1026 3553 1 PB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

Muhammad Anas Ma`arif

Tasawuf Falsafi Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam

Muhammad Anas Ma`arif


Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Pacet Mojokerto
anasdt16@gmail.com

The importance of knowing in depth philosophy of Sufi in order to avoid


misunderstanding in learning or even practicing the teachings. The
philosophical philosophy in view by some Sunni musicologists as a bad
teaching for the layman. Some cases like Al-Hallaj were the victims of the
government at the time. Or in the context of Indonesia such as the teachings
of Siti Jenar with "manunggaling kawulo gusti". The teachings of
philosophical Sufism are so profound that the layman can not understand
them. The philosophical mysticism itself has significant implications for
Islamic education. it can be seen from the goal of Islamic education is to
form a human we Kamil. kaffah and perfect. Purpose-This study aims to
describe the implications of philosophical Sufism with Islamic education.
Design / methodology / approach-This research uses a qualitative approach
research with the type of research library that collects data from books,
journals and research results related to the theme. Findings - the
implications of this research is that educators can internalize the
educational model with the character of philosophical Sufism which aims to
form our human kamil. Originality - philosophical mysticism can be a
concept of education aimed at shaping kaffah and kamil human beings.

Keyword: Islamic Education, Philosophical of Sufism

Abstrak.
Pentingnya mengetahui secara mendalam tasawuf falsafi agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam mempelajari atau bahkan mempraktekan ajaran
tersebut. Tasawuf falsafi di pandang oleh beberapa ahli tasawuf sunni
sebagai ajaran yang kurang baik bagi orang awam. Beberapa kasus seperti
Al-Hallaj yang menjadi korban pemerintah saat itu. Atau dalam konteks
indonesia seperti ajaran Siti Jenar dengan manunggaling kawulo gusti.
Ajaran tasawuf falsafi begitu mendalam hingga orang awam tidak bisa
untuk memahaminya. Tasawuf falsafi sendiri mempunyai implikasi yang
signifikan bagi pendidikan Islam. hal tersebut bisa dilihat dari tujuan
pendidikan Islam yaitu membentuk manusia yang kamil. kaffah dan
sempurna. Purpose-Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
implikasi tasawuf falsafi dengan pendidikan Islam.
Design/methodology/approach-Penelitian ini menggunakan penelitian

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |1


Muhammad Anas Ma`arif

pendekatan kualitatif dengan jenis library riset yaitu mengumpulkan data-


data dari buku-buku, jurnal dan hasil penelitian terkait tema tersebut.
Findings- implikasi dari penelitian ini adalah terlihat bahwa pendidik bisa
menginternalisasikan model pendidikan dengan karakter tasawuf falsafi
yang mana bertujuan membentuk manusia kamil. Orisinalitas-tasawuf
falsafi bisa menjadi konsep pendidikan yang bertujuan membentuk manusia
yang kaffah dan insan kamil.

Kata Kunci, Pendidikan Islam, Tasawuf Falsafi,

A. Pendahuluan makarimal akhlaq”.


Salah satu ajaran dasar dalam Unsur jasad pada diri manusia
agama Islam ialah bahwa manusia selanjutnya disebut unsur materi, yaitu
tersusun dari dua unsur, unsur roh dan tubuh yang mempunyai hayat,
jasad. Sedangkan roh itu berasal dari sedangkan unsur roh disebut unsur
hadirat Tuhan, wa nafakhtu fihi min immateri yaitu berupa jiwa yang
ruhi, dan akan kembali kepada Tuhan. mempunyai dua daya; daya berfikir
Tuhan adalah suci dan roh yang datang yang disebut akal dan daya merasa
dari Tuhan juga suci dan akan dapat yang disebut zauq atau zihn (Nasution,
kembali ke tempat aslinya di sisi Tuhan 1983, 66).
kalau ia tetap suci, jika ia menjadi kotor Dalam ajaran Islam, seperti
sebab masuk ke dalam manusia yang diketahui, kedua daya tersebut telah
bersifat materi itu, ia tak akan dapat dikembangkan oleh ulama-ulama
kembali ke tempat asalnya. Oleh muslim. Kalau kaum filosof dan juga
karena itu harus diusahakan supaya roh kaum teolog lebih mengembangkan
tetap suci dan manusia menjadi baik. daya berpikir (akal), maka daya rasa
Dalam Islam diajarkan aturan-aturan (zauq) lebih dikembangkan oleh kaum
agar manusia menjadi baik, yakni sufi (Danial, 2014, hlm. 95).
tersimpul dalam syariat yang Perbedaan daya berpikir (akal)
mengambil bentuk salat, puasa, zakat, menurut kaum filosof dan kaum teolog,
haji, dan ajaran-ajaran mengenai moral bahwa daya berpikir (akal) dalam
atau akhlak Islam. Nabi Saw. paham kaum filosof lebih ditekankan
Mengatakan bahwa beliau datang kepada kesanggupan menangkap hal-
untuk menyempurnakan budi pekerti hal yang abstrak murni. Sedangkan
luhur, “Innama buistu liuttamimma kaum teolog mengartikan daya berpikir

