Anda di halaman 1dari 21

TATA KALIMAT

ABSTRAK

Dalam penulisan suatu kalimat terdapat teknik yang menggunakan EYD dan SPOK agar pembaca
dapat memahami apa yang diberikan oleh penulis. Tata kalimat adalah kaidah penyusunan kata
sehingga menjadi kalimat yang baik dan benar dan mempunyai arti sekaligus memenuhi persyaratan
kebaikan dan kebenaran.

Judul makalah ini adalah “Tata Kalimat”. Tujuannya adalah agar penulis dapat menulis suatu kalimat
dengan baik dan benar, dengan memperhatikan tanda baca, mengetahui pola kalimat yang sesuai,
ciri-ciri suatu kalimat dan syarat pembuatan kalimat yang benar dengan menggunakan frase, klausa
dan kalimat. Untuk itu, diperlukan teknik dalam membuat suatu kalimat yang menarik perhatian
pembaca, seperti penulisan pada novel ataupun majalah dengan kalimat yang menarik namun masih
memperhatikan tata kalimat.

Kata Kunci: Tata Kalimat, SPOK, Frase Klausa, Kalimat, Syarat Penulisan

DAFTAR ISI

ABSTRAK …………………………………………………………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang …………………………………………………………………………………….. 1

Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………….. 2

Tujuan Makalah …………………………………………………………………………………… 2

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Tata Kalimat ……………………………………………………………………….. 3

Ciri-ciri Tata Kalimat

Subjek ……………………………………………………………………………………………. 3

Predikat …………………………………………………………………………………………. 4

Objek dan Pelengkap ……………………………………………………………………….. 5

Keterangan ……………………………………………………………………………………… 6

Frase
Pengertian Frase …………………………………………………………………………………… 7

Jenis Frase ……………………………………………………………………………………………. 7

Frase Endosentrik ……………………………………………………………………….. 7

Frase Eksosentrik ………………………………………………………………………… 8

Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan ……….. 8

Frase Ambigu ……………………………………………………………………………… 8

Klausa

Pengertian Klausa ………………………………………………………………………………….. 9

Jenis Klausa ………………………………………………………………………………………….. 9

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya ………………………….. 9

Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi ………………. 9

Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa menduduki fungsi P ….. 10

Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat ….. 10

Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat ….. 11

Kalimat

Pengertian Kalimat ………………………………………………………………………………. 11

Jenis Kalimat ………………………………………………………………………………………… 11

Kalimat Tunggal …………………………………………………………………………. 11

Kalimat Majemuk ………………………………………………………………………. 11

Kalimat majemuk setara ……………………………………………………. 12

Kalimat majemuk bertingkat ………………………………………………. 12

Kalimat majemuk campuran ………………………………………………. 13

Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi …………………………………………….. 13

Kalimat Inti ………………………………………………………………………. 13

Kalimat Luas …………………………………………………………………….. 14

Kalimat Transformasi ………………………………………………………… 14

Kalimat Mayor dan Minor ……………………………………………………………. 14


Kalimat Mayor …………………………………………………………………. 14

Kalimat Minor ………………………………………………………………….. 14

Kalimat Efektif …………………………………………………………………………….. 15

Ciri-ciri kalimat efektif ………………………………………………………. 15

Contoh kalimat efektif ……………………………………………………….. 17

Kalimat Tidak Efektif ……………………………………………………………………. 17

Sebab ketidakefektifan kalimat ……………………………………………….. 17

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………….. 21

Saran ………………………………………………………………………………………………………… 21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………………… 22

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sehubungan dengan adanya tugas pada mata kuliah Bahasa Indonesia, saya akan menjelaskan
tentang Tata Kalimat. Makalah ini berisi tata kalimat atau cara penyusunan kalimat yang benar.

