupan.

Bagi manusia, kaitan masalah lingkungan dengan ketahanan hidup

akan terjadi apabila timbul masalah ketidakseimbangan dan dominasi

antara manusia terhadap sumber-sumber yang ada didalam lingkungan.

Pusat perhatian dalam masalah ini adalah pola dan tata kelola

pemanfaatan sumberdaya alam. Pada proses pemanfaatan sumberdaya

alam terdapat dua pertanyaan mendasar yang acapkali disampaikan

apakah proses pemanfaatan yang sudah optimal dan maksimal, atau

cenderung dimanfaatkan secara berlebihan. Dari dua pertanyaan tersebut

maka munculah konsep “daya dukung” (carrying capacity) lingkungan

pada kepentingan manusia.

Kemunculan konsep daya dukung lingkungan ini erat sekali

hubunganya dengan pemikiran mengenai batas-batas suatu pertumbuhan

(limits to growth) dimana arahnya menggambarkan bahwa eksploitasi

berlebihan dan terus menerus terhadap sumberdaya alam akan

mengancam ketahanan hidup manusia. Penyebabnya adalah eksploitasi

sumberdaya alam secara terus menerus akan menurunkan daya dukung

lingkungan sebagai ketahanan hidup manusia pada kondisi yang

demikian tentunya akan muncul pembatasan pengambilan sumberdaya

alam. Dengan terbatasnya pemanfaatan sumberdaya alam akan

berdampak pada terbatasnya proses produksi. Pada giliranya, proses


38

pertumbuhan ekonomi akan mengalami kemandekan. Hal itulah yang

disebut batas pertumbuhan ekonomi (limits to growth).

Meskipun demikian pemikiran tentang batas pertumbuhan ekonomi

masih banyak mendapat kritikan. Kritikan yang paling popular adalah

pemikiran yang dilontarkan oleh lembaga studi pembangunan di Ssusex

(models of doom). Pemikiran tandingan ini mengargumentasikan, bahwa

sejarah umat manusia ditandai dengan adanya kemampuan intelegensia

atau pikiran manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkunganya.

Dengan kata lain, secara samar pemikiran ini menyatakan bahwa

walaupun sumberdaya alam punah karena di eksploitasi untuk kebutuhan

dan kepentingan manusia, tidak akan berimplikasi pada keberlangsungan

hidup manusia yang terganggu. Hal ini karena manusia dengan akalnya

akan selalu bisa keluar dari permasalahanya.

Dengan demikian, tidak akan terjadi kepunahan karena manusia selalu

bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya baik melalui

budaya, pola makan, atau pola mobilitas, dan sebagainya. Disisi lain,

pemikiran “limits to growth” juga banyak mendapatkan perhatian dari

para ahli karena berdasarkan pengalaman dan sejarah bisa saja terbukti.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan dalam

pengelolaan sumberdaya dan lingkungan yaitu ada 2:

1. Penduduk (faktor pertumbuhan penduduk)

2. Faktor Budaya

a. Aspek pola konsumsi


39

b. Aspek cara pandang manusia

II.4 Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air dalam dalam UU No.37 Tahun 2014

tentang konservasi tanah dan air adalah upaya perlindungan, pemulihan,

peningkatan, dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan sesuai dengan

kemampuan dan peruntukan lahan untuk mendukung pembangunan yang

berkelanjutan dan kehidupan yang lestari. Sedangkan menurut

(Sarief,1985) dalam (Triwanto, 2012:1) konservasi sumber daya air

adalah usaha-usaha untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan

kuantitas air.

Menurut (Jusuf, 2015:102) konservasi pada dasarnya mengarah pada

penanaman (harvesting) dan penampungan (storage) air hujan pada pada

musim hujan dan melepas air yang telah ditampung pada musim kemarau

secara perlahan-lahan sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan

pemahaman tersebut maka konservasi sumber daya air pada dasarnya

merupakan kontrol secara fisik, proteksi, manajemen, dan pemanfaatan

sumberdaya air. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan lengas tanah

bagi tanaman, hutan, dan penutupan lahan lainya maupun habitat

kehidupan liar untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal bagi

manusia, pertanian, industri, dan sektor ekonomi yang lain.

Dalam dalam UU No.37 Tahun 2014 tentang konservasi tanah dan

air, penyelenggaraan konservasi tanah dan air dilakukan dengan metode:


40

a. vegetatif

b. agronomi

c. sipil teknis pembuatan bagunan konservasi tanah dan air

d. manajemen dan/atau

e. metode yang laun sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi

Menurut (Jusuf, 2015:101) konservasi sumberdaya air menjadi

sangat penting karena konservasi sumberdaya alam dalam setiap satuan

daerah aliran sungai dimaksudkan mengarah pada hal-hal berikut ini:

• Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam mengarah pada

optimalisasi, bukan maksimalisasi

• Dalam waktu yang sama melakukan pengembangan dan proteksi

sumber daya alam

• Memelihara ekosistem yang terbentuk dalam satuan daerah aliran

sungai secara permanen sekaligus menjaga kelestarianya

• Pemanfaatan dan penggunaan sumberdaya alam di setiap satuan

daerah aliran sungai dengan distribusi penggunaan antar waktu

antara saat ini dan masa yang akan datang berada pada tempat yang

diperkenankan

Dalam (Jusuf, 2015:101) beberapa bentuk implementasi dalam

konservasi di setiap satuan DAS yang dapat dilakukan beberapa hal

berikut:
41

• Pengambilan keputusan dalam perencanaan dilakukan dengan

menekankan pada pengambilan sumberdaya alam secara terbatas

• Eksploitasi sumberdaya alam secara efisien

• Mengembangkan sumber daya alam alternatif

• Penggunaan unsur teknologi yang menghemat dan tidak merusak

lingkungan

• Mengurangi pencemaran lingkungan yang menyebabkan cadangan

berkurang
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif untuk mengamati kondisi obyek alamiah, peneliti sebagai

instrument kunci, teknik pengumpulan data yang dilakukan secara triangulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih memfokuskan makna dari generalisasi (Sugiyono, 2014:9).

Menurut Sugiyono (2014:7) penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui nilai variabel, dalam penelitian deskriptif

variabelnya mandiri, baik satu variabel atau lebih untuk membuat perbandingan

atau menghubungkan dengan variabel lainnya.

Penelitian ini berusaha menganalisis dan selanjutnya mendeskripsikan

bagaimana pelaksananaan program konservasi sumber daya air di Kota Batu

dengan melakukan wawancara kepada beberapa stakeholders yakni Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batu, Himpunan Penduduk Pengguna Air Minum

(HIPPAM), dan Himpunan Petani Pengguna Air Minum (HIPPA). Selanjutnya

hasil wawancara di evaluasi dengan pendekatan evaluasi conteks, input, process,

dan output (CIPP). Tujuan peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif

adalah untuk mengkaji, menguraikan, serta mengevaluasi program konservasi

sumber daya air di Kota Batu serta memaparkan beberapa faktor yang menjadi

faktor pendukung dan penghambat evaluasi program konservasi sumber daya air.

42
43

Digunakanya pendekatan kualitatif diharapkan data yang diperoleh lebih lengkap

dan mendalam sehingga tercapainya tujuan dari penelitian ini.

III.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2005), fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi

studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang

relevan dan mana data yang tidak relevan. Dengan demikian dalam penelitian

kualitatif, hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian karena

fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam

pengumpulan data sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami

masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Penelitian ini difokuskan pada

1. Evaluasi yang dilakukan peneliti mengenai pelaksanaan program konservasi

sumber daya air di Kota Batu dengan menggunakan pendekatan model

evaluasi program CIPP (Context, Input, Process, dan Product)

a. Context Evaluation: Evaluasi terhadap konteks

Pemahaman akan konteks konservasi sumer daya air yaitu kondisi

lingkungan, ancaman-ancaman yang dihadapi, kerawanan, peluang-

peluang yang tersedia, dan para pihak yang terlibat.

b. Input Evaluation: Evaluasi terhadap masukan

Penilaian akan sumberdaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan

pengelolaan. Alokasi sumberdaya yang meliputi personil/staf, alokasi

anggaran yang tersedia, dan peralatan pendukung pengelolaan.

c. Process Evaluation: Evaluasi terhadap proses


44

Penilaian akan penyelenggaraan pengelolaan. Kegiatan-kegiatan

pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan standar yang bisa diterima.

d. Product Evaluation: Evaluasi terhadap hasil

Penilaian akan implementasi program konservasi sumber daya air dan

tindakan-tindakan. Produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan yang

direncanakan.

Dari penjelasan diatas dapat diuraikan pada tabel berikut:

Elemen- Penjelasan Kriteria yang Fokus dari


elemen dinilai evaluasi
dari
evaluasi
Konteks Dimana kita • Arti penting Status
sekarang? • Ancaman-
Penilaian akan arti ancaman
penting, ancaman • Kerawanan
dan iklim • Mitra
kebijakan
Input Apa yang • Pengadaan Sumberdaya
diperlukan? badan
Penilaian akan • Sarana
sumberdaya yang prasarana
diperlukan untuk • Strategi
menyelenggarakan mencapai
pengelolaan program,
bisa berupa
panduan
pelaksanaan
/ KAK
Proses Bagaimana cara • Kesesuaian Efisiensi dan
melakukanya? proses kesesuaian
Penilaian akan pengelolaan
penyelenggaraan yang
pengelolaan digunakan
dengan
standar
Product Apa hasilnya? • Hasil dari Efektivitas
Penilaian akan tindakan
implementasi pengelolaan
program
45

pengelolaan dan • Jasa dan


tindakan; produk
penghasilan
produk dan jasa

III.3 Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi dan situs penelitian adalah tempat yang berkaitan dengan sasaran atau

permasalahan penelitian, serta merupakan salah satu sumber jenis data yang dapat

dimanfaatkan oleh peneliti (Sutopo, 2002:52). Berdasarkan pengertian diatas,

dapat diketahui bahwa lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti ini

melakukan penelitian untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan

untuk kebutuhan peneliti dapat mendapatkan validitas data dan aktualisasi data

yang berhubungan dengan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menentukan

lokasi di Kota Batu. Peneliti mengambil lokasi tersebut karena sebagian besar

kawasan hutan lindung ada di Kota Batu serta beberapa gunung yang ada di Kota

Batu dijadikan tempat pusat konservasi sumber daya air, oleh karena itu peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian terkait evaluasi program konservasi sumber

daya air

III.4 Sumber Data

Menurut Loftland dalam Meolong (2004:157), sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti

memperoleh data yang dibutuhkan melalui dua sumber yakni sebagi berikut:
46

1. Data Primer

Menurut Sugiyono (2019:296) data primer merupakan sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data di lapangan. Data

primer akan dikumpulkan oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara

langsung dengan informan. Informan sendiri adalah seorang yang dapat

memberikan informasi kepada peneliti terkait kebutuhan data dalam

penelitiannya. Adapaun sumber data ini didapat melalui wawancara kepada:

a. Dinas Lingkungan Hidup yang terdiri dari

1) Kepala Seksi Pemeliharaan lingkungan: Bapak Muhammad Attar

b. Pemerintah Desa yang terdiri dari

1) Seksi Kesejahteraan Masyarakat: Ibu Srihantanti

c. Masyarakat atau komunitas

1) HIPPA (Himpunan Petani Pengguna Air): Bapak Surahmat

2) HIPAM (Himpunan Pengelola Air Minum): Bapak Armadi

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data secara tidak langsung memberikan

data pada peneliti. Data sekunder dapat diperoleh dari laporan-laporan,

dokumen-dokumen maupun informasi tertulis hasil studi pustaka yang

bersumber pada literatur, surat kabar, maupun media lainnya. Menurut

(Sugiyono, 2019:296) data sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain

atau dokumen. Dalam penelitian ini data sekunder yang diperoleh yaitu
47

berasal dari dokumen-dokumen terkait program konservasi sumber daya

air yaitu

1) Dokumen RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah) Kota Batu Tahun 2017-2022

