Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

CA SERVIKS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah: Maternitas

Disusun oleh:

1. JOHN SAPRINAL SAOGO

2. NATALIA DESI (AOA0190909)

3. NADIAH FITRIA (AOA0190907)

4. NARDO FIRANDO (AOA0190908)

5. N. ALDI SAPUTRA (AOA0190906)

PROGRA STUDI DII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan dan kekuatan untuk
dapat menyelesaikan ini.
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya kepada dosen pembibing atas
kebijaksanaan dan kesediaannya dalam membimbing sehingga ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian
yang menjadikan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang, 14 Desember 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...3
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..4
1.1 Latar belakang………………………………....……………………….…5
1.2 Rumusan masalah……………………………..………………..………...5
1.3 Tujuan…………………………………………....…………….………….5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………6
2.1 Definisi kanker serviks..……………………………...………………….6
2.2 Etiologi............................................................………..…………………7
2.3 Manifestasi klinis..................…………………………....…..……………8
2.4 Patofisiologi............………………………………….....…..……………..9
2.5 Pemeriksaan penunjang.......…………………………......……………….10
2.6 Penatalaksanaan...................................…………….....…………………11
2.7 Komplikasi......................…….………………………......………………12
2.8 Pencegahan.........................................................……...……..…………13
BAB III PENUTUP……………………………………………..……………..19
3.1 Kesimpulan…………………………………………….....…...…………..19
3.2 Saran………………………………………………….......…..……………19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..…..…………..20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks dan

merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita. Penyebab dari kanker

serviks adalah infeksi Human Vapiloma Virus (HPV). HPV ditularkan melalui

hubungan seksual dan ditemukan pada 95% kasus kanker serviks .1,2

Data dari WHO (World Health Organization), kanker merupakan penyebab

kematian nomor 2 di dunia. Pada tahun 2012 kematian akibat kanker serviks

diperkirakan lebih dari 270.000 setiap tahunnya, lebih dari 85% terjadi di negara

berkembang dan jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100

kasus per 100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker serviks.

Kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di

Indonesia yaitu sebesar 0,8%.3,4

Metode standar untuk deteksi dini kanker pada wanita adalah sitologi

(papsmear) untuk kanker serviks dan mamografi untuk kanker payudara. Namun

karena biaya pap smear dan mamografi senderung mahal dan butuh logistic,

belum banyak fasilitas kesehatan khususnya di negara berkembang yang

menyediakan layanan tersebut karena kendala infrastruktur.7

Program pemerintah mengenai deteksi dini kanker serviks sudah tercantum

didalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

796/MENKES/SK/VII/2010 tentang pedoman teknis pengendalian kanker

payudara dan kanker serviks. Program deteksi dini kanker serviks yang dimaksud

dalam peraturan ini yaitu pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).
IVA adalah di Puskesmas Bantul I dan jumlah kunjungan terendah IVA di

Puskesmas Banguntapan II.9

Kurangnya pengetahuan wanita usia subur tentang kanker serviks dapat

berdampak pada tidak adanya perilaku untuk melakukan pemeriksaan dini

dengan tindakan IVA. Dampak kanker serviks jika tidak segera dilakukan

pemeriksaan pada organ reproduksi serviks beresiko keadaan kesehatannya telah

menjadi kritis atau penyakit sudah mencapai pada tahap stadium lanjut sehingga

dapat berunjung pada kematian. Sebagian besar pada penderita kanker serviks

datang berobat sudah pada stadium lanjut. Hal ini dikarenakan kanker serviks

tidak menunjukan gejala yang spesifik pada stadium dini atau bahkan pada tahap

prakanker. Maka hal tersebut tidak heran kalau kanker serviks ini merupakan

pembunuh wanita peringkat kedua setelah kanker payudara. Memang wanita

sendiri tidak menyadari bahwa tubuhnya sedang “dikudeta” oleh sel-sel dalam

tubuhnya sendiri.1,10

Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) faktor perilaku dibentuk oleh

faktor predisposing, reinforcing dan enabling. Dimana faktor predisposisi yang

mempengaruhi perilaku wanita usia subur untuk melakukan skrining kanker

serviks adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, status perkawinan, usia, dan

pendidikan. Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan

yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Hal

tersebut diperkuat dari penelitian Utami (2013) hasilnya terdapat hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode

IVA.11,12
Promosi kesehatan merupakan salah satu pencegahan primer yang dapat

dilakukan guna mencegah kanker serviks. Pencegahan primer mengutamakan

penguat fleksibilitas dalam melakukan pencegahan dengan cara mencegah dan

mengurangi faktor risiko. Banyak metode yang dapat dilakukan untuk

memberikan pendidikan kesehatan pada WUS, misalnya melalui media

elektronik dan media cetak.13

Dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) setiap

tahun pengguna media sosial selalu meningkat 143,26 Juta jiwa dari total

populasi penduduk di Indonesia 226 juta orang. Pengguna internet berdasar

wilayah tertinggi berada di pulau jawa yaitu 57,70% dan untuk perangkat

mengakses tertinggi yaitu smartphone, dalam penggunaan smartphone layanan

yang tertinggi diakses yaitu chating berupa whatsApp atau pun line. Di era digital

masa kini, akses setiap orang terhadap internet dan media sosial menjadi sangat

tinggi. Pengguna internet melalui smartphone juga meningkat orang indonesia

cenderung lebih sering menggunakan telepon genggam dibandingkan orang lain

di dunia. Teknologi telepon genggam sendiri sangat maju dan inovatif. Teknologi

terkini dalam telepon genggam adalah pada smartphone yang menggabungkan

teknologi telepon dan personal computer (PC). Penggunaan teknologi telepon

dalam sebagai strategi edukasi dalam bidang kesehatan sudah semakin

berkembang melalui mHealth. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang

mampu memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) menjadi salah

satu kendala dalam pelayanan kesehatan. Sehingga pemanfaatan mHealth dapat

memberikan bantuan.
1.2 Rumusan masalah

Kematian akibat kanker serviks diperkirakan lebih dari 270.000 setiap

tahunnya, lebih dari 85% terjadi di negara berkembang, Indonesia merupakan

salah satu negara berkembang dengan jumlah penderita kanker serviks tertinggi.

Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk umur di Indonesia

tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347,792 orang. Di Yogyakarta

memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker 4,1% sedangkan prevalensi

kanker serviks nya sebesar 1,5 dan itu menjadi prevalensi kanker serviks tertinggi

di Indonesia. Kabupaten Bantul merupakan salah satu Kabupaten di Yogyakarta

yang cakupan IVA-nya rendah dimana WUS yang berusia 15-49 tahun sebanyak

140.568 WUS dengan jumlah pemeriksaan IVA yaitu 1.476 (1,05%) WUS.

Rendahnya cakupan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA

di Puskesmas Banguntapan II Kabupaten Bantul yaitu 0,07% masih sangat jauh

dari target yang ditentukan. Di era digital masa kini, akses setiap orang terhadap

internet dan media sosial menjadi sangat tinggi. Pengguna internet melalui

smartphone juga meningkat orang indonesia cenderung lebih sering menggunakan

telepon genggam dibandingkan orang lain di dunia. WhatsApp merupakan aplikasi

yang paling sering digunakan dan dengan durasi yang paling lama oleh pengguna

smartphone. Berdasarkan hal tersebut, peneliti membuat rumusan masalah yang

akan diteliti, yaitu “Bagaimana Efektivitas Broadcast Whatsapp Messenger

Terhadap Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Deteksi Dini Kanker Serviks

Dengan Metode IVA Di Banguntapan II, Bantul 2019”.


