Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA

AGROINDUSTRI KOPI MENGGUNAKAN MODEL SCOR


(Studi Kasus di UMKM. KopiKepi Bondowoso)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh

Alifah Dwitasary Effendi


NIM 171710301042

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia disebut sebagai negara agraris, hal ini dapat dilihat dari besarnya luas
lahan yang dipergunakan untuk pertanian. Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima
subsektor, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
Salah satu subsektor yang memiliki peran potensi cukup besar dalam sumberdaya alam
adalah subsektor perkebunan. Kopi (Coffea sp. L.) merupakan salah satu komoditi hasil
perkebunan yang memiliki peranan cukup penting dalam kegiatan perekonomian. Jawa
Timur merupakan salah satu provinsi yang mampu memberikan sumbangsih produksi
kopi terbesar di Indonesia dan memiliki beberapa kabupaten yang menjadi sentra
penghasil kopi, salah satunya adalah Kabupaten Bondowoso. Luas daerah Kabupaten
Bondowoso sebanyak 48% adalah perbukitan dengan ketinggian 500 mdpl sampai
diatas 1000 mdpl, artinya daerah ini sangat potensial sebagai perkebunan kopi.
Bappeda (2019) menyatakan bahwa luas areal kopi di Kabupaten Bondowoso per tahun
2018 adalah 5.234 hektar dengan dua jenis kopi yang dikembangkan yaitu kopi arabika
dan kopi robusta.
UMKM KopiKepi adalah salah satu industri pengolahan kopi yang berada di
Kabupaten Bondowoso. Dalam penyediaan bahan bakunya, UMKM KopiKepi
membutuhkan biji kopi hijau atau green bean yang didapat dari petani kopi
Bondowoso. Jenis kopi yang diproduksi adalah arabika dan robusta, dimana pada
industri ini mengolah produk berupa kopi sangrai, kopi bubuk, dan cascara. Indikasi
permasalahan yang ditemukan pada rantai pasok UMKM KopiKepi adalah adanya
hambatan terkait ekspansi produk yang disebabkan kurangnya produktivitas sehingga
kapasitas produksi dan permintaan konsumen belum bisa terpenuhi. UMKM KopiKepi
selama ini hanya mampu melakukan produksi masing-masing 100 kilogram kopi
arabika dan robusta selama satu minggu, sedangkan berdasarkan data permintaan
konsumen dibutuhkan kurang lebih 300 kilogram selama satu minggu. Masalah lain
adalah adanya sortasi ulang biji kopi yang telah dibeli dari pemasok, hal ini tidak
sedikit didapatkan biji kopi dengan kualitas rendah. Tentunya bahan baku yang cacat
dapat merugikan pihak industri karena stok bahan baku untuk produksi akan berkurang.
Hambatan-hambatan tersebut yang mengakibatkan kinerja industri menjadi tidak
optimal.
Oleh karena itu UMKM KopiKepi perlu melakukan pengukuran kinerja
supply chain management untuk evaluasi dan perbaikan agar menciptakan keunggulan
dalam bersaing. Supply Chain Management (SCM) merupakan kegiatan proses
produksi yang berhubungan antara pelaku usaha dengan pemasok, manufaktur,
distributor, retailer, hingga konsumen. Masing-masing mempunyai peranan penting
dalam penciptaan suatu produk yang berkualitas, murah, dan cepat. Adapun dalam
melakukan pengukuran kinerja rantai pasok dapat menggunakan model Supply Chain
Operation Reference (SCOR). Model SCOR digunakan sebagai alat untuk mengukur
kinerja rantai pasok melalui penjabaran proses inti yaitu plan, source, make, deliver,
dan return kemudian dibagi menjadi hierarki level dengan indikator reliability,
responsiveness, agility, cost, dan asset. Selanjutnya dilakukan pembobotan pada setiap
level dengan Analytical Hierarchy Process (AHP). Lalu diperoleh hasil nilai kinerja
keseluruhan dan nilai kinerja setiap indikator pengukuran kinerja rantai pasok.
Sehingga diketahui indikator dengan nilai rendah dan diharapkan adanya perbaikan
yang efektif dan efisien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang ada, terdapat permasalahan pada kegiatan
rantai pasok yang mengakibatkan kinerja industri menjadi tidak optimal. Sehingga
pengukuran kinerja diharapkan dapat membantu untuk melakukan evaluasi kinerja
supply chain management di UMKM KopiKepi. Maka didapatkan rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana evaluasi kinerja supply chain management pada UMKM.
KopiKepi?
2. Bagaimana usulan perbaikan agar dapat meningkatkan kinerja supply chain
management di UMKM. KopiKepi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Melakukan evaluasi kinerja supply chain management pada UMKM. KopiKepi
dengan penerapan model SCOR dan AHP.
2. Memberikan usulan perbaikan terhadap indikator yang dianggap kurang agar
dapat meningkatkan kinerja supply chain management di UMKM. KopiKepi.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kinerja supply chain management dan merekomendasikan
perbaikan kinerja supply chain management terhadap indikator yang memiliki
nilai rendah.
2. Membantu UMKM. KopiKepi dalam mengatasi permasalahan pada kinerja
rantai pasok.
3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan
pengukuran kinerja rantai pasok.