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi yang digunakan manusia dengan sesama anggota
masyarakat lain pemakai bahas itu. Bahasa itu berisi pikiran, keinginan, atau perasaan yang ada pada
diri si pembicara atau penulis. Bahasa yang digunakan itu hendaklah dapat mendukung maksud
secara jelas agar apa yang dipikirkan, diinginkan, atau dirasakan itu dapat diterima oleh pendengar
atauu pembaca. Kalimat yang dapat mencapai sasarannya secara baik disebut dengan kalimat
efektif.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan
dapat dipahami oleh pendengar atau pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang disampaikan
sudah tepat, pendengar atau pembaca dapat memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan
lengkap seperti apa yang dimaksud oleh pembicara atau penulisnya. Akan tetapi kadang-kadang
harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagia lawan bicara atau pembaca tidak memahami apa
maksud yang diucapkan atau dituliskan.

Supaya kalimat yang dibuat dapat mengungkapkan gagasan pemakaiannya secara tepat, unsur
kalimat-kalimat yang digunakan harus lengkap dan eksplisit. Artinya, unsur-unsur kalimat seharusnya
ada yang tidak boleh dihilangkan. Sebaliknya, unsur-unsur yang seharusnya tidak ada tidak perlu
dimunculkan. Kelengkapan dan keeksplisitan semacam ini dapat diukur berdasarkan keperluan
komunikasi dan kesesuaiannya dengan kaidah (Mustakim,1994:86).
Dalam karangan ilmiah sering kita jumpai kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat sebagai
bahasa ilmiah. Hal ini disebabkan oleh, antara lain, mungkin kalimat-kalimat yang dituliskan kabur,
kacau, tidak logis, atau bertele-tele. Dengan adanya kenyataan itu, pembaca sukar mengerti maksud
kalimat yang kita sampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif. Berdasarkan kenyataan inilah
penulis tertarik untuk membahas tata kalimat dengan segala permasalahannya.

Rumusan Masalah

1. Mengetahui apayang dimaksud dengan Tata Kalimat.


2. Mengetahui tuturan yang kita hasilkan memenuhi syarat sebagai kalimat.
3. Mengetahui ciri-ciri tata kalimat.

Tujuan Makalah

Sesuai dengan masalah yang penulis rumuskan, maka tujuan makalah ini adalah :

1. Memberi informasi kepada pembaca tentang Tata Kalimat.


2. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya berbahasa sesuai dengan tata bahasa indonesia
yang baik dan benar.
3. Meningkatkan kemampuan menyusun kalimat sesuai dengan aturan ketatabahasaan yang
baik dan benar.
4. Memahami dengan baik penggunaan kalimat efektif dalam pengucapan kalimat sehari-hari
dan dalam penulisan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Kalimat

Tata dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah kaidah, aturan, dan susunan; cara menyusun;
sistem (biasanya digunakan dalam kata majemuk).

Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang dapat berdiri sendiri dan
menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan
pikiran yang utuh, baik dengan cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan
dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir.
Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik (.) untuk menyatakan kalimat berita atau yang bersifat informatif, tanda tanya (?)
untuk menyatakan pertanyaan dan tanda seru (!) untuk menyatakan kalimat perintah. Sekurang-
kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S)
dan sebuah predikat (P). Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat
melainkan hanya sebuah frasa.

Tata kalimat adalah kaidah penyusunan kata sehingga menjadi kalimat yang baik dan benar dan
mempunyai arti sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.
1. Ciri-ciri Tata Kalimat

Apakah tuturan yang kita hasilkan memenuhi syarat sebagai kalimat. Salah satu syaratnya adalah
kelengkapan unsur kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap.

1. Subjek

Kata atau beberapa kata dapat berfungsi sebagai subjek apabila kata atau beberapa kata tersebut
menandai pertanyaan: apa yang dikatakan oleh pembicara (penulis atau pembicara). Subjek memiliki
beberapa ciri:

a) Dalam kalimat runtut (bukan inversi), subjek berada sebelum (di sebelah kiri) predikat.
b) Unsur pengisi fungsi subjek pada umumnya berkategori nomina, frasa nominal, atau klausa,
namun pada beberapa kalimat lain, ada pula subjek yang berkategori lain.

Perhatikan contoh berikut:

 Hasan mahasiswa pandai.


 Anak itu belum makan.
 Yang tidak ikut upacara akan ditindak.
 Berjalan kaki menyehatkan badan.

Kata atau beberapa kata yang dicetak miring pada kalimat di atas adalah subjek. Subjek pada kalimat
(1) adalah nomina, pada kalimat (2) berbentuk frasa nominal, pada kalimat (3) klausa, dan pada
kalimat (4) berkategori verba.

Jika unsur subjek lebih panjang dari unsur predikatnya, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat,
seperti pada contoh berikut ini.

 Manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian tidak banyak.


 Tidak banyak manusia yang mampu tinggal dalam kesendirian.

Subjek yang berupa orang kedua atau orang pertama jamak pada kalimat imperatif (perintah) sering
dihilangkan seperti pada kalimat berikut:

 Tolong (kamu) bersihkan papan tulis ini.


 Mari (kita) makan.

Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan seperti tampak
pada contoh berikut:

 Anak itu menghabiskan kue saya. (subjek)


 Kue saya dihabiskan (oleh) anak itu. (Pel.)
2. Predikat

Kata atau beberapa kata dapat berfungsi sebagai predikat apabila kata atau beberapa kata itu
menandai pertanyaan: “Apa yang ingin dikatakan oleh pembicara tentang subjek?” Dalam struktur
klausa atau kalimat, predikat merupakan konstituen pusat. Sebagai konstituen pusat, predikat
disertai konstituen pendamping kiri dengan atau tanpa pendamping kanan. Pendamping kiri itu
adalah subjek, sedang pendamping kanan, kalau ada, adalah objek, pelengkap, dan atau keterangan.

Dalam kalimat biasa (bukan inversi), predikat terletak sesudah subjek. Predikat kalimat dapat
menduduki hampir semua kategori, termasuk bentuk frasanya. Namun demikian, dalam kalimat
biasa, predikat kebanyakan berupa verba atau frasa verbal dan adjektiva atau frasa adjektival.
Perhatikan contoh berikut ini:

 Ayah tidur di kamar.


 Ayah sedang tidur di kamar.
 Orang itu cantik.
 Orang itu sangat cantik.
 Ayahku guru bahasa Indonesia.
3. Objek dan Pelengkap

Objek dan pelengkap dalam kalimat berada sesudah predikat yang berkategori verba. Objek dan
pelengkap biasanya berkategori nomina. Perhatikan kalimat berikut:

a) Pak tani menanam


b) Pak tani bertanam jagung.

Untuk menentukan apakah nomina jagungyang berada di belakang predikat kalimat a dan b
termasuk objek atau pelengkap, dapat dilakukan dengan cara memastikan mungkin tidaknya nomina
tersebut diletakkan di depan kalimat sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi kalimat
pasif. Ternyata, hanya kata jagung pada kalimat a yang dapat diletakkan di awal kalimat sehingga
berfungsi sebagai subjek setelah kalimat tersebut diubah menjadi kalimat pasif seperti pada kalimat
berikut ini.

 Jagung ditanam pak tani.

Hal seperti ini tidak terjadi pada kalimat b. Dengan demikian, kata jagung pada kalimat a adalah
objek, sedang pada kalimat b adalah pelengkap.

Contoh lain: 16) Ibu akan membelikan adik sepatu baru.

Nomina di belakang predikat pada kalimat tersebut ada dua buah, yaitu adik dan sepatu baru. Mana
di antara kedua nomina tersebut yang tergolong objek? Untuk menentukan mana yang termasuk
objek dan mana yang termasuk pelengkap, kita kembali menggunakan kaidah di atas. Mana di antara
dua nomina tersebut yang dapat dijadikan sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi
kalimat pasif, maka nomina itulah yang berfungsi sebagai objek. Jika nomina tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai subjek pada kalimat pasif berarti tergolong sebagai pelengkap. Perhatikan kalimat
pasif yang nomina sesudah predikatnya diubah menjadi subjek pada kalimat pasif berikut:

