Oleh :
Nama : Abdi Nasrullah, S. Pd., MM
NIM : 192710049
DosenPengampu : Assoc, Prof. Dr. lr. H. Achmad Syarifudin, M. Eng
kekinian di lakukan dengan cara perpaduan pengelolaan. Dimana air memiliki nilai
strategis yang sangat tinggi. Ketersediaan air menjadi kunci kesehatan masyarakat
dan ketersediaan pangan. Air juga merupakan sumber energi terbarukan, oleh
karena itu, air yang berlimpah, bersih, dan terkendali merupakan indikator
lingkungan hidup yang sehat dan juga indikator siklus hidrologi yang ada berjalan
dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan suatu perhitungan proses
penjatahan air untuk berbagai jenis penggunaan menurut kuantitas, tempat dan
waktu penggunaan yang besarnya disesuaikan dengan ketersediaan total volume air
yang terdapat pada suatu sumber air. Rencana alokasi air ini dilakukan untuk
menentukan dan memenuhi kebutuhan air untuk berbagai jenis penggunaan yang
terukur menurut kuantitas, waktu, dan kualitas air sesuai dengan jatah yang
dengan rencana alokasi air tahunan dan rencana alokasi air rinci sehingga setiap
pihak mendapatkan jatah air sesuai dengan haknya. mengingat tingginya nilai
strategis air, selain alokasi ketersediaan air, dalam pengelolaan sumber daya air juga
perlu adanya pengendalian daya rusak air. Salah satu upaya untuk mengendalikan
daya rusak air adalah dengan Sabo Dam. Aliran sedimen selain mempunyai daya
mengendap di tempat yang tidak tepat. Sabo Dam sendiri telah dibangun untuk
menangani masalah banjir lahar di daerah vulkanik, yaitu Gunung Merapi, Gunung
Kelud, Gunung Agung, Gunung Semeru, dan Gunung Galunggung. Selain itu, Sabo
Dam juga digunakan untuk menangani masalah erosi dan sedimentasi di daerah
non-vulkanik di beberapa daerah di luar Jawa. Termasuk juga untuk sungai
sekarang sudah menggunakan yang namanya software seperti GIS. Jadi untuk
mengelola itu semua di butuhkan yang namanya Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu (PSDAT).
Dibuat sebagai Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Pengolahan Sumber Daya Air
Oleh:
Andi Supriyadi (192710035)
Dosen Pengampu :
DR. Ir. H. Ahmad Syarifudin,. MSC.
Bagaimana perkembangan dalam pengolahan sumber daya air kekinian menurut saudara.
1. PENDAHULUAN
Seluruh kehidupan di dunia tidak dapat terlepas dari air. Air menjadi prasyarat bagi kelangsungan hidup
setiap makhluk. Hak hidup setiap warga Negara harus mendapat jaminan dan perlindungan Negara.
Negara harus mampu mengatur bangsa dengan kekuasaan yang telah diamanatkan di dalam Pasal 33
Undang Undang Dasar 1945 demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan amanat konstitusi tersebut, Negara mengamanatkan kepada pemerintah melalui UU No.7
Tahun 2004 untuk mengatur dan menjamin kebutuhan dan memberikan perlindungan hak setiap
individu bangsa untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif, termasuk pula memberikan perlindungan
terhadap resiko yang timbul akibat potensi dan daya air.
Air sangat berpengaruh terhadap krisis pangan, krisis kesehatan, kemiskinan dan daya saing kawasan
bahkan nasional. Pendek kata, standar hidup kita tidak dapat ditingkatkan dan dipertahankan tanpa air
yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sumber
daya air (SDA) sebagai bagian dari kebijakan pembangunan nasional harus mendapat perhatian yang
lebih serius.
Potensi air hujan tahunan yang dikaruniakan Tuhan bagi negeri ini menduduki urutan terbesar kelima
diantara negara-negara lain di dunia. Sekalipun demikian, gejala atau tanda-tanda permasalahan air
telah dapat kita rasakan di berbagai tempat, dan hal ini menjadi kendala bagi kelangsungan
pembangunan, dan perikehidupan. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi, boleh jadi akan memperburuk
reputasi bangsa kita, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara kita.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, saat ini Indonesia telah memiliki panduan generik
di tingkat Nasional yang diharapkan dapat memandu arah pengelolaan sumber daya air sekarang dan
ke depan. Panduan ini telah dikukuhkan di dalam Peraturan Presiden No.33 Tahun 2011 Tentang
Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air. Produk Peraturan Presiden tersebut merupakan hasil
kerja Dewan Sumber Daya Air Nasional yang beranggotakan sebanyak 44 orang terdiri atas 22 orang
pimpinan kementerian/lembaga pemerintah, dan 22 orang dari unsur perwakilan lembaga
nonpemerintah yang berpengaruh ataupun berkepentingan dengan sumber daya air.