2) Dokumen Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 16 Tahun 2011

tentang perlindungan, pelestarian, dan pengelolaan lingkungan

hidup

3) Dokumen Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang

Konservasi Tanah dan Air

4) Dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Pegawai Dinas

Lingkungan Hidup

5) Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup 2017-2022

III.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara atau metode yang dapat

digunakan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data atau informasi yang

dibutuhkan dalam suatu penelitian, beberapa teknik pengumpulan data yang

digunakan oleh peneliti antara lain:

1. Observasi

Menurut Sugiyono (2014:204) menyatakan bahwa melalui observasi

langsung ditempat penelitian, peneliti dapat mempelajari tingkah laku

masyarakat dan kondisi dari perilaku tersebut untuk mengetahui situasi

sosial yang terjadi di lokasi penelitian. Observasi dilakukan dengan


48

pengamatan, melihat, mendengar, merasakan situasi sosial yang terjadi di

lokasi penelitian kemudian dicatat secara obyektif. Melalui observasi

peneliti dapat memperoleh ilmu dan pengalaman baru karena dapat

berpartisipasi secara langsung di lingkungan pemerintah dan masyarakat

dalam pelaksanaan dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis

observasi yaitu observasi partisipatif dan observasi non-partisipatif.

Observasi partisipatif merupakan kegiatan pengamatan yang

menekankan keterlibatan secara langsung peneliti dalam program yang

berlangsung. Sedangkan observasi non-partisipatif peneliti tidak dianjurkan

untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut, melainkan hanya melakukan

pengamatan saja. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model

observasi non-partisipatif karena peneliti hanya melihat bagaimana

pelaksanaan konservasi sumber daya air di Kota Batu. Dalam konteks ini

peneliti melihat secara langsung bagaimana keberlanjutan dari konservasi

sumber daya air dengan melihat kondisi konservasi dengan media tanaman

yang ditaman oleh dinas setiap tahunya dan pengaruhnya terhadap debit air.

2. wawancara

Menurut Esterberg (2002) yang dikutip oleh Sugiyono (2019:304)

wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk saling

bertukar informasi dan ide malalui tanya jawab sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dengan melakukan

wawancara peneliti dapat mengetahui hal-hal yang mendalam tentang suatu

fenomena yang terjadi secara riil karena data yang diperoleh berasal dari
49

pihak-pihak terkait yang terlibat dalam suatu kegiatan. Dimana hal itu tidak

dapat diperoleh melalui metode observasi karena dalam metode observasi

peneliti hanya sebatas melakukan pengamatan saja.

Peneliti melakukan wawancara kepada tiga stakeholders yakni Dinas

Lingkungan Hidup, HIPPAM, dan HIPPA. Dalam proses wawancara

peneliti menemukan pendapat yang berbeda-beda dari setiap stakeholders

mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air. Lebih lanjutnya hal ini

akan diurai di bab pembahasan.

3. Dokumentasi

Kegiatan mengumulkan dan memperlajari data-data sekunder yang

meliputi dokumen-dokumen, arsip, dan laporan yang berhubungan dengan

fokus penelitian guna mendapatkan fakta mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan masalah peneliti.

III.6 Instrument Penelitian

Suatu penelitian memerlukan instrumen dalam pelaksanaanya. Menurut

Meolong (2014:168) bahwa dalam penelitian kualitatif, manusia (peneliti)

sekaligus perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data dan pada

akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya. Berdasarkan teknik

pengumpulan data yang lebih dijabarkan, maka instrumen penelitiannya adalah:

1. Peneliti Sendiri

Dalam penelitian ini, peneliti menjadi instrumen utama dengan

menggunakan panca indra untuk melakukan pengamatan terhadap


50

fenomena yang terjadi di lapangan secara langsung. Peneliti sebagai

responden yang dapat berhubungan langsung dengan responden.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dalam penelitian ini berisikan pokok-pokok

pertanyaan yang akan diajukan pada narasumber dalam penelitian,

pedoman wawancara terdapat pada halaman lampiran.

3. Perangkat Penunjang Lapangan

Perangkat penunjang lapangan dalam penelitiam ini adalah recorde,

handphone dan kamera untuk merekam suara dan mengabadikan gambar

dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penelitian. Hal ini tentunya

agar dapat memudahkan seorang peneliti dalam mengumpulkan data

hasil wawancara ketika terdapat bagian yang tidak dapat ditangkap

secara langsung oleh peneliti.

III.7 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam sebuah penelitian.

Dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif proses analisis data

dilakukan sejak sebelum melakukan penelitian di lapang, pada saat di lapang, dan

setelah penelitian di lapang. Dalam Sugiyono (2016:245) menyatakan analisis

telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum penelitian di

lapangan dan berlansung terus sampai penulisan hasil penelitian.


51

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

interaktif Miles Huberman yang menjelaskan metode analisis data interaktif

sebagai berikut:

Data Collection Data Display

Conclusion
Data
Drawing
Condensation
Verifying

Gambar 3.1 Analisis Data Model Interaktif


Sumber: miles, Huberman dan saldana (2014:33)

1. Data Collection (pengumpulan data)

Kegiatan utama pada setiap penelitian adalah mengumpulkan data.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga teknik yaitu observasi,

wawancara mendalam, dan dokumentasi. Pada tahapan ini pengumpulan

data dilakukan selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret dan Juli di

berbagai tempat dan narasumber di Kota Batu agar dapat memperoleh

data yang banyak dan bervariasi.

2. Data Condensation (kondensasi data)

Kondensasi data merupakan proses pemilihan, penyederhanaan dan

transfromasi data mentah yang didapat dari lapangan. Saat melakukan

penelitian, kondensasi data dilakukan secara berkelanjutan. Kondensasi


52

data juga dapat dilakukan sebelum semua data terkumpul secara penuh.

Kondensasi data dilakukan dengan membuat uraian atau laporan secara

lengkap dan rinci dari data yang ditemukan. Laporan itu kemudian dibuat

sederhana, dirangkum dan dipilih intinya. Data yang dikumpulkan dalam

bentuk rekaman suara di kondensasi oleh peneliti kedalam bentuk

transkrip dan kemudian dipilah dan disusun sesuai dengan metode yang

digunakan dalam hal ini kerangka CIPP.

3. Data Display (penyajian data)

Setelah kondensasi data dilakukan langkah selanjutnya adalah

melakukan penyajian data. Dalam penelitian ini penyajian data dapat

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar kategori dan

sejenisnya. Penyajian data berisi kumpulan informasi dalam bentuk

laporan maupun teks naratif yang didapatkan dari lapangan. Penyajian

data dimaksudkan untuk memudahkan dan memahami serta

merencanakan kegiatan kerja selanjutnya. Dalam penyajian data tidak

hanya dapat berupa teks saja, tetapi juga berbentuk grafik yang berkaitan

dengan tema penelitian.

4. Conclusion Drawing and Verifying Conclusion (menarik kesimpulan dan

verifikasi)

Penarikan kesimpulan merupakan tahapan akhir dalam kegiatan

penelitian. Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara

dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Penarikan kesimpulan ini akan


53

disusun dengan kerangka CIPP dengan membandingkan persepsi dari

berbagai sumber.

III.8 Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian kualitatif berhubungan dengan validitas dan

realibilitas data hasil penelitian. Validitas data adalah derajat ketetapan antara data

yang dilaporkan oleh peneliti dengan fenomena sesungguhnya yang terjadi di

lapangan, sedangkan reabilitas data adalah derajat konsistensi atau stabilitas data

yang dihasilkan dari penelitian. Penelitian kualitatif menggunakan standar tertentu

dalam menguji keabsahan data penelitian yang telah dilakukan.

Peneliti memilih teknik triangulasi untuk menentukan keabsahan data hasil

penelitian. Triangulasi digunakan untuk menguji kreadibilitas data dengan

mengecek data hasil penelitian dari berbagai sumber dengan berbagai macam cara

dan pemilihan waktu yang tepat (Sugiyono, 2018:189). Dalam penelitian ini

peneliti memilih untuk menggunakan triangulasi sumber dan teknik sebagai

berikut:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah

diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan pengumpulan data melalui wawancara kepada pihak-pihak

terkait yakni Dinas Lingkungan Hidup dan masyarakat dalam hal ini

Himpunan Petani Pengguna Air (HIPPA) dan HIPAM (Himpunan

Pengelola Air Minum)


54

2. Triagulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi terkait dengan

konservasi air kepada Dinas Lingkungan Hidup dan masyarakat dalam hal

ini Himpunan Petani Pengguna Air (HIPPA) dan HIPAM (Himpunan

Pengelola Air Minum)


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

VI.1 Gambaran Umum

VI.I.1 Gambaran Umum Kota Batu

Kota Batu merupakan sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur

dengan luas wilayah administrasi 199,09 km atau 19.908,72 hektar, dimana

kurang lebih 0,42 persen dari luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Kota Batu

adalah kota pemekaran dari Kabupaten Malang. Status administratif Kota

Batu ditetapkan sejak turunnya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri pada

akhir Oktober 2001 dan mulai aktif dalam kegiatan pemerintah tahun 2002.

Wilayah Kota Batu dibagi menjadi 3 (tiga) kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Batu

Luas wilayah kecamatan Batu: 4.545,81 hektar

Luas Desa/Kelurahan: 4 kelurahan dan 4 desa

Jumlah RW/RT: 96 RW dan 453 RT

b. Kecamatan Junrejo

Luas wilayah kecamatan Junrejo: 2.565,02 hektar

Jumlah desa/kelurahan: 1 kelurahan dan 6 desa

Jumlah RW/RT: 59 RW dan 240 RT

c. Kecamatan Bumiaji

Luas kecamatan Bumiaji: 12.797,89 hektar

Jumlah Desa/Kelurahan: 9 desa

55
56

Jumlah RW/RT: 82 RW dan 429 RT

Adapun batas wilayah admistrasi Kota Batu sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan

• Sebelah Selatan : Kabupaten Malang

• Sebalah Timur : Kabupaten Malang

• Sebelah Selatan : Kabupaten Malang

Gambar 4.1 Peta Wilayah Administratif Kota Batu


Sumber: RPJMD Kota Batu 2017-2022
Ditinjau dari letak astronomi, wilayah Kota Batu terletak diantara 112

derajat 35’22.31152” Bujur Timur (BT) dan 7 derajat45’51.61362” Lintang

Selatan (LS)/. Secara geostrategis Kota Batu memiliki posisi yang cukup

strategis bagi pengembangan potensi daerah. Kota Batu berada di wilayah

Provinsi Jawa Timur, terletak sekitar 101 km di sebelah timur Kota


57

Surabaya dan sekitar 15 km di sebelah barat Kota Malang, berada di jalur

Malang-Kediri atau Malang-Jombang. Wilayah administratif Kota Batu

dikelilingi oleh Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto,

dan Kabupaten Pasuruan. Kota Batu mempunyai peran yang sangat penting

untuk menggerakkan roda perekonomian, khususnya dalam skala wilayah

Provinsi Jawa Timur, yaitu sebagai sentra pariwisata Jawa Timur.