1.5 Batasan Penelitian


Batasan penelitian yang digunakan untuk memfokuskan penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya membahas tentang pengukuran kinerja supply chain
management pada UMKM. KopiKepi dengan menggunakan model SCOR
(Supply Chain Operation References) melalui pembobotan AHP (Analytical
Hierarchy Process).
2. Obyek penelitian dilakukan pada salah satu jenis produk yaitu kopi bubuk.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi
2.1.1 Pengertian Kopi
Kopi merupakan jenis minuman yang banyak disukai dan diminum di seluruh
dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi di dunia dengan beragam
cita rasa yang khas (Soesanto, 2020). Terdapat banyak spesies tanaman kopi di dunia,
akan tetapi yang paling banyak dibudidayakan di berbagai negara termasuk di
Indonesia adalah tanaman kopi arabika dan robusta. Hal ini karena produktivitas dan
kualitas produksi kedua jenis tanaman kopi ini paling baik dibandingkan dengan jenis
tanaman kopi lainnya. Setiap jenis tanaman kopi terdiri atas beberapa varietas,
termasuk tanaman kopi arabika dan robusta. Pohon kopi bisa tumbuh dengan baik di
daerah yang beriklim tropis dan subtropis meliputi dataran tinggi maupun dataran
rendah. (Susandi, 2019).

Gambar 2.1 Tanaman Kopi


2.1.2 Jenis-Jenis Kopi
Jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi arabika (Coffea arabika) dan
robusta (Coffea canephora). Faktor penentu mutu kopi selain jenisnya antara lain
habitat tumbuh, teknik budidaya, penanganan pasca panen dan pengolahan biji. Jenis
kopi yang ada di bumi ini sangat banyak ragamnya. Namun hanya dua jenis kopi yang
dibudidayakan dan diperdagangkan secara masal.
a. Arabika
Nama ilmiah kopi arabika adalah Coffea arabica. Carl Linnaeus, ahli botani
asal Swedia, menggolongkannya ke dalam keluarga Rubiaceae genus Coffea.
Sebelumnya tanaman ini sempat diidentifikasi sebagai Jasminum arabicum oleh
seorang naturalis asal Perancis. Kopi arabika diduga sebagai spesies hibrida hasil
persilangan dari Coffea eugenioides dan Coffea canephora (Hamni, 2013).
Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Suku : Rubiaceae
Marga : Coffea
Spesies : Coffea Arabica L. (Hasrianti, 2017)
Jenis kopi ini disarankan untuk ditanam di ketinggian 1000 s.d 2100 meter dpl.
Namun masih bisa tumbuh baik pada ketinggian di atas 800 meter dpl. Untuk
mendapatkan hasil panen yang baik, kopi arabika membutuhkan bulan kering sekitar
tiga bulan per tahun. Arabika mulai bisa dipanen setelah berumur empat 12 tahun
dengan produktivitas rata-rata sekitar 350 s.d 400 kg/ha/tahun. Namun bila dipelihara
secara intensif bisa menghasilkan hingga 1500 s.d 2000 kg/ha/tahun.
b. Robusta
Nama ilmiah kopi robusta adalah Coffea canephora. Kopi robusta memiliki
rasa yang lebih pahit daripada kopi arabika, serta kadar kafein 40-50% lebih tinggi.
Kopi robusta sering digunakan dalam campuran kopi yang lebih murah sebagai
pengganti kopi arabika (Loekas, 2020).
Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Suku : Rubiaceae
Marga : Coffea
Spesies : Cofea canephora Pierre ex A. Froehner (Hasrianti, 2017)
Kopi robusta lebih toleran terhadap ketinggian lahan budidaya. Jenis kopi ini
tumbuh baik pada ketinggian 400 s.d 800 meter dpl dengan suhu 21 s.d 24oC. Jenis
kopi robusta lebih cepat berbunga dibanding arabika. Dalam waktu sekitar 2,5 tahun
robusta sudah mulai bisa dipanen meskipun hasilnya belum optimal. Produktivitas
robusta secara rata-rata lebih tinggi dibanding arabika yakni sekitar 900 s.d 1.300
kg/ha/tahun. Dengan pemeliharaan intensif produktivitasnya bisa ditingkatkan hingga
2000 kg/ha/tahun. Untuk berbuah dengan baik, jenis kopi robusta memerlukan waktu
panas selama 3 s.d 4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali hujan. Buah robusta
13 bentuknya membulat dan warna merahnya cenderung gelap.

2.2 Landasan Teori Rantai Pasok


2.2.1 Rantai Pasok (Supply Chain)
Rantai pasok adalah rangkaian hubungan antar perusahaan atau aktivitas yang
melaksanakan penyaluran pasokan barang atau jasa dari tempat asal sampai ke tempat
pembeli atau pelanggan. Rantai pasok menyangkut hubungan yang berkelanjutan
meliputi aliran barang, uang, dan informasi. Barang umumnya mengalir dari hulu ke
hilir, uang mengalir dari hilir ke hulu, sedangkan informasi mengalir baik dari hulu ke
hilir maupun hilir ke hulu (Assauri, 2011).
Dilihat secara horizontal, ada lima komponen utama atau pelaku dalam supply
chain, yaitu supplier (pemaok), manufacturer (pabrik pembuat barang), distributor
(pedagang besar), retailer (pengecer), dan customer (pelanggan). Sedangkan secara
vertical, ada lima komponen utama yaitu buyer (pembeli), transporter (pengangkut),
warehouse (penyimpan), seller (penjual), dan sebagainya (Assauri, 2011).
2.2.2 Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Menurut Cahyadi dan Sekarsari (2012) manajemen rantai pasok adalah suatu
sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling
berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin
menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Putri (2012)
menambahkan Supply Chain Management (SCM) adalah sebuah pendekatan untuk
integrasi yang efisien antara pemasok (supplier), pabrik (manufactur), pusat distribusi
(wholesaler), pengecer (retailer) dan konsumen akhir, dimana produk akan diproduksi
dan didistribusikan dalam jumlah yang benar atau tepat, lokasi yang tepat dan waktu
yang tepat dalam rangka meminimalkan sistem biaya dan meningkatkan tingkat
kepuasan pelayanan.
Dengan kata lain, supply chain merupakan suatu jaringan perusahaan yang
secara bersama-sama bekerjasama untuk menciptakan dan mengantarkan produk
sampai ke tangan konsumen akhir. Rangkaian atau jaringan ini terbentang dari
penambang bahan mentah (di bagian hulu) sampai retailer atau toko (pada bagian hilir).
Menurut Hadiguna (2016) menyatakan bahwa secara umum rantai pasok terdiri dari
tiga tahap yaitu pengadaan (procurement), produksi dan distribusi. Manajemen rantai
pasok merupakan bagian dari praktek manajemen modern yang dibutuhkan
perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan kemampuannya bersaing. Berbagai sektor
industri telah manjadi perhatian para peneliti di bidang manajemen rantai pasok.

2.3 Landasan Teori Penilaian Kinerja


2.3.1 Kinerja Perusahaan
Kinerja merupakan kemampuan kerja yang diperlihatkan oleh hasil kerja.
Kinerja perusahaan adalah sesuatu yang dihasilkan perusahaan dalam masa periode
tertentu dengan merujuk pada standar yang telah ditentukan. Kinerja usaha merujuk
pada seberapa banyak perusahaan berorientasi pada pasar serta tujuan keuntungan
(Rahadi, 2012). Selain itu menurut Rismawati dan Mattalata (2018) kinerja perusahaan
adalah suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu
untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi yang berhubungan dengan
visi dan misi yang diemban suatu perusahaan untuk mengetahui dampak positif dan
negatif dari suatu kebijakan operasional.
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kunci guna mengembangkan suatu
perusahaan secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan yang lebih baik atas
sumber daya yang ada dalam perusahaan. Penilaian kinerja adalah suatu metode dan
proses evaluasi dalam pelaksanaan tugas seseorang atau unit kerja dalam suatu
perusahaan. Proses evaluasi terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran, dan
pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah perusahaan (Rismawati dan
Mattalata, 2018).
2.3.2 Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Menurut Supply Chain Council (2012), SCOR model merupakan suatu model
yang dikembangkan oleh Supply Chain Council untuk mengukur performa dari rantai
pasok suatu perusahaan. Model SCOR menyediakan kerangka kerja unik yang
menghubungkan proses bisnis, metrik, praktik terbaik dan fiktur teknologi menjadi
sebuah kesatuan struktur untuk mendukung komunikasi diantara mitra rantai pasok
untuk meningkatkan efektifitas manajemen rantai pasokan yang terkait dalam kegiatan
perbaikan rantai pasokan. Pengukuran kinerja menggunakan SCOR merupakan
keseluruhan dari manajemen rantai pasokan yang mencakup proses plan, source, make,
deliver, dan return dari pemasok bahan baku hingga ke konsumen akhir. Dibawah ini
dijelaskan mengenai kelima proses tersebut:
a. Plan, merupakan rencana yang dibutuhkan untuk menyusun strategi terbaik
pada kegiatan rantai pasok agar terjadi keseimbangan permintaan dan
penawaran (supply and demand) berdasarkan kesepakatan bisnis yang berlaku.
b. Source, merupakan proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi
permintaan konsumen. Proses ini meliputi penjadwalan pengiriman dari
supplier, penerimaan dan pengecekan bahan baku, pemilihan supplier, dan
lainnya.
c. Make, merupakan proses untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang
diinginkan pelanggan. Proses ini meliputi penjadwalan produksi, melakukan
kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, memelihara fasilitas
produksi, dan lainnya.
d. Deliver, merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang
maupun jasa. Proses ini meliputi menangani pesanan dari pelanggan, memilih
perusahaan jasa pengiriman, menangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan
mengirim tagihan ke pelanggan.
e. Return, merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian produk
karena berbagai alasan. Proses ini meliputi pengecekan kondisi produk,
pengembalian barang cacat, penjadwalan pengembalian dan melakukan
pengembalian.
Dalam metode SCOR kriteria pengukuran kinerja dapat disebut dengan atribut.
Terdapat lima atribut kinerja yaitu reliabilitas rantai pasok (realiability), responsivitas
rantai pasok (responsiveness), fleksibilitas rantai pasok (agility), biaya manajemen
rantai pasok (cost). Berikut penjelasan terkait atribut yang digunakan dalam SCOR
versi 11.0
Tabel 2.1 Atribut Kinerja pada SCOR versi 11.0
Atribut Kinerja Definisi
Reliability Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas seperti
yang diharapkan. Reliability berfokus pada
prediktabilitas hasil dari sebuah proses.
Responsiveness Kecepatan untuk melakukan tugas. Kecepatan bagi
rantai pasok untuk menyediakan produk kepada
pelanggan.
Agility Kemampuan untuk merespon pengaruh eksternal,
kemampuan untuk merespon perubahan pasar untuk
mendapakan atau mempertahankan keunggulan
kompetitif.
Cost Biaya operasi proses rantai pasok yang termasuk
biaya tenaga kerja, biaya material, biaya manajemen,
biaya transportasi.
Asset Kemapuan untuk mendayagunakan aset, strategi
pengelolaan aset dalam supply chain meliputi
pengurangan persediaan dan insourcing atau
outsourcing.
Sumber: Supply Chain Council (2012)
Menurut Arkeman dan Udin (2010) dalam performance attributes terdapat
metrik-metrik yang terbagi menjadi tiga level:
1. Level 1 adalah ukuran keseluruhan rantai pasok yang dapat membantu
menetapkan target realistis untuk tujuan bisnis. Metrik pada level 1 juga disebut
dengan Key Performance Indicator (KPI).
2. Level 2 merupakan ukuran untuk mengukur penyebab kesenjangan yang ada
pada metrik level 1.
3. Level 3 merupakan ukuran untuk mengukur metrik level 2. Metrik-metrik tiap
level dapat disesuaikan dengan proses yang berjalan pada perusahaan.

