Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ORCHITIS

A. KONSEP DASAR ORCHITIS


1. PENGERTIAN
Orchitis adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya
disebabkan oleh faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis,
kimia atau faktor yag tidak diketahui (Smeltzer & Bare, 2013).
Orchitis adalah peradangan testis yang jika bersama dengan
epididimitis menjadi epididimoorkitis dan merupakan komplikasi yang
serius dari epididimitis (Price & Wilson, 2005).
Orchitis merupakan peradangan satu atau kedua testis, ditandai
dengan pembengkakan dan nyeri. Keadaan ini sering disebabkan oleh
parotitis, sifilis, atau tuberculosis (Hartanto, 2008).

2. ETIOLOGI
Penyebab orchitis bisa piogenik bakteria, gonokokokus, basil tuberkal,
atau virus seperti paramiksovirus, penyebab dari gondongan (parotitis).
Sekitar 20% dari orchitis timbul sebagai komplikasi dari gondongan
(parotitis) setelah pubertas (Baradero, 2006).
Menurut Price & Wilson (2005) virus adalah penyebab orchitis yang
paling sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi virus yang paling sering
terlihat, walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada masa anak-
anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa
terjadi bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria
dengan orkitis parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya
terdapat kerusakan tubulus seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada
beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel leydig yang mengakibatkan
hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis jarang terjadi
pada laki-laki prapubertas, namun bila ada dapat diharapkan kesembuhan
yang sempurna tanpa disfungsi testiskular sesudahnya.
Virus lain yang dapat menyababkan orchitis dan memberikan
gambaran klinis yang sama adalah : virus Coxsakie B, Varisela, dan
mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik
(malaria, filariasis, skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi
riketsia yang ditularkan pada epididimitis. Seseorang dengan orchitis
parotiditis terlihat sakit akut dengan demam tinggi, edema, peradangan
hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke kanalisis
inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum (Corwin, 2009).
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit
mikrobakterial, aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis,
dan mycobacterium leprae. Infeksi dapat menyebar melalui funikulus
spermatikus menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididimis
dan testis, kandung kemih, dan ginjal (Price & Wilson, 2005).

3. FAKTOR RESIKO
Menurut Ulfiyah (2012) faktor resiko pada orchitis ada dua yaitu:
1) Faktor resiko untuk orchitis yang tidak berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah :
a. Imunisasi gondongan yang tidak adekuat.
b. Usia lanjut (lebih dari 45 tahun).
c. Infeksi saluran berkemih berulang.
d. Kelainan saluran kemih.
2) Faktor resiko untuk orkitis yang berhubungan dengan penyakit
menular seksual adalah :
a. Berganti-ganti pasangan.
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan.
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya.
4. PATOFISIOLOGI
Penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puberta adalah
gondongan (mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak
dalam 3 sampai 4 hari setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus
parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis sekitar 15 % – 20% pada pria
menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-laki pra
pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa
disertai disfungsi testis (Price & Wilson, 2005).
Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus
seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga
terjadi hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas
yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis parotitika. Tuberkulosis
genitalia yang menyebar melalui darah biasanya berawal unilateral pada
kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula- nodula yang kemudian
mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui fenikulus
spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis
dan testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal (Price & Wilson, 2005).
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Price & Wilson (2005) tanda dan gejala orchitis berkisar dari
ketidaknyamanan ringan pada testikular dan edema hingga nyeri testicular
yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4 hingga 6 hari
setelah awitan penyakit dengan demam tinggi, mual, dan muntah.
Gejala yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal
paha, pembengkakan dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam
yang dapat bilateral atau unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil
dan nyeri saat hubungan seksual, darah pada semen. Keadaan ini dapat
berakibat steril atau impotensi. Terapi terhadap inflamasi ini dengan
istirahat di tempat tidur, kompres panas atau hangat, dan antibiotik (bila
perlu) :
a. Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
b. Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
c. Kelelahan / mialgia.
d. Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan.
e. Demam dan menggigil.
f. Mual.
g. Sakit kepala.
h. Pembesaran testis dan skrotum.
i. Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
j. Pembengkakan KGB inguinal.
k. Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Ulfiyah (2012) pemeriksaan penunjang pada pasien orchitis
antara lain yaitu:
a. Pemeriksaan urin kultur.
b. Urethral smear (tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe).
c. Pemeriksaan darah CBC (complete blood count).
d. Dopller ultrasound, untuk mengetahui kondisi testis, menentukan
diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum.
e. Testicular scan.
f. Analisa air kemih.
g. Pemeriksaan kimia darah.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Corwin (2009) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
pasien orchitis yaitu pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi
skrotum. Yang paling penting adalah membedakan orchitis dengan torsio
testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada obat yang
diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus.
Pada pasien dengan kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara
seksual, dapat diberikan antibiotik untuk tidak menularkan secara seksual
(terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin, atau
azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi
direkomendasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena sudah resisten. Contoh
antibiotic yang digunakan yaitu:
a. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-
negatif; efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif.
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau
lebih penicillin-binding proteins. Dewasa: IM 125-250 mg sekali, anak:
25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d.
b. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara
mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri.
Digunakan dalam kombinasi dengan ceftriaxone untuk pengobatan
gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7 hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO
dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg / hari.
c. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain
rentan mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi
gonorrheal pada saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi
klamidia, 2 g sekali untuk infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10
mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250 mg / hari.
d. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan
orchitis. Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari,
berdasarkan TMP, PO tid / qid selama 14 hari.
e. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci,
MRSA, S epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme,
namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA
bakteri dan akibatnya pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500
mg PO selama 14 hari. Anak tidak dianjurkan