Wilayah Kota Batu merupakan kawasan pegunungan dan perbukitan

dengan iklim yang sejuk. Kota Batu dalam konteks kemiringan lahan berada

pada kemiringan 0% sampai lebih dari 40%. Selain itu wilayah Kota Batu

merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena jenis tanahnya

merupakan endapan dari sederetan gunung yang mengelilingi Kota Batu,

ada tiga gunung yang berada di wilayah Kota Batu yaitu Gunung Panderman

(2.010 meter), Gunung Welirang (3.156) dan Gunung Arjuno (3.339 meter),

sehingga Kota Batu tidak memiliki perubahan musim yang drastis antara

musim kemarau dan musim penghujan serta mata pencaharian penduduknya

didominasi oleh sektor pertanian.

IV.I.2 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu

IV.I.2.1 Visi dan Misi Dinas Lingkungan Hidup

1) Visi

Desa Berdaya Kota Berjaya Terwujudnya Kota Batu Sebagai

Sentra Agro Wisata Internasional Yang Berkarakter, Berdaya

Saing dan Sejahtera.


58

2) Misi

✓ Meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakat yang

berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal

budaya

✓ Meningkatkan pembangunan kualitas dan kesejahteraan

sumber daya manusia

✓ Mewujudkan daya saing perekonomian daerah yang

progresif, mandiri berbasis agrowisata

✓ Meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kawasan

perdesaan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan

✓ Meningkatkan tata kelola pemerintah yang baik, bersih dan

akuntabel berorientasi pada pelayanan publik yang

profesional.

VI.I.2.3 Susunan Organisasi Dinas Lingkungan Hidup

Dinas Lingkungan Hidup mempunyai susunan organisasi

meliputi:

1) Kepala Dinas

2) Sekretaris

3) Bidang Tata Lingkungan dan Penataan

4) Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Pencemaran

Lingkungan

5) Bidang Kebersihan dan Pertamanan


59

VI.I.3 Gambaran Umum Program Konservasi Sumberdaya Air


Program konservasi sumber daya air merupakan program Dinas

Lingkungan Hidup yang mengarah pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 dan merujuk pada misi ke empat

Kota Batu “meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kawasan

perdesaan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan”. Program

konservasi sumber daya air bertujuan untuk memelihara, mengendalikan


60

pencemaran lingkungan hidup di Kota Batu. Program konservasi sumber

daya air ini dilakukan dengan 2 cara yaitu

1. Vegetatif : yaitu penghijuan atau penanaman tanaman konservasi

bibit di sekitar mata air

2. Sipil teknis : yaitu pembuatan bangunan konservasi dalam hal ini

pembuatan sumur resapan

Program konservasi sumber daya air di Kota Batu dalam pelaksanaanya

dilakukan degan melihat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang

konservasi tanah dan air.

VI.2 Penyajian Data

VI.2. 1 Evaluasi Program Konservasi Sumber Daya Alam

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditulis oleh peneliti terkait

evaluasi program, maka peneliti berniat untuk melihat proses kegiatan

konservasi sumberdaya air sehingga peneliti bisa melakukan evaluasi

terhadap program tersebut. Evaluasi program konservasi sumberdaya air di

Kota Batu ditinjau berdasarkan model evaluasi CIPP yang dikembangkan

oleh Stufflebeam, dkk (1967) yang meliputi: 1) context evaluation, 2) input

evaluation, 3) process evaluation, 4) product evaluation. keempat tahapan

proses evaluasi dalam program konservasi sumberdaya air tersebut akan

disajikan secara lebih rinci sebagai berikut:


61

VI.2. 1.1 Cotext Evaluation (Evaluasi terhadap Konteks)

Aspek context mencakup masalah yang berkaitan dengan kondisi

lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan, tujuan

program, ancaman-ancaman, kerawanan, serta relevansi program dengan

pihak-pihak (stakeholders) yang terlibat di dalam pelaksanaan program.

Dalam konteks ini tujuan konservasi sumber daya air dijelaskan oleh Bapak

Attar selaku Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Tujuan program konservasi air di Kota Batu ini sesuai dengan pasal 3
undang-undang Nomor 37 Tahun 2014 mengenai konservasi tanah
dan air yang tujuanya untuk
1. Melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang
jatuh, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, dan mencegah
terjadinya konsentrasi aliran permukaan
2. Menjamin fungsi tanah pada lahan agar mendukung kehidupan
masyarakat
3. Mengoptimalkan fungsi tanah pada lahan untuk mewujudkan
manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara
seimbang dan lestari
4. Meningkatkan daya dukung DAS
5. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas
dan memberdayakan keikutsertaan masyarakat secara
partisipatif
6. Menjamin kemanfaatan konservasi air secara adil dan merata
untuk kepentingan masyarakat.
Jadi karena program ini program dimana dari pemerintah pusat sudah
ada dan untuk daerah-daerah tertentu yang membutuhkan, jadi sudah
jelas untuk tujuan program ini sesuai dengan Undang-Undang
tersebut”. (Bapak Attar, 20 Maret 2020)
Berdasarkan pernyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa tujuan

dari konservasi di Kota Batu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2014. Selanjutnya Dalam konteks evaluasi program, tujuan


62

konservasi tentu memiliki faktor pendorong sehingga program harus

dilaksanakan. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Attar selaku Seksi

Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Kota Batu ini potensi sumberdaya alamnya sangat luar biasa terutama
air yang sangat melimpah kita mempunyai banyak sekali sumber mata
air sebanyak 138 sehingga konservasi ini menjadi hal yang wajib ada
disini dan antusiasme dari masyarakat sini juga sangat tinggi untuk
menjaga sungai dan lingkungan”. (Bapak Attar, 20 Maret 2020)

Pernyataan narasumber tersebut memberikan keterangan bahwa faktor

pendorong program konservasi di Kota Batu adalah potensi sumber daya

alam yang besar serta banyaknya mata air yang harus dilindungi.

Selanjutnya faktor pendorong program konservasi juga dijelaskan oleh Sri

Sugihartati selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Desa

Tulungrejo sebagai berikut:

“Kita ini di daerah hulu jadi konservasi itu harus ada karena kita
mengaliri 14 kota/kabupaten, bukan hanya malang raya tetapi sampai
surabaya kediri jombang itu hulunya disini. Kalau disini tidak ada
konservasi atau konservasi tidak berjalan dan kita kekurangan air ya
apalagi yang dibawah pasti kekurangan terlebih dahulu daripada kita.
Dulu konservasi itu hanya dihutan tetapi setelah itu kami
mengembangkan untuk area permukiman, bipori sumur resapan tapi
belum banyak, ini yang kami upayakan untuk tahun berikutnya
meskipun kecil kalau masyarakat tidak diarahkan masyarakat tidak
kesana” (Ibu Sugihartati, 23 Maret 2020)
Dilihat dari apa yang dikatakan narasumber diatas dapat diketahui bahwa

faktor pendorong adanya program konservasi sumber daya air di Kota Batu

adalah adanya sumber air yang besar sehingga sumber air ini digunakan juga

untuk mengaliri 14 kota/kabupaten. Kemudian dari hasil wawancara dan

observasi yang dilakukan peneliti terkait konteks kegiatan konservasi di


63

Kota Batu dapat disimpulkan bahwa konservasi dilakukan karena Kota Batu

memiliki potensi air yang besar dan sebagai penopang 14 kota/kabupaten di

Jawa Timur.

VI.2. 2 Input (Masukan)

Evaluasi input meliputi analisis yang berhubungan dengan sumberdaya

yang diperlukan untuk menyelenggarakan program. Alokasi sumberdaya ini

meliputi personil/staff, alokasi anggaran yang tersedia, strategi, dan

peralatan pendukung pengelolaan. Sumberdaya dalam pelaksanaan program

konservasi sumber daya air di Kota Batu dijelaskan oleh Bapak Attar selaku

Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Dalam pelaksanaanya sumberdayanya pemerintah Kota Batu terutama


Dinas Lingkungan Hidup bekerjasama dengan pemerintah desa beserta
masyarakat. Kami selalu memberikan bibit tanaman ke pemerintahan
desa, kalau misalkan ada pengajuan ya kita upayakan semampu kita
sesuai dengan anggaran. Pengajuan proposalnya setiap tahun sekali,
biasanya dalam proses penyusunan suatu anggaran kabupaten/kota
provinsi itu ada musrenbang sebelumnya. Program ini sudah ditentukan
oleh bappeda. Kami cuma menangkap dari masyarakat siapa yang mau
diadakan program ini. Programnya dari dinas lingkungan hidup
diusulkan ke bappeda dan tiap tahun tidak boleh ganti sesuai dengan
rencana strategis tahun 2018-2022, tetapi pengembangan dari program
itu misalnya sumur resapan di desa bumiaji dia pengen dibangun lima
sumur resapan nah kita lihat dulu anggaran dari pemkot dipatok berapa
nanti kita sesuaikan dan kita rapatkan, kita jalankan sesuai kemampuan
anggaran Kota Batu. Anggaran kita itu juga belum tentu disetujui
semuanya, karena anggaran pemerintah juga tidak untuk ini saja, kita
pilih yang mana yang diutamakan dan di prioritaskan”. (Bapak Attar,
20 Maret 2020)
Pernyataan narasumber tersebut memberikan keterangan bahwa dalam

proses input sumberdaya yang dibutuhkan yaitu sumberdaya manusia dalam

hal ini yaitu Dinas Lingkungan Hidup, pemerintah desa, dan masyarakat.
64

Selain itu sumber daya yang dibutuhkan yaitu anggaran dan juga tanaman.

Selanjutnya proses input ini juga di konfirmasi oleh Ibu Sri Sugihartati

selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Desa Tulungrejo

sebagai berikut:

“Memang kita mengusulkan ke Dinas Lingkungan Hidup, kita


mengusulkan untuk perawatan atau mungkin penanaman di area
konservasi, tapi dari Dinas Lingkungan Hidup sendiri pastinya ada
program untuk penghijauan di area konservasi. Konservasi di
tulungrejo memang kita setiap tahun mendapat bantuan bibit dari Dinas
Lingkungan Hidup, kemarin akhir bulan desember kita menanam 800
bambu di area resapan air di nggabes. Terus setiap tahun kita dapat jatah
tanaman terutama tanaman konservasi dan tanaman tegakan. Biasanya
ya kita laksanakan dengan masyarakat, dengan RCL (Relawan Cinta
Lingkungan) juga, kalau misalkan ada yang memberi dari kampus atau
dari luar ya kita terima”. (Ibu Sugihartati, 23 Maret 2020)
Berdasarkan pernyataan dari narasumber di atas dapat diketahui bahwa

proses input dilakukan bersama stakeholders yaitu pemerintah Desa

Tulungrejo serta masyarakat dan sumberdaya lain berupa tanaman yang

diberikan oleh Dinas Lingkungan hidup setiap tahunya. Hasil wawancara,

observasi, dan dokumentasi yang dilakukan peneliti terkait proses input

program konservasi sumber daya air diperoleh kesimpulan bahwa

sumberdaya yang dibutuhkan yaitu sumberdaya manusia (Dinas

Lingkungan Hidup, pemerintah desa, dan mayarakat) dan sumberdaya yang

lain yaitu anggaran sebagai penggerak kegiatan konservasi sumber daya air

yang setiap tahunya selalu diupayakan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan

juga tanaman sebagai alat utama konservasi.


