Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

(Kelas Sosial-Ekonomi dan Struktur Sosial dalam Masyarakat Maritim)

DOSEN PEMBIMBING:
MUHAMMAD ARSAT S. IP, M.SI

DISUSUN OLEH:
ANDI ARIFAI
(D071201024)

MATA KULIAH UMUM


DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Kelas Sosial-Ekonomi dan Struktur Sosial dalam Masyarakat Maritim
Dengan berlandaskan pada jurnal referensi yang saya dapat. Disini saya mengambil topik
analisis sosial ekonomi masyarakat pesisir desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten
Cirebon. Dan struktur sosial dalam masyarakat nelayan di pesisir kota Balikpapan.
A. Analisis sosial ekonomi masyarakat pesisir desa desa Waruduwur, Kecamatan Mundu,
Kabupaten Cirebon.
1. Kehidupan Sosial Masyarakat maritim khususnya daerah pesisir, yakni nelayan.
Sebagian besar kategori sosial nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional dan
nelayan buruh. Mereka adalah penyumbang utama kuantitas produksi perikanan
tangkap nasional. Walaupun demikian, posisi sosial mereka tetap marginal dalam
proses transaksi ekonomi yang timpang dan eksploitatif sehingga sebagai pihak
produsen, nelayan tidak memperoleh bagian pendapatan yang besar. Pihak yang paling
beruntung adalah para pedagang ikan berskala besar atau pedagang perantara. Para
pedagang inilah yang sesungguhnya menjadi penguasa ekonomi di desa-desa nelayan.
Kondisi demikian terus berlangsung menimpa nelayan tanpa harus mengetahui
bagaimana mengakhirinya.
Hal ini telah melahirkan sejumlah masalah sosial ekonomi yang krusial pada
masyarakat nelayan. Namun demikian, belenggu struktural dalam aktivitas
perdagangan tersebut bukan merupakan satu-satunya faktor yang menimbulkan
persoalan sosial di kalangan nelayan, faktor-faktor lain yang sinergi, seperti semakin
meningkatnya kelangkaan sumberdaya perikanan, kerusakan ekosistem pesisir dan laut,
serta keterbatasan kualitas dan kapasitas teknologi penangkapan, rendahnya kualitas
sumberdaya manusia, ketimpangan akses terhadap sumberdaya perikanan, serta
lemahnya proteksi kebijakan dan dukungan fasilitas pembangunan untuk masyarakat
nelayan masih menjadi faktor yang menimbulkan persoalan.
Kondisi kesejahteraan sosial yang memburuk di kalangan nelayan sangat dirasakan
di desa-desa pesisir yang perairannya mengalami overfishing (tangkap lebih) sehingga
hasil tangkap atau pendapatan yang di peroleh nelayan bersifat fluktuatif, tidak pasti,
dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Dalam situasi demikian, rumah tangga
nelayan akan senantiasa berhadapan dengan tiga persoalan yang sangat krusial dalam
kehidupan mereka, yaitu (1) pergulatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,
(2) tersendat-sendatnya pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, dan (3)
terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan.
Ketiga akses diatas merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar dalam
rumah tangga nelayan, yang sering tidak terpenuhi secara optimal. Dengan realitas
kehidupan yang demikian, sangat sulit merumuskan dan membangun kualitas
sumberdaya masyarakat nelayan, agar mereka memiliki kemampuan optimal dalam
mengelola potensi sumber daya pesisir laut yang ada. Ketiadaan atau kekurangan
kemampuan kreatif masyarakat nelayan untuk mengatasi sosial ekonomi didaerahnya
akan mendorong mereka masuk perangkat keterbelakangan yang berkepanjangan
sehingga dapat mengganggu pencapaian tujuan kebijakan pembangunan di bidang
kelautan dan perikanan. Untuk itu, perlu dipikirkan solusi strategi alternatif untuk
mengatasi persoalan kehidupan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat nelayan.
Dalam hal ini, program jaminan sosial (sosial security) yang dirancang secara formal
merupakan salah satu strategi yang patut dipertimbangkan untuk mengatasi kemelut
sosial ekonomi yang menimpa kehidupan dari masyarakat nelayan.
2. Keadaan Ekonomi Nelayan
1. Jumlah Nelayan
Dari jumlah 1153 kepala keluarga di Desa Waruduwur 60% masyarakatnya
bergelut sebagai nelayan, dan 30% bergelut sebagai petani, dan 10% sebagai pekerja
diluar desa tersebut. Jumlah nelayan kurang lebih ada 700 orang. Karena di desa
Waruduwur terdapat kurang lebih 100 perahu, dalam 1 perahu tersebut dipegang oleh
5-7 orang.
2. Kelompok Usaha Nelayan
Menurut hasil penelitian di lapangan di desa Waruduwur Kecamatan Mundu
Kabupaten Cirebon, ada tiga KUB (Kelompok Usaha Bersama), kelompok tersebut
sudah dirintis sejak tahun 2008, ada tiga kelompok yaitu kelompok usaha sedati,
kelompok usaha bahari sejahtera, dan kelompok usaha muara laut.
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Di Desa Waruduwur Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon, memiliki jumlah
tanggungan keluarga dan penghasilan nelayan yang berbeda-beda, dari mulai
tanggungan hanya diri sendiri, bahkan mencapai seluruh keluarga yang terdiri sampai
mencapai 8 orang tanggungan. Tetapi menurut informasi yang didapat dari kepala
desa Waruduwur, rata-rata nelayan memiliki tanggungan keluarga mencapai sebanyak
3-4 orang anggota keluarga.
4. Pendapatan nelayan
Pendapatan para nelayan desa Waruduwur Kecamatan Mundu Kabupaten
Cirebon tergantung hasil tangkapan yang didapatkannya, dan jumlah nelayan dalam 1
kapal yang terdiri dari 5-7 orang dan terbagi dalam pelayaran waktu siang dan waktu
malam. Dalam satu kali pemberangkatan umumnya nelayan mendapatkan hasil
tangkapan 2-4 kg yang ketika dijual harganya mencapai Rp 180.000 – Rp 250.000 per
kg untuk yang sudah diolah. Jadi para nelayan mendapatkan hasil kurang lebih Rp.
150.000 per harinya.
5. Usaha lain selain menangkap ikan Para nelayan di Desa Wauduwur Kecamatan
Mundu Kabupaten Cirebon ini selain menangkap Rajungan, Udang Ronggeng dan
Ikan Bandeng.
B. Struktur Sosial Masyarakat Nelayan di Kota Balikpapan
Masyarakat nelayan Manggar di pesisir Kota Balikpapan pada awalnya merupakan
komunitas yang kecil yang masih berada pada tahapan perkembangan awal struktur
masyarakat pesisir, yaitu tahapan hunting dan fishing sederhana tanpa motorisasi dan jaringan
pemasaran di wilayah lokal saja . Seiring dengan perkembangan waktu, komunitas nelayan
di pesisir Balikpapan mengalami perkembangan struktur sosial dengan datangnya nelayan
migran dari suku Bugis, Madura, Jawa, Sunda dan NTT serta perubahan teknologi yang
diikuti dengan meningkatnya kompleksitas relasi kerja.
Meskipun mengalami perubahan struktur sebagai dampak pengaruh faktor-faktor
eksternal tersebut, secara umum dapat dikatakan struktur masyarakat nelayan pada wilayah
ini masih tetap berada pada fase hunting dan fishing sederhana. Masyarakat nelayan di pesisir
Balikpapan juga belum menerapkan teknologi budidaya perikanan laut sebagai respon atas
sifat sumberdaya perikanan yang terus bergerak. Mereka juga belum menerapkan teknologi
pengolahan hasil tangkap dengan standar produk yang terkontrol dengan baik, sehingga usaha
pengolahan yang ada masih sederhana dan umumnya dengan skala usaha yang terbatas.
Konsep struktur sosial pada bagian ini dipahami sebagai konsep yang membentuk
susunan pelapisan dan pola hubungan antara orang-orang yang terikat dalam suatu sistem
