Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

OLEH:

NAMA : IDYAL KHAER


NIM : F1C020053

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MATARAM
2020
DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG.................................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................................................. 1
1.3 TUJUAN MASALAH .................................................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................................... 2
PENJELASAN ............................................................................................................................................ 2
1.4 MASYARAKAT BERADAB DAN SEJAHTRA ................................................................................ 2
A . pengertian masyarakat beradab dan sejahtera ......................................................................... 2
B. peranan umat beragama dalam mewujudkan masyarakat madani ........................................... 4
1.5 HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI.................................................................................. 7
A. HAM dalam Dunia Islam ............................................................................................................. 7
Dasar-Dasar HAM dalam Al-Qur’an ............................................................................................ 8
B. Demokrasi Dalam Islam ………………………………………………………………………………………………………...9

BAB III .................................................................................................................................................... 12


PENUTUP ............................................................................................................................................... 12
1.6 KESIMPILAN........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 13

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayah nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Harapan kami
semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke
depannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Mataram,10 November 2020


Penyusun

IDYAL KHAER

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat merupakan lahan yang di dalamnya tumbuh benih-benih individu. Mereka
tumbuh dan berkembang dalam ekosistemnya, memanfaatkan langit, udara dan
mataharinya. Islam menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi individu, akan
tetapi juga dalam dimensi sosial sebagai anggota sebuah masyarakat.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Masyarakat beradab dan sejahtera
2. Peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan sejahtera
3. Hak asasi manusia dan demokrasi

1.3 TUJUAN MASALAH


Penyusun membuat identifikasi masalah antara lain:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
2. Mengetahui secara lebih mendalam arti dari masyarakat beradab dan sejahtera
3. Mengetahui peranan umat beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan
sejahtera
4. Mengetahui secara lebih mendalam tentang HaM dan Demokrasi.

1
BAB II
PENJELASAN
1.4 MASYARAKAT BERADAB DAN SEJAHTRA
A . pengertian masyarakat beradab dan sejahtera

Masyarakat berarti sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Dari pengertian ini dapat dicontohkan istilah
“masyarakat desa”, ialah masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian
utama bercocoktanam, perikanan, peternakan atau gabungan dari ketiganya ini, yang
sistem budayanya mendukung masyarakat itu. Masyarakat modern berarti masyarakat
yang sistem perekonomiannya berdasarkan pasar secara luas, spesialisasi di bidang
industri, dan pemakaian teknoligi canggih (Kamus Besar, l990:564).
Memperthatikan kedua istilah di atas, “masyarakat desa”, dan “masyarakat
moderen”, kata kedua dalam gabungan dua kata itu, “desa” dan “modern” merupakan
kualitas dari suatu masyarakat. Bertolak dari cara demikian dapat memberi suatu kualitas
pada suatu “masyarakat”, umpama masyarakat tradisional, masyarakat primitif,
masyarakat agamis, masyarakat beradab, masyarakat sejahtera, dan masyarakat beradab
dan sejahtera. Pada contoh terakhir ini memberikan dua buah kualitas sekaligus, yaitu
“beradab” dan “sejahtera”. Hal semacam ini boleh-boleh saja.
Kata beradab berarti kesopanan, kehalusan, dan kebaikan budi pekerti (Kamus Besar,
l990:5). Sementara itu kata sejahtera berarti aman sentosa dan makmur, selamat (dari
gangguan dan kesukaran - Kamus Besar, l990:795). Bertolak dari masing-masing
pengertian term “masyarakat”, “beradab”, dan “sejahtera”, rangkaian kata ketiganya
menjadi masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri atas orang-orang
yang halus, sopan, dan baik budi pekertinya supaya masyarakat tersebut selamat dan
bebas dari gangguan maupun kesukaran.
Bangsa Indonesia secara prinsip adalah masyarakat majemuk terdiri atas kumpulan
masyarakat bagian-bagian sejak dari barat masyarakat Nangroe Aceh Darussalam hingga
ke timur masyarakat Irian Jaya atau masyarakat Papua. Kumpulan besar dari berbagai
masyarakat itu masing-masingnya menghimpun menjadi masyarakat besar dengan nama
masyarakat (bangsa) Indonesia karena memiliki sistem budaya dan pandangan hidup
yang sama (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, berbahasa satu bahasa Indonesia, berbangsa
satu bangsa Indonesia, bernegara satu Negara Kesatuan Republik Indonesia, berbendera
satu bendera merah putih). Masyarakat (bangsa) Indonesia sesuai dengan sila kedua
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”menghendaki sebagai bangsa yang berkesopanan,
baik dan halus budi pekertinya supaya bisa menciptakan kemakmuran, kesentosaan,
selamat dari berbagai kesulitan dan gangguan.