Makalah ini bermaksud menyampaikan gagasan mengenai pokok pokok kebijakan pengelolaan SDA di
tingkat masakini dan akan datang dalam upaya memberikan solusi bagi masalah masalah strategis dan
aktual yang dihadapi bangsa Indonesia. Bagian awal makalah dimulai dengan penjelasan mengenai
metodologi perumusan kebijakan, dan pada bab
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
Kebijakan pada dasarnya merupakan konstruksi pikiran yang dirancang berdasarkan konseptualisasi dan
spesifikasi keadaan bermasalah baik yang telah terjadi maupun yang diprediksi terjadi di masa
mendatang. Perumusan masalah merupakan aspek yang paling penting dalam analisis kebijakan, tetapi
hal yang satu ini ternyata paling sulit dilakukan karena seringkali kompleks dan memerlukan dukungan
data dan informasi yang akurat. Permasalahan SDA memang sangat luas cakupannya. Tidak hanya
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan air, sumber-sumber air dan daya yang terkandung di dalamnya,
tetapi mencakup semua unsur yang berkaitan dengan unsur yang berpengaruh terhadap kondisi SDA dan
unsur yang dipengaruhinya.
Data empirik tentang keadaan bermasalah diperoleh dari berbagai sumber informasi misalnya dengan
mempelajari pembicaraan mutakhir dari masyarakat, informasi literatur dan data statistik, serta
kebijakan atau peraturan per-UU-an yang terkait dengan SDA. Keadaan bermasalah ini diperoleh
dengan cara menilai kesenjangan antara visi pengelolaan SDA dengan realita keadaan yang berkaitan
dengan SDA.
Penyusunan kebijakan nasional pengelolaan SDA dilakukan melalui serangkaian diskusi intensif oleh
panitia khusus yang berjumlah 39 orang terdiri dari unsur anggota Dewan SDA Nasional dan para pejabat
yang mewakili para Menteri selaku anggota Dewan. Hasil kerja panitia khusus ini kemudian disampaikan
dalam sidang pleno Dewan SDA Nasional untuk dibahas dalam rangka membangun kesepakatan.
Analisis dilaksanakan dengan cara mengidentikasi hubungan sebab akibat yang mempertemukan gejala
gejala yang mempengaruhi keadaan SDA serta beberapa aspek yang berhubungan dengan keadaan SDA
termasuk berbagai tantangannya yang dapat diintervensi menjadi peluang melalui penerapan kebijakan
publik.
Rumusan kebijakan nasional ini dibuat berdasarkan pendekatan yang bersifat antisipatif terhadap
permasalahan SDA yang terjadi hingga saat ini dan yang mungkin akan muncul di waktu yang akan
datang yang ditempuh melalui penerapan kebijakan yang pada intinya bertujuan menurunkan atau
menekan resiko kerugian yang timbul akibat keadaan bermasalah dengan cara mengelola tingkat
kerentanan kawasan terhadap lima jenis bahaya, yaitu: (1) kelangkaan air baik dari segi kuantitas
maupun kualitas (2) banjir (3) erosi dan sedimentasi, (4) tanah longsor, dan (5) intrusi air laut.
Kebijakan nasional menetapkan visi pengelolaan SDA sebagai berikut: “terwujudnya SDA yang terkelola
secara adil, menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat”.
Rumusan visi tersebut dinspirasi oleh amanat yang terkandung di dalam Pasal 3 UU No.7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air.
Menyeluruh, berarti mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan
SDA, dan pengendalian daya rusak air, serta mencakup seluruh tahapan pengelolaan yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. Terpadu, berarti pengelolaannya melibatkan semua
pemilik kepentingan baik antarsektor maupun antarwilayah administrasi. Berwawasan lingkungan
hidup, maksudnya memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan.
Berkelanjutan, maksudnya tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi juga
termasuk untuk generasi yang akan datang.