sosial yang dibatasi atau dikendalikan oleh norma-norma atau pola-pola tingkah laku yang
disepakati bersama. Kajian struktur sosial ini mengandung konsep stratifikasi (pelapisan),
pembedaan status dan peran, relasi kerja serta mobilitas (pergerakan) antar lapisan.
Berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat nelayan di Kota Balikpapan khususnya
Kelurahan Manggar Baru terdapat struktur masyarakat nelayan yang terbentuk berdasarkan
penguasaan dan kepemilikan modal dan alat produksi. Pada masyarakat nelayan di pesisir
Balikpapan, pelapisan sosial yang terbentuk terdiri atas tiga strata yaitu ponggawa atau
nelayan pemilik modal, nelayan pemilik kapal dengan status sosial sedang/menengah dan
nelayan buruh.
Ponggawa atau nelayan pemodal sebagai strata pertama dengan status sosial yang paling
tinggi. Ponggawa merupakan nelayan dengan kepemilikan modal finansial dalam skala besar
dan alat produksi yang lengkap. Ponggawa ini menyediakan modal untuk kebutuhan
operasional penangkapan dan jika diperlukan juga menyediakan kapal dan alat tangkap yang
dibutuhkan oleh nelayan yang bekerja sama dengannya. Umumnya ponggawa tidak terlibat
langsung dengan kegiatan penangkapan dilaut sehingga sering juga disebut dengan juragan
darat. Ponggawa juga merangkap fungsi sebagai pedagang pengumpul yang membeli ikan
hasil tangkapan dan kemudian menjualnya kembali melalui proses pelelangan di TPI ataupun
melalui jaringan pemasaran sendiri ke luar daerah.
Ponggawa dalam struktur sosial masyarakat nelayan di pesisir Balikpapan juga
merangkap peran sebagai “pedagang pengumpul” yang berfungsi menjamin
penjualan/pemasaran hasil tangkapan. Sifat produk perikanan yang mudah rusak dan
keinginan nelayan untuk segera memperoleh uang dari hasil penjualan ikan tangkapan
menjadikan fungsi pengumpul ini sebagai mata rantai terpenting dalam seluruh aktivitas
perdagangan ikan di desa nelayan ini. Setelah mengalami proses sortir di ponggawa, barulah
ikan hasil tangkapan itu dijual ke pedagang pengecer melalui atau tanpa mekanisme
pelelangan di TPI, dan ada pula yang diawetkan dengan es sampai jumlahnya cukup banyak
untuk dikirim ke mitra dagang ponggawa di luar daerah seperti ke Surabaya, Jakarta ataupun
ke Makassar.
Selain itu, ponggawa sebagai patron juga memiliki peran sosial dalam mengatasi
kebutuhan mendadak klien, atau meringankan beban utang klien pada pelepas uang pada
kasus-kasus tertentu. Client menerima kebaikan tersebut sebagai ”hutang budi”, menghargai
dan berkomitmen untuk membantu patron dengan sumberdaya jasa tenaga yang mereka
miliki serta berkomitmen untuk menjual hasil tangkapannya kepada patron dengan harga
yang ditentukan oleh patron. Tingkat harga ini dapat lebih rendah dari harga pasar di wilayah
tersebut sebagai kompensasi dari pinjaman modal kerja yang diberikan. Pada relasi kerja
yang sudah berjalan cukup lama dengan tingkat kepercayaan tinggi, harga jual tersebut
ditetapkan mengikuti harga pasar sehingga patron akan mendapat keuntungan dari margin
penjual dari kepastian stok barang yang terus diperolehnya dari klien.
DAFTAR PUSTAKA
Fatmasari, Dewi. 2019. Analisis Sosial Ekonomi Dan Budaya Masyarakat Pesisir Desa
Waruduwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. www.syekhnurjati.ac.id.
Diakses pada 14 April 2021.
Saleha, Qoriah. 2013. Kajian Struktur Sosial Dalam Masyarakat Nelayan Di Pesisir Kota
Balikpapan (Social Structure Of Fishermen Communities In Balikpapan Coastal
Zone ). Jurnal Buletin PSP. 21(1). 67-75.

Anda mungkin juga menyukai