2
Gangguan yang sekarang ini merebak dan mewabah dan dapat dirasakan oleh setiap
yang sadar sebagai anggota masyarakat (bangsa)Indonesia antara lain: budaya KKN
(korupsi, kolusi, dan nepotesme), penggundulan hutan secara liar oleh cukong-cukong
culas dan berlanjut pada pembalakan kayu yang liar pula secara besar-besaran, demo-
demo kolosal yang anarkhis merusak fasilitas dan kepentingfan umum, mafia hukum yang
bermuara hukum berpihak kepada pemilik uang, di samping praktik-praktik amoral
seperti pornografi dan porno aksi, penyalahgunaan obat-obat terlarang, dan masih
banyak gangguan lainnya.
Dalam tinjauan agama, para pelaku gangguan menuju masyarakat beradab itu disebut
mufsidun, yaitu orang-orang yang berbuat kerusakan. Allah tidak menyukai orang
semacam ini. Allah berfirman:
‫ان هلل اليحب المفسد ين‬
. . . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. al-
Qasas/28:77; al-Maidah/5:64).
Karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, Allah melarangnya.
Demian larangan itu:
‫فقال يا قوم اعبدوا هللا وارجوا اليوم االخرة وال تعثوا ف االرض مفسد ين‬
. . . ia (syu’aib) berkata:Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahal) hari
akhir dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan (Q.S.al-
‘Ankabut/29:36; asy-Su’ara’/26:l83; Hud/11/85;al-A’raf/7:74).
Akibat pengabaian larangan Allah ditanggung oleh manusia sendiri, dalam hal ini
bangsa Indonesia.
Berteori dari kisah-kisah umat terdahulu seperti: kaum Samud, kaum ‘Ad, umat Nabi
Luth, umat Nabi Musa, umat Nabi Nuh, dan umat-umat Nabi lain yang membangkang dari
perintah Allah, berbuat kerusakan,, amoral seperti sodomi umat Nabi Luth, Allah menjadi
murka kemudian menurunkan bala’ umpama banjir Nuh (Q.S. Hud/11:32-45), kaum
Samud dibinasakan dengan amat dahsyat, kaum ‘Ad dihancurkan dengan angin kencang
(Q.S. al-Haqqah/69:56), mungkin sekali musibah sunami di Nangroe Aceh Darussalam, di
pulau Nia, dan di Pangandaran; gempa bumi di Yogyakarta dan Padang Sumatera Barat;
angin puting beliung (lisus) di Yogyakarta, semburan lumpur panas Lapindo Brantas di
Sidoarjo Jawatimur, tenggelamnya KM Senopati, raibnya pesawat Adam Air di udara, dan
meledaknya pesawat Garuda Indonesia Air Ways adalah peringatan Allah agar umat
manusia (dalam hal ini bangsa Indonesia) kembali (bertaubat) kepada-Nya dengan
mereformasi diri menjadi masyarakat yang beradab.
Allah berfirman:
‫ظهر الفساد ف والب واالبحربما كسبت ايدى الناس ليعذ بهم بعض الذى عملوا لعلهم ير جعون‬
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebebkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar - Q.S. ar-Rum/30:41)
Allah berjanji, jika suatu masyarakat taat akan aturan-aturan Allah, jauh dari sifat-sifat
biadab, Allah pasti akan menurunkan berkah dari langit maupun bumi yang menjadikan

3
masyarakat itu makmur, sejahtera, tidak ada gangguan maupun kesulitan. Tetapi jika
sebaliknya, mengedepankan sifat-sifat biadab Allah akan menimpakan siksa. Alquran
mengatakan:
‫ولو ان اهل القرى امنوا وتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء واالرض ولكن كذ بوا فاخد ناهم بما كنوا يكسبو ن‬
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri dari orang-orang yang
halus, sopan, dan baik budi pekertinya agar masyarakat tersebut selamat dan bebas dari
gangguan maupun kesukaran.
Masyarakat beradab dan sejahtera dapat dikonseptualisasi kan sebagai civil society
atau masyarakat madani. Masyarakat madani merujuk pada semangat yang sama sebagai
sebuah masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, sejahtera, dengan kesadaran
ketuhanan yang tinggi yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.