2 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

(akal) sebagai daya untuk menangkap Praktek semacam ini ternyata mampu
pengetahuan di alam materi dan untuk memberikan dampak bagi sosial
membedakan antara kebaikan dan bahkan dalam dunia pendidikan Islam
kejahatan juga memiliki kolerasi yang erat. Dari
Daya jiwa yang satu lagi yang permasalahan itulah bahwa pentingnya
disebut daya merasa (zauq), menjelaskan implikasi taawuf falsafi
dikembangkan oleh kaum sufi. Mereka dengan pendidikan Islam.
adalah segolongan umat Islam yang B. Metode
belum merasa puas dengan pendekatan Pendekatan penelitian yang
diri kepada Tuhan melalui ibadat- digunakan dalam penelitian ini adalah
ibadat salat, puasa, zakat, dan haji. kualitatif dengan jenis penelitian
Dengan kata lain, hidup spiritual yang kepustakaan (library research), yakni
diperoleh melalui ibadat biasa belum penelitian yang memanfaatkan sumber
memuaskan kebutuhan spiritual perpustakaan untuk memperoleh data
mereka. Maka mereka mencari jalan penelitiannya. Tegasnya riset pustaka
yang membawa mereka lebih dekat membatasi kegiatannya hanya pada
kepada Tuhan, sehingga mereka bahan-bahan koleksi perpustakaan saja
merasa dapat untuk menyempurnakan tanpa memerlukan riset lapangan (Zed,
budi pekerti luhur. Melihat tuhan 2008, hlm. 1–2). Atau sebuah study
dengan hati sanubari (basyirah), yang melalui investigasi dengan
bahkan bersatu dengan Tuhan kecermatan dan menyeluruh atas
(Nasution, 1986, hlm. 31). Jalan yang semua bukti yang dapat dipastikan
dimaksud tidak lain adalah jalan (Connaway & Powell, 2010, hlm. 1).
tasawuf atau oleh orang barat disebut Sumber data dalam penelitian ini
dengan mistisisme Islam, “Islam diambil dari buku-buku, jurnal dan
Mysticism”. publikasi ilmiah terkait tema tasawuf
Praktek kesufian menjadi tren dan falsafi dan pendidikan Islam.
primadona dalam akir akir karena sedangkan analisis yang digunakan
manusia merasakan kepejenuhan adalah menggunakan conten analisis
duniawi. Bahkan aliran tasawuf falsafi dengan pendekatan filsafat(Cohen,
banyak digemari walaupun tidak Manion, & Morrison, 2007, hlm. 475).
semua orang terutama orang awam
mampu memahami ajaran tersebut. C. Pembahasan

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |3


Muhammad Anas Ma`arif

Tasawuf Falsafi untuk Allah baik kebahagian di dunia


Tasawuf atau yang dalam literatur dan di akhirat. Istilah tasawuf sendiri
Barat disebut Islamic Mysticsm atau memiliki akar perbedaan yang kuat
Islamic esoteric (Chittick, 2008) baik yang ditinjau dari bahasa bisa dari akar
sebagai praktik maupun doktrin, telah kata shuf (kain wol), ahl-shuffah
melewati sejarah panjang. Praktik (sorang shabat yang mengikuti nabi
hidup sufi sendiri atau lebih dikenal dan hidup di sebelah masjid madinah),
dengan hidup zuhud (asketisme) sudah shaff, (barisan yang bersaf saf, dam
dijumpai pada zaman Nabi SAW. dari shafa yang berarti suci dan bersih
Bahkan Nabi SAW. sendiri seperti (Zaprulkan, 2006, hlm. 67). Tujuan
yang dikatakan oleh para sejarawan tasawuf adalah tercapainya keadaan
ialah sufi. Namun perlu dicatat, bahwa murni dan menyeluruh dengan
pengalaman spiritual Nabi tidak mengembangkan potensi aqliah dan
dijadika tujuan akhir atau dinikmati potensi qolbiyah(Nasr, 1987, hlm. 29).
demi pengalaman itu sendiri, terutama Sejarah tasawuf sendiri tidak lepas
untuk member arti tindakan dalam dari perilaku kehidupan rasul dan
sejarah(Raḥmān & Woods, 2002) sahabat-sahabatnya yang sederhana,
Ilmu tasawuf menjadi disiplin ilmu tidak berlebih lebihan. Bahkan dalam
yang tertulis dalam Islam, sebelum itu hal ini Schiemel mengutarakan bahwa
mistisisme hanya merupakan suatu Rasul Saw merupakan contoh yang
ibadah saja, dan hukum-hukumnya menjalankan mistisisme dalam Islam.
telah terwujud di dalam hati manusia, Sciemel menjelaskan peristiwa
hal yang sama terjadi pada kajian ilmu sebelum turunya wahyu merupakan
lainya. Latihan latihan rohani awal perilaku rasul menjalankan
(mujahadah), menyendiri, (khalwat) praktek sufisme (Annemarie Schimmel,
dan berzikir ini biasanya didikuti 1981, hlm. 32).
dengan tersingkapnya tutup perasaan Sejarah lain menyebutkan bahwa
dan melihat dunia ketuhanan: roh lingkungan mewah dan kenikmatan
adalah salah satu dari dunia ketuhanan duniawi yang melimpah itu mendapat
(Khaldūn, 2014, hlm. 627). reaksi keras dari para sahabat yang
Tasawuf sendiri merupakan ajaran mempraktikan kesalehan asketis dalam
bagiamana seorang melakukan suatu hidupnya. Mereka mendesak agar
amalan yang manifestasinya hanya penguasa menerima, mentaati, dan

4 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

memberlakukan hukum keagamaan menyimpang dari luar Islam(Arif,


syariah dan tidak menjadikan kehendak 2008). ajaran tasawuf falsafi dipercaya
dan rancangan mereka sendiri sebagai tidak bisa dicerna baik oleh
hukum negara. Jika ini diterima, masyarakat awam(Pranowo, 2010).
mereka berharap ruh Islam yang asli Bagian kedua ialah tasawuf Amali
akan hidup dengan sebenar-benarnya. atau tathbiqi yaitu tasawuf terapan,
Jadi kecenderungan pada masa ini yakni ajaran tasawuf yang praktis.
(akhir abad ke-1 sampai abad ke-2 H.) Tidak hanya teori belaka, tetapi
adalah murni etis yang didominasi oleh menuntut adanya pengamalan dalam
interiorisasi (pembatinan) motivasi rangka mencapai tujuan tasawuf.
etikal. Di antara wakil-wakil yang Orang yang menjalankan ajaran
sangat terkemuka dari kesalehan etikal tasawuf ini akan mendapat
ini adalah Hasan al-Basri (w. 110/728) keseimbangan dalam kehidupannya,
yang tidak hanya memperoleh antara material dan spiritual, dunia dan
pengakuan pada zamannya, tetapi akherat (Muhammad Fuadi, 2013).
juga memberikan salah satu pengaruh Sementara ada lagi yang membagi
yang luar biasa besarnya di dalam tasawuf menjadi tiga bagian yaitu:
seluruh sejarah spiritual Islam selama Tasawuf Akhlaqi ialah tasawuf yang
berabad-abad (Anshori, 2015). menitik beratkan pada pembinaan
Secara keseluruhan tasawuf akhlak al-karimah. Akhlak adalah
sendiri terbagi menjadi tiga bagian keadaan yang tertanam dalam jiwa
yaitu tasawuf akhlaqi yang di creatori yang menumbuhkan perbuatan,
oleh Imam Al-Gazali, tasawuf amali, dilakukan dengan mudah, tanpa dipikir
tokohnya yang terkenal adalah Abdul dan direnungkan terlebih dahulu.
Qodir Al-jailani dan tasawuf falsafi Dengan demikian, maka nampak
adalah ajaran bagiaman memadukan adanya perbuatan itu didorong oleh
visi rasional dan visi mistis untuk jiwa, ada motifasi (niat) kuat dan
menuju kepada kebahagian sejati tulus ikhlas, dilakukan dengan
(Rosihon, 2010, hlm. 276). Ajaran gampang tanpa dipikir dan
tasawuf falsafi konsep dan praktiknya direnungkan sehingga perbuatan itu
banyak dipengaruhi oleh pemikiran nampak otomatis (Muhammad Fuadi,
filosofis bahkan ada beberapa yang 2013).
menyebutkan bahwa ajaran ini Tasawuf Amali ialah tasawuf yang

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |5


Muhammad Anas Ma`arif

menitik berat pada amalan lahiriyah antara visi mistis dan visi rasional
yang didorong oleh qalb (hati). pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf
Dalam bentuk wirid, hizib, dan akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan
doa. Selanjutnya tasawuf ini dikenal terminologi filosofis dalam
dengan tariqat (Arab: tariqah), jalan pengungkapannya. Menurut at-
menuju Allah, yang selanjutnya Taftazani, tasawuf falsafi muncul
menjelma menjadi organisasi dengan jelas dalam khazanah Islam
ketasawufan yang diikat dalam sebuah sejak abad keenam hijriyah, meskipun
organisasi yang dilengkapi dengan tokohnya baru dikenal seabad
aturan-aturan yang ketat dengan kemudian (Rosihon, 2010). Mujammil
mengkaitkan diri kepada seorang Qomar menjelaskan dalam
guru (mursyid). Pengikut tariqat penelitianya bahwa tasawuf falsafi
harus berguru, sebab yang bertariqat yang dikembangkan oleh Hamzah
tanpa guru, maka gurunya adalah Fansuri yang dirangkum dalam hasil
syaitan. Organisasi ini dihimpun penelitian menunjukan bahwa
dalam suatu wadah yang namanya kefanaan yang sangat mendalam
disesuaikan dengan nama perintisnya, kepada Allah Swt (Qomar, 2014).
seperti tariqat qadiriyah Sebagian ahli tasawuf membagi
naqsabandiyah, alawiyah dan fana` menjadi tiga tahap yaitu: (1)
sebagainya(Rosidi, 2015). transformasi jiwa melalui kesirnaan
Selanjutnya ada lagi tasawuf dan menghilangkan hawa nafsu. (2)
Falsafi, yakni tasawuf yang abstraksi mental atau pelenyapan
dipadukan dengan filsafat. Dari cara pikiran dari semua objek persepsi,
memperoleh ilmu menggunakan rasa, pikiran dan tindakan melalui
sedang menguraikannya konsentrasi kepada Dzat Allah terkusus
menggunakan rasio, ia tidak bisa melalui aktifitas dzikir. (3) berhentinya
dikatakan tasawuf secara total dan semua pemikiran sadar dengan kata
tidak pula bisa disebut filsafat, tetapi lain lenyapnya kesadaran dan
perpaduan antara keduanya, mencapai fana (Rusli, 2013, hlm. 92)`.
selanjutnya dikenal tasawuf Tasawuf falsafi tidak bisa hanya
Falsafi.(Muhammad Fuadi, 2013) dipandang sebagai filsafat karena
Tasawuf falsafi adalah tasawuf ajaran dan metodenya didasarkan pada
yang ajaran-ajarannya memadukan rasa (dzauq), tetapi tidak dapat pula

6 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

dikategorikan sebagai tasawuf dalam satu atau tunggal. Jadi ittihad


pengertian yang murni, karena artinya bersatunya manusia
ajarannya sering diungkapkan dalam dengan Tuhan, berdasarkan
bahasa filsafat dan lebih berorientasi keyakinan bahwa manusia adalah
pada panteisme. Tasawuf falsafi adalah pancaran Nur Illahi. Tokoh
tasawuf yang konteksnya sudah pembawa faham ittihad adalah
memamsuki wilayah ontologi yakni Abu Yazid Al-Busthami.
berhubungan dengan Allah SWT Tingkatan ini diperoleh oleh Yazid
dengan alam semesta (kosmologi) hampir selama 30 tahun. Selama
sehingga jika jenis tasawuf ini bebicara itu Ia membentuk diri dengan
emanasi, inkarnasi, persatuan ruh selalu dzikir kepada Allah. Hingga
Tuhan dan ruh manusia, keesaan dan merasa bahwa Dia adalah diriku
seterusnya(Fadlullah, 2018, hlm. 40). sendiri(Rusli, 2013, hlm. 96).
Dalam tasawuf falsafi, terdapat Itulah kaum sufi falsafi, mereka
pemikiran-pemikiran mengenai meyakini bahwasannya alam semesta
bersatunya Tuhan dengan makhluknya, hanyalah bayangan fatamorgana dan
setidaknya terdapat beberapa term biasan dari zat Allah. Semua yang ada
yang telah masyhur yaitu: adalah wujud Allah & jelmaan Allah.
Jika demikian faktanya, seyogyanya
1. Hulul, merupakan salah satu
kita merenungi sebuah riwayat, ketika
konsep di dalam tasawuf falsafi
Rasulullah saw. memarahi Umar Ibn
yang berimplikasi kepada
al-Khattab ra karena kedapatan
bersemayamnya sifat-sifat ke-
membawa sobekan taurat,
Tuhanan ke dalam diri manusia.
Rasulullah bersabda:
Paham hulul ini disusun oleh Al-
ْ‫ضا َء نَقِيَّةً؟ لَو‬ ِ ‫أَ ْد َر َكنِي أَ ِخي َما هَ َذا أَلَ ْم آ‬
َ ‫ت بِها َ بَ ْي‬
Hallaj.
‫ُمو َسى َحيًا َما َو ِس َعهُ إِالَّ اتِّبَا ِعي‬
2. Wahdah Al-wujud, dapat berarti
“Apa yang kamu bawa ini, bukankah
penyatuan eksistensi atau
aku telah membawa (al-Qur’an) yang
penyatuan dzat. Sehingga yang ada
jelas dan jernih? Kalau seandainya
atau segala yang wujud adalah
saudaraku Musa as. hidup pada
Tuhan. Tokoh pembawa faham ini
zamanku, tentu beliau tidak akan
adalah Ibnu Arabi.
susah-susah lagi, kecuali
3. Ittihad, kata ini berasal dari kata
mengikutiku.” (HR. Ahmad)
wahd atau wahdah yang berarti
Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |7
Muhammad Anas Ma`arif

Dalam hadits ini dapat dipahami, Pendidikan adalah usaha sadar


umat Muhammad saw wajib mengikuti untuk mewujudkan manusia seutuhnya
tuntunan Rasulullah saw dan al-Quran. dengan selalu mengembangkan
Artinya umat Islam dilarang potensi yang ada pada setiap anak didik.
mengambil sumber pemikiran dari Semuanya bermuara kepada manusia,
peradaban lain jika perkara tersebut sebagai suatu proses pertumbuhan dan
sudah terdapat dalam sumber hukum perkembangan secara wajar dalam
Islam. Karena itu, dari aspek sumber masyarakat yang berbudaya. Dengan
pemikiran, tasawuf falsafi seringkali demikian dapat dirumuskan bahwa
dianggap melakukan kesalahan, karena pendidikan adalah suatu proses alih
mengambil sumber teori tasawuf dari generasi, yang mampu mengadakan
filsafat non-islam, meskipun para transformasi nilai-nilai ilmu
tokohnya pada akhirnya selalu pengetahuan dan budaya kepada
mencoba menjustifikasi teori falsafinya generasi berikutnya agar dapat
dengan dalil qur`an atau hadits. menatap hari esok yang lebih baik.
Tujuan dari segala praktik sufi Menurut Arifin, pendidikan Islam
adalah untuk menumbuhkan dapat diartikan sebagai studi tentang
pengalaman manusia kepada proses kependidikan yang bersifat
kebenaran yang tidak terbatas di progresif menuju ke arah
samping itu pengamal sufi juga kemampuan optimal anak didik yang
melakukan perbuatan yang baik atau brlangsung di atas landasan nilai-nilai
akhlak yang menjadi cerminan diri baik ajaran Islam (Arifin, 1996).Sementara
sesama makhluk atau kepada sang Achmadi memberi pengertian,
pencipta. Sufi sejati tidak akan berhenti pendidikan Islam adalah segala usaha
sebelum mentap dan menemukan untuk memelihara dan
pengetahuan dan kenikmatan yang mengembangkan fitrah manusia serta
hakiki dan sejati. Dan ketika hal itu sumber daya manusia yang ada
terjadi maka pancaran cahaya dari padanya menuju terbentuknya
kesufian kan membangkitkan seluruh manusia seutuhnya (insan kamil)
potensi yang ada dalam diri manusia sesuai dengan norma Islam (Achmadi,
(Said Agil Sirajl, 2006). 2005).
Tasawuf Falsafi dan Implikasinya Zahara Idris yang dikutif Abu
dalam Pendidikan Islam Ahmadi dan Nur Uhbiyati telah

8 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

mengumpulkan definisi pendidikan teori kependidikan Islam sebagaimana


menurut para tokoh Pendidikan yang dibangun atau dipahami dan
(Uhbiyati, 1991). Ahmad D. Marimba dikembangkan dari al-Qur’an dan
memberi pengertian pendidikan As-sunnah, mendapatkan justifikasi
sebagai bimbingan atau pimpinan dan perwujudan secara operasional
secara sadar oleh si pendidik terhadap dalam proses pembudayaan dan
perkembangan jasmani dan rohani si pewarisan serta pengembangan ajaran
terdidik menuju terbentuknya agama, budaya dan peradaban Islam
kepribadian yang utama. dari generasi ke generasi, yang
Menurut Abdurrahman an- berlangsung sepanjang sejarah umat
Nahlawi, pendidikan Islam adalah Islam (Muhaimin, 2001).
penataan individual dan sosial yang Sedangkan dalam Undang-
dapat menyebabkan seseorang tunduk undang Nomor 20 tahun 2003
taat pada Islam dan menerapkannya tentang Sistem Pendidikan Nasional
secara sempurna di dalam kehidupan dinyatakan bahwa yang dimaksud
individu dan masyarakat. Pendidikan dengan pendidikan adalah usaha
Islam merupakan kebutuhan mutlak sadar dan terencana untuk
untuk dapat melaksanakan Islam mewujudkan suasana belajar dan
sebagaimana yang dikehendaki oleh proses pembelajaran agar anak didik
Allah. Berdasarkan makna ini, maka secara aktif mengembangkan potensi
pendidikan Islam mempersiapkan diri dirinya untuk memiliki kekuatan
manusia guna melaksanakan amanat spiritual keagamaan, pengendalian
yang dipikulkan kepadanya. Ini berarti, diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
sumber-sumber Islam dan pendidikan mulia, serta ketrampilan yang
Islam itu sama, yakni yang terpenting, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Nahlawi, dan negara.
1995). Pendidikan Islam ialah
Walaupun istilah pendidikan mempersiapkan dan menumbuhkan
Islam tersebut dapat dipahami secara anak didik atau individu manusia yang
berbeda, namun pada hakikatnya prosesnya berlangsung secara terus-
merupakan satu kesatuan dan menerus sejak ia lahir sampai
mewujud secara operasional dalam meninggal dunia. Yang dipersiapkan
satu sistem yang utuh. Konsep dan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |9


Muhammad Anas Ma`arif

jasmani, akal, dan ruhani sebagai suatu potensi dan kelengkapan seperti ilmu,
kesatuan tanpa mengesampingkan dan sekalian sifat baik lainnya (Nata,
salah satu aspek, dan melebihkan 2010).
aspek yang lain. Persiapan dan Insan kamil juga bisa disebut
pertumbuhan itu diarahkan agar ia manusia yang sehat sekaligus terbina
menjadi manusia yang berdaya guna potensi ruhaniyahnya sehingga dapat
dan berhasil guna bagi dirinya dan berfungsi secara optimal dan dapat
bagi umatnya, serta dapat memperoleh berhubungan dengan Allah dan mahluk
suatu kehidupan yang sempurna. lainya secara benar menurut ahlak
Pendidikan Islam dan tasawuf Islami. Tidak gampang untuk
falsafi tidaklah berseberangan akan membentuk insan kamil melalui proses
tetapi sejalan dengan ajaran-ajaran pendidikan, akan tetapi jika dikaitkan
yang ada pada tasawuf falsafi. Akan dengan tasawuf falsafi cara-cara
tetapi seharusnya dalam semua ajaran tersebut bisa dicapai dengan melalui
tasawuf falsafi penuh penalaran yang filsafat yang digagas oleh tokoh tasauf
sangat jelas sehingga untuk falsafi seperti Abu Yazid dengan falsafi
mengimplikasikan dengan pendidikan Ittihadnya, al-Hallaj dengan hulullnya,
Islam yang umunya sangat universal Ibnu Arabi dengan wahdatul wujudnya
dari pada dimensi tasawuf filsafat (Sad, dan Imam al-Ghazali dengan falsafi
2015). kema`rifatanya(Sad, 2015).
Meminjam istilah pendidikan yang Adapaun ciri-ciri menjadi Insan
di gagas oleh Achmadi bahwa kamil adalah sebgai berikut:
pendidikan Islam adalah upaya untuk 1. Berfungsi akalnya secara optimal
memelihara anak sehingga terbentuk 2. Berfungsinya Intuinsi
Insan kamil (Roqib, 2009). Insan kamil 3. Mampu menciptakan budaya
adalah manusia yang sempurna baik 4. Menghiasi diri dengan sifat-sifat
berupa amal perbuatan atau cara ketuhanan
berpikirnya. Jika di tinjau dari 5. Berahlak mulia
pengertian tasawuf falsafi insan kamil 6. Berjiwa seimbang.
dapat pula berarti suatu keadaan yang Sebagai pendidik langkah
sempurna dan digunakan untuk indahnya bisa menyatukan diri dengan
sempurnanya dzat dan sifat, dan hal itu peserta didiknya (baik secara
terjadi melalui terkumpulnya sejumlah emosional, spiritual atau secara

10 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

intelektual), lingkunganya, dan materi dikarenakan ilmu adalah cahaya yang


pelajaranya sehingga pendidik benar- hanya bisa masuk melauli jiwa-jiwa
benar memahami keadaan materinya yang dibersihkan.
secara menyeluruh baik tekstual atau Sepertinya selaras dengan tujuan
konstektual, sekaligus memahami penddikan yang diutarakan oleh
peserta didiknya secara menyeluruh. Muhaimin sebagai berikut Sad.:
Hal ini senada dengan cara Ibnu Arabi 1) Terbentuknya “Insan Kamil”
untuk mencapai wahdatul wujud atau Manusia universal yang
menyatunya diri dengan Tuhan. mempunyai wujud-wujud Qur`ani
Atau sebagai pendidik meniru cara 2) Terciptanya “Insan kaffah” yang
Abu Yazid dengan faham Ittihadnya memiliki dimensi-dimensi relegius,
yaitu dengan memfana`kan dan serta budaya yang ilmiah.
membaqo`kan segala amal perbuatan 3) Penyadaran fungsi manusia
pendidik. Fana` dari hal-hal yang sebagai hamba, kholifatullah serta
bersifat tercela, fana` dari syahwatnya sebagai warasatul ambiya` yang
maka akan muncul baqa` dalam niat memberikan bekal yang memadai
dan keikhlasan dalam pembelajaran dalam melaksanakan fungsi
(Ibadah). Kedua sifat ini secara tersebut.
beriringan bersama. Setelah fana` dan Jadi dengan demikian tujuan
baqo` menyatu dalam diri seorang akhir pendidikan Islam adalah
pendidik maka akan dapat menyatu mewujudkan kholifatullah fil-ardhl
dengan berbagai hal kebaikan (proses (manusia sempurna dan
pendidikan). berkepribadian muslim). Tujuan
Menjadi pendidik sebaiknya umum pendidikan Islam adalah
membersihkan diri dari hal-hal yang membentuk kholifatullah fil ardhl.
dilarang oleh agama, menghindari Sedangkan tujuan khusus pendidikan
subhat, menjaga muru`ah Islam adalah mengusahakan
(keperwiraan), zuhud dan serta amal terbentuknya pribadi kholifatullah
amal baik yang dilakukan oleh sang fil ardhl melalui berbagai aktifitas
sufi. Ketika hati pendidik bersih pendidikan yang bisa
sebersih kaca maka akan dengan mengembangkan bagian dari aspek-
mudah untuk mentransfer ilmu baik aspek pribadi manusia. Tujuan
melalui jiwa atau melalui akal khusus diusahakan dalam rangka