8. KOMPLIKASI
Menurut Price & Wilson (2005) komplikasi dari orchitis dapat berupa:
a. Testis yang mengecil (Atrofi)
b. Abses (Nanah) pada kantong testis
c. Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi
pada kedua testis.
Menurut Ulfiyah, 2012 komplikasi dari orchitis adalah:
1. Sampai dengan 60% dari testis yang terkena menunjukkan beberapa
derajat atrofi testis.
2. Gangguan kesuburan dilaporkan 7-13%.
3. Kemandulan jarang dalam kasus-kasus orchitis unilateral.
4. Hidrokel communican atau pyocele mungkin memerlukan drainase
bedah untuk mengurangi tekanan dari tunika.
5. Abscess scrotalis.
6. Infark testis.
7. Rekurensi.
8. Epididimitis kronis.
9. Impotensi tidak umum setelah epididimitis akut, walaupun kejadian
sebenarnya yang didokumentsikan tidak diketahui. Gangguan dalam
kualitas sperma biasanya hanya sementara.
10. Azoospermia yang disebabkan oleh gangguan saluran epididimal yang
diamati pada laki-laki penderita epididimitis yang tidak diobati dan
yang diobati tidak tepat. Kejadian kondisi ini masih belum diketahui.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, bangsa, pekerjaan, no.
MRS, diagnose medis.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Biasanya pasien orchitis mengeluh testis
mengalami pembengkakan disertai nyeri dan warna kemerahan pada
daerah testis yang terkena, selain itu testis terasa berat dan penuh.
b. Riwayat penyakit sekarang: Biasanya pasien mengalami demam,
rasa lemah, nyeri otot, tubuh terasa tidak nyaman, mual, dan sakit
kepala
c. Riwayat penyakit dahulu: Perlu dikaji imunisasi gondongan yang
tidak adekuat, infeksi saluran berkemih berulang, kelainan saluran
kemih, riwayat penyakit menular seksual pada pasangan, riwayat
gonore atau penyakit menular seksual lainnya. Biasanya pasien
mempunyai riwayat gondongan.
d. Riwayat penyakit keluarga: perlu dikaji apakah keluarga juga
pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
e. Riwayat lingkungan: Biasannya klien tinggal di lingkungan yang
kurang bersih atau kumuh yang dapat menyebabkan infeksi.
3) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: biasanya composmentis
b. TTV:
TD : biasanya meningkat (N:120/80 mmHg)
Nadi : biasanya meningkat (N: 100x/menit)
RR : biasanya normal (N: 16-20x/menit)
T : biasanya meningkat (N: 36,5-37.5oC)
4) Review of system
a. B1 (Breath)
Biasanya pasien dengan orchitis tidak di temukan masalah pada
sistem pernafaan. Kecuali jika ada penyakit yang menyertai atau
kemungkinan komplikasi.
b. B2 (Blood)
Biasanya pasien dengan orchitis didapatkan peningkatan tekanan
darah dan nadi.
c. B3 (Brain)
Biasanya pasien dengan orchitis GCS composmentis dan terdapat
sakit kepala.
d. B4 (Bladder)
Biasanya pada pemeriksaan nampak testis yang membesar,
konsistensinya kenyal, namun dapat juga mengeras, tampak merah,
epididimis membesar, dan kulit skrotum meregang, nyeri pada testis
hingga ke pangkal paha, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan
nyeri saat hubungan seksual, darah pada semen
e. B5 (Bowel)
Biasanya pasien dengan orchitis mengalami mual dan muntah.
f. B6 (Bone)
Biasanya pasien dengan orchitis mengalami rasa lemah, nyeri
otot, tubuh terasa tidak nyaman.