1. Adik akan dibelikan sepatu baru oleh ibu.


2. Sepatu baru akan dibelikan adik oleh ibu.*

Kalimat pasif a) adalah kalimat yang diterima, sedang kalimat pasif b) adalah kalimat yang
tidak berterima. Dengan kata lain, nomina adik pada kalimat a) dapat dijadikan sebagai subjek pada
kalimat pasif, sedang nomina sepatu baru pada kalimat b) tidak dapat dijadikan sebagai subjek pada
kalimat pasif. Dengan fenomena ini, maka nomina adik pada kalimat b) berfungsi sebagai objek,
sedang nomina sepatu baru berfungsi sebagai pelengkap.

4. Keterangan

Istilah keterangan dalam tata bahasa disebut dengan adverbial. Keterangan atau adverbial adalah
verba, adjektiva, atau nomina yang menerangkan predikat. Dari segi maknanya, keterangan atau
adverbial terbagi menjadi sembilan, yaitu keterangan waktu, tempat dan arah, tujuan, cara,
penyerta, alat, similatif, penyebaban, dan kesalingan. Perhatikan kata yang dicetak miring pada
kalimat berikut ini adalah keterangan atau adverbial.

 Dia mengerjakan soal itu sampai pukul 22. (waktu)


 Dia mengerjakan soal itu sampai nomor 100. (tempat)
 Dia bersedia menjadi saksi demi penegakan hukum. (tujuan)
 Dengan lantang wakil karyawan itu membacakan tuntutannya. (cara)
 Dia merumuskan konsep itu dengan para asistennya. (penyerta)
 Kami berangkat dengan bus. (alat)
 Tekadnya untuk merantau teguh laksana gunung karang. (similatif)
 Gaji terasa kurang terus karena inflasi tak terkendalikan. (penyebaban)
 Kedua delegasi itu akan merundingkan pemulihan hubungan diplomatik satu samalain.
(kesalingan)

Kalimat tunggal memiliki beberapa pola di antaranya:

 Ayah tertidur. (S P)
 Ibu mengirim surat. (S P O)
 Kakak membaca buku di perpustakaan. (S P O K)
 Petani bertanam jagung. (S P pel.)
 Saya sedang mencarikan adik pekerjaan. (S P O pel.)
 Adik tertidur sejak tadi. (S P K)
 Kemarin Anton tertidur. (K S P)
 Di perpustakaan kakak mengerjakan pekerjaan rumah. (K S P O)
 Di toko itu ayah berbelanja. (K S P)
 Ada maling tadi malam. (P S)
 Dipukulnya binatang itu sejak tadi. (P S K)

Kalimat di atas merupakan contoh kalimat tunggal yang sederhana. Dalam pemakaian bahasa sehari-
hari, salah satu atau beberapa unsur kalimat tunggal dapat diperluas menjadi kalimat yang lebih
panjang seperti kalimat di bawah ini. Yang perlu diperhatikan adalah unsur S dan P tidak boleh lebih
dari satu buah. Jika ditambah, maka kalimat tersebut bukan sebagai kalimat tunggal lagi.

 Nasi yang sedang dimasak itu telah menjadi bubur.


 Bukunya lebih dari 300 judul
 Ibu akan membelikan kakak baju baru.
Kalimat (a) memiliki pola yang sama dengan kalimat (4), yaitu S P Pel. Kalimat (b) memiliki pola yang
sama dengan kalimat (1), yaitu S P. Kalimat (c) memiliki pola yang sama dengan kalimat (5), yaitu S P
O Pel.)

1. Frase
a. Pengertian Frase

Frase merupakan gabungan dari dua kata atau lebih yang tidak terikat oleh sujek dan predikat.

Contoh : di kantor, rumah makan, rumah sakit.

b. Jenis-jenis Frase
 Frase endosentrik

Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:

Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu: frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.

Misalnya: kakek-nenek, pembinaan dan pengembangan, laki bini, belajar atau bekerja.

Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Karena
itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.