Keberhasilan pencapaian visi tersebut harus terukur secara periodik tahunan melalui tiga kriteria
sebagai berikut:
1) Efisiensi ekonomi. Didepan mata, permintaan jasa pelayanan air kian meningkat, sementara itu
di berbagai tempat terjadi kelangkaan atau keterbatasan air bersih dan sumber daya finansial.
Dalam situasi seperti itu, efisiensi ekonomi dalam pendayagunaan SDA harus menjadi perhatian.
2) Keadilan. Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh setiap orang,
karena itu akses untuk memperoleh air yang bersih perlu diupayakan bagi setiap orang untuk
memenuhi kebutuhan pokok hidup yang sehat dan produktif.
3) Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Pendayagunaan SDA tidak hanya mengejar kepentingan
ekonomi jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang,
karena itu setiap upaya pendayagunaan harus diimbangi dengan upaya konservasi yang
memadai.
Berdasarkan pengamatan sistemik terhadap realita yang terjadi, dapatlah disimpulkan beberapa
permasalahan generik sebagai berikut:
yang terbanyak penduduknya di luar P.Jawa yaitu 12,98 juta orang. Rata-rata tingkat kepadatan
penduduk Indonesia memang masih terasa longgar yaitu 124 orang per km2, tetapi distribusinya per
provinsi sangatlah kontras. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan provinsi terpadat yaitu sebesar
14.440 orang per km2. Sementara itu kepadatan penduduk di Prov. Papua Barat hanya sebesar 8
orang per km2.
Dengan laju urbanisasi sebesar 5% per tahun, yang terutama dialami oleh kota- kota besar di Pulau
Jawa, penduduk perkotaan akan meningkat menjadi 52% pada tahun 2020 dibandingkan dengan
38% pada tahun 1995.
Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk ini mempunyai korelasi yang sangat erat dengan
permasalahan laju alih fungsi lahan, pencemaran air, dan tingkat kerentanan kawasan terhadap
bahaya yang berkaitan dengan air (krisis air, banjir, tanah longsor, pencemaran sumber-sumber air,
dan intrusi air laut). Begitu pula laju urbanisasi akan sangat membebani pengelolaan SDA, terutama
yang berkaitan dengan penyediaan air baku, sanitasi dan drainasi.
Sampai saat ini P.Jawa juga berfungsi sebagai lumbung beras nasional, karena 49% luas sawah
beririgasi terletak di sini. Alih fungsi lahan di Pulau Jawa dan Bali hingga saat ini masih berjalan terus
dengan intensitas yang wajib diwaspadai. Sawah-sawah beririgasi teknis dan lahan pertanian
produktif lainnya banyak beralih fungsi menjadi kawasan permukiman, perkotaan, kawasan
industria, serta untuk tapak pembangunan infrastruktur transportasi. Hal ini berdampak pada
kemampuan pulau ini dalam menyimpan air yang berlimpah di musim hujan agar tidak terjadi defisit
air di musim kemarau. Selain itu, alih fungsi lahan di P.Jawa juga menimbulkan pergeseran terhadap
berbagai jenis penggunaan air, yaitu berkurangnya kebutuhan air irigasi dan meningkatnya
kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri. Disamping terjadi pergeseran jenis kebutuhan
air, terjadi pula perubahan kualitas air, yaitu semakin tingginya tingkat pencemaran air yang
berdampak pada keberlanjutan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih. Akibatnya, banyak kota
dan industri yang menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih mereka, sementara
kemampuan peresapan air semakin berkurang.
Penggunaan air tanah secara berlebihan berdampak pada masalah lingkungan berupa penurunan
muka air tanah, berkurangnya resapan air, dan penurunan permukaan tanah yang mengakibatkan
semakin meluasnya daerah rawan banjir di musim penghujan.
Alih fungsi lahan tidak hanya berlangsung di P.Jawa, tetapi juga terjadi di beberapa pulau di luar
Jawa. Alih fungsi lahan di P.Sumatra dan Kalimantan pada umumnya terjadi di kawasan hutan dan
lahan pertanian yang berubah fungsi sebagai kawasan perkebunan sawit, dan kawasan
pertambangan. Hal ini akan menjadi
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
ancaman bagi kelangsungan sistem penyediaan pangan nasional, degradasi sungai dan danau
karena pendangkalan dan pencemaran air, bahkan juga menimbulkan kenaikan tingkat kerentanan
kawasan terhadap bahaya banjir terutama bagi kawasan perkotaan yang daerah tankapan airnya
terdapat kegiatan pertambangan.