1.3 Tujuan penelitian

Tujuan umum

Mengetahui Efektivitas Broadcast Whatsapp Messenger

Terhadap Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Deteksi Dini

Kanker Serviks Dengan Metode IVA Di Puskesmas Banguntapan II,

Bantul 2019.

Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui karateristik responden meliputi umur,

pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi.

b. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata pengetahuan tentang deteksi

dini kanker serviks dengan metode IVA pada kelompok yang

diberi Broadcast Whatsapp Messenger dan leaflet.

c. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan terhadap deteksi dini

kanker serviks dengan metode IVA yang bermakna secara

statistic antara kelompok yang diberi broadcast whatsapp

messenger dan leaflet.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFENISI KANKER SERVIKS

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).

Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uteri, dan
merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita oleh wanita.Kanker
serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan
epitel serviks uteri (Price dan Wilson, 1995).

Kanker serviks adalah kanker yang bermula dari serviks uteri. Serviks
adalah pintu rahim. Rahim adalah rongga yang berbentuk seperti buah alpokat
dimana bayi tumbuh selama kehamilan (www.geogle.com 2005).

Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks,
dimana terdapat kelompok abnormal yang terbentuk oleh sel-sel jaringan
disekitarnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Lukman dan Sorensen,
1999).

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan


kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di
Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker
serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam
jangka waktu relatif cepat.

Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan


dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu
epithelium yang normal sampai menjadi Ca invasive yang memberikan gejala dan
merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.

Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah


rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel
yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.

2.2 ETIOLOGI
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksual semakin besar mendapat kanker serviks.  Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda.
2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.  Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan.  Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi.  Hal ini karena pada pria non sirkum
hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian
AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi
diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus
menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

1.Keputihan

Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker


ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan
getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.

2. Perdarahan

Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai


perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap
awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus
serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah
yang keluar berbentuk mukoid. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda
khusus yang terjadi pada klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau
pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi.
Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang
cair sampai menggumpal. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel
kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut.

3. Nyeri

Dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah


lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi,
sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta
mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin
progresif. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria
dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.

2.4 PATOFISIOLOGI

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi


yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).

Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya


perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut
menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks
dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan
luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko
lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal
sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut WHO, wanita berusia antara 25 dan 65 tahun hendaknya


menjalani screening test untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan awal.
Wanita di bawah usia 25 tahun hampir tidak pernah terserang kanker serviks dan
tidak perlu di-screening. Wanita yang tidak pernah berhubungan badan juga tidak
perlu di-screening.

1.      Tes Pap Smear

Wanita bisa mengurangi risiko terserangnya kanker serviks dengan


melakukan Pap Smear secara teratur. Tes Pap adalah suatu tes yang digunakan
untuk mengamati sel-sel leher rahim. Tes Pap dapat menemukan adanya kanker
leher rahim atau sel abnormal (pra-kanker) yang dapat menyebabkan kanker
serviks (Bryant, 2012). Hal yang paling sering terjadi adalah, sel-sel abnormal
yang ditemukan oleh tes Pap bukanlah sel kanker. Sampel sel-sel yang sama dapat
dipakai untuk pengujian infeksi HPV (Puteh, 2008).

2. Tes IVA
IVA adalah singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat, merupa    
kan metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam
asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika
tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks
(Bryant, 2012).

Jika hasil tes Pap atau IVA anda tidak normal, dokter akan menganjurkan
tes lain untuk membuat diagnosis yaitu Kolposkopi: Dokter menggunakan
kolposkop untuk melihat leher rahim. Kolposkop menggunakan cahaya terang
dan lensa pembesar untuk membuat jaringan lebih mudah dilihat. Alat ini tidak
dimasukkan ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat praktek
dokter atau klinik. 

Biopsi: Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil di


tempat praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di bawah
mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.

Punch Biopsi: Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput


sampel kecil jaringan serviks.

LEEP: Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris sepotong,


bulat tipis dari jaringan serviks.