Misalnya: perjalanan panjang, hari libur

Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan
seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya
merupakan atributif.

Frase endosentrik yang apositif: frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan tambahan.

Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.

Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak Saleh,
sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat menggantikan unsur Susi.
Perhatikan jajaran berikut:

Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai

Susi, …., sangat pandai.

…., anak Pak Saleh sangat pandai.

Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).

 Frase Eksosentrik

Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.

Misalnya: Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.


Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu
dapat dilihat dari jajaran berikut:

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….

Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. Kelas

Frase Nominal, frase Verbal, frase Bilangan, frase Keterangan.

Frase Nominal: frase yang memiliki distributif yang sama dengan kata nominal.

Misalnya: baju baru, rumah sakit

Frase Verbal: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan golongan kata verbal.

Misalnya: akan berlayar

Frase Bilangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan.

Misalnya: dua butir telur, sepuluh keping

Frase Keterangan: frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan.

Misalnya: tadi pagi, besok sore

Frase Depan: frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai
aksinnya.

Misalnya: di halaman sekolah, dari desa

 Frase Ambigu

Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.

Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku. Frase perancang busana wanita dapat
menimbulkan pengertian ganda:

Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.

Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.

2. Klausa
a. Pengertiaan Klausa

Klausa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang terikat oleh subjek dan predikat.

Contoh : Dia makan

S P
b. Jenis-jenis klausa

Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa yaitu :

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.

Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa,
yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai
unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur
internnya, berikut klasifikasinya :

o Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa ini diklasifikasikan lagi
berdasarkan urutan S dan P.
o Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S.
o Klausa Tidak Lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam
klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
1. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik
menegatifkan P.

Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :

o Klausa Positif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P.

Contoh : Pasha seorang penyanyi terkenal.

o Klausa Negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegaskan P.

Contoh : Pasha bukan seorang penyanyi terkenal.

1. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.

Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Klausa Nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina.

Contoh : Dia seorang sukarelawan.

2. Klausa Verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba.

Contoh : Dia membantu para korban banjir.

3. Klausa Adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
adjektiva.

Contoh : Adiknya sangat gemuk.

4. Klausa Numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia.

Contoh : Anaknya lima ekor.


5. Klausa Preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa
preposisiona.

Contoh : Sepatu itu di bawah meja.

6. Klausa Pronomia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial.

Contoh : Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.

Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat

1. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
 Klausa Bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa
bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat
dalam klausa tersebut.

Contoh : Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.

 Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya
berpotensi untuk menjadi kalimat minor.

Contoh : Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.

Klasifikasi klausa berdasarkan criteria tatarannya dalam kalimat.

Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.

 Klausa Atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa yang lain.

Contoh : Ketika paman datang, kami sedang belajar.

 Klausa Bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa
yang lain.

Contoh : Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.

1. Kalimat

Pengertian kalimat

Kalimat merupakan gabungan dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan makna minimal
terdiri dari subjek dan predikat dan diakhiri oleh tanda baca.

Contoh : Ayah membaca di taman

S P K

Jenis-jenis kalimat

Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek
dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan
keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal

Susunan Pola Kalimat

Ayah merokok.

S P

Adik minum susu.

S -P -O

Ibu menyimpan uang di dalam laci

S -P -O -K

Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat
majemuk dapat terjadi dari:

Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu
membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.

Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)

Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi. (subjek pada kalimat pertama
diperluas)

Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau
lebih pola kalimat.

Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)

Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)

Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.

Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya
sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:

Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta,
lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.

Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.

Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.

Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.

Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga
membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut
induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:

Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.

Misalnya:

Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.

anak kalimat pengganti subjek

Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.

Misalnya: Katanya begitu

Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.

anak kalimat pengganti predikat

Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.

Misalnya:

Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.

anak kalimat pengganti objek

Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.

Misalnya:

Ayah pulang ketika kami makan malam

anak kalimat pengganti keterangan

Kalimat majemuk campuran

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa
kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan
menggunakan kendaraan roda empat.