B. peranan umat beragama dalam mewujudkan masyarakat madani

1. Landasan
Masyarakat, sebagaimana masyarakat madani binaan Rasulullah, didasarkan
pada Al-Qur’an dan Assunnah beliau sendiri. Petunjuk Al-Qur’an yang langsung
berkenaan dengan masyarakat beradab dan sejahtera didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Tauhid
Rumusan tauhid terdapat dalam surat al-Ikhlas sebagai berikut:
‫قل هو هللا احد هللا الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا احد‬
Katakanlah, “Dia lah Alah Yang Maha Esa”. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia (Q.S. al-Ikhlas/ll2:l-4)
Dalam ayat kedua dari surat tersebut menyatakan bahwa segala sesuatu
bergantung kepada Allah swt., termasuk segala urusan yang berkenaan dengan
masyarakat. Kepada Allah mereka, masyarakat, kumpulan dari orang perorang, yang
memiliki sistem budaya dan pandangan hidup, menyembah dan mohon pertolongan.
Allah berfirman:
‫ايا ك نعبد وايك نستعي‬
Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon
pertolongan (Q.S. al-Fatihah/1:5).
Dalam sistem kebangsaan dan kenegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
prinsip tauhid sejalan dengan sila pertama, “ketuhanan Yang Maha Esa”, bahkan
sebenarnya prinsip tauhid menjiwai sila pertama ini.

4
b. Perdamaian
Suatu masyarakat, negara, bahkan masyarakat yang paling mikro sekalipun, yaitu
keluarga batih (nuclear family: suami, istri, dan anak) tidak akan bisa bertahan
kebaradaannya kalau tidak ada perdamaian diantara warganya. Allah berfirman :
‫انما المو منون اخوة فاصلحوا بي اخويكم‬. . . ‫ان طافتان من ا لمؤ مني ا قتتلوا فاصلحوا بينهم‬
Dan jika ada dua golongan orang-orang mukmin berperang (bermusuhan), maka
damaikan diantara keduanya . . . sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah
bersaudara. Karena itu damaikanlah anatara kedua saudaramu itu (Q.S. al-Hujarat/49:
9 dan l0).
Semangat ayat itu hendaklah yang satu kepada yang lain senantiasa berbuat baik, dan
tidak boleh saling bermusuhan.

c. Saling tolong menolong


Tolong menolong merupakan kelanjutan dan isi berbuat baik terhadap orang lain.
Secara naluri, orang yang pernah ditolong oleh orang lain di saat ia tertimpa kesulitan,
diam-diam ia berjanji “suatu saat akan membalas budi baik yang sedang diterima”. Di
saat itu ia merasa berhutang budi. Di saat ini pula sering terlontar kata “semoga Allah
membalas budi baik Bapak . . . dan sering pula diiringi doa “Jazakumu-llahu khairal jaza’,
jazakumu-llah khairan kasira”(semoga Allah membalas kebaikan yang jauh lebih baik
dan semoga Allah membalas dengan kebaikan yang lebih banyak). Dalam hal tolong-
menolong, Allah memerintahkan demikian:
‫تعا ونوا عل الب وا لتقوى وال تعاونوا عل االثم والعدوا ان هلل شد يد العقاب‬
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.S. alMaidah/5:3).

d. Bermusyawarah
Dalam bermusyawarah sering muncul kepentingan yang berbeda dari masing-
masing sub kelompok atau warga. Supaya tidak ada pihak yang dirugikan atau tertindas,
musyawarah untuk mencapai kata sepakat, motto yang harus sama-sama dijunjung
tinggi adalah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, nikmat sama-sama dirasakan”,
“duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Allah berfirman:
‫وشا ورهم ف ا المر فاذا عز مت فتو كل عل هللا‬
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila
membulatkan tekad (keputusan) maka bertakwalah kepada Allah (Q.S. Ali Imran/3: l59).
Musyawarah memang telah terbukti mempersatukan (ta’lluf), masyarakat (Jaelani,
2006:247).