65

VI.2. 3 Proses

Pada tahap proses ini dilakukan identifikasi permasalahan prosedur

baik tata laksana kejadian dan aktivitas, evaluasi proses juga diarahkan pada

seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah

terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses merupakan penilaian

akan pelaksanaan program, pengelolaan, keseuaian program dengan standar

yang bisa diterima, pengawasan atau kontrol terhadap program, target, dan

kendala yang dialami selama program berlangsung. Dalam proses

pelaksanaan program seperti yang disampaikan oleh Bapak Attar selaku

Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Konservasi sumber daya air sebenarnya ada banyak cara tetapi


prioritas dan fokus kami hanya 2 cara yaitu vegetatif dan sipil teknis
karena keduanya ini kita anggap paling efektif untuk menyimpan air.
Cara vegetatif yaitu dengan penanaman bibit tanaman di sekitar mata
air dengan tujuan restorasi sungai dengan indikator tertanamnya bibit
tanaman yang mampu menyimpan air di sekitar mata air, sedangkan
untuk cara sipil teknis kan ada sekian banyak, dari sekian banyak saya
fokusnya hanya sumur resapan dan biopori karena sumur resapan itu
paling efektif untuk menyijmpan air dengan indikator meningkatnya
jumlah sumur resapan dan lubang bipori. Ada dam penahan,
pengendali, dam resapan berupa fisik bangun itu disebut konservasi
simple teknis. Prinsipnya sama memasukkan air kedalam tanah supaya
air tidak langsung ke sungai atau ke laut, tetapi tekniknya macam-
macam ada yang pohon, idealnya memang dengan penghijauan, karena
masuknya air kedalam air tanah itu tidak serta merta tidak sporadis,
kalau simpel teknis ini cenderung sporadis. Pelaksanaanya seperti yang
saya bilang tidak tentu tergantung usulan dari bawah, prioritas, dan
anggaran yang kita punya” (Bapak Attar, 20 Maret 2020)
Berdasarkan pendapat yang disampaikan oleh narasumber diatas dapat

diketahui bahwa pelaksanaan konservasi sumber daya air dilakukan dengan


66

dua cara yaitu vegetatif dan simpel teknis. Dari sekian banyak cara dua cara

ini dipilih karena paling efektif dan menjadi prioritas bagi Dinas

Lingkungan Hidup Kota Batu. Pelaksanaanya dilakukan dan disesuaikan

dengan usulan, prioritas, dan anggaran yang ada. Metode konservasi ini

sesuai dengan Undang-undang No.37 Tahun 2014 tentang konservasi tanah

dan air. Selanjutnya proses pelaksanaan konservasi sumber daya air juga

disampikan oleh Ibu Sri Sugihartati selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat

Pemerintah Desa Tulungrejo sebagai berikut:

“Pelaksanaan itu tidak tentu karena disana setelah menanam kan kita
pulang ndak mungkin setiap hari, mangkanya kita penanaman itu di
masa hujan, setelah itu dimasa mulai kering kita kesana dan
membersihkan area sekitar sambil melihat tanaman. Disini memang ada
kawasan resapan air itu di nggabes dan di ngimbo itu kan daerah yang
dilindungi dan itu memang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
pertanian, tetapi sampai hari ini belum bisa diajukan permohonan hak
milik karena memang itu daerah resapan yang disitu dibawah kita ada
14 kabupaten kota sehingga das brantas itu aliran yang di aliri oleh mata
air yang di arboretrum juga dari gunung yang lain kayak anjasmoro,
gunung biru, dan gunung kecil yang lainya. Ada 14 kabupaten
kabupaten kota sehingga kita berada dipaling tinggi dihulunya sehingga
dibawah kita ini membutuhkan dari resapan air itu”. (Ibu Sugihartati,
23 Maret 2020)
Pendapat narasumber diatas memberikan keterangan bahwa pelaksanaan

program konservasi dilakukan dengan adanya penanaman bibit dan sumur

resapan, pelaksanaan konservasi sumber daya air tidak pasti dan biasanya

dilakukan satu tahun sekali serta disaat musim hujan, kemudian pelaksanaan

program konservasi sumber daya air ini juga disampaikan oleh Bapak

Surahmat selaku ketua Himpunan Petani Pengguna Air (HIPPA) sebagai

berikut:
67

“Penanaman pohon memang ada tetapi tidak sering, tiap tahun sekali
itu biasanya penghijauan setiap Januari Februari. Sekarang banyak
wilayah hutan yang sudah beralih sudah jadi sayur semua, sebetulnya
kasihan yang nanem enak tapi beberapa tahun lagi anak cucu bakal
merasakan apalagi sekarang ada tempat wisata diatas, kalau tidak salah
punya orang bali atau siapa gitu 25 hektar, di selatan coban talun ketas.
Itu kan mainya sama orang atas. Sekarang orang bawah melarang tapi
orang atas (pemerintah) member ijin ya kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Kalau lubang biopori tidak pernah ada, dulu pernah digagas embung itu
pernah dibahas tetapi kenyataannya sampai sekarang tidak ada padahal
itu jamanya pak edi rumpoko, sekarang satu desa 3 itu sukur-sukur
kalau ada”. (Bapak Surahmat, 23 Juni 2020)
Berdasarkan apa yang disampaikan oleh narasumber diatas terkait dengan

pelaksanaan program konservasi sumber daya air dapat diketahui bahwa

pelaksanaan program konservasi dilakukan setiap tahun sekali, namun

pelaksanaanya kurang maksimal karena banyak orang perambah hutan dan

banyak wilayah hutan yang beralih fungsi menjadi sayuran, hal ini membuat

penurunan debit air di Kota Batu. Kemudian pelaksanaan konservasi sumber

daya air juga dijelaskan oleh Bapak Armadi selaku ketua Himpunan

Pengelola Air Minum (HIPAM) sebagai berikut:

“Konservasi ya pernah kita pernah mendapatkan penghijauan, tetapi


tidak rutin cuma selama ini sekali selama setahun yaitu perlindungan
untuk lingkungan, kalau masyarakat sini sendiri itu penghijauan setiap
dua tahun sekali dan anggaran penghijauan itu ada spontanitas dari
warga untuk membawa tanaman sendiri jadi tidak dari pemerintah,
kalau sumur resapan menurut saya ada tapi jarang”. (Bapak Armadi, 25
Juni 2020)
Berdasarkan pernyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa

pelaksanaa konservasi oleh Dinas Lingkungan Hidup dilakukan satu tahun

sekali dan setiap dua tahun sekali dilakukan secara spontanitas oleh

masyarakat. Selanjutnya setelah pelaksanaan, pengelolaan dan kontrol


68

adalah hal yang sangat penting dalam proses konservasi sumber daya air.

Menurut Bapak Attar selaku Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai

berikut:

“Pengelolaan dan kontrol kami bersama masyarakat jadi biar


masyarakat itu punya rasa memilki, ya presentasi hidup itu aja yang bisa
kita lakukan. Penelitian atau mengkaji sumber mata air karena untuk
melihat keberhasilan atau tidaknya konservasi sumber daya air ya
selama ini belum ada karena biayanya besar, belum pernah ada dari
pemerintah kota sejak 2001 kami belum pernah melihat keefektifan atau
terjamin atau tidak kami hanya menggunakan rasa, secara vegetatif
kalau pohonya tumbuh semua akan memasukkan air kedalam tanah
banyak gitu aja. (Bapak Attar, 20 Maret 2020)
Pernyataan narasumber tersebut memberikan keterangan bahwa

pengelolaan dan kontrol yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup selama

ini adalah melalui masyarakat, belum ada penelitian atau kajian dari dinas

secara langsung. Selanjutnya pengelolaan dan kontrol juga dijelaskan oleh

Ibu Sugihartuti selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Desa

Tulungrejo sebagai berikut:

“Kami punya tanggungjawab pengelolaan dan kontrol, strategi kami


hanya perawatan pemeliharaan, jangan sampai konservasi ini didatangi
oleh penjarah hutan yaitu penanam sayur yang liar itu, jadi kita tetep
menjaga konservasi itu dalam radius berapa itu tidak boleh ditanami
dan karena konservasi itu berdampak pada air minum kita sehingga kita
punya HIPAM ini yang bertanggungjawab atas pengelolaan di area
konservasi. Namun tidak ada istilahnya mereka bener-bener harus
melaksanakan tugas itu untuk konservasi tetapi mereka punya
pengelolaan HIPAM ini yang harus ikut menjaga konservasi, kalau
kontrol itu setiap tahun kita selalu ditanya pemerintah kota ada evaluasi,
apakah ada konservasi yang disana itu masih baik atau rusak itu setiap
tahun kita harus ada laporan sehingga kami nitip HIPAM. Kalau yang
di hutan itu kita sampaikan ke HIPAM, di lingkungan daerah
pemukiman itu ada sumur resapan itu ada petugas khusus yang selalu
69

mengontrol kalau sudah musim kemarau itu perlu pengurasan atau


bagaimana”. (Ibu Sugihartati, 23 Maret 2020)
Berdasarkan pernyataan dari narasumber diatas dapat diketahui bahwa

proses pengelolaan dan kontrol dilakukan oleh pemerintah desa dan

masyarakat melalui HIPAM. Berikutnya pengelolaan dan kontrol juga

dijelaskan oleh Bapak Surahmat selaku ketua Himpunan Petani Pengguna

Air (HIPPA) sebagai berikut:

“Sebenarnya kontrol ya ada, tetapi sekarang ini sama repotnya,


sekarang kayak pihak perhutani sendiri contohnya kayak mandor dan
LMDH sudah kerjasama semuanya, sudah tidak bisa lagi menghijaukan
seperti dulu lagi. Beberapa tahun lalu sempat ada demo masalah air
kayaknya 4 tahun lalu karena air seharunya di bawa ke sawah
pemajekan tetapi dibawah ke tetel (menjarah hutan) akhirnya yang
bawah kan kurang yang sawah pemajekan. Tetapi pihak-pihak yang
terkait ya ada respond sebentar saja tapi ya sudah tidak ada. Pernah juga
kesulitan air itu tadi sumber banyak dipakai rumah sawahnya buat
mengaliri sayur orang tetel (menjarah hutan), ya itu tadi sempat ada
demo kalau kemarau pernah 4 tahun lalu kesulitan. Waktu itu debit
kalau kemarau kan 27 perdetik sebelum ada orang tetel (menjarah
hutan) itu sampai 30, tetapi begitu ada orang tetel (menjarah hutan)
yang 4 tahun lalu itu tinggal 18, jadi dibawa ke Bulukerto gitu ndak
sampai jadi cuma dikali aja, mengalirkan dari sini jam 1 siang nyampe
sama jam 10 malam baru nyampe, padahal kalau lancar 4 jam sudah
sampai”. (Bapak Surahmat, 23 Juni 2020)
Dilihat dari apa yang telah disampaikan oleh narasumber diatas dapat

diperoleh keterangan bahwa pengelolaan yang dilakukan selama ini dirasa

masih kurang baik dari masyarakat maupun dari pemerintah, hal ini dilihat

dari kurangnya kontrol terhadap adaya perambah hutan yang semakin

banyak. Selanjutnya proses pengelolaan dan kontrol konservasi sumber

daya air juga dijelaskan oleh Bapak Armadi selaku ketua Himpunan

Pengelola Air Minum (HIPAM) sebagai berikut:


70

“Sebagai pengelola kami setiap 3 bulan sekali melakukan perawatan


ya kita bersihkan kita ambil kotorannya misalkan ada akar/ masuk
masuk dilubang paralon itu, kita selalu pantau bagaimana daerah yang
pohonya sudah mati atau hidup. Kontrol dari dinas belum ada
sepertinya, tetapi kalau pemerintah desa iya kita selalu koordinasi. ya
kita sendiri, kalau memberi pohon iya tapi kalau pengelolaan setau
saya ya masyarakat”. (Bapak Armadi, 25 Juni 2020)

Berdasarkan pernyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa

pengelolaan wilayah konservasi dilakukan sendiri oleh masyarakat dan

koordinasi dengan pemerintah desa. Didalam pengelolaan dan kontrol

dalam proses pelaksanaan suatu program tentu ada target yang harus

dicapai, evalusi target melihat apakah target ini tercapai dan sesuai dengan

tujuan. Target ini dijelaksan oleh Bapak Attar selaku seksi Seksi

Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“RPJMD ada lima tahun, target kita dibagi dalam 5 tahun itu. Misalnya
kalau seratus persen kami ditarget untuk mencapai 20 persen setiap
tahunya itu yang ideal. Kalau yang tidak ideal tercapai seratus persen
setelah lima tahun itu, jadi target kami ada yang setahun itu cuma dua
puluh. Kalau ini misal di akumulasikan 5 tahun berarti ini 10 ribu 10
ribu, target saya memang 10 ribu kami membuat targetnya berdasarkan
angan-angan kami, misalkan impian kami ingin membangun 10 ribu
tanaman, kami tiap tahun harus menyesuakian anggaran pemerintah
kota, mungkin tahun 2018 tidak sampai 2 ribu tidak samapai target,
mungkin cuma 1800 kurangnya kami tutupi di tahun selanjutnya.
Pokoknya kami punya arahan, pokoknya dengan RPJMD itu 10 ribu
tiap tahun 2 ribu, kami targetnya segitu, perkara nanti ditengah jalan
ada uangnya berapa ya menyesuaikan. Ini tahun ke 3 ya 60% dilihat
dari pohon yang hidup, ya kami asumsikan hidup semua tapi ya kita
belum bisa mengkaji dan meneliti, kami mengharapkan dibantu dari
dunia perkuliahan itu”. (Bapak Attar, 20 Maret 2020)
Pendapat narasumber diatas memberikan keterangan bahwa targetnya setiap

seratus persen dilakukan selama lima tahun, tetapi hal ini belum pasti karena
71

tergantung dari anggaran setiap tahunya. Selanjutnya target ini juga

dijelaskan oleh Ibu Sugihartuti selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat

Pemerintah Desa Tulungrejo sebagai berikut:

“Kalau target dalam hitungan jumlah kita tidak ada itu kita ikut
pemerintah kota saja, tetapi setiap tahunya kita upayakan untuk selalu
kunjungi area konservasi. Ketika itu memang harus perlu ada
penambahan bibit tanaman kita segers mengadakan”. (Ibu Sugihartati,
23 Maret 2020)
Berdasarkan pendapat narasumber diatas dapat diketahui bahwa tidak ada

target secara hitungan dari pemerintah desa, namun mereka selalu berupaya

untuk menjaga area konservasi. Selanjutnya target kegiatan konservasi juga

dijelaskan oleh Bapak Surahmat selaku ketua Himpunan Petani Pengguna

Air (HIPPA) sebagai berikut:

“Saya sebagai masyarakat ya ndak tau kalau targetnya tetapi menurut


saya target itu ya hanya tulisan dan teori aja, prakteknya ya begitu.
Pohon yang ditanam tidak pernah ada yang besar, paling yang besar
cuma disamping jalan, ya cuma secara simbolis. Sekarang menanam ya
semuanya berangkat, tapi tidak ada yang bisa besar. Contohnya dulu
pernah dikasih bibit banyak tapi ya gitu kira-kira satu meter keatas
akhirnya mati. tetapi kurang, karena sekarang orang tetel (menjarah
hutan) (perambah hutan) itu banyak. Pinus-pinus juga sudah banyak
yang habis, banyak yang dibuat pertanian terutama sayur sekarang
sumber-sumber sudah banyak yang dibawa ke tegal, jadi debit kali
sudah berkurang banyak. Seharusnya diimbangkan, kalau sekarang
kayak penghijuan satu meter sudah mati, sebabnya diambil sama orang
yang nanem biar tidak tinggi”. (Bapak Surahmat, 23 Juni 2020)
Dilihat dari pendapat narasumber diatas dapat diketahui bahwa target yang
ditetapkan belum tercapai karena pohon yang diberikan banyak diambil oleh
penjarah dan tidak ada kontrol dari pemerintah. Selanjutnya tidak
terpenuhinya target dalam sebuah pelaksanaan program juga diakibatkan
oleh kendala saat proses berlangsung. Kendala ini dijelaskan oleh Bapak
Attar selaku seksi Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:
72

“Selama ini tidak ada masalah atau kendala yang berarti, Cuma
mungkin pertanggungjawabanya memang sulit, kendalamya disitu
terkait administratif seperti memasukkan buku rekekning dsb. Kalau
ada ya mungkin dari masyarakat yang kurang mentaati peraturan juga
dari anggaran kita yang terbatas karena tidak hanya konservasi saja
yang kita lakukan, ya kita lakukan yang prioritas”. (Bapak Attar, 20
Maret 2020)
Berdasarkan penyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa kendala

yang dialami yaitu terkait administratif, anggaran yang terbatas, dan

masyarakat yang kurang mentaati peraturan. Selanjutnya kendala

pelaksanaan program konservasi sumber daya air juga dijelaskan oleh Ibu

Sugihartuti selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Desa

Tulungrejo sebagai berikut:

“Kendalanya kembali lagi ke masyarakat, ketika masyarakat itu


memeperhatikan ini kita baik-baik saja, tetapi ketika masyarakat ini
mulai nakal dengan menjarah area konservasi untuk tanaman itu kita
yang menjadi kesulitan sehingga harus sosialisasi lagi, harus
menyampaikan ini tidak boleh ini ada aturanya, macam-macam seperti
itu”. (Ibu Sugihartati, 23 Maret 2020)

Pendapat narasumber tersebut memberikan keterangan bahwa kendala

dalam proses pelaksanaan konservasi sumber daya air terletak pada

masyarakat yang tidak menaati peraturan dan menjarah area konservasi.

Selanjutnya kendala pelaksanaan konservasi sumber daya air juga

dijelaskan oleh Bapak Surahmat selaku ketua Himpunan Petani Pengguna

Air (HIPPA) sebagai berikut:

“Kendalanya ya banyak orang menjarah, sebenarnya orang yang


pengen nanem itu ya banyak. Kalau dulu radius mata air 1 km dan
ternyata sekarang ndak ada paling 10 meter itu sudah bagus. Oknum
Perhutani yowes begitu juga pernah, perhutani itu pernah ngambil
orang domisili sini itu ada itu mandor. Orang yang punya sumber
73

seperti yang dibawa ke rumah-rumah kan pengen nanem supaya biar


besar biar lancar. Sekarang mau satu persatu ya gak bisa sebab semua
yowes sama saja. Sebenarnya dulu kalau netel harus ditanami alpukat
kemiri kopi sejenis buah-buahan boleh dulu tapi sekarang alih fungsi
jadi nenem. Sekarang masyarakat mau mencegah ya ndak bisa,
bawahnya mandor ada pembentukan lembaga masyarakat sekitar hutan
(LMDH), jadi kalau tadi ya majeki termasuk yang tetel (menjarah
hutan) ya ngasih ke LMDH kalau berapanya ya gak tahu, LMDH
sendiri kerjasamanya sama mandor”. (Bapak Surahmat, 23 Juni 2020)
Pendapat narasumber diatas memberikan keterangan bahwa kendala dalam

pelaksanaan konservasi sumber daya air adalah dari masyarakat dan okum

terkait yang menjarah daerah sekitar mata air sehingga konservasi yang

dilakukan kurang optimal. Selanjutnya kendala pelaksanaan konservasi

sumber daya air juga dijelaskan oleh Bapak Armadi selaku ketua Himpunan

Pengelola Air Minum (HIPAM) sebagai berikut:

“Kendalanya ini sebetulnya bukan program dari desa ataupun dari


warga RW 3 sendiri, tetapi kegiatan tersebut kalau disini ya inisiatif
masyarakat sini untuk menjaga agar lingkungan agar daerah sini
memiliki air yang cukup. Masyarakat sini juga ikut saling menjaga
kawasan hijau sekitar sumber air agar tidak ada orang yang mau tetel
(menjarah hutan) disitu”. (Bapak Armadi, 25 Juni 2020)
Berdasarkan pendapat narasumber diatas dapat diketahui bahwa kendala

selama proses kegiatan adalah kegiatan ini dilakukan sendiri atas inisiatif

masyarakat sendiri bukan dari pemerintah. Dari hasil wawancara dan

observsi yang dilakukan oleh peneliti, terkait proses pelaksanaan program

konservasi sumber daya air di Kota Batu diperoleh kesimpulan bahwa

selama proses berlangsung mulai dari pelaksanaan, pengelolaan, kontrol

kegiatan, target, dan kendala masih kurang maksimal, hal ini dilihat dari

pengakuan masyarakat yang merasa kurang puas terhadap kegiatan


74

konservasi selama ini karena pemerintah hanya memberikan bantuan tetapi

untuk mengelola dan mengkontrol pemerintah hanya bersifat insidental.

VI.2. 4 Produk

Evaluasi produk adalah evaluasi yang digunakan untuk mengukur

keberhasilan dalam mencapai tujuan. Secara garis besar evaluasi produk

meliputi penilaian tentang pencapian tujuan awal dan target yang

ditetapkan, menafsirkan manfaat program dengan melihat dampak

konservasi terhadap lingkungan, dan respon masyarakat terhadap program.