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |11


Muhammad Anas Ma`arif

untuk mencapai tujuan akhir. Ketiga Proses pembentukan karakter


tujuan tersebut merupakan rangkaian peserta didik bisa mengikuti metode
proses yang tidak bisa dipisahkan. tasawuf karena dipercaya sebagai
Implikasi tasawuf falsafi dengan salah satu cara yang efektif dan
pendidikan Islam sangat signifikan di impresif untuk menghadapi tantangan
tujukan bahwa lembaga pendidikan zaman (Said Agil Sirajl, 2006, hlm. 52).
Islam meniru cara yang dipakai ahli Strategi pembentukan tersebut bisa
tasawuf dalam membentuk peserta dengan meneladani para pelaku
didiknya. Seperti tarekat Syatariyah tasawuf seperti Al-hallaj yang sangat
(Noupal, t.t.) yang dinilai hampir pro dengan rakyat kecil, Yazid al
mirip dengan ajaran tasawuf falsafi Busthami yang selalu berdzikir
bahwa mereka memperoses murid kepada Allah dan beberpa ahli
dengan proses yang ketat sehingga tasawuf falsafi yang lainnya.
memiliki karakter dan akhlak yang Dilihat sangat pentingnya
mulia. Ajaran tersebut juga di menumbuhkan karakter peserta didik
rasionalkan seperti pemikiran para maka penting juga mengembangkan
filosof bahwa sesuatu terjadi itu tidak karakter tersebut melalui pendidikan
begitu saja melainkan memiliki karakter. Dalam Islam pun
sebuah alasan yang jelas. karakter/akhlak dijadikan parameter
Tasawuf falsafi dengan keberhasilan Islam dalam mendidik
pendidikan Islam memiliki kesaman generasinya walaupun pada dasarnya
dari segi tujuan pendidikan dan proses Islam tidak hanya mengajarkan Akhlak
dalam membentuk karakter murid. tetapi juga ilmu pengetahuan
Proses tersebut dilalui dengan (Damanhuri, 2007, hlm. 32).
bagaiamana seorang murid tunduk Pendidikan Islam juga
dan patuh terhadap gurunya. Tujuan melaksanakan pembiasaan merupakan
akhir adalah insan kamil atau bisa proses pembentukan sikap dan prilaku
disebut kepribadian yang kaffah. yang relatif menetap dan bersifat
Dalam praktik pendidikan modern otomatis melalui proses pembelajaran
saat ini yaitu bagaiamana pendidikan yang berulang-ulang dengan
Islam bisa membentuk karakter bimbingan guru spiritual (mursyid).
peserta didik sesuai dengan tujuan dan Baik dilakukan secara bersama-sama
visi misi lembaga. atau secara sendiri-sendiri. Hal tersebut

12 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

akan menghasilkan suatu kompetensi, satu tokoh yang dijelaskan. Sebagai


dan pengembangan karakter melalui pendidik bisa mengambil metode
pembiasaan ini dapat dilakukan secara pembelajaran dengan cara hulul, ittihad,
terjadwal atau tidak terjadwal baik wahdatul wujud yaitu menyatu dengan
secara mandiri maupun berkelompok materi (menghayati), menyatu dengan
(Subaidi, 2015, hlm. 34). Pembentukan peserta didik secara spiritual emosional
karakter juga di tunjang dengan sistem dan intelektual. Karena proses ilmu (di
pendidikan yang memadai. analogikan cahaya) tidak hanya secara
Sistem pendidikan yang bagus akal akan tetapi ilmu di transfer melalui
adalah memerhatikan aspek sekecil jiwa (pembersihan hati).
apapun untuk mengembangkan output Hulul, merupakan salah satu
peserta didik di madrasah/sekolah. konsep di dalam tasawuf falsafi yang
Karena pendidikan bukan hanya berimplikasi kepada bersemayamnya
sebagai proses akan tetapi pendidikan sifat-sifat ke-Tuhanan ke dalam diri
juga sebagai produk. Tamatan output manusia. Paham hulul ini disusun oleh
pendidikan Islam yang diharapkan Al-Hallaj. Wahdah Al-wujud, dapat
adalah berupa Insan kamil yaitu pribadi berarti penyatuan eksistensi atau
yang mengabdi kepada Allah dan penyatuan dzat. Sehingga yang ada
menjadi khalifah Allah dimuka bumi atau segala yang wujud adalah Tuhan.
(khalifah fi al-Ardhi) (Ma`arif, 2016, Tokoh pembawa faham ini adalah Ibnu
hlm. 45) Arabi Ittihad, kata ini berasal dari kata
D. Kesimpulan wahd atau wahdah yang berarti satu
Tasawuf falsafi adalah tasawuf atau tunggal. Jadi ittihad artinya
yang ajaran-ajarannya memadukan bersatunya manusia dengan Tuhan,
antara visi mistis dan visi rasional berdasarkan keyakinan bahwa manusia
pengasasnya. Berbeda dengan tasawuf adalah pancaran Nur Illahi. Tokoh
akhlaqi, tasawuf falsafi menggunakan pembawa faham ittihad adalah Abu
terminologi filosofis dalam Yazid Al-Busthami
pengungkapannya.
Implikasi tasawuf ke dalam DAFTAR PUSTAKA
pendidikan Islam dalah dengan cara Achmadi. (2005). Ideologi pendidikan
mempelajari ajaran-ajaran tasawuf Islam: paradigma humanisme
falsafi secara menyeluruh dari salah