2.4 Normalisasi Snorm de Boer


Normalisasi dilakukan untuk menyamakan nilai hasil perhitungan metrik.
Dalam perhitungannya, metrik-metrik performance attributes mempunyai skala
ukuran yang berbeda. Perhitungan normalisasi Snorm de Boer merupakan suatu metode
yang biasanya digunakan dalam sebuah penilaian kinerja pada SCOR (Wigaringtyas,
2013). Di sini normalisasi memegang peranan cukup penting demi tercapainya nilai
akhir dari pengukuran kinerja. Proses normalisasi dilakukan dengan rumus normalisasi
Snorm de Boer menggunakan persamaan 2.1 berikut ini:
(𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛)
𝑆𝑛𝑜𝑟𝑚 (𝑠𝑘𝑜𝑟) = 𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛 𝑥 100……………………(2.1)

Keterangan:
Si = Nilai indikator actual yang berhasil dicapai
Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator kinerja
Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator kinerja
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval
nilai tertentu yaitu 0 sampai 100 dengan demikian parameter dari setiap indikator
adalah sama, setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisis.
Tabel 2.2 Sistem Monitoring Indikator Kinerja
Sistem Monitoring Indikator Kinerja
< 40 Poor
40 – 50 Marginal
50 – 70 Average
70 – 90 Good
> 90 Exellent
Sumber : Trienekens dan Hvolby (2000)

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)


Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu model pengambilan
keputusan multikriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia dimana
faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu
proses sistematis (Rahmawati, 2010). Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi sebuah hierarki, memberi
nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel,
dan mensintesis berbagai pertimbangan dan meningkatkan keandalan AHP sebagai alat
pengambil keputusan. Pada dasarnya AHP merupakan analisis yang digunakan dalam
pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan
berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam
mengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP (Pradipta dan
Diana, 2017).
Menurut Pranoto dkk., (2013) prosedur yang perlu dilakukan dalam AHP
adalah:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu
menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi. Penyusunan hierarki
adalah dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sistem secara
keseluruhan pada level teratas.
2. Menentukan prioritas elemen. Langkah pertama dalam menentukan prioritas
elemen adalah membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan
elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. Metriks
perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk
merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen
lainnya.
3. Mensintesis pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan
untuk memperoleh keseluruhan prioritas.
4. Mengukur konsistensi dengan cara kalikan setiap nilai pada kolom pertama
dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan
prioritas relatif elemen kedua dan seterusnya. Lalu jumlahkan setiap baris hasil
dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang
bersangkutan. Menjumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang
ada. Hasilnya disebut λ maksimal.
5. Menghitung Consistency Index (CI) dengan persamaan:
(𝜆𝑚𝑎𝑥−𝑛)
𝐶𝐼 = ……………….. (2.2)
𝑛−1

dengan n pada persamaan (2.2) adalah banyaknya elemen.


6. Menghitung rasio konsistensi atau consistency ratio (CR) dengan persamaan:
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = ……………………… (2.3)
𝐼𝑅

dengan CI pada persamaan (2.3) merupakan consistency index atau indeks


konsistensi dan IR index random consistency atau konsistensi acak indeks. Jika
CR ≤ 0,1 maka hasil perhitungan dapat dinyatakan benar.

2.6 Penelitian Terdahulu


Ada beberapa penelitian sejenis yang dijadikan acuan bagi peneliti untuk
melakukan penelitian ini, di antaranya adalah yang dilakukan oleh Wigati dkk., (2017)
dengan judul “Pengukuran Kinerja dengan Metode Supply Chain Operations Reference
(SCOR) (Studi Kasus PT. XYZ)”. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini untuk
memperbaiki kinerja rantai pasok karena meningkatnya jumlah customer complaint.
Penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja rantai pasok menggunakan SCOR, AHP,
dan TLS. Kemudian hasil pengukuran dinormalisasi menggunakan Snorm de Boer.
Pengukuran kinerja rantai pasok diperoleh plan 10.55; source 19.57; make 44.69;
deliver 4.82; dan return 11.19. Sehingga nilai tertinggi pada make, sedangkan nilai
terendah adalah deliver. Dari hasil perhitungan diperoleh kinerja perusahaan sebesar
90.82 artinya kinerja perusahaan masuk dalam kategori excellent.
Aini dkk., (2019) melakukan penelitian serupa dengan judul “Analisis Kinerja
Rantai Pasok dengan Supply Chain Operation Research dan Analytical Hierarchy
Process (Studi Kasus UMKM Tempo Susu Malang)”. Adapun tujuan dilakukan
penelitian ini untuk memperbaiki kinerja supply chain management dengan
meningkatkan kecepatan dalam memenuhi pesanan hingga pengiriman ke pelanggan,
karena kurangnya produktivitas pada UMKM Tempo Susu sehingga belum memadai
untuk melakukan ekspansi produk. Penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja rantai
pasok menggunakan SCOR dan AHP, kemudian hasil pengukuran dinormalisasi
menggunakan Snorm de Boer. Pengukuran kinerja rantai pasok diperoleh reliability
10.5; responsiveness 7.5; agility 7.71; cost 12.21; dan asset 20.63. Sehingga nilai
tertinggi pada asset, sedangkan nilai terendah adalah responsiveness. Dari hasil
perhitungan diperoleh kinerja perusahaan sebesar 58.55 artinya kinerja perusahaan
masuk dalam kategori average.
Umami dkk., (2015) membahas penelitian dengan judul “Analisis Kinerja
Supply Chain menggunakan Model SCOR (Studi Kasus pada Roti "SIP" Politeknik
Negeri Jember)”. Adapun tujuan dilakukan penelitian ini untuk memperbaiki kinerja
supply chain management dengan menyediakan produk yang sesuai tuntutan pasar dan
memenuhi kebutuhan pelanggan, karena pada Unit Usaha Roti “SIP” banyak terjadi
return produk. Penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja rantai pasok menggunakan
SCOR, OMAX, dan TLS. Pengukuran kinerja rantai pasok diperoleh plan 5.07; source
8.16; make 4.12; deliver 5.93; dan return 6.95. Sehingga nilai tertinggi pada source,
sedangkan nilai terendah adalah make. Dari hasil perhitungan diperoleh kinerja
perusahaan sebesar 5.08 artinya kinerja perusahaan masuk dalam kategori kuning yang
menunjukkan perusahaan belum mencapai performa yang diharapkan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, peneliti gunakan sebagai acuan
karena mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Adapun
persamaan antara penelitian terdahulu dengan yang dilakukan oleh penulis saat ini
adalah sama-sama menggunakan supply chain management dan analisis kinerja
perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka kontribusi yang diberikan
terhadap penelitian sekarang adalah sebagai bahan acuan untuk menganalisis kinerja
supply chain management pada suatu industri.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari
– Mei 2021 yang dilaksanakan di UMKM. KopiKepi Kelurahan Kembang Kecamatan
Bondowoso Kabupaten Bondowoso.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang
diberikan kepada pakar, software expert choice 11 yang digunakan untuk melakukan
pembobotan AHP, dan alat penunjang lainnya yang bersifat kondisional.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berdasarkan data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi, wawancara, dan
kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur.

3.3 Kerangka Pemikiran


Kerangka pemikiran adalah diagram yang menggambarkan secara garis besar
dari alur pemikiran sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.1
Adanya hambatan produksi Pengukuran dan evaluasi
Identifikasi permasalahan karena rendahnya kinerja supply chain
pada UMKM KopiKepi produktivitas dan bahan management pada UMKM
baku yang cacat KopiKepi

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran


Permasalahan utama pada UMKM KopiKepi adalah rendahnya produktivitas
dan adanya bahan baku yang cacat, namun hal ini dapat diperbaiki jika dilakukan
pengukuran kinerja manajemen rantai pasok untuk mengidentifikasi dan mengetahui
kebijakan terbaik pada struktur rantai pasok. Dalam penelitian ini dilakukan
pengamatan terhadap sistem rantai pasok pada UMKM. KopiKepi. Dilanjutkan
menganalisis kinerja perusahaan dengan cara pengumpulan data yang dilakukan
melalui observasi, wawancara, serta kuesioner. Kemudian merancang pengukuran
kinerja industri berdasarkan model SCOR 11.0. Selanjutnya dilakukan normalisasi
untuk menyamakan nilai hasil perhitungan metrik menggunakan Snorm de Boer dan
menggunakan AHP untuk menguraikan masalah multi faktor. Kemudian dilakukan
kesimpulan untuk mengetahui kinerja supply chain management dan upaya perbaikan
pada indikator yang memiliki nilai rendah.

3.4 Tahapan Penelitian

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Perumusan Masalah dan


Penentuan Tujuan

Pengumpulan Data

Pemetaan Rantai Pasok pada Model SCOR 11.0


(Level 1, Level 2, Level 3)

Normalisasi Metrik dengan


Snorm de Boer
Analisis Kinerja Supply Chain Management pada
UMKM. KopiKepi

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


Berikut merupakan rincian penjelasan untuk diagram alir penelitian yang
tercantum pada Gambar 3.2:
1. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi untuk membentuk gagasan awal
terhadap masalah yang akan diteliti. Informasi ini didapat dari hasil wawancara
secara langsung kepada UMKM KopiKepi.
2. Kemudian dilakukan studi pustaka untuk mengumpulkan teori-teori pendukung
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Studi pustaka yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi supply chain management, evaluasi
kinerja rantai pasok, Supply Chain Operation Reference, dan Analytical
Hierarchy Process.
3. Perumusan masalah dilakukan untuk menentukan permasalahan apa saja yang
perlu diselesaikan sehingga penelitian akan lebih terarah, sedangkan penentuan
tujuan penelitian dilakukan untuk menanggapi rumusan masalah. Perumusan
masalah dan penentuan tujuan penelitian didapat berdasarkan hasil observasi
dan hasil studi pustaka.
4. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Tahapan
ini dilakukan pengumpulan data utama kepada pakar yang menggambarkan
kondisi aktual di lapangan dengan cara observasi, wawancara, dan kuesioner.
5. Pengolahan data pertama yaitu mengklasifikasikan pemetaan rantai pasok yang
didapatkan dari pengumpulan data ke dalam SCOR model 11.0. Klasifikasi
dilakukan untuk menentukan metrik-metrik pada masing-masing level 1, level
2 dan level 3 berdasarkan aktivitas rantai pasok pada UMKM. KopiKepi.
6. Normalisasi metrik dilakukan ketika nilai hasil perhitungan metrik mempunyai
skala nilai yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan penyamaan skala nilai
tersebut menggunakan normalisasi Snorm de Boer. Normalisasi akan
menghasilkan nilai skor yang dikonversikan ke dalam konversi nilai tertentu
yaitu antara 0 sampai 100.
7. Selanjutnya dilakukan pembobotan dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Pengolahan data dengan menggunakan metode
AHP dilakukan untuk membantu proses perhitungan nilai skor dimana bobot
diberikan pada setiap proses serta masing-masing indikator yang ada.
8. Kemudian dilakukan perhitungan nilai keseluruhan dari kinerja supply chain
management UMKM KopiKepi untuk mengetahui nilai terendah dan
menganalisis perbaikan yang harus dilakukan.
9. Langkah terakhir yaitu menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan dan menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Serta
saran untuk memberikan masukan kepada peneliti yang akan melakukan
penelitian sejenis.

3.5 Pengumpulan Data


Pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan dari penelitian. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini
yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer dapat diperoleh peneliti secara langsung dengan melakukan
observasi, wawancara dan kuesioner. Berikut merupakan data primer yang
dilakukan:
1. Observasi dilakukan pada pekerja yang terlibat langsung dalam aktivitas
rantai pasok. Metode ini merupakan pengumpulan data dengan melihat,
mendengar, dan mengamati objek yang akan diteliti.
2. Wawancara dan diskusi merupakan metode pengumpulan data dengan
komunikasi lisan secara terstruktur kepada pakar yang memiliki informasi
terkait penelitian. Metode ini dilakukan melalui tanya jawab untuk
memperoleh data yang dibutuhkan.
3. Kuesioner merupakan metode pengumpulan data dengan memberikan
pertanyaan tertulis kepada pakar. Tujuan dari kuesioner adalah untuk
mengetahui data dan penilaian dari pakar.
Pengambilan data primer dilakukan kepada 3 (tiga) pakar, yaitu pemilik
industri, divisi pengolahan, dan divisi distribusi. Hal ini dikarenakan dalam rantai
pasok pengolahan kopi bubuk di UMKM KopiKepi, ketiga pakar tersebut
memahami aliran rantai pasok sehingga dapat memberikan informasi yang
menunjang data penelitian. Data yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian ini
adalah:
1) Pemilik Industri
Setiap kegiatan rantai pasok pada UMKM KopiKepi dipahami oleh pemilik
industri. Sehingga data yang dibutuhkan yaitu data struktur rantai pasok.
2) Divisi Produksi
Meliputi proses sortasi biji kopi atau green bean, penyangraian, dan
penggilingan. Sehingga data yang dibutuhkan yaitu data kualitas bahan baku, data
ketersediaan bahan baku, data pesanan, dan data produksi.
3) Divisi Distribusi
Meliputi proses pengepakan dan pengiriman barang. Sehingga data yang
dibutuhkan yaitu data stok produk, data pengiriman, dan data keluhan pelanggan.
Tabel 3.1 Pengumpulan data primer
Metode Pakar Data yang Lingkup
Dibutuhkan
Observasi Seluruh Aktivitas rantai Proses aliran barang mulai dari
pelaku di pasok pengadaan bahan baku, proses
UMKM produksi, dan pendistribusian
KopiKepi produk.
Wawancara Pemilik Aktivitas rantai Supply chain management
dan Diskusi Industri pasok pada UMKM KopiKepi
Kuesioner Pemilik Pengadaan 1. Tingkat ketepatan waktu
Industri bahan baku pengiriman bahan baku
oleh supplier.
2. Keseuaian jumlah unit
pengiriman bahan baku
dengan unit yang dipesan.
3. Kehandalan tenaga kerja
yang terkait dengan
proses.
Divisi Kualitas bahan 1. Akurasi perkiraan bahan
Produksi baku, baku.
ketersediaan 2. Persentase rata-rata
bahan baku, jumlah produk cacat yang
pesanan, dan dikembalikan ke supplier.
produksi 3. Kondisi dan kualitas
bahan baku.
4. Kesesuaian jumlah unit
bahan baku yang tersedia
dengan unit yang
dibutuhkan untuk
produksi.
Divisi Stok Produk, 1. Akurasi persediaan
Distribusi pengiriman, produk.
dan keluhan 2. Pengiriman produk tepat
pelanggan waktu.
3. Jumlah keluhan yang
disampaikan oleh
pelanggan
b. Data sekunder dapat diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data
sekunder diperoleh secara tidak langsung melalui kajian literatur seperti buku,
jurnal ilmiah, dan penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik penelitian. Dalam
penelitian ini, data sekunder yang digunakan didapat dari referensi berkaitan dalam
bidang Supply Chain Management (SCM), evaluasi kinerja, Supply Chain
Operation Reference (SCOR), dan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.6 Analisis Data


Dalam penelitian ini, setelah data-data telah terkumpul maka data tersebut di
analisis dengan menggunakan teknik pengolahan data. Analisis data digunakan untuk
menjawab tujuan dari penelitian. Berikut penjelasan secara rinci analisis data yang
digunakan dalam penelitian.
1. Pengukuran Kinerja dengan metode Supply Chain Operation Reference
(SCOR)
Rancangan pengukuran kinerja dibuat berdasarkan model SCOR dengan
mengidentifikasi metrik level 1 dengan komponen utama yaitu: plan, source, make,
deliver, dan return. Adapun penjelasan dari proses dalam SCOR menurut Supply
Chain Council (2012) adalah sebagai berikut:
a) Plan, merupakan rencana yang dibutuhkan untuk menyusun strategi terbaik
pada kegiatan rantai pasok agar terjadi keseimbangan permintaan dan
penawaran berdasarkan kesepakatan bisnis yang berlaku.
b) Source, merupakan proses pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi
permintaan konsumen.
c) Make, merupakan proses untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang
diinginkan pelanggan.
d) Deliver, merupakan proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang
maupun jasa.
e) Return, merupakan proses pengembalian atau menerima pengembalian
produk karena berbagai alasan.
Selanjutnya pada metrik level 2 untuk mengevaluasi kinerja tersebut SCOR
memiliki tingkatan metrik diantaranya: reliability, responsiveness, agility, cost, dan
asset. Adapun penjelasan dari metrik menurut Supply Chain Council (2012) adalah
sebagai berikut:
a) Reliability, merupakan kemampuan untuk melakukan tugas sesuai yang
diharapkan. Reliability berfokus pada prediksi hasil dari sebuah proses.
b) Responsiveness, merupakan kecepatan untuk melakukan tugas dan
kecepatan bagi rantai pasok untuk menyediakan produk kepada pelanggan.
c) Agility, merupakan kemampuan untuk merespon pengaruh eksternal,
kemampuan merespon perubahan pasar untuk mendapatkan atau
mempertahankan keunggulan kompetitif.
d) Cost, merupakan biaya operasi proses rantai pasok. Hal ini meliputi biaya
tenaga kerja, biaya material, biaya manajemen, biaya transportasi.
e) Asset, merupakan kemapuan untuk memanfaatkan aset. Hal ini meliputi
persediaan harian, penggunaan kapasitas.
Selanjutnya pada level 3 dilakukan identifikasi indikator kinerja yang
berpengaruh pada tiap proses supply chain management. Sehingga dari ketiga level
tersebut dibuat hierarki pemilihan indikator kinerja berdasarkan hasil kuesioner.
2. Normalisasi Metrik dengan Snorm de Boer
Setiap indikator memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran yang
juga berbeda. Pada penelitian ini penyamaan skala nilai dilakukan dengan cara
normalisasi. Perhitungan nilai normalisasi skor tiap metrik dilakukan dengan
menggunakan proses normalisasi Snorm de Boer. Proses ini dilakukan dengan
menggunakan persamaan 3.1 seperti berikut:
(𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛)
𝑆𝑛𝑜𝑟𝑚 (𝑠𝑘𝑜𝑟) = 𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛 𝑥 100………………………………..…(3.1)

Keterangan:
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator kinerja
Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator kinerja
Bobot dari indikator-indikator dikonversikan ke dalam konversi nilai tertentu
yaitu antara 0 sampai 100. Tabel 3.2 menunjukkan sistem monitoring indikator
kinerja.
Tabel 3.2 Sistem Monitoring Indikator Kinerja
Sistem Monitoring Indikator Kinerja
< 40 Poor
40 – 50 Marginal
50 – 70 Average
70 – 90 Good
> 90 Excellent
Sumber : Trienekens dan Hvolby (2000)
3. Pembobotan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pengolahan data dengan menggunakan metode AHP dilakukan untuk
membantu proses perhitungan nilai skor dimana bobot diberikan pada setiap proses
pada indikator yang ada. Tahapan pembobotan dengan kuisioner perbandingan
berpasangan dan software Expert Choice 11 untuk mendapat nilai akhir bobot.
Tahap awal yang dilakukan dalam pembobotan ini adalah membuat kuesioner
perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang diisi oleh pakar.
Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Perbandingan antar alternatif
dapat dibuat seperti pada tabel 3.3 dibawah ini.
Tabel 3.3 Matriks Perbandingan Berpasangan
C A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n
A2 a21 a22 … a2n
… … … … …
Am aml am2 … amn
Sumber: Saaty (1994)
Nilai numerik yang digunakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala
perbandingan 1 sampai 9. Adapun nilai skala perbandingan yang digunakan dalam
teknik AHP dapat dilihat pada Tabel 3.4 sebagai berikut:
Tabel 3.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada
elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen
yang lainnya
7 Elemen yang satu sangat jelas lebih penting daripada
elemen yang lainnya
9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada
elemen yang lainnya
2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara diantara dua nilai yang
berdekatan
Kebalikan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika
dibandingkan elemen j, maka j memiliki kebalikannya
ketika dibanding elemen i
Sumber: Saaty (1994)
Kemudian mengukur konsistensi dengan cara mengalikan setiap nilai pada
kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, kemudian jumlahkan setiap
barisnya. Lalu dijumlahkan setiap baris hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan
elemen prioritas relatif yang bersangkutan. Penjumlahan hasil bagi di atas dengan
banyaknya elemen yang ada disebut λmax.
Selanjutnya menguji konsistensi setiap matriks berpasangan dengan
menghitung CI (Consistency Index) melalui persamaan 3.2 berikut ini.
(𝜆𝑚𝑎𝑥−𝑛)
𝐶𝐼 = ……………………………………………………..….(3.2)
𝑛−1

Dimana n adalah jumlah kriteria.


Kemudian menghitung CR (Consistency Ratio) yang digunakan untuk
memperkirakan konsistensi dari perbandingan berpasangan. CR dihitung dengan
membagikan CI dengan nilai tabel dari RI (Random Index) seperti pada persamaan
3.3 berikut ini.
𝐶𝐼
𝐶𝑅 = ………………………………………………………………..(3.3)
𝑅𝐼

Dimana nilai RI berdasarkan perhitungan Saaty dapat dilihat dari Tabel 3.5
Tabel 3.5 Nilai Random Index (RI)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Sumber: Saaty (1994)
Jika CR tidak lebih dari 0,10 maka semakin baik nilainya dan menunjukkan
konsistensi matriks perbandingan tersebut.
4. Perhitungan Nilai Akhir Kinerja Supply Chain Management
Nilai akhir kinerja supply chain dilakukan dengan cara menghitung nilai
keseluruhan dari kinerja perusahaan yang didapat dari hasil perkalian normalisasi
(skor) dengan hasil pembobotan AHP (bobot). Kemudian mengidentifikasi nilai
terendah dari perusahaan untuk mengetahui perbaikan yang dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Q., Pratama, A. M. P., & Yasmin, F. D. 2019. Analisis Kinerja Rantai Pasok
dengan Supply Chain Operation Research dan Analytical Hierarchy Process
(Studi Kasus UMKM Tempo Susu Malang). Sebatik, 23(1), 20-27.
Assauri, S. 2011. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Arkeman, Y., dan Udin, F. 2010. Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk
Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran. Jurnal
manajemen dan organisasi.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2019. Hilirisasi Pengembangan Industri
Berbasis Kopi Skala Kecil di Kabupaten Bondowoso. Bondowoso: Pemerintah
Kabupaten Bondowoso
Cahyadi, Robby., dan Sekarsari, Jane. 2012. Penentuan Urutan Prioritas Kriteria dan
Subkriteria Dalam Pemilihan Pemasok Bangun Bertingkat. Konteks 6, (6).
Hadiguna, R.A. 2016. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri: Pendekatan
Berkelanjutan untuk Pengukuran Kinerja dan Penilaian Risiko. Padang: Andalas
University Press.
Hamni, Arinal. 2013. Potensi Pengembangan Teknologi Proses Produksi Kopi
Lampung. MECHANICAL, 4(1).
Hasrianti. 2017. Data Kandungan Gizi Bahan Pangan Pokok dan Penggantinya.
Makasar: Universitas Hassanudin.
Pradipta, A. Y., & Diana, A. 2017. Sistem Penunjang Keputusan Pemilihan Supplier
pada Apotek dengan Metode AHP dan SAW (Studi Kasus Apotek XYZ). Sisfotek,
3584, 107–114.
Pranoto, Y. A., Muslim, M. A., & Hasanah, N. 2013. Rancang Bangun dan Analisis
Decision Support System Menggunakan Metode Analythical Hierarchy Process
untuk Penilaian Kinerja Karyawan, Prosiding EECCIS, 7(1), 91-96.
Putri, C. F. 2012. Pemilihan Supplier Bahan Baku Pengemas Dengan Metode AHP
(Analytical Hierarchy Process). Widya Teknika, 20(1).
Rahadi, Dedi Rianto. 2012. Pengaruh Supply Chain Management Terhadap Kinerja
Operasional Perusahaan. Proceeding Seminar Sistem Produksi X.
Rismawati dan Mattalata. 2018. Evaluasi Kinerja. Makassar: Celebes Media Perkasa.
Saaty, L. T. 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With The
Analytic Hierarchy Process. Vol IV. USA
Soesanto, Loekas. 2020. Kompendium Penyakit-Penyakit Kopi. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.
Supply Chain Council. 2012. Supply Chain Operations Reference Model, United State
of America.
Susandi, Eris. 2019. Coffea Roasting. Jakarta Selatan: AgroMedia.
Trienekens, J. H., & Hvolby, H. H. 2000. Performance Measurement And
Improvement In Supply Chains. In Proceedings of the third CINET Conference;
CI 2000 From improvement to innovation: CINET Conference: CI 2000 From
Improvement to innovation, Aalborg, September 18-19, 2000 (pp. 399-409).
Umami, M. R., Iskandar, R., & Suryadi, U. 2015. ANALISIS KINERJA SUPPLY
CHAIN MENGGUNAKAN MODEL SCOR (Studi Kasus pada Roti" SIP"
Politeknik Negeri Jember). Jurnal Ilmiah Inovasi, 15(3).
Wigaringtyas, L. 2013. Pengukuran Kinerja Supply Chain Management dengan
Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR) (Studi Kasus: UKM
Batik Skar Arum, Pajang, Surakarta). Thesis. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Wigati, D. T., Khoirani, A. B., Alsana, S., & Utama, D. R. 2017. Pengukuran Kinerja
Supply Chain dengan Menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Berbasis Analytical Hierarchy Process (AHP). Journal Industrial
Servicess, 3(1a).

Anda mungkin juga menyukai