Endoservikal kuret: Dokter menggunakan kuret (alat, kecil berbentuk


sendok) untuk mengikis contoh kecil jaringan dari leher rahim. Beberapa dokter
mungkin menggunakan kuas tipis lembut, bukan kuret.

Conization: Dokter mengambil sebuah sampel jaringan berbentuk kerucut.


Sebuah conization, atau biopsi kerucut, memungkinkan ahli patologi melihat
apakah ada sel-sel abnormal dalam jaringan di bawah permukaan leher rahim.
Para dokter mungkin melakukan tes ini di rumah sakit dengan anestesi / bius total.
Pengambilan sampel jaringan dari leher rahim dapat menyebabkan
perdarahan. Daerah ini biasanya sembuh dengan cepat. Beberapa wanita juga
merasakan rasa sakit yang mirip dengan kram menstruasi. Dokter dapat
meresepkan obat yang akan membantu mengurangi rasa sakit (Bryant, 2012).

3. Sitologi

Keuntungan :
 Murah.
 Dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat kelemahan.
 Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.

Kelemahan :
 Tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.

4. Sciller Test

Dasarnya :

Epitel Ca. tidak mengandung glikogen, karena itu dapat mengikat jodium.

Kalau portio diberi jodium, maka epitel yang normal akan berwarna coklat tua,
sedang yang Ca tidak berwarna, sayangnya bahwa trauma dan infeksi juga
dapat memberikan tes positif.

5. Kolposkopi

Kolposko:Alat untuk melihat cerviks dengan lampu dan dibesarkan 10 – 40 kali.


Serviks mula – mula dibersihkan dengan kapas, kemudian dengan acidum aceticum 3
% hasil pemeriksaan kalposkopi dapat sebagai berikut :

a.       Benigna

1.      Epitel gepeng yang normal.

2.      Ectodi

3.      Zone transforman

4.      Perubahan peradangan

b.      Suspek

1.      Lekoplakia

2.      Punctation : Daerah bertitik merah

3.      Papillary punctation

4.      Mozaik

5.      Transformasi yang atypis

Keuntunga : Dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah


melakukan biopsi.

Kelemahan : Hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu portio, selain
kelainan pada skuamous columner dan intraservikal tidak terlihat.

c.   Kolpomikroskopi
Pembesaran 200 kali.

Sebelum dilihat dengan kolpokop diwarnai dulu dengan Maiyer emaktocylin atau
tolvidine blue.

Dykaryose dan sel-sel atypis dari carcinoma dapat dilihat tidak begitu populer.

d.  Biopsi

Sebagai suplemen terhadap sitologi. Daerah tempat diadakan biopsi, berdasarkan


hasil pemeriksaan kolposkopi. Kalau perlu diadakan multiple punch biopsi atau
kuretasi serviks, dengan biopsi dapat ditentukan jenis Ca – nya.

e.   Konisasi

Dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan –
kelainan yang jelas.

Untuk pemeriksaan Ca diperlukan konisasi dengan pisau (Cold Conization)

2.6 PENATALAKSANAAN

Makin tinggi diagnosis makin baik hasil terapi., dan terapi karsinoma
serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan
direncanakan dengan matang oleh suatu tim.

Disamping terapi karsinoma serviks didasarkan atas stadium juga


didasarkan keinginan dan mempertahankan fungsi reproduksi (hanya pada
stadium Ia). Pada stadium 0 dapat dilakukan biopsi kerucut (conebiopsy)
meskipun untuk diagnostik, dapat juga terapeutik. Bila penderita cukup tua atau
sudah punya anak, uterus dapat diangkat, agar penyakit tidak kambuh dapat
dilakukan histerektomi sederhana (simple vagina hysterectomy).

Staidum Ia bila masih ingin punya anak dilakukan amputasi kerucut


secara radikal, bila tidak ingin punya anak lagi dilakukan histerektomi total.
Stadium IB dan Ia dilakukan histerektomi radikal + anjuran therapy. Stadium IIB
sampai IVA dilakukan kemoterapi dan atau radioterapi. Sedangkan bila sudah
sampai stadium IVB dilakukan radioterapi saja.