Begitu pula yang terjadi di pulau lain seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Maluku,
dan Papua. Perkembangan kegiatan pertambangan di pulau- pulau ini berpotensi besar terhadap
pencemaran SDA, aliran banjir, dan pendangkalan sungai dan danau.
c. Kondisi lahan pertanian dan kawasan hutan di setiap DAS
Tingkat kekritisan kawasan hutan dan lahan pertanian di setiap DAS sangat berpengaruh terhadap
distribusi aliran permukaan bulanan. Berbagai program dan gerakan rehabilitasi hutan dan lahan di
DAS kritis ternyata belum mampu mengimbangi laju kerusakan hutan dan lahan. Hal tersebut
mengakibatkan rendahnya kemampuan DAS dalam menyimpan air di musim kemarau, sehingga
frekuensi kejadian banjir bandang dan tanah longsor kian meningkat, begitu juga waduk dan sungai
banyak yang mengalami pendangkalan karena sedimentasi, dan sumber-sumber air cepat
mengering walaupun hanya dalam hitungan dua atau tiga bulan tidak turun hujan.
Lahan kritis kritis yang pada tahun 1984 hanya sebanyak 22 DAS, secara dramatis meningkat menjadi
39 DAS pada tahun 1992, dan meningkat lagi pada tahun 1998 menjadi 62 DAS kritis yang
memerlukan penanganan super prioritas. Sampai sekarang belum ada satu pun DAS kritis yang bisa
dikeluarkan dari daftar DAS kritis. Sementara itu DAS-DAS lain yang tadinya tidak tergolong kritis
datang berduyun-duyun menambah panjang deretan daftar DAS kritis. Hal ini tentu saja akan
semakin memperberat beban tugas pengelolaan SDA.
d. Ketersediaan infrastruktur pengelolaan sumber daya air
Kondisi infrastruktur di Indonesia saat ini masih ditandai oleh rendahnya aksesibilitas, kualitas,
ataupun cakupan pelayanan. Akibatnya, sarana dan prasarana yang ada belum sepenuhnya dapat
menjadi tulang punggung bagi pembangunan sektor riil termasuk dalam rangka mendukung
kebijakan ketahanan pangan di daerah, mendorong sektor produksi, serta mendukung
pengembangan wilayah.
Berdasarkan publikasi yang diterbitkan oleh Ditjen. Cipta Karya, jumlah penduduk (perkotaan dan
pedesaan) yang mendapatkan akses pelayanan air minum pada tahun 2009 belum ada satu pun
provinsi yang telah mencapai target MDG yaitu 67,7%. Sedangkan secara nasional baru tercapai
47,6%. Selain itu pencapaian layanan air minum perpipaan di kawasan perkotaan, meskipun sudah
ada tiga provinsi (Bali, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan) yang telah melampaui target
MDG tetapi secara nasional baru tercapai 35,03%. Program peningkatan sistem penyediaan air
minum di berbagai kota pada umumnya hingga saat ini masih terkendala oleh ketersediaan air
baku pada sumber airnya. Banyak
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
masyarakat miskin di kawasan rawan air masih harus berjuang menyisihkan jam produktifnya guna
mendapatkan air bersih.
Terbatasnya akses pemenuhan kebutuhan air dan sanitasi mengakibatkan pengambilan air tanah
semakin tak terkendali hingga melampaui “safe yield” nya. Pada tahun 2004 tercatat bahwa
prosentase rumah tangga yang menggunakan air tanah berada di atas angka 73%. Pengambilan air
tanah yang tak terkendali, selain menjadi sumber penyebab intrusi air asin juga menjadi sumber
penyebab terjadinya amblesan tanah secara permanen. Akibatnya, semakin banyak kawasan
perkotaan yang menjadi kawasan rawan banjir, seperti kota Jakarta dan Semarang.
Pengembangan prasarana penampung air, seperti waduk, embung, danau, dan situ, masih belum
memadai, sehingga belum dapat memenuhi penyediaan air untuk berbagai kebutuhan, baik
pertanian, rumah tangga, perkotaan, maupun industri terutama pada musim kering yang cenderung
semakin panjang di beberapa wilayah. Daerah irigasi yang penyediaan airnya lebih terjamin airnya
melalui waduk, baru sekitar 12 % dari total luas daerah irigasi, sedangkan 88% daerah irigasi lainnya
dilayani dengan bendung tanpa penampungan sehingga kecukupan airnya sangat tergantung adanya
air di sungai.