e. Adil

5
Adil merupakan kata kunci untuk menghapus segala bentuk kecemburuan sosial.
Aneka macam bentuk protes dan demo-demo kolosal umumnya menuntut keadilan
atau rasa keadilan karena merasa dirugikan oleh mitra kerja, juragan, majikan, atau
pemerintah. Jika para penguasa, majikan, juragan, dan pemegang amanah lainnya
berbuat adil Insyaallah kesentosaan dan kesejahteraan akan menjadi kenyataan bagi
masyarakatnya karena rakyat merasa dilindungi dan diayomi, dan penguasa dihormati
dan disegani.
Sifat utama adil dan keadilan amat diserukan dalam Islam. Himbauan, perintah, janji
ganjaran bagi yang berbuat adil, ancaman siksa bagi yang berbuat tidak adil (curang,
culas, dan lalim) disebut 28 kali (‘Abd al-Baqi, [t.th]:569-700),dan sinonimnya (al-qist)
disebut 29 kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqi, [t.th.]:691-692). Ini menendakan adil harus
menjadi ciri utama bagi setiap muslim atau masyarakat muslim dalam semua urusan

f. Akhlak
Nabi Muhammad mengaku bahwa dirinya diutus di muka bumi ini untuk
menyempurnakan akhlak manusia supaya ber-akhlaqul karimah. Pengakuan itu
diwujudkan dengan tindakan konkrit beliau baik sebagai pribadi maupun dalam
membangun masyarakat Islam di masanya, yaitu sebagai masyarakat yang disitir dalam
Al-Qur’an:
‫بلدة طيبة و رب غفو ر‬
Negeri yang baik dan Allah berkenan senantiasa menurunkan ampunan-Nya (Q.S. as-
Saba’/34:15).

2. Aktualisasi Ajaran
Betapapun rasional dan terperinci suatu ajaran, doktrin, ia hanya terdiri atas sejumlah
pasal, diktum, prinsip yang berisi himbauan, perintah, informasi, larangan, riward, dan
punishment. Ajaran hanya akan bermakna kalau dipandang penting oleh pemilik,
penganut, dan pendukung ajaran. Dengan kata lain ajaran menjadi nilai sebagai acuan
berbuat baik oleh individu, kelompok, maupun budaya (S. Takdir, l982:20-30). Sebaliknya
jika diabaikan, ajaran hanya berhenti sebagai potensi dan tidak pernah berubah menjadi
aktus.
Supaya ajaran sebagai potensi berubah menjadi aktus , pertama seseorang harus yakin
atau iman, bahwa ayat-ayat quraniyah itu benar (al-Ghazali, [t.trh.]:8) secara mutlak
(absolut). Keimanan pada Alquran mengikat diri begitu kuat (Hablumminallah - tali dari
Allah) sehingga jika tidak melaksanakan yang diyakini, diyakini pula pasti ada sanksinya
yang dapat merugikan diri sendiri. Dengan kata lain kondisi iman telah mukhlis (murni)
tanpa sedikitpun mengandung keraguan. Iman semacam ini mampu melahirkan
kehendak untuk berbuat. Kualitas kehendak atas dasar keyakinan tanpa ragu
mendesakkan keluar untuk melahirkan perbuatan. Jika perbuatan itu dirasa
menguntungkan cenderung untuk di ulanginya. Pengulangan yang ajeg dan konstan akan

6
menjadi kebiasaan atau perbuatan itu telah menjadi pola. Dalam tahap demikian potensi
telah menjadi aktual atau aksi, dan ajaran telah berubah menjadi pelaksanaan ajaran.
Supaya aksi seseorang menjalar menjadi aksi kelompoknya (aksi sosial), prinsip
dakwah Islamiyyah tentang sesuatu yang dipandang baik (amar ma’ruf nahi munkar)
adalah ibda’ binafsik (mulailah dari dirimu). Perintah ini berlaku secara universal, artinya
semua mubaligh - dan setiap muslim adalah mubalgh - merasa diseru untuk itu. Dalam
aksi, unsur keteladanan (uswah hasanah) amat penting peranannya. Keteladanan
membutuhkan figur kharismatik, atau figur-figur yang memiliki otoritas, termasuk di
dalamnya para public figure. Jika orang-orang semacam ini telah memiliki perbuatan
berpola untuk mewujudkan masyarakat beradab, didukung ketiadaan sekat di dalam
bidang komunikasi modern, dalam waktu singkat aksi para individu atau beberapa
individu akan segera menjadi aksi sosial-masyarakat dan segera menggelinding menjadi
budaya.
Sebaliknya jika para public figure dalam berbagai bidang kehidupan: sosial, politik,
seni, ekonomi, dan agama tidak ada yang pantas dicontoh, yang segera muncul adalah
anakhisme. Telah terbukti cost untuk mereformasi budaya anarkhisme begitu mahal dan
membutuhkan waktu beberapa generasi, yang dalam istilah Jawa pitung turunan (tujuh
generasi - pengertian umum tujuh adalah banyak).Berdasarkan pembahasan diatas peran
umat beragama dalam mewujudkan masyarakat beradab dan sejahtera (masyarakat
madani) adalah menerapkan studi agama, menumbuhkan kesadaran pluralism dan
menjaga perdamaian, bermusyawarah, dan bersikap adil. Menumbuhkannya sikap saling
pengertian antara sesama umat beragama agar bisa terwujud masyarakat yang beradab
dan sejahtera. Serta melakukan usaha-usaha penumbuhan sikap-sikap demokratis,
pluralis, dan toleran kepada umat beragama sejak dini melalui pendidikan islam
mewajibkan umatnya untuk berdakwah, akan tetapi dakwah tersebut juga harus
disampaikan dengan cara yang baik dan manusiawi. Mengerahkan energi bersama untuk
mewujudkan cita-cita bersama membangun masyarakat madani.

1.5 HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI


A. HAM dalam Dunia Islam

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan yang maha
pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apa pun
yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian, bukan berarti manusia dengan hak-
haknya dapat berbuat semaunya, sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang
dapat dikategorikan memperkosa atau merampas hak asasi orang lain, harus
mempertanggungjawabkan perbuatanya. Hak asasi yang dimiliki oleh manusia telah
dideklarasikan oleh ajaran Islam jauh sebelum masyarakat (barat) mengenalnya,
melalui berbagai ayat Al-Qur’an misalnya manusia tidak dibedakan berdasarkan
warna kulitnya, rasnya tingkat sosialnya. Allah menjamin dan memberi kebebasan

7
pada manusia untuk hidup dan merasakan kenikmatan dari kehidupan, bekerja dan
menikmati hasil usahanya, memilih agama yang diyakininya.
Kedatangan Islam di muka bumi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW bertujuan
untuk membawa rahmat bagi makhluk seisi bumi termasuk di dalamnya manusia.
Menurut ajaran Islam, manusia tidak hanya menjadi objek tapi sekaligus menjadi
subjek bagi terciptanya keselamatan dan kedamaian itu. Oleh karena itu, setiap
muslim dituntut pertanggungjawaban atas keselamatan diri dan lingkungannya.
Seorang muslim harus dapat memberikan rasa aman bagi orang lain baik dari
ucapan maupun tindak-tanduknya. Berdasarkan ini, maka penghargaan tertinggi
kepada manusia dan kemanusiaan menjadi perhatian yang paling utama dan prinsipil
di dalam Islam. Penghargaan yang tidak dibatasi oleh kesukuan, ras, warna kulit,
kebangsaan dan agama. Misalnya nilai persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan
merupakan nilai-nilai universal Islam yang berlaku pula untuk seluruh umat manusia
di jagad raya ini. Hal ini tercermin dari penegasan Allah di dalam kitab suci al-qur’an :
“Sesungguhnya kami telah memuliakan Bani Adam (manusia) dan
Kami angkat mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al-Isra’/17:70).
Hal itu sesungguhnya manusia lah yang diberikan kebebasan memilih antara hal-hal
yang baik dan yang buruk, benar dan salah, bermanfaat dan mendatangkan mudarat
dan sebagainya. Kunci dari itu semua adalah manusia dikaruniai akal pikiran dan hati
nurani (qalb). Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi kekhalifahan itu setiap
manusia harus mengerti terlebih dahulu hak-hak dasar yang melekat pada dirinya
seperti kebebasan, persamaan, perlindungan dan sebagainya. Hak-hak tersebut bukan
merupakan pemberian seseorang, organisasi, atau Negara tapi adalah anugerah dari
Allah yang sudah dibawanya sejak lahir ke alam dunia. Hak-hak itulah yang kemudian
disebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM).Tanpa memahami hak-hak tersebut
mustahil ia dapat menjalankan tugas serta kewajibannya sebagai khalifah Tuhan.
Namun persoalannya, apakah setiap manusia dan setiap muslim sudah menyadari
hak-hak tersebut? Jawabnya, mungkin belum setiap orang, termasuk umat Islam
menyadarinya. Hal ini mungkin akibat rendahnya pendidikan atau sistem sosial politik
dan budaya di suatu tempat yang tidak kondusif untuk anak dapat berkembang
dengan sempurna.