Pengobatan lesi prekanker pada serviks tergantung kepada beberapa faktor


berikut:
 Tingkatan lesi (apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi)
 Rencana penderita untuk hamil lagi
 Usia dan keadaan umum penderita.
 Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,
terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsi. Tetapi penderita harus menjalani pemeriksaan Pap smear
dan pemeriksaan panggul secara rutin.

Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa:


 Kriosurgeri (pembekuan)
 Kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi)
 Pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai
jaringan yang sehat di sekitarnya
 LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Setelah menjalani pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram atau
nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari vagina.
Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana
penderita untuk hamil lagi.

Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP.

Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.


Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan
ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap
6 bulan.

Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi.

1. Pada kanker invasif, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur


di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar
getah bening.
Pada wanita muda, ovarium (indung telur) yang normal dan masih
berfungsi tidak diangkat.

2. Terapi penyinaran

Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang


masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi:
Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.

Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan


langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama
itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali
selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah:


 Iritasi rektum dan vagina
 Kerusakan kandung kemih dan rektum
 Ovarium berhenti berfungsi.

3. Kemoterapi

Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk


menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh
sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau
melalui mulut. Kemoterapi diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode
pengobatan diselingi dengan periode pemulihan, lalu dilakukan pengobatan,
diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.

Adapun obat-obat yang dipakai sebagai kemoterapi diberikan 5 seri


selang 3-4 minggu.

Premedikasi :

-          Antalgin injeksi.

-          Dipenhydramine injeksi.

-          Dexamethason injeksi.


-          Metochlorpropamide injeksi.

-          Furosemide injeksi.

Sitostatika :

-          Ciplatinum (50 mg/m2 luas permukaan tubuh per infus hari I).

-          Vincristin (0,5 mg/m2 luas permukaan tubuh intraevenous hari I).

-          Bleomisin (30 mg) per infus hari II.

-          Mitomicin (40 mg dosis tunggal, dianjurkan dengan radioterapi).

4. Terapi Biologis

Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan


tubuh dalam melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah
interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

Efek Samping Pengobatan

Selain membunuh sel-sel kanker, pengobatan juga menyebabkan


kerusakan pada sel-sel yang sehat sehingga seringkali menimbulkan efek samping
yang tidak menyenangkan. Efek samping dari pengobatankanker sangat
tergantung kepada jenis dan luasnya pengobatan. Selain itu, reaksi dari setiap
penderita juga berbeda-beda.

Metoda untuk membuang atau menghancurkan sel-sel kanker pada


permukaan serviks sama dengan metode yang digunakan untuk mengobati lesi
prekanker.
Efek samping yang timbul berupa kram atau nyeri lainnya, perdarahan
atau keluar cairan encer dari vagina.

Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami


nyeri di perut bagian bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda
nyeri.

Penderita juga mungkin akan mengalami kesulitan dalam berkemih dan


buang air besar. Untuk membantu pembuangan air kemih bisa dipasang kateter.
Beberapa saat setealh pembedahan, aktivitas penderita harus dibatasi agar
penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)
biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu.

Setelah menjalani histerektomi, penderita tidak akan mengalami


menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi gairah seksual dan
kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita yang
mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita
terhadap seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena
dia tidak dapat hamil lagi.

Selama menjalani radioterapi, penderita mudah mengalami kelelahan yang


luar biasa, terutama seminggu sesudahnya. Istirahat yang cukup merupakan hal
yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin
tetap aktif.

Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang


disinari dan kulit menjadi merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan
menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari sebaiknya mendapatkan udara yang
cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan penderita sebaiknya tidak
menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan
hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit
dan kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan
seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator
dan pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan
sering berkemih.