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |13


Muhammad Anas Ma`arif

teosentris (Cet. 1). Yogyakarta: Barbara, Calif: Libraries


Pustaka Pelajar. Unlimited.
Annemarie Schimmel. (1981). Mystical Damanhuri. (2007). Akhlak Perspektif
dimensions of Islam (4. print). Tasawuf Syaikh Abdurrahman
Chapel Hill: Univ. of North As-Singkili. Jakarta: Gramedia
Carolina Press. Widiasarana Indonesia.
Anshori, M. (2015). Kontestasi Tasawuf Danial, D. (2014). Menghadirkan
Sunnî Dan Tasawuf Falsafî Di Tasawuf Di Tengah Pluralisme
Nusantara. Teosofi: Jurnal Dan Ancaman Radikalisme.
Tasawuf Dan Pemikiran Islam, Analisis: jurnal studi keislaman,
4(2), 309–327. 11(1), 91–108.
https://doi.org/10.15642/teosofi. Fadlullah, M. E. (2018). Ahlu al-Sunnah
2014.4.2.309-327 wa al-Jamaah dalam Perspektif
Arif, M. (2008). Pendidikan Islam Said Aqil Siradj. Nidhomul Haq:
transformatif (Cet. 1). Jurnal Manajemen Pendidikan
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta : Islam, 3(1), 33–43.
Distribusi, LKiS Pelangi Aksara Khaldūn, I. (2014). Muqoddimah Ibnu
Yogyakarta. Khaldun. (T. Ahmadie, Penerj.).
Arifin, H. M. (1996). Ilmu pendidikan Jakarta: Pustaka Firdaus.
Islam: suatu tinjauan teoritis dan Ma`arif, M. A. (2016). Pendidikan Islam
praktis berdasarkan pendekatan dan Tantangan Modernitas.
interdisipliner. Jakarta: Bumi Nidhomul Haq: Jurnal
Aksara. Manajemen Pendidikan Islam,
Chittick, W. C. (2008). Sufism: a 1(2), 47–58.
beginner’s guide. Muhaimin. (2001). Paradigma
Cohen, L., Manion, L., & Morrison, K. pendidikan Islam: upaya
(2007). Research methods in mengefektifkan pendidikan
education (6th ed). London ; agama Islam di sekolah (Cet. 1).
New York: Routledge. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Connaway, L. S., & Powell, R. R. (2010). Muhammad Fuadi. (2013). Memahami
Basic research methods for Tasawuf Ibnuu Arabi dan Ibnuu
librarians (5th ed). Santa al Farid: Konsep al Hubb Illahi,
Wahdat al Wujud, Wahdah al

14 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018


Muhammad Anas Ma`arif

Syuhud dan Wahdat al Adyan. Qomar, M. (2014). Ragam


Ulul Albab Jurnal Studi Islam, Pengembangan Pemikiran
14(2). Tasawuf Di Indonesia, 9(2).
Nahlawi, A. (1995). Ushul al Tarbiyah Raḥmān, F., & Woods, J. E. (2002).
al-Islamiyah fi al-Baiti wal al Islam (2. ed). Chicago: Univ. of
Madrasah wal al-Mujtama. Chicago Press.
Jakarta: Gunan Insani. Roqib, M. (2009). Ilmu pendidikan Islam.
Nasr, S. H. (1987). Traditional Islam in Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
the Modern World, 335. Rosidi. (2015). Konsep Maqâmât dalam
Nasution, H. (1986). Islam ditinjau dari Tradisi Sufistik K.H. Ahmad
berbagai aspeknya. Jilid II: ... Asrori al-Ishaqy. Teosofi: Jurnal
(Cet. 6). Jakarta: Penerbit Tasawuf Dan Pemikiran Islam,
Universitas Indonesia. 4(1), 29–55.
Nata, A. (2010). Akhlak tasawuf. Jakarta: https://doi.org/10.15642/teosofi.
Rajawali Pers. 2014.4.1.29-55
Noupal, M. (t.t.). Tarekat Rosihon, A. (2010). Akhlak Tasawuf (10
Naqsabandiyah di Indonesia ed.). Bandung: Pustaka Setia.
Abad 19 dari Ortodoksi ke Rusli, R. (2013). Tasawuf dan tarekat:
Politisasi, 22(2), 297–318. studi pemikiran dan pengalaman
Pranowo, A. (2010). Menyatu diri sufi. Jakarta: RajaGrafindo
dengan Ilahi: makrifat ruhani Persada.
Syaikh ’Abd al-Qadir al-Jailani, Sad, I. M. (2015). Impelementasi
dan perspektifnya terhadap pendidikan sufisme dalam
paham Manunggaling Kawula pendidikan islam. MUADDIB,
Gusti : dilengkapi dengan 5(2), 208–225.
panduan dan metode lengkap Said Agil Sirajl. (2006). Tasawuf
dzikir, khalwat, meditasi Sebagai Kritik Sosial. Bandung:
menggapai kebersamaan dengan Mizan.
Allah (menyatu diri dengan Ilahi), Subaidi. (2015). Abdul Wahab Asy-
ritual mistik, doa, dan wirid Sya`rani, Sufisme dan
istimewa Syaikh ’Abdul Qadir al- Pengembangan Pendidikan
Jailani. Yogyakarta: Narasi. Karakter. Yogyakarta: Anggota
Ikapi.

Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018 |15


Muhammad Anas Ma`arif

Uhbiyati, A. and N. (1991). Ilmu Zed, M. (2008). Metode penelitian


pendidikan. Jakarta: Rineka kepustakaan (Ed. 2). Jakarta:
Cipta. Yayasan Obor Indonesia.
Zaprulkan. (2006). Ilmu Tasawuf Sebuah
Kajian Tematik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

16 | Jurnal Vicratina, Volume 3 Nomor 1, Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai