permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dan sebagainya) atau
pertempuran bersenjata anta dua pasukan tentara dan laskar. Dalam arti tersebut
3. Perkelahian; konflik;
Perang adalah suatu aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah
Perang secara purba dimaknai sebagai pertikian bersenjata, di era modern, perang
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan
ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 854
34
Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional, Elsam, Jakarta, 2000, hal. 15
17
lebih mengarah pada surperioritas teknologi dan insudtri, hal ini tercermin
maka menguasai dunia”, hal ini menunjukkan bahwa penguasaan atas ketinggian
antara kedua belah pihak yang berperang. Pembunuhan besar-besaran ini hanya
diri, yang berlaku baik dalam pergaulan antara manusia, maupun dalam pergaulan
antara bangsa.
Karena itu sejarah perang sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Suatu
kenyataan yang menyedihkan bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis,
35
“Perang”, dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Perang, diakses pada tanggal 3
Desember 2016, pukul 07.15. WIB
36
Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-Konvensi Palang Merah th.1949, Binacipta,
Bandung, 1986, hal 9.
perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu
sendiri. 37
pokok, yaitu: 38
1. Hukum yang mengatur mengenai cara dan alat yang boleh dipakai untuk
berikut: 39
1. Jus ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal
2. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi
37
Makdin Amrin Munthe, Pengantar Hukum Humaniter Internasional, USU Press,
Medan, 2008, Hal 2.
38
Haryomataram, sekelumit tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press,
Surakarta. 1994, Hal 1.
39
Haryomataram, Hukum Humaniter, C.V. Radjawali, Jakarta, 1994, hal 2-3.
sudut pandang hukum humaniter, perang merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat dihindari. Hukum humaniter mencoba untuk mengatur agar suatu perang
memanusiawikan perang.
40
Makdin Amrin Munthe, Op, Cit, hal 7
41
Ibid, hal 8.
tawanan perang.
perjuangan suatu bangsa untuk melawan dominasi kolonial dan pendudukan asing
dan rezim rasialis dalam memenuhi hak mereka meentukan nasib sendiri, seprti
negara. 43
42
Djatikoesoemo, Hukum Internasional Bagian Perang, Pemandangan, Jakarta, 1956,
hal. 13
43
Haryomataram, GPH, Hukum humaniter, Rajawali, Jakarta, 1984, hal. 118-119,
44
Selain ke 4 sebab diatas, terdapat sebab lain terjadinya perang, antara lain:
1. Perbedaan ideologi
3. Perbedaan kepentingan
atau perbuatan yang jahat adalah pembunuhan, pencurian, perampokan, dan lain
sebagainya yang dilakukan oleh manusia. Para pakar ilmu kriminologi banyak
membuat rumusan tentang kejahatan. Antara lain seperti yang diungkap oleh
W.A. Bonger (1963), seperti yang dikutip oleh Soedjono mengemukakan bahwa
kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi
yang diutarakan oleh Sutherland yang menekankan bahwa ciri pokok dari
kejahatan ialah perilaku yang dilarang oleh negara dan perbuatan tersebut dapat
44
“Perang”, dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Perang, diakses pada tanggal 3
Desember 2016, pukul 07.30. WIB
45
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. Hal 344
menimbulkan reaksi dari negara, yaitu dengan hukuman sebagai suatu upaya yang
ampuh. 46
wilayah yang telah diduduki, pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap tahanan
kepentingan militer. 47
baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut penjahat perang.
Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan
perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu
48
bisa dianggap kejahatan perang.
46
Soedjono D. Soekamto, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Bandung,
1986, cet. Ke-11, hal 21.
47
Steven R.Ratner, Kategori Kejahatan Perang, dalam Roy Gutman dan David Reff, ed.,
Kejahatan Perang yang Harus Diketahui Publik, t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2004,
hal 426.
48
“Kejahatan Perang” dimuat dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_perang,
diakses tanggal 3 Desember 2016, pukul 08.00. WIB
hal yang mudah, meskipun sejak zaman Yunani kuno, pemikiran untuk mengadili
kegagalan. Penuntutan secara nyata dengan dasar Konvensi Den Haag baru
terlaksana pada pengadilan Nuremberg dan Tokyo setelah Perang Dunia ke II.
Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dan Internasional Criminal Tribunal
for Rwanda (ICTR), pengadilan di beberapa negara seperti majelis luar biasa
Kamboja, pengadilan Siera Lone, Chili dan Pengadilan Hak Asasi Manusia di
Timor Timur. Terakhir dibentuk Statuta Roma yang menjadi hukum yang represif
telah ditentukan oleh hukum perang, dan juga mencakup kegagalan untuk tunduk
pada norma prosedur dan aturan pertempuran, seperti menyerang pihak yang telah
itu sebagai taktik perang untuk mengecoh pihak lawan sebelum menyerang.
massal dan genosida kadang dianggap juga sebagai suatu kejahatan perang,
49
Eddy O.S Hiariej, “Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Seruis terhadap HAM”,
Erlangga, Jakarta, 2010 Hal. 26.
50
Romli Atmasasmita, “Pengantar Hukum Pidana Internasional”, Refika Aditama,
Bandung, 2000, Hal 4-8.
militer musuh atau penduduk sipil musuh, atau, oleh penduduk sipil terhadap
anggota militer musuh atau penduduk sipil musuh. Akan tetapi, kejahatan yang
merupakan kejahatan perang. Hal ini dinyatakan dalam kasus Pilz 52 dalam
51
Dalam hal ini, anggota militer yang dimaksud meliputi semua individu yang
berpartisipasi dalam konflik bersenjata
52
Dalam kasus ini, seorang Belanda di negeri Belanda yang sedang dikuasai, terjebak
dalam wajib militer Jerman. Saat ia mencoba melarikan diri dari kesatuannya, ia ditembak dan
terluka. Pilz, seorang dokter Jerman yang melayani tentara Jerman dengan pangkat
Haupsturmfuhrer, memerintahkan penahanan bantuan medis atau bantuan lain yang diberikan oleh
seorang dokter dan rumah sakit, terkait dengan ‘penyalahgunaan otoritasnya sebagai superior’ Pilz
telah memerintahkan atau menginstruksikan bawahannnya untuk membunuh orang terluka tersebut
dengan sarana senjata api. Hal ini berakibat pada kematian orang Belanda tersebut. Pengadilan
memutuskan bahwa tindakan ini bukanlah sebuah kejahatan perang karena orang yang dilukai
adalah bagian dari pasukan yang menguasai wilayah tersebut dan kewarganegaraan orang ini tidak
relevan. Hal ini dikarenakan, berdasarkan hukum, ketika orang tersebut terdaftar menjadi anggota
militer, ia telah meletakkan dirinya di bawah hukum pasukan tersebut. Akibat dari tindakan
tersebut, kejahatan yang terjadi padanya merupakan sesuatu yang berada di bawah pengaturan
hukum internal Jerman.
53
Motosuke, seorang perwira Jepang, telah dituntut, antara lain, telah memerintahkan
pengeksekusian dengan penembakan seorang kewarganegaraan Belanda bernama Barends, yang,
selama pendudukan wilayah Ceram oleh pasukan bersenjata Jepang, telah bergabung dengan
Gunkes, sekelompok pejuang relawan yang terbentuk dari mayoritas orang pribumi Indonesiayang
melayani tentara Jepang. Pengadilan memutuskan bahwa dengan bergabung dengan pasukan
Jepang, Barends telah kehilangan kewarganegaraannya. Pembunuhannya oleh pasukan Jepang
bukanlah sebuah kejahatan perang.
54
Amboina, Moluccas, sekarang dikenal dengan Ambon, Maluku.