Efek samping dari kemoterapi sangat tergantung kepada jenis dan dosis
obat yang digunakan. Selain itu, efek sampingnya pada setiap penderita berlainan.
Biasanya obat anti-kanker akan mempengaruhi sel-sel yang membelah dengan
cepat, termasuk sel darah (yang berfungsi melawan infeksi, membantu
pembekuan darah atau mengangkut oksigen ke seluruh tubuh). Jika sel darah
terkena pengaruh obat anti-kanker, penderita akan lebih mudah mengalami
infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan serta kekurangan tenaga.

Sel-sel pada akar rambut dan sel-sel yang melapisi saluran pencernaan
juga membelah dengan cepat. Jika sel-sel tersebut terpengaruh oleh kemoterapi,
penderita akan mengalami kerontokan rambut, nafsu makannya berkurang, mual,
muntah atau luka terbuka di mulut.

Terapi biologis bisa menyebabkan gejala yang menyerupai flu, yaitu


menggigil, demam, nyeri otot, lemah, nafsu makan berkurang, mual, muntah dan
diare. Kadang timbul ruam, selain itu penderita juga bisa mudah memar dan
mengalami perdarahan.

2.7 KOMPLIKASI

Komplikasi dari kanker serviks dapat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Sebagai efek samping pengobatan


2. Akibat dari kanker serviks stadium lanjut

Di bawah ini akan diuraikan dari masing masing efek samping tersebut.

 Efek Samping Pengobatan

 Menopause Dini

Jika ovarium mengalami pembedahan, atau jika rusak selama pengobatan dengan
radioterapi, maka akan memicu menopause dini. Kebanyakan wanita
mengalami menopause di awal usia lima puluhan. Menopause terjadi ketika
ovarium berhenti memproduksi hormon, estrogen dan progesteron. Hal ini
bisa diatasi dengan memberikan obat yang merangsang produksi estrogen dan
progesteron. Perawatan ini dikenal sebagai terapi penggantian hormon (HRT).

 Penyempitan vagina

Radioterapi untuk mengobati kanker serviks sering dapat menyebabkan vagina


menjadi lebih sempit. Hal ini dapat membuat hubungan seks menyakitkan
atau sulit.
Ada dua pilihan pengobatan utama jika pasien mengalami  vagina menyempit.
Yang pertama adalah untuk mengoleskan krim hormon ke vagina pasien. Ini
dapat meningkatkan kelembaban di dalam vagina pasien dan membuat
hubungan seks lebih mudah.
Yang kedua adalah untuk menggunakan dilator vagina, yang merupakan
perangkat berbentuk tampon yang terbuat dari plastik. Pasien memasukkannya
ke dalam vagina dan dirancang untuk membantu membuat vagina lebih
kenyal. Pasien biasanya dianjurkan untuk memasukkan dilator selamalima
sampai 10 menit pada waktu siang hari secara teratur selama enam sampai 12
bulan.
 Limfedema
Jika kelenjar getah bening di panggul diangakat/dioperasi, kadang-kadang
dapat mengganggu kerja normal dari sistem limfatik. Salah satu fungsi dari
sistem limfatik adalah untuk membuang cairan yang berlebihan dari jaringan
tubuh. Kehilangan kelenjar getah bening menyebabkan penumpukan cairan
dalam jaringan. Hal ini dapat menyebabkan bagian-bagian tubuh tertentu
menjadi bengkak, biasanya pada lengan dan kaki.

 Dampak emosional

Dampak emosional hidup dengan kanker serviks dapat meningkat signifikan.


Banyak orang melaporkan mengalami efek roller-coaster..

         Akibat dari kanker serviks stadium lanjut

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus kanker serviks stadium
lanjut,antara lain :

 Nyeri

Jika kanker menyebar ke ujung saraf, tulang atau otot sering dapat menyebabkan
rasa nyeri yang luar biasa. Namun, sejumlah obat-obatan penghilang rasa sakit
yang efektif biasanya dapat digunakan.