Ketika ia duduk minum-minum

pola atasan

datang seorang pemuda berpakaian bagus

pola bawahan I

datang menggunakan kendaraan roda empat

pola bawahan II

Kalimat Inti, Luas, dan Transformasi

Kalimat inti

Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.

Ciri-ciri kalimat inti:

Hanya terdiri atas dua kata

Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat

Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat

Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau
pergeseran makna laksikalnya..

Contoh: Adik menangis.

Kalimat luas

Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya
terdiri dari dua kata, tetapi lebih.

Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran
matematika.

Kalimat transformasi

Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat
di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat
luas.

Contoh:

Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas:
Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek
kepada ayah untuk dibelikan komputer.

Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.

Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?

Kalimat Mayor dan Minor

Kalimat mayor

Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.

Contoh:

Amir mengambil buku itu.

Arif ada di laboratorium.

Kiki pergi ke Bandung.

Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena
kami masih berada di sekolah.

Kalimat Minor

Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh: Diam!, Sudah siap?, Pergi!, Yang baru!

Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas, dan
tepat.

Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.

Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.

Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.

Ciri-Ciri Kalimat Efektif :

Kesatuan gagasan

Memiliki subyek, predikat, serta unsur-unsur lain (O/K) yang saling mendukung serta membentuk
kesatuan tunggal.

Contoh : Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan
umum.
Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu
bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh
keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan).

Kesejajaran

Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan
di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.

Contoh : Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.

Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan
predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni
menggunakan imbuhan di-.

Kalimat itu harus diubah :

Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan.

Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.

Kehematan

Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih.
Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.

Contoh : Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.

Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar,anyelir,dan
melati terkandung makna bunga.

Kalimat yang benar adalah:

Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.

Penekanan

Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan.

Caranya :

Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan
kalimat.

Contoh :

Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.

Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.

Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.

Contoh :
Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.

Kami pun turut dalam kegiatan itu.

Bisakah dia menyelesaikannya?

Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.

Contoh :

Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak,
antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara
satu dan lainnya.

Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan


makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.

Contoh :

Anak itu tidak malas, tetapi rajin.

Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.

Kelogisan

Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus
memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh : Waktu dan tempat saya persilakan.

Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak
dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;

Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.

Contoh kalimat efektif :

Saran yang di kemukakannya kami akan pertimbangkan ( tidak efektif )

Seharusnya : Saran yang dikemukakannya akan kami pertimbangkan.

Sejak dari pagi dia bermenung ( tidak efektif )

Seharusnya : Sejak pagi dia bermenung.

Kalimat Tidak Efektif

Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau mempunyai sifat-sifat yang terdapat
pada kalimat efektif.

Berikut ini 13 sebab ketidakefektifan kalimat :

1. Kalimat Berstruktur Kompak.


Setiap kalimat minimal terdiri atas unsur pokok dan sebutan (yang menerangkan pokok) atau unsur
subjek dan predikat. Kalimat yang baik adalah kalimat yang menggunakan subjek dan predikat secara
benar dan kompak. Kekurangkompakan dan ketidakjelasan subjek dapat terjadi jika digunakan kata
depan di depan subjek. Misalnya penggunaan dalam, untuk, bagi, di, pada, sebagai, tentang, dan,
karena sebelum subjek kalimat tersebut.

Contoh kalimat tidak efektif :

 Bagi semua siswa harus memahami uraian berikut ini.


 Dalam pembahasan ini menyajikan contoh nyata.

Kalimat di atas menjadi tidak efektif karena unsurnya tidak lengkap.

2. Kalimat Paralel.

Kalimat yang efektif adalah kalimat yang tersusun secara paralel. Keparalelan itu tampak pada jenis
kata yang digunakan sebagai suatu yang paralel dengan memiliki unsur atau jenis kata yang sama.
Kesalahan dalam menggunakan paralelis kata akan menjadikan kalimat tersebut menjadi tidak
efektif.

Contoh kalimat tidak efektif :

Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, kelengkapan materi yang harus
dilampirkan, penggambaran tahap-tahap kegiatan, dan simpulan hasil pengujian.

Ketidakefektifan kalimat tersebut, karena memparalelkan jenis kata menyusun, dengan


kelengkapan, penggambaran, dan simpulan. Kalimat tersebut memfaralelkan “kegiatan” sebagai
verba, maka kata lainnya seharusnya menggunakan verba. Misalnya, kata menyusun seharusnya
berfaralel dengan melampirkan (materi secara lengkap), menggambarkan (tahap-tahap kegiatan),
dan menyimpulkan (hasil pengujian).

Bandingkanlah dengan kalimat di bawah ini!

Kegiatan akhir dari percobaan itu adalah menyusun laporan, melampirkan materi secara lengkap,
menggambarkan tahap-tahap kegiatan, dan menyimpulkan hasil pengujian.

3. Kalimat Hemat.

Kalimat yang efektif harus hemat. Kalimat hemat memiliki ciri kalimat yang menghindari
pengulangan subjek, pleonasme, hiponimi, dan penjamakan kata yang sudah bermakna jamak.

Contoh kalimat tidak efektif :

 Para menteri serentak berdiri, setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang ke acara
itu.
 Waktu tempuh yang digunakan hanya selama 45 menit saja untuk sampai ke daerah itu.
 Air raksa ini harus dicampur dengan kain warna merah.
 Banyak orang-orang yang tidak hadir pada pertemuan yang menghadirkan beberapa tokoh-
tokoh terkemuka.
Kalimat pertama kurang efektif karena menggunakan subjek (kata para menteri) dengan subjek
kedua (kata mereka). Kalimat kedua menggunakan kata bermakna sama, yaitu kata hanya dan saja.
Kalimat ketiga kurang efektif karena menggunakan kata bermakna hiponimi, yaitu kata warna dan
merah (merah merupakan salah satu warna, sehingga tidak perlu menggunakan kata warna). Kalimat
keempat, menggunakan kata bermakna jamak secara berulang, yaitu kata banyak dan beberapa
dengan pengulangan kata yang mengikutinya.

4. Kalimat Berpadu.

Kalimat yang berpadu adalah kalimat yang berisi kepaduan pernyataan. Kalimat yang tidak berpadu
biasanya terjadi karena salah dalam menggunakan verba (kata kerja) atau preposisi (kata depan)
secara tidak tepat.

Contoh kalimat tidak efektif :

 Segala usulan yang disampaikan itu kami akan pertimbangkan.


 Uraian pada bagian ini akan menyajikan tentang perkembangbiakan pohon aren.
 Materi yang sudah diungkapkan daripada pembicara awal akan dibahas kembali pada
pertemuan yang akan datang.

Penggunaan kata akan yang menyelip di antara subjek dengan predikat pada kalimat pertama
menjadikan kalimat tersebut kurang padu. Demikian pula penggunaan kata tentang dan daripada
setelah verba menjadikan kalimat tersebut kurang padu.

5. Kalimat Logis.

Kalimat yang logis adalah kalimat yang dapat diterima oleh akal atau pikiran sehat. Biasanya
ketidaklogisan kalimat terjadi karena pemilihan kata atau ejaan yang salah.

Contoh kalimat tidak efektif :

 Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kelancaran acara ini.
 Untuk mempersingkat waktu, marilah kita bersama-sama mulai mengerjakan tugas tersebut.
 Mayat wanita yang ditemukan di sungai itu sebelumnya sering mondar- mandir di daerah
tersebut.

Pada kalimat pertama terkadung makna bahwa yang berbahagia adalah kesempatan, kecuali
verbanya diganti dengan membahagiakan. Kalimat kedua memiliki makna yang tidak mungkin waktu
dipersingkat, kecuali acara yang dipersingkat atau waktu yang dihemat. Kalimat ketiga menggunakan
konstruksi kalimat yang kurang benar sehingga memunculkan makna yang kurang logis dan
menakutkan.