Dasar-Dasar HAM dalam Al-Qur’an

a. Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat Al-Qur’an menegaskan:


• “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan
merekalah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali-Imran/3:104)
• “Hendaklah kamu saling berpesan kepada kebenaran dan saling berpesan dengan
penuh kesabaran” (Q.S A-Ashr/103:3)

8
• “Berilah berita gembira kepada hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal” (Q.S Az-
Zumar/39:17:18)
Ayat-ayat diatas menegaskan bahwa setiap orang berhak menyampaikan
pendapatnya kepada orang lain, mengingatkan kepada kebenaran, kebajikan serta
mencegah kemungkaran. Bahkan hal itu disampaikan bukan saja karena ada hak tapi
sekaligus merupakan suatu kewajiban sebagai orang beriman.
b. Hak kebebasan memilih agama Sehubungan dengan kebebasan memilih agama dan
kepercayaan, Al-Qur’an menyebutkan antara lain:

• “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam), sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang Ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui” (Q.S Al-Baqarah/2:256)
• “Dan katakanlah, kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir…” (Q.S Al-kahfi/18:29)
• “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki tentulah beriman semua orang yang dimuka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak)memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?“ (Q.S. Yunus/10:99)

Berdasarkan ayat-ayat diatas, jelaslah bahwa masalah menganut suatu agama atau
kepercayaan sepenuhnya diserahkan kepada manusia itu sendiri untuk memilihnya.
Di dalam islam, kita hanya diperintah untuk berdakwah yang bertujuan menyeru,
mengajak dan membimbing seseorang kepada kebenaran itu. Dakwah bertujuan juga
untuk menegakkan “Al-Amru bil ma’ruf wa al-nahyi ‘anil-munkar” (menyeru kepada
kebajikan serta mencegah dari kemungkaran).
c. Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan sosial
Sehubungan dengan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama ini Al-Qur’an
menyebutkan sebagai berikut :
• “ Dialah orang yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu…..”
(Q.S Al-Baqarah/2:29)
Ayat ini menjadi dasar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa-apa yang sudah disiapkan Allah
dipermukaan bumi ini. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mendapatkan
Rezki yang halal dan baik hal ini di tegaskan dalam firman- Nya :
• “ Hai sekalian Manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi…..” (Q.S Al-Baqarah/2:168)

B. Demokrasi dalam Islam

9
Secara etimologis kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang berkata Demos
(Rakyat) dan Kratos/cratein (pemerintahan) karena itu demokrasi berarti pemerintahan
yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.

Kedaulatan mutlak dan keesaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan
peranan manusia yang terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang
dengannya para cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu
yang dapat dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan
terhadap kedaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban
rakyat sebagai pengemban pemerintahan. Dalam penjelasan mengenai demokrasi
dalam kerangka konseptual islam, banyak perhatian diberikan pada beberapa aspek
khusus dari ranah sosial dan politik. Demokrasi islam dianggap sebagai sistem yang
mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, yaitu musyawarah
(syura), persetujuan (ijma’), dan penilaian interpretative yang mandiri (ijtihad). Seperti
banyak konsep dalam tradisi politik Barat, istilah-istilah ini tidak selalu dikaitkan dengan
pranata demokrasi dan mempunyai banyak konteks dalam wacana Muslim dewasa ini.
Namun, lepas dari konteks dan pemakaian lainnya, istilah-istilah ini sangat penting
dalam perdebatan menyangkut demokratisasi di kalangan masyarakat muslim.
Perlunya musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia.
Oleh karena itu perwakilan rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama
dalam doktrin musyawarah. Hal ini di sebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim
yang dewasa dan berakal sehat, baik pria maupun wanita adalah khalifah Allah di bumi.
Dalam bidang politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada
penguasa dan pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara.
Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam
surat Asy-Syura ayat 38:
“Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”(QS Asy-Syura: 38).
Disamping musyawarah ada hal lain yang sangat penting dalam masalah demokrasi,
yakni konsensus atau ijma’. Konsensus memainkan peranan yang menentukan dalam
perkembangan hukum Islam dan memberikan sumbangan sangat besar pada korpus
hukum atau tafsir hukum. Dalam pengertian yang lebih luas, konsensus dan
musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam
modern.
Selain syura dan ijma’, ada konsep yang sangat penting dalam proses demokrasi
Islam, yakni ijtihad. Bagi para pemikir muslim, upaya ini merupakan langkah kunci
menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Hal ini dengan jelas
dinyatakan oleh Khursid Ahmad:
“Tuhan hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusiakebebasan
untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat
dan keadaan zamannya”. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan
pembaharuan, karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah
yang telah menjadi statis.