Selain itu, laju pengembangan sarana dan prasarana pengendali daya rusak air juga masih belum
mampu mengimbangi laju degradasi lingkungan penyebab banjir sehingga bahaya banjir masih
menjadi ancaman bagi banyak wilayah.
e. Peningkatan eksploitasi air tanah
Fenomena ini banyak terjadi di kawasan permukiman dan perkotaan terutama di kota-kota besar di
Indonesia, dikarenakan sebagai ketersediaan air permukaan yang menipis ataupun karena tidak
memenuhi persyaratan kualitas. Eksploitasi air tanah yang melebihi kapasitas pengisiannya akan
dapat menimbulkan penurunan atau amblesan permukaan tanah sehingga menambah tingkat
kerentanan terhadap banjir. Aktivitas pengambilan air di daerah sepanjang pesisir pantai
menimbulkan intrusi air laut ke daratan sehingga mencemari air di sumur dan sungai.
daerah resapan air, serta kegiatan bersih sampah di sungai. Demikian juga dari kalangan dunia usaha
terdapat berbagai inisiatif yang berkaitan dengan pemanfaatan dana CSR (Company Social
Responsibility) untuk membiayai pelaksanaan kegiatan konservasi SDA.
Selain permasalahan tersebut diatas terdapat pula beberapa tantangan sebagai berikut:
Sebagai negara kepulauan beriklim tropis, sebaran curah hujan di Indonesia sangat variatif. Ada pulau-
pulau yang curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan ada pula pulau yang curah hujannya
sampai dengan 4000 mm/tahun. Distribusi hujan pada setiap tahun pun hanya terkonsentrasi selama
kurang lebih lima bulan (November s/d Maret) sehingga banjir sangat berpotensi terjadi pada bulan-
bulan tersebut, sedangkan pada tujuh bulan berikutnya curah hujan amat kecil dan jarang sehingga
mengalami kelangkaan air.
Karena kebutuhan manusia terhadap air tidak akan pernah berkurang bahkan mengalami
peningkatan, maka kekeringan dengan berbagai dampak kerugian yang ditimbulkannya sangat
berpotensi terjadi selama musim kemarau, jikalau pengelolaan SDA tidak berjalan efektif.
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
Perubahan iklim global dan variasi cuaca, selama ini dipandang oleh kebanyakan orang hanya sebagai
tantangan yang mengerikan. Akan lebih bijak lagi kalau kita bisa menempatkan fenomena tersebut
selain sebagai tantangan yang perlu diantisipasi juga menjadi peluang dengan cara memanfaatkan
sisi-sisi positifnya melalui berbagai program dan upaya yang bersifat adaptasi. Yang terpenting bagi
kita adalah bagaimana menyikapi fenomena tersebut agar kita tetap bisa survive dan sekaligus
memetik kemanfaatannya.
Visi pengelolaan SDA sebagaimana tersebut dalam bab 3, diwujudkan kedalam pelaksanaan
lima misi sebagai berikut:
1) Meningkatkan konservasi SDA secara terus menerus
2) Mendayagunakan SDA untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat
3) Mengurangi resiko kerugian yang timbul akibat daya rusak air
4) Meningkatkan peran masyarakat, dunia usaha dalam pengelolaan SDA
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
Dengan memperhatikan tujuh asas pengelolaan SDA sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 UU
No.7 Tahun 2004 (kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas), maka beberapa kebijakan berikut
diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan sebagaimana diungkapkan pada bab 3.
membentuk dewan SDA provinsi selambat-lambatnya pada akhir tahun 2011, dan
meningkatkan efektivitas fungsi dan perannya dalam rangka mengoptimalkan sinergi dan
keselarasan program antarsektor, antarwilayah, dan antarpemilik kepentingan. (sekarang
sudah terbentuk di 23 provinsi)
menyelesaikan Pola Pengelolaan SDA pada setiap WS paling lambat pada akhir tahun
2015 sebagai acuan bagi penyusunan rencana (induk) pengelolaan SDA. (Pola di 8 WS
sudah ditetapkan, sementara itu 14 WS sedang dalam proses penetapan)
membangkitkan dan membangun etika serta budaya masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai dan manfaat air melalui pendidikan formal dan nonformal.
meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan teknologi dalam
bidang SDA serta menerapkan hasilnya.
memfasilitasi pengurusan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi penemuan ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi terkait bidang SDA.
meningkatkan jaringan kerjasama antarlembaga pemerintah, perguruan tinggi, lembaga
penelitian internasional dalam penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang SDA.
mengevaluasi keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat atas SDA sebagai dasar
untuk pengukuhannya dalam bentuk peraturan per-UU-an.
memelihara daerah tangkapan air dan menjaga kelangsungan fungsi resapan air.
meningkatkan upaya perlindungan sumber air, pengaturan daerah sempadan sumber air,
dan pengisian air pada sumber air untuk meningkatkan ketersediaan air baku dalam
rangka mendukung pencapaian sasaran MDG.
meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan sumber air, dan pengaturan prasarana
dan sarana sanitasi,
meningkatkan dan menjaga kelestarian fungsi hutan oleh para pemilik kepentingan;
meningkatkan ketertiban penggunaan sempadan sungai;
meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai kawasan retensi banjir dan kawasan
rawan bencana yang terkait air;
mengurangi aliran permukaan (runoff) oleh para pemilik kepentingan;
meningkatkan kapasitas alir sungai dan saluran air oleh para pemilik kepentingan;
mengintegrasikan perencanaan, pembangunan dan pengelolaan drainase kawasan
produktif, drainase perkotaan, drainase jalan, dan sungai ke dalam sistem pengendalian
banjir; dan
menyediakan prasarana pengendalian banjir untuk melindungi prasarana umum, kawasan
permukiman, dan kawasan produktif.
membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga pusat dan daerah serta
antarsektor dan antarwilayah.
meningkatkan kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sistem
informasi SDA
Semua kalimat yang tercantum di dalam dokumen kebijakan nasional pada dasarnya merupakan ekspresi
niat dan harapan para penyusunnya, yaitu para anggota Dewan SDA Nasional.
Niat atau tekad yang sudah tertuang di dalam butir butir kebijakan dan strategi pengelolaan SDA,
sesungguhnya baru merupakan langkah awal mewujudkan mimpi sumber air yang terkelola secara
menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.
Sejuta niat atau slogan tak akan mampu kondisi SDA menjadi lebih baik, jika tidak diwujudkan dalam
bentuk perbuatan atau tindakan nyata. Secara gayung bersambut Para penyusun Kebijakan Nasional,
sekarang ini telah merampungkan rumusan tindakan nyata yang telah dan akan dilakukan oleh tiap tiap
anggota sesuai dengan fungsi ataupun kompetensi lembaga yang diwakilinya kedalam sebuah dokumen
yang dinamai "Matriks Tindak Lanjut Pelaksanaan Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA".
Secara periodik tahunan, matriks ini akan dipergunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan
pemantauan dan evaluasi bersama untuk menilai tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya,
dan sekaligus menelusuri penyebab kegagalan serta menjadi sumber informasi dalam merancang
langkah koreksi menuju keberhasilan yang lebih maksimal.
Nama : Andi Supriyadi
NIM : 192710035
Mata Kuliah : Pengolahan SDA
Dosen : DR. Ir.H Ahmad Syarifudin, MSC
6. KESIMPULAN
Dari uraian seperti tersebut diatas, disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Beban pengelolaan SDA akan bertambah berat jika pertumbuhan jumlah penduduk tidak
terkendali. Karena itu pengendalian jumlah penduduk perlu menjadi perhatian agar tingkat
kerentanan kawasan terhadap lima jenis bahaya terkait air dapat diminimalkan.
2) Kebijakan Nasional Pengelolaan SDA merupakan arahan strategis pengelolaan SDA dalam jangka
waktu 2010–2030. Kementerian dan lembaga terkait menindak-lanjuti dalam dokumen rencana
strategis di bidang tugas masing- masing sebagai bagian dari RPJM Nasional.
3) Kebijakan pengelolaan SDA di tingkat provinsi perlu segera disusun mengacu pada Kebijakan
Nasional Pengelolaan SDA dengan menyesuaikan kondisi dan permasalahan setempat. Kebijakan
pengelolaan SDA di tingkat kabupaten/kota disusun dengan mengacu kepada kebijakan
pengelolaan SDA di tingkat provinsi.
4) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan SDA perlu dilakukan secara periodik
tahunan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan, menelusuri penyebab
kegagalan dan sekaligus menjadi umpan balik untuk merumuskan langkah koreksi menuju
keberhasilan yang maksimal.
Terima Kasih