Anda di halaman 1dari 4

Asas Asas HPI

1. Asas Lex Loci Celeberation yaitu suatu asas yang menyataka dimana tempat
perkawinan diresmikan atau dilangsungkan maka menggunakan sistem hukum dimana tempat
perkawinan tersebut diresmikan.

2. Asas Domicili yaitu asas yang menentukan dimana subyek hukum tersebut
berkedudukan atau bertempat tinggal secara sah menurut hukum

3. Asas Nasionalitas yaitu asas mengenai kewarganegaraan seseorang.

4. Lex Fori (tempat Gugatan) yaitu apbila obyek gugatan benda bergerak maka dalam hal
mengajukan gugatan berdasarkan dimana beda bergerak tersebut berada

5. Lex Situs yaitu apabila obyek gugatan benda tidak bergerak maka dalam hal
megajukan gugatan dimana obyek tersebut berada

6. Lex Loci Contractus adalah asas mengenai dimana suatu perjanjian kontrak dibuat dan
disepakati oleh pihak-pihak

7. Lex Loci Solutionis yaitu asas dimana perjanjian dibuat dan pihak-pihak bebas dalam
hal menentukan pilihan hukum apabila terjadi wanprestasi atau sangketa yang akan terjadi
dibelakang hari.

8. The Fredom of Contract yaitu asas kebebasan berkontrak yang artinya setiap orang
dapat menentukan isi dan bentuk dari perjanjian, selagi isi perjanjian tersebut tidak bertentangan
dengan Undang-undang maka perjanjian tersebut adalah sah.

9. Lex Causae yaitu penentuan bagaimana suatu perbuatan hukum dibatasi oleh system
hukum yang akan diberlakukan.

 Peristilahan Istilah “perbuatan MELAWAN hukum” dikenal dalam bacaan HPI


sebagai onrechtmatige daad .
Masalah HPI yang timbul
Penetuan kualitas PMH Penetapan ganti rugi Berkaitan titik taut sekunder

5 Syarat- Syarat Dan Unsur PMH dalam HPI


Harus ada perbuatan, Perbuatan itu harus melawan hukum, dapat berupa; Ada kerugian.
Ada hubungan sebab-akibat antara perbutan melawan hukum itu dengan kerugian yang
timbul. Mengandung unsur asing Perkecualian PMH yang hilang sifat Melawan Hukum
nya yaitu ada alasan pembenar dan pemaaf.

6 Hubungan kausal, Schutznorm theory


Perbuatan yang bertentangan dengan kaidah hukum dan karenanya adalah melawan
hukum, akan menyebabkan si pelaku dapat dipertanggung- jawankan atas kegiatan yang
disebabkan oleh perbuatan tersebut

7 Kemungkinan jenis penuntutan dalam PMH


Ganti kerugian atas kerugian dalam bentuk uang. Ganti kerugian atas kerugian dalam
bentuk natura atau pengembalian keadaan pada keadaan semula . Pernyataan bahwa
perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hokum Larangan untuk melakukan
suatu perbuatan. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum.
Pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.

8 Asas dan Doktrin HPI dalam menjawab masalah


Lex loci delicti comissi, termasuk penetapan tentang perikatan yang terbit dari perbuatan
itu Penetapan ganti rugi dsb diatur berdasarkan hukum tempat timbulnya akibat. Lex fori
termasuk penetapan hak dan tanggung jawab para pihak terlibat Penetuan kualits
ditentukan berdasarkan hukum yang memiliki kaitan signifikan Harus memperhatikan
kebijakan umum negara yang terlibat untuk memberlakukan kaidah hukum internnya.

9 Dalam HPI Inggris berkembang suatu general rule:


Ganti rugi berdasarkan lex loci delicti ditolak jika bukanPMH yang diajukan di
Pengadilan. Penggugat harus membuktikan agar PMH dapat diperkarakan.

10 Ajaran tentang Perbuatan Melawan Hukum


Ajaran Klasik Lex loci delicti commissi Lex Fori Kombinasi lex loci dan lex fori The
Proper Law of the Tort The Most Characteristic Locality

11 Alasan Pro Lex Loci Delicti


Mudah menentukan hukum yang berlaku. Lex loci delicti memberikan perlindungan
harapan sewajarnya bagi khalayak ramai. Bersifat preventif, bagi korban maupun
pelanggar. Memberikan kepastian hukum bagi si pelanggar, sehubungan dengan hukum
yang berlaku baginya. Uniformitas keputusan.

12 Keberatan-keberatan terhadap Lex Loci Delicti


Suatu hard and fast rule Perlu dilakukan pelembutan terhadap aplikasi hukum atas suatu
PMH. Perlindungan harapan publik bersifat petitio principii Perlindungan terhadap publik
dapat diberikan jika sudah jelas hukum mana yang akan diberlakukan. Sifat preventif
adalah relatif Tidak ada kesatuan universal terhadap penerimaan ajaran ini Penentuan
locus tidak selalu simpel dan mudah Kurang sesuai dengan milieu sosial
13 2 – Lex Fori Hukum Sang Hakim diterapkan dalam mengadili suatu perkara PMH
Internasional. Penerapan lex fori didasarkan pada pertimbangan praktis: “locus” sukar
untuk ditentukan. Lex fori memberikan kepastian hukum, untuk pemenuhan syarat-syarat
dan batasan akibat-akibat suatu PMH.

14 Mencari “Locus” Tempat terjadinya kerugian


Penitikberatan pada tempat di mana kerugian timbul. Dianut oleh Amerika Serikat Pasal
377 Restatement of Conflict of Laws: “The place of wrong is in the state where the last
event necessary to make an actor liable for an alleged tort takes place.” Tempat
dilakukannya perbuatan Dianut oleh kebanyakan negara-negara Eropa Kontinental
Kombinasi kebebasan memilih Korban dapat memilih hukum yang akan digunakan.

15 3 – Kombinasi Lex Loci & Lex Fori (Inggris) (1)


Philips v. Eyre (1870) Philips menggugat Eyre, mantan Gubernur Jamaica, karena
perbuatan Eyre yang secara sewenang-wenang memenjarakannya, di muka pengadilan
Inggris. Pemerintah Jamaica memberlakukan “Act of Indemnity” yang berlaku surut dan
mengesahkan perbuatan Eyre. Pengadilan Inggris mengganggap Act tersebut sah.

16 3 – Kombinasi Lex Loci & Lex Fori (Inggris) (2)


Pertimbangan dari Willes, J: Harus terpenuhi syarat “actionability”: “First, the wrong
must be of such a character that it would have been actionable if committed in England
….” Harus terpenuhi syarat “justifiability”: “Secondly, the act must not have been
justifiable by the law of the place where it was done.” Similarity/Similitude Principle

17 3 – Kombinasi Lex Loci & Lex Fori (Jerman)


Pada asasnya di Jerman berlaku lex loci delicti untuk suatu perbuatan MELAWAN
hukum. Pasal 12 EGBGB memberikan pembatasan: Orang-orang Jerman tidak dapat
dituntut di Jerman untuk PMH yang dilakukan di luar negeri untuk jumlah ganti kerugian
yang lebih besar dari apa yang wajib menurut ketentuan hukum Jerman. Suatu
manifestasi dari Vorbehaltklausel.

18 4 – The Proper Law of the Tort


Morris: menerapkan parameter the proper law of the contract untuk perkara-perkara
PMH. The Proper Law of the Tort adalah hukum yang memiliki hubungan paling riil (the
most real connection): Melakukan “individualisasi” dari setiap kasus PMH yang
dihadapi. Memperhatikan social surroundings dari tiap-tiap peristiwa. Berdasarkan hal-
hal yang sifatnya kasuistis, dapat ditemukan hukum yang tepat (the proper law).

19 5 – The Most Characteristic Locality


Rabel: menerapkan parameter the most characteristic connection dari kontrak untuk
perkara-perkara PMH. Melakukan “individualisasi” dari setiap kasus PMH untuk
menemukan koneksi/hubungan yang paling karakteristik. Mencari center of gravity dari
setiap kasus PMH.
20 Asas Hukum untuk PMH dalam HATAH Intern
“Hukum dari orang yang MELAWAN” (recht van de dader) Hukum yang berlaku dalam
PMH dalam hubungan HATAH adalah hukum dari sang pelanggar. Pengecualian:
“Suasana hukum sang korban” Jika dader dianggap telah masuk ke dalam suasana hukum
sang korban, maka hukum yang berlaku atas PMH tersebut adalah hukum sang korban.
Karena “locus” dalam HAG bukan bersifat “teritorial”, tetapi “personal”.

21 Masuk ke dalam Suasana Hukum Pihak yang Lain


“Zich begeven in de rechtssfeer van den ander” Orang yang berasal dari satu golongan
rakyat lain karena untuk melakukan suatu perbuatan hukum masuk ke suasana hukum
dari golongan rakyat lain. Apakah telah terjadi pemasukan oleh satu pihak ke suasana
hukum pihak lain, disimpulkan dari kenyataan-kenyataan yang harus ditetapkan hakim
dalam concreto.

22 Yurisprudensi Ford Motor Company of Canada Ltd, 1935


Pemasangan papan “Ford Service” oleh bengkel di Jakarta dianggap sebagai PMH atau
konkurensi curang oleh Ford. Tuntutan: papan merek “Ford” tidak digunakan lagi. RvJ
(1933) mengabulkan; Hoogerechtshof membatalkan putusan RvJ

23 Yurisprudensi Mahkamah Agung


Tan Bun Pong v Achmad Dahlan M.A. 10 Januari 1957, H. 1957, No. 7-8, 61, H.K. No.
86 Ganti kerugian atas penjualan karet sheet yang tidak diserahkan oleh Tergugat kepada
Penggugat, meski pembayaran telah dilakukan. Penggugat meminta dilakukan sitaan
konservatoir atas sejumlah truk milik Tergugat. Penggugat dikalahkan, dan digugat balik
oleh ahli waris Tergugat atas sitaan yang “tidak sah”. Hakim menggunakan hukum adat
untuk mengadili perbuatan MELAWAN hukum tersebut, karena lebih luwes dan supel.
Dalam hukum adat tidak selalu kerugian seluruhnya harus diganti. MA berpendapat
bahwa selayaknya kerugian dipikul bersama oleh kedua belah pihak.

24 Pasal-pasal Penting dalam BW Terkait PMH


Pasal 1365: “Tiap perbuatan yang MELAWAN hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya
untuk mengganti kerugian tersebut.” Pasal 1366: “Setiap orang bertanggung jawab,
bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas
kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesombronoannya.”

 Pasal-pasal Penting dalam BW Terkait PMH

Pasal 1365: “Tiap perbuatan yang MELAWAN hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti
kerugian tersebut.” Pasal 1366: “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian
yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian
atau kesombronoannya.”

Anda mungkin juga menyukai