10
Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran ulang yang mendasar untuk
membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan kreativitas. Dalam pengertian
politik murni, Muhammad Iqbal menegaskan hubungan antara konsensus
demokratisasi dan ijtihad. Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in
Islam ia menyatakan bahwa tumbuhnya semangat republik dan pembentukan secara
bertahap majelis-majelis legislatif di negara-negara muslim merupakan langkah awal
yang besar. Musyawarah, konsensus, dan ijtihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya.
Ada beberapa alasan mengapa islam disebut sebagai agama demokrasi, yaitu sebagai
berikut:
1). Islam adalah agama hukum, dengan pengertian agama islam berlaku bagi semua
orang tanpa memandang kelas, dari pemegang jabatan tertinggi hingga rakyat jelas
dikenakan hukum yang sama. Jika tidak demikian, maka hukum dalam islam tidak
berjalan dalam kehidupan.2)

2). Islam memiliki asas permusyawaratan “amruhum syuraa bainahum” artinya perkara-
perkara mereka dibicarakan diantara mereka. Dengan demikian, tradisi bersama-sama
mengajukan pemikiran secara bebas dan terbuka diakhiri dengan kesepakatan.3)

3). Islam selalu berpandangan memperbaiki kehidupan manusia tarafnya tidak boleh
tetap, harus terus meningkat untuk menghadapi kehidupan lebih baik di akhirat.

Jadi, prinsip demokrasi pada dasarnya adalah upaya bersama-sama untuk


memperbaiki kehidupan, karena itulah islam dikatakan sebagai agama perbaikan “diinul
islam” atau agama inovasi. Untuk itu, islam selau menghendaki demokrasi yang
merupakan salah satu ciri atau jati diri islam sebagai agama hukum.
Hukum, HAM, dan demokrasi adalah tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan. Hal
ini dikarenakan salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi ialah adanya
penegakan hukum dan perlindungan HAM. Demokrasi akan rapuh apabila HAM setiap
masyarakat tidak terpenuhi.
Sedangkan pemenuhan dan perlindungan HAM dapat terwujud apabila hukum
ditegakkan. Dalam ajaran Islam, hukum, HAM dan demokrasi disebutkan dengan jelas
di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian manusia sebagai khalifah Allah
dimuka bumi ini dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar apabila ia selalu
berpegang pada aturan-aturan pada Al-Quran dan As-Sunnah.

11
BAB III
PENUTUP
1.6 KESIMPILAN
Masyarakat beradab dan sejahtera mempunyai maksud bahwa masyarakat yang
dikehendaki adalah masyarakat yang kumpulan manusianya terdiri dari orang-orang yang
halus, sopan, dan baik budi pekertinya agar masyarakat tersebut selamat dan bebas dari
gangguan maupun kesukaran. Peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat
beradab dan sejahtera (masyarakat madani) adalah menerapkan studi agama,
menumbuhkan kesadaran pluralisme dan menjaga perdamaian, bermusyawarah,
bersikap adil, dan saling pengertian antara sesama umat beragam (toleransi).
HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam kandungan. HAM
dalam islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu dan kewajiban bagi
negara dan individu tersebut untuk menjaganya. Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme pemerintahan negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Demokrasi
menurut islam dapat diartikan seperti musyawarah ,mendengarkan pendapat orang
banyak untuk mencapai keputusan dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://nurhasniainun03.blogspot.com/2015/01/masyarakat-beradab-dan-sejahtera.html
https://www.academia.edu/35153458/Makalah_pendidikan_agama_Islam_Ham_and_demokrasi_d
alam_islam

13

Anda mungkin juga menyukai