Pencapaian keberhasilan dan dampak kegiatan konservasi dijelaskan oleh

Bapak Attar selaku Seksi Pemeliharaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:

“Manfaat konservasi itu banyak terutama melalui pohon, satu pohon


saja bisa memasukkan air berapa. Kalau simpel teknis sudah bisa
diketahui volumenya berapa. Target kami setiap tahun itu kan dua ribu
bibit, di tahun 2019 kita menanam bibit lebih dari dua ribu di desa
sumber brantas dengan rincian 111 bibit matoa, 260 bibit pulai, 210
bibit sukun, 190 bibit beringin, dan 1996 bibit trembesi. Kita juga
membangun 38 sumur resapan di beberapa wilayah prioritas kami”.
(Bapak Attar, 20 Maret 2020)

Pernyataan narasumber diatas memberikan keterangan bahwa manfaat

konservasi sangat besar dan keberhasilan konservasi dilihat dari banyaknya

tumbuhan yang ditanam dan masih hidup serta pembangunan sumur resapan

di beberapa wilayah. Selanjutnya dampak konservasi juga dijelaskan oleh

Ibu Sugihartuti selaku Seksi Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Desa

Tulungrejo sebagai berikut:


75

“Dampaknya luar biasa, dampak dari pemeliharaan itu aliran daerah


kita ini kan daerah hulu, yang resapan dari air oleh tanah ini dirasakan
oleh 14 kabupaten/kota sehingga kami bukan terdampak langsung tapi
berdampak pada masyarakat dibawah. Kalau disini bermasalah
tentunya 14 Kota/Kabupaten dibawah protes, kami yang selalu
disalahkan jika air dibawah itu semakin sedikit”. (Ibu Sugihartati, 23
Maret 2020)
Berdasarkan pernyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa

konservasi berdampak langsung pada masyarakat terutama masyarakat 14

kota/kabupaten yang dialiri oleh Kota Batu. Selanjutnya dampak konservasi

juga dijelaskan oleh Bapak Surahmat selaku ketua Himpunan Petani

Pengguna Air (HIPPA) sebagai berikut:

“Besar dampaknya karena termasuk membangun penghijauan lagi,


terus sumber juga lebih besar, pertanian bisa dialiri air lagi. Kalau
sekarang pertanian sendiri banyak yang ditanemi beton. Jadi hotel,
villa, jadi orang petani tidak berhasil terus terus-terusan air tidak ada
akhirnya dijual tanahnya terus dibeli orang luar daerah. Dulu kalau
tidak salah di daerah tulungrejo itu luas sawah itu sekitar 150 hektar
kalau sekarang paling sekitar 75 hektar”. (Bapak Surahmat, 23 Juni
2020)
Dilihat dari pernyataan narasumber diatas dapat diketahui bahwa dampak

konservasi terhadap sumber air, masyarakat, dan pertanian sangat besar

sehingga perlu di pertahankan. Selanjutnya dampak konservasi juga

dijelaskan oleh Bapak Armadi selaku ketua Himpunan Pengelola Air

Minum (HIPAM) sebagai berikut:

“Pengaruh penghijauan saya kira pengaruhnya besar sekali bagi


masyarakat khususnya masalah penanaman pohon. Jadi saya kira orang
tetel (menjarah hutan) tidak boleh masuk ke zona 200 meter itu ya kita
tetap menjaga zona hijau disini karena kalau konservasi bermasalah ya
air minum disini juga bermasalah”. (Bapak Armadi, 25 Juni 2020)
76

Penjelasan narasumber diatas dapat diperoleh keterangan bahwa konservasi

memberikan dampak yang besar terhadap air minum. Dari hasil wawancara

dan konservasi yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa konservasi

sumber daya air memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat Kota

Batu terutama bagi petani dan air minum serta 14 kota/kabupaten yang

dialiri oleh Kota Batu.

VI.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil penyajian data yang telah disampaikan maka evaluasi

program konservasi sumber daya air ditinjau menggunakan model evaluasi

(CIPP) Konteks, Input, Proses, Produk. Menurut Stuflebeam, dkk (1967)

dalam Arikunto (2009:45) yang mana keempat tersebut merupakan sasaran

evaluasi dan juga merupakan komponen dari proses sebuah program

kegiatan serta memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

Proses evaluasi dari program konservasi sumber daya air kemudian di

evaluasi dengan menggunakan model CIPP yang meliputi: 1) Konteks, 2)

Input, 3) Proses, 4) Produk. Evaluasi tersebut selanjutnya diuraikan lebih

lanjut sebagai berikut:

VI.3.1 Evaluasi Konteks

Menurut Stuflebeam, dkk (1967) dalam Arikunto (2009:45) konteks

mencakup masalah yang berkaitan dengan kondisi lingkungan program atau

kondisi obyektif yang akan dilaksanakan, tujuan program, ancaman, dan

kerawanan. Didalam konteks ini menjelaskan bagaimana program ini sangat

penting dan harus ada serta dilaksanakan. Program konservasi sumber daya
77

air dalam konteksnya memiliki tujuan yang sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air. Program

konservasi sumber daya air di Kota Batu menjadi sangat penting karena

memiliki faktor pendorong yaitu sumber daya alam terutama air yang sangat

melimpah, adanya sumber mata air yang banyak, serta posisinya yang

berada di bagian hulu DAS brantas menjadikan Kota Batu sebagai salah satu

pemasok air bagi 14 kota/kabupaten dibawahnya.

Pemeliharaan serta konservasi sumber daya alam terutama air harus

dijaga mengingat air sangat dibutuhkan tidak hanya masyarakat Kota Batu

tetapi Jawa Timur. Program konservasi juga sangat penting karena sumber

daya air yang dimanfaatkan sekarang harus tetap bertahan untuk masa yang

akan datang, hal ini sesuai dengan konsep lingkungan yang dikatakan oleh

Maryunani (2018:5-8) bahwa ketahanan hidup tergantung pada kondisi

lingkungan yang di dalamnya terdapat beragam dinamika dan sistem yang

mendukung kehidupan.

Pertimbangan atas adanya program konservasi sumberdaya air di Kota

Batu sesuai dengan empat pilar sustainability development goals yang

mengintegrasikan unsur pemerintahan, lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Namun jika dibandingkan dengan konsep SDG’s dalam pelaksanaanya

unsur pemerintah dan lingkungan dapat dikatakan telah terintegrasi dengan

baik, sedangkan untuk unsur ekonomi dan sosial belum terlihat sebagai

konteks adanya program konservasi sumberdaya air di Kota Batu. Untuk

mengintergasikan unsur sosial dan budaya seperti contohnya perekonomian


78

masyarakat Kota Batu sebagian besar ditopang oleh sektor agrowisata yang

mana untuk mempertahankan hal tersebut masyarakat membutuhkan

banyak air, dan apabila airnya berkurang tentu akan mengancancam sektor

wisata dan hasil pertanian.

Dalam konteks program konservasi sumberdaya air, dilihat dari sudut

pandang peneliti secara perencanaan konservasi sumber daya air di Kota

Batu tidak terlihat adanya upaya lebih dari hanya menghasilkan produk

akhir yang berupa tertanamnya dua ribu bibit pohon, pembangunan sumur

resapan, dan lubang biopori yang jika dibandingkan dengan konsep SDG’s

masih kurang terintegrasi dengan unsur sosial dan ekonomi sehingga dari

konteks perencanaan saja menimbulkan stagnansi atau kemandekan karena

hanya menghindarkan alasan agar tidak rentan terhadap ancaman

kekurangan air.

jika dibandingkan dengan pedoman rencana aksi SDG’s ke 6 (air bersih

dan sanitasi layak) di Indonesia dengan target 6.4 (menjamin penggunaan

dan pasokan air tawar yang berkelanjutan untuk mengatasi kelangkaan air)

yang dilaksanakan dengan ukuran indikator ketercapaian proporsionalitas

pengambilan air baku (air tanah dan air permukaan) terhadap

ketersediaannya, maka pelaksanaan konservasi air Kota Batu ini jauh dari

standar rencana aksi yang memiliki indikator ketercapaian menyediakan

informasi ketersediaan air baku. yang seharusnya juga mengintegrasikan

informasi yang up-to-date mengenai kelestarian lingkungan yang dijadikan

lokasi konservasi. Hal ini dapat terwujud jika konsep dialog antar
79

stakeholders (pemerintah, masyarakat, dan komunitas) dijalin dengan baik

melalui bimbingan, pelatihan, maupun koordinasi yang berlanjut sehingga

memungkinkan program konservasi “berinovasi” dengan konsep “learning

by doing” sehingga menghasilkan perencanaan yang berkelanjutan dan

mutakhir (Faludi dan van der Valk 1994, hlm. 237).

VI.3.2 Evaluasi Input

Evaluasi input menurut Stuflebeam,dkk (1967) dalam Arikunto (2009)

meliputi analisis yang berhubungan dengan sumberdaya yang diperlukan

untuk menyelenggarakan program. Alokasi sumberdaya ini meliputi

personil/staff, alokasi anggaran yang tersedia, dan peralatan pendukung

pengelolaan. Dalam proses input program konservasi sumber daya air

dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup, Pemerintah Desa, dan

masyarakat. Proses input ini akan berjalan apabila ketiga stakeholders yang

terlibat bekerjasama dalam proses konservasi. Peran serta masyarakat

sangatlah penting dalam konteks konservasi sumberdaya air, namun pada

kenyataanya masyarakat hanya dilibatkan dalam penanaman pohon atau

sebatas membantu pembuatan lubang biopori, seharusnya tidak hanya itu

saja tetapi masyarakat terutama yang peduli terhadap lingkungan atau air

diberikan edukasi atau pelatihan untuk bagaimana mengkontrol kerusakan

lingkungan, mempelajari perhitungan debit, dll.

Jadi dapat dikatakan bahwa sistem disini sangat rentan karena

masyarakat hanya dilibatkan untuk membantu penanaman saja, bukan untuk

sama-sama merencanakan, mengevaluasi, atau bahkan membangkitkan


80

kesadaran mengenai pentingnya konservasi sumberdaya air. Dari sini bisa

terlihat bagaimana proses input program konservasi sumberdaya air yang

jika dibandingkan dengan konsep sustainability development goals (SDG’s)

yang mengintegrasikan unsur pemerintahan, lingkungan, sosial, dan

ekonomi, maka program konservasi di Kota Batu belum memperhatikan

unsur sosial dengan baik. Selain itu anggaran juga merupakan salah satu alat

untuk program konservasi sumberdaya air ini berjalan, anggaran program

konservasi selalu diajukan setiap tahun oleh Dinas Lingkungan Hidup

kepada Bappeda, anggaran ini akan turun sesuai dengan prioritas

pemerintah bukan permintaan. Setiap tahunya Dinas Lingkungan Hidup

selalu mengupayan adanya konservasi dengan penanaman pohon maupun

pembuatan sumur resapan atau lubang biopori.

Dalam fungsi ekonomi keterlibatan pihak-pihak yang berkaitan dengan

pengguna sumber daya air dalam jumlah besar juga belum dikategorikan

sebagai input dari program konservasi itu sendiri, misalnya perusahaan-

perusahaan yang mengkonsumsi air dalam prosesnya seperti perhotelan,

wahana wisata air, dan perusahaan yang berpotensi merusak air belum

menjadi bagian aktif dari input program konservasi yang seharusnya mereka

adalah pihak yang terlibat dalam pelestarian air untuk keberlanjutan

usahanya. Jika dibandingkan dengan pedoman rencana aksi SDG’s

Indonesia yang ke 6 (air dan sanitasi yang layak) terutama pada target 6.5

(menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu di semua tingkatan,

termasuk melalui kerjasama lintas batas sesuai kepantasan) dengan capaian


81

tingkat pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara terpadu (0-100),

maka dalam tahap input program konservasi sumber daya air di Kota Batu

ini jauh dari rencana aksi SDG’s Indonesia.

Begitu juga dengan upaya aktif untuk mendayagunakan air sebagai

sumber energi (hydropower) yang ada pada tujuan sustainable development

goals yang ke 7 yakni menjamin akses terhadap energi yang terjangkau,

dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern bagi semua. Kota Batu

seharusnya memiliki sebuah terobosan aktif untuk memanfaatkan potensi

yang dimiliki karena keberlimpahan aliran airnya, alih-alih pemerintah Kota

Batu berencana untuk membuat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi

(PLTPB) yang dikhawatirkan dapat merusak aliran bawah tanah air.

VI.3.3 Evaluasi Proses

Tahap evaluasi proses menurut Stuflebeam,dkk (1967) dalam Arikunto

(2009) dilakukan dengan melihat seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan

di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Menilai

pelaksanaan program, pengelolaan, keseuaian program dengan standar yang

bisa diterima, pengawasan atau kontrol terhadap program, target, dan

kendala yang dialami selama program berlangsung. Konservasi sumber

daya air dilakukan dengan beberapa cara dalam pelaksanaanya seperti yang

tertuang dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi

Tanah dan Air, tetapi Dinas Lingkungan Hidup hanya memfokuskan pada

dua hal yaitu vegetatif dan simple teknis karena dua cara tersebut dianggap

paling efektif dalam pelaksanaan konservasi. Vegetatif yaitu dengan


82

penanaman bibit pohon disekitar mata air dan simple teknis dengan

membanguan sumur resapan atau lubang biopori.

Target dalam program konservasi ini adalah tertanamnya dua ribu bibit

pohon di sekitar mata air setiap tahunya. Target ini dikatakan Dinas

Lingkungan berhasil apabila bibit yang ditanam tumbuh. Pelaksanaan dan

pengelolaan wilayah konservasi tidak hanya dilakukan oleh Dinas

Lingukungan Hidup tetapi juga oleh masyarakat. Masyarakat selalu

berupaya memelihara dengan melihat kondisi area konservasi, bahkan di

beberapa RW ada penanaman bibit dengan kesadaran mereka sendiri tanpa

menunggu anggaran dari pemerintah.

Dalam pelaksanaan program tentu tidak berjalan dengan lancar, ada

beberapa kendala sehingga mengganggu keberlanjutan konservasi seperti

yang dikatakan ketua HIPPA, ada beberapa oknum yang mengalihfungsikan

lahan area konservasi, bahkan area untuk menjarah hutan yang awalnya

berjarak 100 kilo meter dari area konservasi atau sumber mata air sekarang

berubah menjadi 10 meter, banyak wilayah yang awalnya di tanami pohon

sekarang berubah ditanami sayur oleh petani. Hal ini menurut ketua HIPPA

menyebabkan terjadinya penurunan debit air yang ada di Kota Batu.

Selain kendala diatas, kendala lainya adalah input masyarakat yang

kurang sustain atau artinya sangat rentan untuk tidak terlalu peduli dengan

lingkungan atau dalam konteks ini air sehingga tidak ada keterlibatan

masyarakat dalam mengawasi keberlanjutan konservasi. Dalam proses ini,

pemerintah seharusnya tidak mengandalkan masyarakat untuk monitoring


83

karena sangat rentan monitoring yang tidak berjalan dengan baik, bahkan

pemerintah pun tidak hadir dalam sustain. Misalnya tidak adanya jadwal

rutin untuk mengkontrol daerah yang telah dikonservasi. Begitu juga

kehadiran masyarakat yang memonitoring secara sukarela tidak mampu

berbuat banyak untuk menindaklanjuti adanya pengalihgunaan lahan yang

sudah dikonservasi mengingat karena alasan ekonomi masyarakat

mengalihfungsikan lahan itu dengan sayuran.

Dari penjelasan diatas jika dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada

dalam sustainable development goals maka unsur sosialnya tidak berjalan,

unsur ekonomi tidak sustain karena ekonominya dengan cara merusak lahan

konservasi, hal itu merupakan contoh dalam lingkup kasus yang kecil karena

untuk mata pencaharian. Kerentanan sistem ekonomi bisa memunculkan

masalah, hal ini dikarenakan alasan ekonomi akan menjadikan program

konservasi terhambat demi pertumbuhan ekonomi baik sekala kecil maupun

sekala besar, karena terlihat dari masyarakat yang mengalihfungsikan itu

sebagai lahan ekonomi dan akhirnya yang menjadi korban adalah

lingkungan.

Fungsi sosial dalam sustainable development goals dari tahap proses ini

dapar dilihat dari kurang terlibatnya masyarakat dalam tahap konteks

sehingga menimbulkan dampak lemahnya budaya inisiatif masyarakat

untuk sadar menjaga alam. Hal ini bisa terjadi karena dari awal tidak

dirancang sistem proses perencanaan yang dinamis dengan ruang dialog

masyarakat sehingga masyarakat cenderung mengambil hak dengan minim


84

kewajiban untuk menjaga air. Selain itu juga dalam fungsi sosial tahap

proses terlihat kurangnya sisi pelatihan atau bimbingan pengetahuan tentang

kelestarian lingkungan dan dialog untuk menguatkan kembali dampak dari

kurangnya keterlibatan masyarakat dalam tahap konteks. Melihat dari

berbagai fungsi yang kurang berjalan dalam program konservasi

sumberdaya air di Kota Batu, maka hal tersebut tidak selaras dengan

pedoman rencana aksi SDG’s Indonesia ke 6 (air bersih dan sanitasi layak)

pada target 6.b (mendukung dan memperkuat pastisipasi masyarakat lokal

dalam meningkatkan pengelolaan air dan sanitasi).

Sesuatu yang dapat di apresiasi sampai saat ini adalah terdapat pada

fungsi ekonomi yang masih mempertahankan keterjangkauan biaya jasa air

bersih masyarakat kota batu yang dikelola oleh HIPPAM. Namun kecilnya

biaya air tersebut dikarenakan bukan karena adanya program konservasi

secara langsung melainkan karena air dilingkungan Kota Batu jauh dari

ancaman kelangkaan dan masih banyak sumber yang dapat digunakan

disetiap RW. Hal ini juga dimungkinkan karena tidak adanya peningkatan

manajemen ekonomi dari HIPPAM yang pada dasarnya sebagai usaha

penyedia jasa air yang dikelola oleh masyarakat sendiri.

VI.3.4 Evaluasi Produk

Evaluasi produk menurut Stuflebeam,dkk (1967) dalam Arikunto

(2009) dilakukan dengan mengukur keberhasilan program konservasi

sumber daya air di Kota Batu. Keberhasilan ini dilihat dari pencapaian akan
85

tujuan awal dan target yang ditetapkan serta manfaat program dengan

melihat dampak program konservasi sumber daya air. Dampak konservasi

sumber daya air di Kota Batu sangat besar terutama untuk Jawa Timur.

Dengan adanya konservasi sumber daya alam terutama air di Kota Batu

menjadikan sumber daya air di Kota Batu masih terjaga dan masih bisa

memasok air di 14 kota/kabupaten hingga sekarang.

Keberhasilan program konservasi dilihat dari tertanamnya dua ribu

pohon setiap tahunya, bahkan di tahun 2019 lebih dari dua ribu bibit pohon.

Selain itu terbangunya sumur resapan dan lubang biopori di beberapa tempat

prioritas di Kota Batu. Kota Batu dengan kontur kemiringan tanah yang

tinggi dan ruang terbuka hijau alami maupun buatan yang masih banyak

tidak memiliki banyak urgensitas untuk pembangunan sumur resapan dan

lubang biopori sehingga konservasi air dengan cara sipil teknis hanya

digunakan untuk mengurangi kubangan air dibeberapa area yang padat

pemukiman sehingga lebih cocok untuk dikatakan sebagai upaya

penanggulangan bencana banjir.

Seperti yang diterangkan diatas pada tahap proses, tahap produk ini

memiliki keuntungan yaitu ketersediaan air yang cukup dan akses air

perkotaan yang memadai di Kota Batu tidak serta merta dikarenakan

program konservasi air kota batu yang memiliki dampak besar kepada akses

air dan ketersediaan. Akan tetapi, masyarakat Kota Batu secara swadaya

mengelola kebutuhan air bersih pada tingkat RW dalam bentuk Himpunan

Masyarakat Pengelola Air Minum (HIPAM) dan ketersediaan air di Kota


86

Batu dikarenakan sebagian besar wilayah Kota Batu adalah kawasan hijau.

Jika dibandingkan dengan pedoman rencana aksi SDG’s Indonesia, produk

dari program konservasi sumber daya air ini masih belum selaras dengan

tujuan SDG’s ke 6 (air bersih dan sanitasi layak) terutama pada target 6.1

(mencapai akses universal dan merata terhadap air minum yang aman dan

terjangkau bagi semua) yang seharusnya bisa terjangkau bagi seluruh

kawasan aliran DAS Brantas, bukan hanya Kota Batu saja.

Integrasi pengelolaan air berkelanjutan ini seharusnya bisa berupa

dalam fungsi sosial dengan bentuk dialog dan kesadaran lingkungan

masyarakat dan komunitas yang sampai saat ini belum dilakukan dengan

oleh di Kota Batu, hal ini tidak selaras dengan pedoman rencana aksi SDG’s

Indonesia pada target 6.5 (menerapkan pengelolaan sumber daya air terpadu

di semua tingkatan, termasuk melalui kerjasama lintas batas sesuai

kepantasan) karena dalam produk konservasi sumber daya air di Kota Batu

belum terlihat ada pengelolaan yang terintegrasi dengan baik. Dalam fungsi

ekonomi integrasi pengelolaan tersebut dapat juga berupa rendahnya

diversifikasi ekonomi masyarakat, potensi penambahan pembangkit listrik

tenaga air (hydropower), biaya tinggi untuk pencemaran air. Dalam fungsi

pemerintahan bisa berarti banyaknya peraturan daerah tentang lingkungan

atau spesifik tentang air. Dalam fungsi lingkungan tahap produk ini

seharusnya berintegrasi dengan situasi yang dapat memantau pencemaran

atau ketersediaan air bawah tanah sehingga dapat memantau kualitas

maupun kuantitas ketersediaan air, koservasi sumber-sumber air dan


87

memastikan penggunaannya sebagai wisata ramah lingkungan (green

tourism).
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait evaluasi

program konservasi sumber daya air dengan model CIPP (konteks, input,

proses, produk) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1) Dalam Konteksnya program konservasi sumber daya air yang

dilakukan pemerintah Kota Batu sudah tepat mengingat Kota Batu

merupakan daerah dengan sumber daya alam yang melimpah, hal ini

membuat Kota Batu menjadi penyangga air di 14 kota/kabupaten di

Jawa Timur, sehingga apabila terjadi kerusakan lingkungan di Kota

Batu maka 14 kota/kabupaten ini juga merasakan dampaknya. Selain

itu dalam konteksnya pemerintah membuat perencanaan pelaksanaan

program konservasi sumber daya air yang nanti hasil akhirnya adalah

tertanamnya dua ribu bibit pohon, pembuatan sumur resapan, dan

lubang biopori.

2) Input atau sumberdaya yang diperlukan dalam program konservasi

sumber daya air yakni adanya anggaran, alat penunjang yakni bibit

pohon sebagai alat konservasi, serta stakeholders yang terlibat

dalam hal ini pemerintah dan masyarakat.

3) Dalam proses pelaksanaan program konservasi sumber daya air

dilakukan secara rutin setiap tahunya oleh Dinas Lingkungan Hidup

beserta masyarakat setiap tahunya sesuai dengan anggaran. Namun

88
89

tidak semua masyarakat menunggu anggaran dari pemerintah,

masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi melakukan

konservasi vegetatif secara mandiri. Proses pelaksanaan program

konservasi sumber daya air masih memiliki kendala dalam pegelolaan

dan kontrol atau pengawasanya, tidak adanya pengawasan dan kontrol

dari pemerintah atau perangkat daerah menjadikan banyak terjadi

penjarah hutan yang merusak area konservasi serta banyaknya alih

fungsi lahan konservasi menjadi pertanian sehingga menjadikan

proses pelaksanaan program konsevasi sumber daya air tidak berjalan

lancar. Hal ini bisa terjadi akibat dialog yang tidak terjalin dengan baik

antara pemerintah dan masyarakat sehingga kesadaran terhadap

konservasi lingkungan dari masyarakat juga kurang baik.

4) Produk dari adanya program konservasi sumber daya air di Kota Batu

adalah terbangunya sumur resapan air, lubang biopori, dan terjaganya

air karena adanya penghijuan di sekitar mata air dan sumber-sumber.

Perlu adanya berbagai produk yang berhubungan dengan mekanisme

pengelolaan air secara terintegrasi sehingga konservasi juga

merupakan bagian terpenting dari proses pemanfaatan air baik

didalam fungsi sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

V.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait program

konservasi sumber daya air terdapar beberapa saran yang dapat


90

dipertimbangkan agar pelaksanaan program Konservasi sumber daya air

kedepanya bisa berjalan dengan lebih baik

1. Dalam konteksnya seharusnya program konservasi adalah program

yang menjamin ketersediaan air dengan proporsionalitas

penggunaan air baku. Sehingga perlu ada konteks yang mencakup

informasi ketersediaan cadangan air, dan pengintegrasian terhadap

segi ekonomi yang seringkali menjadi penghambat upaya konservasi

itu sendiri

2. Dalam Inputnya perlu upaya yang mendukung pengelolaan pihak-

pihak yang berhubungan dengan air secara terpadu, seperti

melibatkan stakeholders yang luas dengan melibatkan pengusaha

pengguna air dalam skala besar seperti perhotelan dan wahana air,

masyarakat dan komunitas peduli air untuk ikut serta dalam agenda

konservasi air, atau lebih jauh melibatkan sektor energi seperti

pembangkit tenaga listrik yang ramah terhadap air.

3. Dalam prosesnya pengawasan menjadi sangat penting dikarenakan

konteks yang ingin menghasilkan produk vegetatif seringkali

berbenturan dengan kepentingan pengalihgunaan lahan untuk hasil-

hasil pertanian oleh oknum-oknum tertentu.

4. Adanya produk yang terintegrasi dengan fungsi sosial, ekonomi, dan

lingkungan tidak cukup dengan Upaya Penanaman pohon dan

Sumur Resapan dan Biopori saja, melainkan mendukung akses

universal terhadap air bersih yang tidak hanya dapat dirasakan oleh
91

kota batu saja, melainkan oleh masyarakat yang menjadi hilir DAS

Brantas juga termasuk dari bagian agenda universal. Posisi Batu

sebagai wilayah strategis pusat konservasi air memerlukan inovasi

yang lebih dalam upaya menjaga ketersediaan air di masa depan

ditengah arus utama pembangunan ekonomi dan industri.


92

Daftar Pustaka
Abdullah, Marlang dan Maryana Rina. 2015. Hukum Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Mitra Wacana Media

Adisasmita, Raharjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Arikunto, Suharsimi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Kebijakan. Jakarta: Bumi

Aksara

Aziz, N Abdul. 2019. Administrasi Pembangunan. Jagakarsa, Jakarta Selatan:

Salemba Humanika

Botequilha L, Andre & R Diaz-Varela, Emilio. 2020. Performance Based Planning

of Complex Urban social-ecological systems: The quest for sustainability

through the promotion of resilience. Journal of Sustainable Cities and

Society. 56, 2210-6707

Crawford, John. 2000. Ed. 2. Evaluation of Libraries and Information Services.

London: Aslib, the Association For Information Management And

Information Management International.

H.B. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas

Maret Press

Ihwan, Mahmudi. 2011. CIPP: Suatu Model Evaluasi Program Pendidikan. At-

Ta’dib, vol.6, No. 1


93

Jusuf, Gunawan. 2015. Bue Gold “Emas Biru Sumber Nyawa Kehidupan”. Jakarta

Selatan: PT.Berita Nusantara

Maryunani. 2018. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Pembangunan Ekonomi

Secara Berkelanjutan. Malang: UB Press

Mahi, Ali K & Trigunarso, Sri Indra. 2017. PerencanaanPembngunan Daerah

(Teori dan Aplikasi). Bandar Lampung: Kencana

Moleong J Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Ngusmanto. 2015. Pemikiran dan Praktik Administrasi Pembangunan. Jakarta:

Mitra Wacana Media

Rustiadi Ernan, Saefulhakim S, dan Pannuju Dyah R. 2018. Perencanaan Dan

Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Saifullah. 2007. Hukum Lingkungan “Paradigma Kebjakan Kriminal di Bidang

Konservasi Lingkungan”. Malang: UIN Malang Press,

Salmoral, Gloria.,. 2020. Water-related challenges in n exus governance for

sustainable development: Insight from the city of Arequipa, Peru. Journal

Science of the Total Environment. 747,

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Triwanto, Joko. 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai. Malang: UMM Press


94

Ulum & Rispa. 2017. Environmental Governance Isu, Kebijakan, dan Tata Kelola

Lingkungan Hidup. Malang: UB Press

USEPA, 2013
Wahab, S Abdul. 2008. Analisis Kebijaksaan dari formulasi ke implementasi

kebijaksanaan negara. Jakarta: Bumi Aksara

Wahab, S Abdul. 2011. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang.UMM

PRESS

Miles, M.B. Huberman, A.M. dan Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis, A

Methods Sourcebook. Edition 3. USA: Sage Publication

Zhang, Xiaoling & Li, Huan. 2018. Urban resilience and urban sustainability: What

we know and what do not know?. Journal Cities 72 tahun 2018

Agnika, N.T. 2016. Bersama-sama Menyelamatkan Sumber Mata Air. Diakses

melalui http://www.wwf.or.id/. Diakses pada tanggal 5 Desember 2019

Bayu A. Prasetya. 2018. Diakses melalui https://mcw-malang.org/refleksi-hut-ke-

17-pemkot-batu-perlu-di-evaluasi/. Diakses pada tanggal 5 Desember 2019

Walhi Jatim. 2019. Diakses melalui http://walhijatim.or.id/2019/10/batu-semakin-

asat-aksi penolakan-masyarakat-terhadap-perda-rtrw-kota-batu/. Diakses

pada 5 Desember 2019

Said, Ibrahim. 2015. Diakses melalui http://etd.repository.ugm.ac.id/. Diakses pada

5 Desember 2019
95

Firman, Toni. 2017. Diakses melalui https://tirto.id/warga-sumber-mata-air-kota-

batu-melawan-pembangunan-hotel-crSi. Diakses pada 5 Desember 2019


96

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

No Fokus Riset Daftar Pertanyaan Narasumber


1 Context 1. apa tujuan dari program DLH
Evaluation konservasi sumber daya air di
(Evaluasi terhadap Kota Batu?
konteks) 2. Kapan program konservasi
sumber daya air di Kota Batu
mulai dilaksanakan?
3. Apa faktor pendorong dari
program konservasi sumber
daya air?
4. Bagaimana dengan target
program ini?
2 Input Evaluation 1. Apa saja sumberdaya yang DLH
(evaluasi terhadap dibutuhkan dalam kegiatan HIPPA
masukan) konservasi sumber daya air, dan HIPPAM
bagaimana?
2. Siapa stakeholders yang
dilibatkan dalam pelaksanaan
program konservasi sumber
daya air?
3. Bagaimana manajemen dan
strategi supaya kegiatan ini
berhasil?
4. Berapa anggaran yang
digunakan dalam konservasi
sumber daya air?
5. Bagaimana peran masyarakat
dalam proses tersebut?
3. Process Evaluation 1. Bagaimana proses pelaksanaan DLH
(Evaluasi terhadap program konservasi sumber HIPPA
proses) daya air? HIPPAM
2. Bagaimana pengelolaan
konservasi sumber daya air
selama ini?
3. Apakah pelaksanaan konservasi
sesuai dengan peraturan?
4. Berapa kali kegiatan ini
dilaksanakan?
5. Bagaimana kontrol yang
dilakukan pemerintah selama
program konservasi sumber
daya air berlangsung?
97

6. Apa saja kendala yang dialami


selama pelaksanaan kegiatan
tersebut?
4. aspek product 1. Apakah tujuan yang ditetapkan DLH
sudah tercapai? HIPPA
2. Apakah pelaksanaan program HIPPAM
konservasi telah memenuhi
terget yang ditetapkan?
3. Bagaimana respond masyarakat
terhadap program konservasi
sumberdaya air tersebut?
4. Bagaimana dampak konservasi
terhadap lingkungan di Kota
Batu?
5. Bagaimana rencana pemerintah
untuk terus menjaga mata air
yang sudah dikonservasi?
98

Lampiran 2 Surat Pengantar Riset


99

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian

wawancara dengan Kepala Seksi Pemeliharaan Lingkungan


sumber : Data primer olahan penulis, 2020

Wawancara dengan ketua Himpunan Petani Pengguna Air (HIPPA)


Sumber : Data primer olahan penulis, 2020
100

Wawancara dengan ketua Himpunan Pengelola Penyedia Air (HIPAM)


sumber : Data primer olahan penulis, 2020

Wawancara dengan Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial Desa Bumiaji


Sumber : Data primer olahan penulis, 2020
101

Kegiatan penanaman bibit mata air di Kecamatan Bumiaji


Sumber : Data Sekunder diolah, 2020

Kegiatan penanaman bibit mata air di Kecamatan Bumiaji


Sumber : Data Sekunder diolah, 2020
102

Kegiatan penanaman bibit mata air di Kecamatan Bumiaji


Sumber : Data Sekunder diolah, 2020

Kegiatan penanaman bambu


Sumber : Data Sekunder diolah, 2020
103

Kegiatan penanaman bambu


Sumber : Data Sekunder diolah, 2020
104

Lampiran 5 Curriculum Vitae

Nama : Af’idatul Faidah

Tempat, tanggal lahir : Gresik, 22 Agustus 1998

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Asal : Ds. Tebuwung RT. 03. RW. 01

Kec. Dukun Kab. Gresik 61155

No. Hp : 082330074009

Email : Fidaafidah22@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

Nama Sekolah Tahun

MI Al-Karimi 2004-2010

Mts Al-Karimi 2010-2013

MA Matholi’ul Anwar 2013-2015

FIA Universitas Brawijaya 2016-2020

Anda mungkin juga menyukai