 Gagal ginjal

Ginjal menghilangkan bahan limbah dari darah. Limbah dibuang keluar dari
tubuh dalam urin melalui tabung yang disebut ureter. Dalam beberapa kasus
kanker serviks stadium lanjut, tumor kanker (pertumbuhan jaringan abnormal)
dapat menekan ureter, menghalangi aliran urin keluar dari ginjal. Sehingga
urin tertampung dalam ginjal dikenal sebagai hidronefrosis dan dapat
menyebabkan ginjal menjadi bengkak dan rusak.

 Bekuan darah

Kanker serviks, seperti kanker lainnya, dapat membuat darah ‘lebih lengket’ dan
membuatnya lebih rentan terhadap penyumbatan. Istirahat di tempat tidur
setelah operasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan risiko mengalami
penggumpalan darah sehingga menyumbat aliran darah.Biasanya terjadi pada
ektermitas bawah.

 Pendarahan

Jika kanker menyebar ke usus vagina atau kandung kemih, dapat menyebabkan
kerusakan yang signifikan, mengakibatkan pendarahan. Perdarahan dapat
terjadi pada vagina, rektum (bagian belakang), atau mungkin mengeluarkan
darah ketika buang air kecil.

 Fistula

Fistula merupakan komplikasi yang jarang terjadi namun menyedihkan yang


terjadi di sekitar 1 dalam 50 kasus kanker serviks stadium lanjut.
Fistula adalah saluran abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh.
Dalam kebanyakan kasus yang melibatkan kanker serviks, fistula berkembang
antara kandung kemih dan vagina. Dan kadang-kadang fistula berkembang
antara vagina dan dubur.

 Keputihan
Komplikasi lain jarang tapi menyedihkan dari kanker serviks stadium lanjut
adalah cairan berbau tidak menyenangkan dari vagina.
2.8 PENCEGAHAN

Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks:


 Mencegah terjadinya infeksi HPV
 Melakukan pemeriksaan Pap smear secara teratur .

Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara
akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian
akibat kanker serviks pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang
telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya
menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-
turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.

Anjuran untuk melakukan Pap smear secara teratur:


 Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun
 Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah
menderita infeksi HPV atau kutil kelamin,
 Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
 Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali Pap
smear berturut-turut menunjukkan hasil negatif atau untuk wanita yang telah
menjalani histerektomi bukan karena kanker.
 Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal
 Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun
kanker serviks.

Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya:


 Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan
hubungan seksual jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita
kutil kelamin atau gunakan kondom untuk mencegah penularan kutil
kelamin
 Jangan berganti-ganti pasangan seksual
 Berhenti merokok.
 Pemeriksaan panggul setiap tahun (termasuk Pap smear) harus dimulai
ketika seorang wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual atau pada
usia 20 tahun. Setiap hasil yang abnormal harus diikuti dengan
pemeriksaan kolposkopi dan biopsi.

2.9   STADIUM KANKER SERVIKS

Penentuan stadium pada pasien kanker serviks sangat penting. Hal ini
berkaitan dengan jenis pengobatan dan prospek pemulihan yang akan dilakukan.
Stadium kanker serviks sebagai berikut :
Stadium Keterangan

0 Kanker serviks stadium 0 bisa disebut karsinoma in situ.


Sel abnormal hanya ditemukan di dalam lapisan
serviks.
I Kanker hanya ditemukan pada leher rahim.

II Kanker yang telah menyebar diluar leher rahim, tetapi


tidak menyebar ke kedinding pelvis atau sepertiga
bagian bawah Vagina.
III Kanker yang telah menyebar hingga sepertiga bagian
bawah Vagina. Mungkin telah menyebar kedinding
panggul dan atau telah menyebabkan ginjal tidak
berfungsi.
IV Kanker telah menyebar kekandung kemih, rektum, atau
bagian tubuh lain seperti paru-paru, tulang, dan hati.

Anda mungkin juga menyukai