6. Kontaminasi ==> merancukan 2 struktur benar 1 struktur salah

Contoh :

 diperlebar, dilebarkan diperlebarkan (salah)


 memperkuat, menguatkan memperkuatkan (salah)
 sangat baik, baik sekali sangat baik sekali (salah)
 saling memukul, pukul-memukul saling pukul-memukul (salah)
 Di sekolah diadakan pentas seni. Sekolah mengadakan pentas seni Sekolah mengadakan
pentas seni (salah).

7. Pleonasme ==> berlebihan, tumpang tindih

Contoh :

 para hadirin (hadirin sudah jamak, tidak perlu para)


 para bapak-bapak (bapak-bapak sudah jamak)
 banyak siswa-siswa (banyak siswa)
 saling pukul-memukul (pukul-memukul sudah bermakna ‘saling’)agar supaya (agar
bersinonim dengan supaya)
 disebabkan karena (sebab bersinonim dengan karena)

8. Tidak Memiliki Subjek.

Contoh :

 Buah mangga mengandung vitamin C.(SPO) (benar)


 Di dalam buah mangga terkandung vitamin C. (KPS) (benar)
 Di dalam buah mangga mengandung vitamin C. (KPO) (salah)

9. Adanya kata depan tidak perlu.

Contoh :

 Perkembangan daripada teknologi informasi sangat pesat.


 Kepada siswa kelas I berkumpul di aula.
 Selain daripada bekerja, ia juga kuliah.

10. Salah Nalar.

Contoh :

 waktu dan tempat dipersilahkan. (Siapa yang dipersilahkan)


 Mobil Pak Dapit mau dijual. (Apakah bisa menolak?)
 Silakan maju ke depan. (maju selalu ke depan)
 Adik mengajak temannya naik ke atas. (naik selalu ke atas)
 Pak, saya minta izin ke belakang. (toilet tidak selalu berada di belakang)
 Saya absen dulu anak-anak. (absen: tidak masuk, seharusnya presensi)
 Bola gagal masuk gawang. (Ia gagal meraih prestasi) (kata gagal lebih untuk subjek
bernyawa).

11. Kesalahan Pembentukan kata.

Contoh :

 mengenyampingkan seharusnya mengesampingkan


 menyetop seharusnya menstop
 mensoal seharusnya menyoal
 ilmiawan seharusnya ilmuwan
 sejarawan seharusnya ahli sejarah

12. Pengaruh bahasa asing.

Contoh :

 Rumah di mana ia tinggal … (the house where he lives …) (seharusnya tempat)


 Sebab-sebab daripada perselisihan … (cause of the quarrel) (kata daripada dihilangkan)
 Saya telah katakan … (I have told) (Ingat: pasif persona) (seharusnya telah saya katakan)

13. Pengaruh bahasa daerah.

Contoh :

 … sudah pada hadir. (Jawa: wis padha teka) (seharusnya sudah hadir)
 … oleh saya. (Sunda: ku abdi) (seharusnya diganti dengan kalimat pasif persona)
 Jangan-jangan … (Jawa: ojo-ojo) (seharusnya mungkin)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Tata kalimat adalah kaidah penyusunan kata sehingga menjadi kalimat yang baik dan benar dan
mempunyai arti sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran dengan ciri-ciri terdapat
subjek, predikat, objek dan keterangan.

Tata kalimat memiliki berbagai bentuk, seperti frase merupakan gabungan dari dua kata atau lebih
yang tidak terikat oleh sujek dan predikat. Klausa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang
terikat oleh subjek dan predikat. Kalimat merupakan gabungan dua kata atau lebih yang membentuk
suatu kesatuan makna minimal terdiri dari subjek dan predikat dan diakhiri oleh tanda baca.

Terdapat pula jenis kalimat, yaitu kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat inti, kalimat luas,
kalimat transformasi, kalimat mayor, kalimat minor, kalimat efektif dan kalimat tidak efektif.

Saran

Setelah membaca jurnal ini saya harap dapat lebih dikembangkan lagi, dalam segi penulisan masih
kurangnya keterangan tentang “Tata Kalimat”, dalam penyusunan makalah dan lain-lain. Kami
menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dalam jurnal yang kami buat.

Anda mungkin juga menyukai