55
Antonio Cassese, “International Criminal Law”, Oxford University Press, Oxford,
2003, hal.48
terjadinya suatu kejahatan perang. Hal ini telah diakui dan dinyatakan dalam
Actus reus adalah tindakan fisik yang diperlukan untuk terjadinya suatu
kejahatan. Actus reus bisa dipenuhi oleh satu orang atau banyak orang secara
bersama-sama. Actus reus tidak harus selalu dipenuhi dengan tindakan secara
fisik. Seseorang yang tidak melakukan apa-apa atau tidak bertindak sama sekali
(omisi) dapat juga memenuhi actus reus dari sebuah kejahatan. Salah satu contoh
pemenuhan actus reus dengan cara omisi adalah dengan membiarkan seseorang
yang terluka berat dengan tidak melakukan apa-apa sehingga orang tersebut mati
Actus reus dalam sebuah kejahatan mempunyai dua bentuk. Yang pertama
adalah actus reus dimana tindakan yang dilakukan oleh si pelaku adalah tindakan
yang dilarang oleh hukum. Sedangkan yang kedua adalah actus reus dimana yang
tindakan tersebut. 58
56
Knut Dormann, “Elements of Crimes under the Rome Statute of the International
Criminal Court”, : Cambridge University Press, Cambridge, 2003, hal.10
57
Sylvain Vite, “Typology of Armed Conflicts in International Humanitarian Law: Legal
Concepts and Actual Situations”, International Review of the Red Cross, 2009, hal 90
58
“Actus Reus Lecture” dimuat dalam http://www.lawteacher.net/PDF/Actus%, diakses
tanggal 3 Desember 2016, pukul 09.56. WIB
Tidak seperti unsur kontekstual yang selalu sama untuk setiap kejahatan
perang, yaitu unsur konflik bersenjata, Actus reus dari setiap kejahatan perang
Unsur Mens Rea, pada dasarnya tidak ada definisi yang pasti dan yang
adalah Pasal 30dari Statuta Roma International Criminal Court,namun pasal ini
cenderung memberikan definisi mens rea yang khusus untuk kejahatan dalam
Mens rea diambil dari adagium dalam hukum Latin, actus non facit reum
61
nisi mens sit rea. Adagium ini digunakan untuk menunjukan unsur
mental,moral, atau psikologis dari kejahatan. Secara harafiah mens rea berarti
kehendakbersalah. Tanpa unsur mens rea, seseorang tidak dapat dinyatakan atas
sebuahkesalahan.
mengenai mens rea, tetapi terdapat pendekatan yang mendasar yang cenderung
sama dalam sistem hukum di dunia. Pendekatan ini adalah sebagai berikut: 62
59
Unsur kontekstual dari kejahatan perang selalu berbentuk unsur konflik bersenjata,
namun konflik bersenjata ini dapat berupa konflik bersenjata internasional atau konflik bersenjata
non-internasional.
60
Antonio Cassese, Op.Cit, hal.160
61
Terdakwa tidak bersalah tetapi pikirannya bersalah.
62
Ibid, hal 161
63
dolus. Contohnya adalah “saya menggunakan pistol untuk
bak mandi; atau ketika satu dari dua orang bermain dengan pistol
akan menembak karena tidak ada peluru yang terlihat di sisi laras
63
Yang secara harafiah berarti niat, Ibid
64
Yang secara harafiah berarti kesadaran,Ibid
65
Yang secara harafiah berarti kelalaian yang dapat dipersalahkan, Ibid
pistol (dalam pikiran orang ini pistol tidak akan menembak karena
konflik bersenjata. Macam-macam tindakan ini terbagi menjadi dua, yaitu grave
breaches of the Geneva Conventionsof 1949 dan violations of the laws or customs
of war. Grave breaches of theGeneva Conventions of 1949 terdiri dari: (1) wilful
wilfully causing great suffering or serious injury to body or health; (4) extensive
civilian to serve in the forces of ahostile power; (6) wilfully depriving a prisoner
of war or a civilian of the rights offair and regular trial; (7) unlawful deportation
66
Yang secara harafiah berarti kelalaian secara sadar, Ibid
hostages.10 Violations of the lawsor customs of war terdiri dari: (1) employment
wilful damage done toinstitutions dedicated to religion, charity and education, the
arts and sciences,historic monuments and works of art and science; (5) plunder of
public or privateproperty. 67
terbentuk dari unsur actus reus, mens rea, dan unsur kontekstual. Unsur
kontekstual ini adalah keadaan konflik bersenjata, suatu unsur yang membedakan
ini pada awal abad ke-21 adalah Pengadilan Kejahatan Internasional untuk Bekas
Haag, Belanda, dibentuk untuk mengadili kejahatan perang yang terjadi pada atau
67
Statuta dari International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, Psl.3
Beberapa mantan kepala negara dan kepala pemerintahan yang telah diadili
karena kejahatan perang antara lain adalah Karl Dönitz dari Jerman, mantan
Perdana Menteri Hideki Tojo dari Jepang dan mantan Presiden Liberia Charles
Taylor. Pada awal 2006 mantan Presiden Irak Saddam Hussein dan mantan
sebagai kejahatan perang. Contohnya antara lain perusakan target-target sipil yang
dilakukan Amerika Serikat pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II;
penggunaan bom atom terhadap Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II;
serta pendudukan Timor Timur oleh Indonesia antara tahun 1976 dan 1999.
negara Yugoslavia ICTY atau Internasional Criminal Tribunal for the former
kecilnya, membakar hasil panen sebuh desa merupakan suatu pelanggaran serius,
cara dan metode peperangan yang dilarang, termsuk racun atau senjata lain yang
68
Ewen Allison dan Robert K.Goldman, Tindakan Ilegal dan dilarang (Ilegal or
Prohibited Acts), dalam Roy Gutman & David Reff, ed., Kejahatan Perang yang Harus Diketahui
Publik, t.t., Program Pelatihan Jurnalistik Televisi-Interviews Europe, 2004. Hal.231.
amal, seni, ilmu pengetahuan, atau monument sejarah dan karya seni; tindakan
balasan terhadap orang atau objek yang dilindungi; dan tiap bentuk pelanggaran
sipil atau suatu tempat sebagai obyek atau korban serangan yang tidak dapat
historis dari subjek dengan membedakan antara kejahatan yang dilakukan pada
saat konflik internasional dan pada saat konflik bersenjata internal. Kategori
pertama –pasal 8 (2) (a) – meliputi semua “pelanggaran berat” konvensi Jenewa,
69
Steven R.Ratner , Loc. Cit
1949, kategori kedua – pasal 8 (2) (b) – meliputi ‘pelanggaran yang berat terhadap
hukum dalam kerangka hukum Internasional’. Kategori ini meliputi serangan atas
di bawah naungan PBB; serangan yang dilakukan dengan sengaja dan mengetahui
penduduk sipil; serangan secara sengaja terhadap target non militer seperti tempat
ibadah, museum, rumah sakit, dan tempat-tempat bersejarah atau memiliki nilai
kebudayaan. Kategori ketiga – pasal 8 (2) (c) – memperluas yuridiksi atas konflik
bersenjata internasional yaitu serangan tidak manusiawi kepada warga sipil atau
orang yang sedang sakit atau prajurit yang sudah menyerah. Dan kategori keempat
– pasal 8 (2) (e)- kejahatan yang mencakup penggunaan anak-anak sebagai tentara
metode peperangan yang dilarang (menurut “hukum Den Haag”, yaitu hukum
yang berasal dari konvensi-konvensi Den Haag thun 1899 dan 1907). Tindakan
lainnya adalah tindakan yang menyakiti orang-orang yang dilindungi yang sakit
dan terluka, korban kapal karam atau rakyat sipil (menurut “hukum jenewa”, yaitu
Tindakan ilegal inilah yang akhirnya disebut suatu kejahatan perang, dimana
penderitaan berat atau luka serius pada tubuh atau kesehatan; dan
mutilasi.
kebudayaan tertentu.
perang yaitu:
a. Wilful killing
Kejahatan wilful killing terjadi ketika sang korban mati sebagai hasil dari
untuk membunuh, atau mencederai secara serius yang dapat secara aman
orang yang dilindungi dalam Konvensi Jenewa 1949. 70 Istilah ‘wilful killing’
Pasal 51 Konvensi Jenewa II, Pasal 130 Konvensi Jenewa III, dan Pasal 147
sakit yang parah, dalam bentuk fisik ataupun mental, melalui suatu tindakan
tindakan atau omisi tersebut harus terjadi dengan maksud untuk mendapatkan
70
ICTY, Appeal Chamber, Prosecutor v. Kordic and Cerkez, 17 Desember 2004, par. 36
memaksa korban atau pihak ketiga, atau untuk mendiskriminasi atas dasar
Tindakan ini menyebabkan penderitaan atau cedera mental atau fisik serius,
hostile power
71
ICTY, Trial Chamber, Prosecutor v. Brdjanin, 1 September 2004, par.481
72
ICTY, Trial Chamber, Prosecutor v. Kordic and Cerkez , 26 Februari 2001, par.245
73
ICTY, Trial Chamber, Prosecutor v. Naletilic and Martinovic, 31 Maret 2003, par.577
orang atau lebih, melalui tindakan atau ancaman, untuk bergabung dalam
operasi militer terhadap warga negara atau pasukan negaranya sendiri, atau
regular trial
Kejahatan ini terjadi ketika pelaku merampas hak untuk diadili secara fair dan
wajar (fair and regular trial) dari satu orang, yang dilindungi di bawah
Konvensi Jenewa 1949, atau lebih, dengan menolak jaminan yudisial seperti
dengan tekanan atau paksaan dari tempat tinggal mereka ke tempat yang
bukan pilihan mereka. Unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah unsur umum
omisi, yang dilakukan bukan dengan alasan keamanan dari populasi dan
perpindahan seseorang dari wilayah yang dikuasai atau dalam wilayah yang
keinginan dari pelaku untuk orang yang sudah berpindah tidak kembali. 76
74
Elements of Crimes dari Statuta Roma International Criminal Court, Psl.8(2)(a)(v)
75
Elements of Crimes dari Statuta Roma International Criminal Court, Psl.8(2)(a)(vi)
76
ICTY, Trial Chamber, Prosecutor v. Naletilic and Martinovic, 31 Maret 2003, par.519-
521:
Kejahatan ini dilarang dalam Pasal 3 Bersama Konvensi Jenewa 1949, Pasal
34 dan 147 dari Konvensi Jenewa IV, dan Pasal 75(2)(c) Protokol Tambahan
I. 77
unnecessary suffering
unsur ini dapat dilihat dari Pasal 8(2)(b)(xviii-xix) Elements of Crimes dari
dilarang dan senjata yang dilarang itu menyebabkan penderitaan yang tidak
perlu, dan sang pelaku menyadari akan kemungkinan senjata tersebut akan
77
ICTY, Appeal Chamber, Prosecutor v. Blaskic, 29 Juli 2004, par.639
78
ICTY, Appeal Chamber, Prosecutor v. Blaskic, 29 Juli 2004, par.639
by military necessity
Kejahatan ini terjadi ketika kehancuran benda terjadi dalam skala besar,
tidak dilindungi dalam Konvensi Jenewa 1949 dan oleh sebab itu benda
of war. Oleh karena ia adalah violation of the laws or customs of war maka
penduduk sipil. 80
79
ICTY, Appeal Chamber, Prosecutor v. Kordic and Cerkez, 17 Desember 17 2004,
par.74
80
ICTY, Trial Chamber, Prosecutor v. Simic, Tadic, and Zaric, 17 Oktober 2003, par.54
Tindakan ini adalah semua bentuk apropriasi properti yang tidak sah
individu, termasuk juga apa yang disebut dengan pillage. Berdasarkan pada
81
ICTY, Appeal Chamber, Prosecutor v. Kordic and Cerkez, 17 Desember 2004,
par.79,84