5) Pola fungsi kesehatan


a. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya klien mengalami penurunan nafsu makan karena mual,
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi klien tidak mengalami konstipasi atau
diare.Sedangkan eliminasi urine mengalami gangguan yaitu nyeri
waktu berkemih.
c. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien mengatakan kesehatan merupakan hal yang penting,
jika ada keluarga yang sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat.
d. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya aktivitas klien akan terganggu karena adanya rasa nyeri
yang diderita.
e. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan dengan
nyeri.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien. Pada konsep diri
pasien mengalami harga diri rendah karena komplikasi yang diderita
seperti infertil.
g. Pola persepsi sensori dan kognitif
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam persepsi.
h. Pola reproduksi seksual
Biasanya pasien mengalami gangguan pada reproduksi seksual.
i. Pola hubungan dan peran
Biasanya hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan dengan
klien dirawat di rumah sakit dan klien harus bedrest total.
j. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest
total tapi pasien yakin akan cepat sembuh dan menganggap ini
merupakan cobaan dari Allah SWT.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermi.
2) Nyeri Akut.
3) Gangguan Pola Eliminasi Urine.
4) Intoleransi Aktivitas (Wilkinson, 2011).

3. INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Intervensi
Hasil
1 Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
 penyakit/ trauma mungkin
 peningkatan Setelah dilakukan  Monitor warna dan suhu
metabolisme tindakan keperawatan kulit
 aktivitas yang selama………..pasien  Monitor tekanan darah,
berlebih menunjukkan : nadi dan RR
 dehidrasi Suhu tubuh dalam  Monitor penurunan tingkat
batas normal dengan kesadaran
DO/DS: kreiteria hasil:  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 kenaikan suhu  Suhu  36 –  Monitor intake dan output
tubuh diatas rentang 37C
 Berikan anti piretik:
normal  Nadi dan RR
 Kelola Antibiotik:
 serangan atau dalam rentang
………………………..
konvulsi (kejang) normal
 Selimuti pasien
 kulit kemerahan  Tidak ada
 Berikan cairan intravena
 pertambahan RR perubahan warna
 Kompres pasien pada lipat
kulit dan tidak
 takikardi paha dan aksila
ada pusing,
 Kulit teraba  Tingkatkan sirkulasi udara
merasa nyaman
panas/ hangat  Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
membran mukosa)

2 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi,  pain control, secara komprehensif termasuk
kimia, fisik, psikologis),  comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
tinfakan keperawatan presipitasi
DS: selama …. Pasien  Observasi reaksi nonverbal
 Laporan secara tidak mengalami dari ketidaknyamanan
verbal nyeri, dengan kriteria  Bantu pasien dan keluarga
DO: hasil: untuk mencari dan menemukan
 Posisi untuk  Mampu dukungan
menahan nyeri mengontrol nyeri  Kontrol lingkungan yang
 Tingkah laku (tahu penyebab dapat mempengaruhi nyeri
berhati-hati nyeri, mampu seperti suhu ruangan,
 Gangguan tidur menggunakan pencahayaan dan kebisingan
(mata sayu, tampak tehnik  Kurangi faktor presipitasi
capek, sulit atau nonfarmakologi nyeri
gerakan kacau, untuk mengurangi  Kaji tipe dan sumber nyeri
menyeringai) nyeri, mencari untuk menentukan intervensi
 Terfokus pada bantuan)  Ajarkan tentang teknik non
diri sendiri  Melaporkan farmakologi: napas dala,
 Fokus menyempit bahwa nyeri relaksasi, distraksi, kompres
(penurunan persepsi berkurang dengan hangat/ dingin
waktu, kerusakan menggunakan  Berikan analgetik untuk
proses berpikir, manajemen nyeri mengurangi nyeri: ……...
penurunan interaksi  Mampu  Tingkatkan istirahat
dengan orang dan mengenali nyeri  Berikan informasi tentang
lingkungan) (skala, intensitas, nyeri seperti penyebab nyeri,
 Tingkah laku frekuensi dan berapa lama nyeri akan
distraksi, contoh : tanda nyeri) berkurang dan antisipasi
jalan-jalan, menemui  Menyatakan ketidaknyamanan dari prosedur
orang lain dan/atau rasa nyaman  Monitor vital sign sebelum
aktivitas, aktivitas setelah nyeri dan sesudah pemberian
berulang-ulang) berkurang analgesik pertama kali
 Respon autonom  Tanda vital
(seperti diaphoresis, dalam rentang
perubahan tekanan normal
darah, perubahan  Tidak
nafas, nadi dan mengalami
dilatasi pupil) gangguan tidur
 Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
 Tingkah laku
ekspresif (contoh :
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
3 Perubahan eliminasi NOC NIC
urine  Kontinensia  Kaji kemampuan klien untuk
berhubungan dengan : /pengendalian menahan Bak.
 Infeksi saluran kemih urine adekuat  Lakukan rangsangan untuk Bak
 Obstruksi saluran  Eliminasi urine dengan kompres hangat dingin
kemih terkontrol  Ajarkan pada klien untuk
 Kerusakan sensorik meningkatkan interval jadwal
motor& : stroke, HNP, Setelah dilakukan bak (1 jam menjadi 2 jan dan
trauma, fraktur lumbal asuhan keperawatan selanjutnya bertahap).
 selama ……..x 24  Ajarkan tehnik kegel exercise.
jam :  Kolaborasi dengan tim medis :
DS pemberial terapi, pemasangan
 Tidak dapat menahan  Klien mampu ke DC, pemeriksaan penunjang
untuk berkemih toilet secara  Monitor eliminasi urine:
 Sering berkemih mandiri . meliputi: frekwensi
 berkemih saat tidur  Tidak adanya  konsistensi, bau, volume dan
(ngompol) infeksi di saluran warna urine.
 Merasa ragu untuk kencing.  Ambil spesimen urine pancar
berkemih  Berkemih lebih tcngah, untul urinalisis.
 Nyeri saat berkemih dari 150cc setiap  Ajarkan pada klien/keluarga:
kali Bak. tentang tanda dan gejala infeksi
DO  Eliminasi urine saluran kemih, dat libatkan
 Nokturia tidak terganggu : keluarga untuk mencatat
bau, jumlah , haluaral urine.
 Retensi urine
warna urine dalam  Anjurkan klien untuk minum
 Disuria
rentang yang sebanyak 200 cc setelah makan.,
 Inkontinensia urine
diharapkan, tidak dan batasi menjelang tidur bila
 Jumlah Urine
ada hematuri, ada riwayat ngompol.
 Warna Urine
disuria; nokturia  Kolaborasi ke tim medis jika
ada gejala dan tanda infeksi.
4 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care :  Observasi adanya
 Tirah ADLs pembatasan klien dalam
Baring atau  Toleransi melakukan aktivitas
imobilisasi aktivitas  Kaji adanya faktor yang
 Kelemaha  Konservasi menyebabkan kelelahan
n menyeluruh eneergi  Monitor nutrisi  dan
 Ketidakse Setelah dilakukan sumber energi yang adekuat
imbangan antara tindakan keperawatan  Monitor pasien akan
suplei oksigen selama …. Pasien adanya kelelahan fisik dan
dengan kebutuhan bertoleransi terhadap emosi secara berlebihan
 Gaya aktivitas dengan  Monitor respon
hidup yang Kriteria Hasil : kardivaskuler  terhadap aktivitas
dipertahankan.  Berpartisipasi (takikardi, disritmia, sesak
DS: dalam aktivitas nafas, diaporesis, pucat,
 Melaporkan fisik tanpa perubahan hemodinamik)
secara verbal adanya disertai  Monitor pola tidur dan
kelelahan atau peningkatan lamanya tidur/istirahat pasien
kelemahan. tekanan darah,  Kolaborasikan dengan
 Adanya dyspneu nadi dan RR Tenaga Rehabilitasi Medik
atau  Mampu dalam merencanakan progran
ketidaknyamanan melakukan terapi yang tepat.
saat beraktivitas. aktivitas sehari  Bantu klien untuk
DO : hari (ADLs) mengidentifikasi aktivitas yang
secara mandiri mampu dilakukan
 Respon abnormal  Keseimbangan  Bantu untuk memilih
dari tekanan darah aktivitas dan aktivitas konsisten yang sesuai
atau nadi terhadap istirahat dengan kemampuan fisik,
aktifitas psikologi dan sosial
 Perubahan ECG :  Bantu untuk
aritmia, iskemia
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
 Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
4. Implementasi
Implemetasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan perawat untuk pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu
juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,
dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh
mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. 2006. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System


Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC.
Corwin, E.J. 2009. Handbook Of Pathophysiology, Third Edition, The Ohio State
University. Columbus.
Hartanto, H. 2008. Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan & Kesehatan.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Price, S.A. & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. Jakarta:
EGC .
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnose keperawatan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai