Anda di halaman 1dari 28

QA’QA BIN AMR

(KOMANDAN YANG SETARA 1000 PASUKAN)

A. BIOGRAFI SINGKAT QA’QA BIN AMR


1. Nama dan Kehebatan
Ia adalah Qa’qa bin Amr at-Taimi. Sebutan Taimi dari ia bersal dari bani
Taimi. Ia adalah seorang penyair Arab sebagaimana kalangan Arab pada
umumnya. Qa’qa adalah seorang yang mahir berkuda di kalangan Arab dan
menjadi pemimpin pasukan berkuda di kalangannya. Ia adalah seorang pemberani
dan kuat dalam bertanding perang sehingga ia ditakuti oleh siapa saja yang
menantangnya. Karena kepahlawanan dan keberaniannya tersebut, ia dikenal
sebagai salah satu pahlawan orang Arab, baik di masa jahiliyah maupun masa
Islam.
Kemahirannya dalam bersyair dan berkuda sempat dinyatakan oleh Nabi
saw dalam sebuah kesempatan ketika menjelang peperangan berlangsung sebagai
bekal peperangannya. Qa’qa mengatakan, Rasulullah saw pernah bertanya kepada
saya,“ Apa yang telah kamu siapkan untuk berjihad?” “Taat kepada Allah dan
Rasul-Nya serta seekor kuda,” jawab saya. “Itu merupakan persiapan yang paling
maksimal,” kata beliau.
Selama mengikuti perang, Qa’qa diserahi satu pasukan khusus untuk
memimpin pasukan berkuda sebagaimana keahliannya. Ia mengomandoi beberapa
ribu pasukan dan sering diposisikan sebagai pasukan bantuan atau pasukan
tambahan untuk membantu komandan pasukan tertinggi pasukan. Di antaranya
yang sering adalah bantuan pasukan Khalid dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Sebagai
pasukan tambahan dan pasukan bantuan, Qa’qa memiliki peran besar dalam
membantu dan menaikkan semangat juang pasukan kaum muslimin. Keberanian
dan keahliannya dalam berperang menjadikan sosok Qa’qa sering tampil sebagai
pahlawan kemenangan dan berhasil membunuh beberapa komandan pasukan
musuh. Bersama saudara kandungnya, Ashim bin Amr, kedua saudara ini
memainkan peran penting dalam peperangan besar kaum muslimin.
Sebagai komandan pasukan, Qa’qa sering tampil sebagai pahlawan yang
gagah berani dan berhasil membunuh banyak musuh dalam peperangan sehingga
meningkatkan semangat pasukannya. Ia juga seorang ahli strategi perang yang
baik di antara ahli strategi perang komandan pasukan kaum muslimin lainnya.
Bahkan, ia adalah seorang orator terbaik yang mampu membangkitkan semangat
jihad dengan suaranya yang keras, lantang dan tegas atau jelas. Hal ini diakui oleh
Abu Bakar, di mana ia pernah mengatakan, “Orasi Qa’qa’ di hadapan para prajurit
lebih baik dari 1000 prajurit”. Dalam riwayat lain, “Seorang Qa’qa berbanding
dengan 1.000 pasukan.”
Dalam peristiwa lain, Abu Bakar mempercayakan Qa’qa sebagai bala
bantuan yang datang untuk membantu dan memenangkan pertempuran saat
sahabat lainnya dipandang belum mampu melakukannya. Ketika itu, Khalid bin
Wahid pernah meminta bala bantuan kepada Abu Bakar saat mengepung kota Al-
Hirah. Kemudian Abu Bakar mengutus Qa’qa’ bin Amr sambil berkata, “Tidak
ada satu pasukan musuh pun yang akan mengalahkan orang seperti dia.”
Qa’qa ditugaskan untuk menjaga kota Kufah, Irak setelah ikut
membebaskannya bersama Khalid bin Walid. Ketika perang Yarmuk dan
Qadisiyah, ia ditugaskan sebagai pasukan bantuan untuk membantu pasukan kaum
muslimin dalam penakhlukan negeri Syam. Dalam perang-perang yang
dijalaninya tersebut, Ia pun berhasil membantu pasukan kaum muslimin dalam
membebaskan kota Damaskus, Mesir di bawah komandan Amr bin Ash, dan
sebagian besar wilayah Persia.
Qa’qa ikut dalam berbagai pertempuran penting dan besar bersama pasukan
kaum muslimin dan komandan perang hebat lainnya. Dalam perang Yarmuk
misalnya, Khalid bin Walid menyuruh Qa’qa’ dan Ikrimah untuk mengobarkan api
perang untuk memulai pertempuran. Maka pasukan berkuda pimpinan Qa’qa pun
langsung memulai dan menyerbu pasukan Romawi. Di sana Qa’qa berperan
penting dalam menjalankan strategi Khalid untuk menakut-nakuti tentara Persia
dan melemahkan pasukannya. Kita akan ulas pada pembahasan selanjutnya.
Dalam penakhlukan Mesir oleh komandan perang Amr Bin Ash, pasukan
pimpinannya tersebut masih dirasa kurang. Ketika itu Amr bin Ash meminta
tambahan pasukan sebagai pasukan bantuan, maka Umar bin Khattab mengutus
beberapa prajurit dan Qa’qa bersama pasukan tersebut. Pasukan Amr bin Ash dan
Qa’qa pun berhasil membebaskan Mesir setelah sebelumnya terjadi pertempuran
dengan pasukan Mesir dengan dibantu komandan Romawi, Artabun. Qa’qa pun
ikut andil dalam peperangan tersebut dan dalam pembebasan Mesir dari
kekuasaan Romawi.
Begitu juga dalam perang Qadisiyah, peran Qa’qa dan saudaranya Ashim
sangat besar dalam menumbangkan pasukan-pasukan bergajah Persia. Dalam
perang tersebut, iring-iringan gajah Persia mengganggu berkuda kaum muslimin.
Kuda yang ditunggangi lari karena takut dengan gajah. Qa’qa’ menyusun taktik
untuk menghadapinya. Ia mendatangkan beberapa ekor onta dan menghiasinya
dengan kain wool tebal dan kulit, lalu dipasang berguk, sehingga satu ekor onta
dapat menutupi satu prajurit dan seekor kuda. Onta yang dihiasi itu mirip dengan
gajah. Prajurit yang menunggangi onta itu meloncat ke pasukan berkuda musuh,
lalu membunuhnya. Kuda yang ditunggangi musuh takut terhadap onta yang
dihiasi tersebut. Pasukan muslim yang lain juga mengikuti taktik yang digunakan
Qa’qa’ dan akhirnya taktik inilah yang juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan pasukan kaum muslimin meraih kemenangan dalam pertempuran
ini.
Dalam peperangan ini pula, Qa’qa berhasil membunuh Rustam, panglima
besar tentara Persia. Setiap kali pasukan kaum muslimin memenangi peperangan,
komandan pasukan selalu mengirimkan kabar kepada Khalifah tentang
kemenangan tersebut. Termasuk ketika pasukan kaum muslimin memenangi
pertempuran Qadisyiah ini, maka Sa’ad bin Abi Waqash pun mengirimkannya dan
mendapat balasan dari Khalifah Umar. Dalam surat itu, Umar bertanya, “Siapa
pasukan berkuda yang paling hebat dalam perang Qadisiyah?” Sa’ad membalas
surat tersebut dan berkata, “Aku tidak melihat prajurit yang sehebat Qa’qa’ bin
Amr. Dalam satu hari, ia menyerang musuh sebanyak tiga puluh kali. Dalam
setiap serangan, ia berhasil membunuh satu prajurit musuh.”
Qa’qa sudah berkali-kali berhadapan perang dengan pasukan Persia maupun
pasukan Romawi. Dalam sebuah peperangan misalnya, ia berhasil merampas
pedang milik Raja Romawi, Herculee dan perisai Raja Persia, Bahram serta
pedang milik Na’mam. Dalam berbagi kesempatan, ia seringkali memakai pedang
milik Herculee dan perisai milik Kisra sebagai perhiasan.
Dalam pembebasan Al-Madain, ibu kota kerajaan Persia, Sa’ad bin Abi
Waqqash berdo’a memohon keselamatan dan pertolongan dari Allah agar pasukan
kaum muslimin selamat dan memenangi pertempuran. Sa’ad merupakan salah
satu sahabat Nabi saw yang memiliki keistimewaan, yaitu doanya makbul. Dan
Allah pun mengabulkan doa Sa’ad ini dalam peperangan perebutan ibu kota
Persia ini dengan tidak adanya perlawanan dari musuh yang berati. Maka dalam
perebutan kota ini, tidak ada pasukan muslim pun gugur. Hanya ada satu pasukan
yang terjatuh dari kuda tunggangannya, yaitu Qa’qa’ bin Amr.
Qa’qa adalah salah satu sahabat pemberani yang karakternya perangnya
hampir sama dengan Khalid bin Walid. Ia gagah berani dan terampil berperang,
sehingga tidak jarang ia ditugaskan oleh komandan pasukan tertinggi untuk
memulai serangan terlebih dahulu atau ditugaskan pada barisan depan pasukan.
Seperti yang terjadi dalam pertempuran Jahula, Sa’ad bin Abi Waqqash
menugaskan Qa’qa’ di garis depan pasukan atas instruksi dari khalifah Umar bin
Khathab.
Peran penting Qa’qa juga terlihat dalam perang Nahrawand. Dalam
pertempuran ini, pasukan Persia berhasil mengepung pasukan garis belakang
kaum muslimin. Saat itu, Nu’mam bin Muqrin menyuruh Qa’qa’ untuk
menerapkasn strategi bersama dan berhasil diterapkan Qa’qa’ dengan cermat. Ia
memanah pasukan Persia, lalu mundur ke belakang. Pasukan Persia mengejarnya,
lalu ia mundur. Pasukan Persia terus mengejarnya. Ia menampakkan bahwa
dirinya lari karena kejaran mereka sampai akhirnya seluruh pasukan Persia turut
mengejarnya. Setelah itu, baru pasukan kaum muslimin menyerang mereka.
Pada akhir perang Nahrawand, Qa’qa’ melihat Fairuzan, panglima Pasukan
Persia yang sedang melarikan diri ke puncak bukit. Qa’qa’ membuntutinya dari
belakang. Karena jalan di bukit sulit dilalui, Fairuzan turun dari hewan
tunggangannya. Qa’qa’ pun turun dari tunggangannya dan mengejar Fairuzan
hingga akhirnya ia berhasil membunuhnya.
Itulah sekilas gambaran Qa’qa dan perjuangannya dalam membela Islam
bersama pasukan kaum muslimin lainnya. Ia adalah sahabat pemberani dan
pahlawan yang ditakuti dari sejak sebelum Islam, pada masa Nabi saw, dan pada
masa khalifah. Ia bahkan hidup dan mengabdi kepada keempat khalifah yang
ditunjuk secara resmi oleh kaum muslimin. Ia adalah salah satu sahabat yang bisa
mengabdikan dirinya kepada khalafurrasyidin ketika para komandan pasukan
lainnya sudah terlebih dahulu dipanggil oleh Allah.

2. Islam dan Pengabdiannya


Qa’qa adalah seorang ksatria ulung yang ditakuti oleh banyak orang di
jazirah Arab, bahkan oleh para penyamun sekalipun. Begitu mendengar namanya
disebut, para penyamun dari suku-suku Badui di kawasan Jazirah Arab langsung
lari tunggang-langgang melarikan diri. Karena ia pandai dalam bermain pedang
sambil menunggang kuda sehingga tiada satu pun yang bisa lolos dari
sergapannya.
Qa’qa memang dikenal di kalangan kaumnya sebagai kesatria yang hebat.
Keahliannya dalam memainkan pedang dan seni perang serta keahliannya berkuda
tak ada yang meragukan kemampuannya ini. Inilah keahlian yang menjadi
kebanggaan setiap pria di Jazirah Arab. Keahliannyalah yang mengantarkan
dirinya menempati posisi terhormat di kalangan kaumnya dan suku-suku lain.
Bahkan, ketika masuk Islam, kelak ia menjadi salah satu ksatria hebat yang kerap
kali menentukan dan berperan penting dalam setiap kemenangan peperangan yang
diikutinya.
Kisah keislamannya bermula pada tahun 9 Hijriyah, ketika suku-suku Arab
banyak yang berbodong-bondong mendatangi Nabi saw di Madinah untuk
berbaiat kepadanya. Termasuk di dalamnya adalah kalangan dari suku Tamim.
Sebagai seorang ksatria dan terpandang di kalangan kaumnya, Qa’qa pun tidak
melewatkan kesempatan tersebut. Sebagai seorang kstaria terpandang, Qa’qa juga
adalah seorang yang ahli dalam bidang syair. Syair adalaha salah satu seni yang
banyak digemari oleh orang-orang Arab dan menjadi kebanggaan bagi suku-suku
di sana. Tokoh-tokoh Arab yang kemudian menjadi tokoh penting dalam Islam
macam Khalid, Amr, Umar dan lainnya adalah orang-orang yang pandai dan
senang dengan syair.
Qa’qa tahu bahwa Nabi saw membawa wahyu berupa al-Qur’an yang di
dalamnya mengandung nilai syair yang sangat tinggi dan tak tertandingi. Bagi
orang-orang yang suka dengan syair, ayat-ayat al-Qur’an sudah cukup membuat
mereka terpukau dengan keindahannya. Mendengar lantunan ayat-ayat al-Qur’an
membuat Qa’qa seolah mendapat pengalaman baru dan menyejukkan hatinya.
Ayat-ayat al-Qur’an yang dilantunkan membuat Qa’qa tertegun kagum dan
langsung jatuh hati. Inilah awal pengalaman spiritual dari seorang kesatria yang
hebat itu.
Maka ketika rombongan dari kaumnya suku Tamim ingin menjumpai dan
bertatap muka dengan Nabi saw, ia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan
tersebut. Ia pun langsung bertatapan dengan beliau saw, dan terlihatlah jelas di
mata Qa’qa pancaran wajah dan cahaya kerasulan nabi saw. Maka hatinya pun
tidak ragu lagi dengan risalah kerasulan nabi sehingga ia menerima hidayah itu
tanpa ragu. Saat itulah tanpa ragu Qa'qa' berikrar dan bersyahadat di depan
Rasulullah saw. Sekembalinya dari Madinah, Qa'qa' bersama keluarga dan
kaumnya memeluk Islam.
Sebagaimana sahabat yang sudah masuk Islam, maka mereka pun ingin
mengabdikan dirinya kepada Allah dan rasulnya, sehingga mereka ingin hidup di
samping beliau. Hal ini juga dialami oleh Qa’qa, namun sayang ia tak sempat
untuk ikut serta dalam menunaikan ibadah haji wada’ karena harus merawat
ibunya yang menderita sakit. Namun begitu, hatinya selalu diliputi kerinduan
yang mendalam untuk belajar dan mengabdi kepada Rasulullah saw di Madinah.
Sejak berada di Madinah, Qa'qa' tak pernah absen untuk menghadiri majelis
Rasulullah saw. Ia sadar dirinya memeluk Islam dengan sangat terlambat, karena
baru masuk tahun 9 Hijriyah di mana peperangan yang diikuti oleh rasulullah saw
sudah banyak terjadi.
Qa’qa terkenal dengan keahliannya dalam berperang. Karena itu, Nabi saw
menugaskannya untuk melatih militer kaum muslimin di luar kota Madinah.
Kelak, pasukan yang dilatih oleh Qa’qa ini menjelma menjadi satu kesatuan
pasukan tangguh yang menjadi pasukan bantuan atau pasukan tambahan dalam
hampir setiap pertempuran dengan pasukan Persia maupun Romawi. Sampai
ketika Nabi saw wafat, Qa’qa belum terlalu banyak menemaninya dan pasukan
yang dilatihnya belum banyak memainkan perannan. Bahkan, ketika nabi saw
wafat, ia adalah salah satu sahabat yang mengalami kesedihan yang sangat
mendalam.
Akan tetapi, pasukan yang dilatihnya di luar Madinah tersebut memainkan
peanan yang sangat penting ketika pada masa khulafaurrasyidin. Di mana Qa’qa
dan pasukannya kerap membantu pasukan utama yang dipimpin oleh Khalid bin
Walid, Amr bin Ash, Abu Ubaidah dan komandan tinggi pasukan lainnya. Dalam
setiap pertempuran, ia berkali-kali berhadapan dengan pasukan Persia dan
Romawi serta selalu memenangkannya. Meski musuh menggunakan beragam
taktik peperangan dan dengan jumlah pasukan yang berkali-kali lipat banyaknya.
Bahkan, Qa’qa banyak membunuh para komandan pasukan Persia dan Romawi
serta ikut dalam penakhlukan wilayah-wilayah Syam dan Mesir.
Pengabdian Qa’qa setelah wafatnya Nabi saw adalah pada pemerintahan
Abu Bakar. Di masa pemerintahan Abu Bakar, Qa'qa' tampil cemerlang di
berbagai medan jihad. Hingga akhirnya Qa'qa' menjadi satu-satunya orang yang
dikirim oleh khalifah Abu Bakar sebagai bala bantuan kepada Khalid yang tengah
menghadapi kesulitan, karena sebagian besar pasukannya memilih untuk
beristirahat daripada berperang melawan Persia. Di sinilah ketangkasan Qa'qa
benar-benar teruji seperti yang dikatakan oleh khalifah Abu Bakar, “Seorang qaqa
berbanding dengan 1.000 pasukan.” Kaum Muslimin pun meraih kemenangan
gemilang dan berhasil menguasai kawasan Hirah di Iraq.
Nama Qa'qa' bin Amr semakin menjadi perbincangan di kalangan kaum
Muslimin setelah dirinya membuat gentar pasukan Romawi dalam Perang Yarmuk
di Syam. Bersama Ikrimah bin Abu Jahal, Qa'qa berhasil membakar semangat
kaum Muslimin dalam menghadapi pasukan Romawi, hingga akhirnya meraih
kemenangan. Kemenangan yang tercatat dalam sejarah Islam sebagai tonggak
yang membuka gerbang bagi penaklukan-penaklukan Muslimin di luar Jazirah
Arab.
Ketika Abu Bakar wafat pada tahun 13 H, maka Umar terpilih menjadi
khalifah. Kematian Abu Bakar tepat ketika tengah berkecamuk perang Yarmuk,
maka usai peperangan tersebut, kaum muslimin justru diliputi kesedihan meski
tengah mengalami kemenangan melawan pasukan Romawi. Umar yang
menggantikan Abu Bakar pun meneruskan penakhlukan negeri Persia
sebagaimana yang direncanakan oleh Abu Bakar. Penakhlukan Mada’in, ibu kota
kerajaan Persia dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash. Dalam misi ini, Umar
kemudian memanggil Qa’qa untuk bergerak membantu Sa’ad padahal ia sedang
berperang melawan tentara Romawi di Syam bersama Abu Ubaidah, Amr dan
Khalid.
Perang penting yang diperagakan Qa’qa dan saudaranya Ashim adalah
ketika terjadi perang Qadisyiah. Sebuah peperangan penting melawan pasukan
Persia yang kelak menjadi pintu masuk bagi penakhlukan benteng Madain, kota
sekaligus ibu kota Persia. Pada peperangan ini, pasukan kaum muslimin terlibat
pertempuran sangat sengit. Qa'qa yang baru tiba di medan Qadisiyah ini, langsung
menggebrak hingga membuat nyali Persia menjadi ciut. Sa’ad bin Abu Waqqash
yang tengah menderita sakit dan hanya bisa mengatur pertempuran di sebuah
tenda besar, segera memberi perintah kepada Qa'qa dan Ashim untuk menangani
gajah putih yang selalu membuat kekacauan di barisan kaum Muslimin.
Qa’qa dan saudaranya tersebut pun dengan cerdik menombak kedua mata
gajah tersebut hingga lari dan mengobrak-abrik pasukan gajah lainnya. Inilah awal
kemenangan pasukan kaum muslimin atas Persia, di mana Qa’qa dan saudaranya
memainkan peranan yang sangat penting. Qa'qa' kemudian bergerak ke benteng
Jalaula yang merupakan gerbang Madain. Di medan Jalaula ini, Qa'qa kembali
memperlihatkan taringnya sebagai ahli perang. Dia dan pasukannya dari suku
Tamim kembali mendobrak musuh hingga membuat Persia terkesima dengan
kehebatannya.
Akhirnya dengan jatuhnya benteng jalaula ini, secara praktis membuat kaum
Muslimin dengan mudah menaklukkan kota Istana Putih ini yang merupakan
tempat singgasana Raja Persia. Dengan begitu, secara otomatis negeri yang kaya
raya ini jatuh ke tangan kaum Muslimin. Qa'qa memang kesatria tanpa tanding.
Berkat kecerdasan dan ketulusannya terhadap agama, membuat dirinya semakin
mantap dan sempurna. Itulah mengapa khalifah Utsman bin Affan mengangkatnya
sebagai seorang gubernur di Armenia. Ketegasannya sebagai pemimpin menjadi
modal utamanya untuk berlaku adil dalam menghadapi berbagai masalah yang
terjadi di masyarakatnya.
Usai khalifah Ustman wafat, Qa'qa pun tetap setia mengabdi kepada
khalifah yang dibaiat kaum Muslimin. Itulah mengapa ia begitu setia menjadi
pendamping Ali bin Abu Thalib dan terus mengawal kekhalifahan yang sah yang
dibaiat kaum Muslimin. Bahkan, ia ikut dalam perang Shifin dan berperan penting
dalam dialog yang terjadi antara keduanya. Ketika kekhalifahan Ali berakhir dan
berganti ke tangan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Qa’qa memutuskan untuk
mengundurkan diri dan berpindah ke Mesir hingga ia wafat pada tahun 40 H.
Qa’qa adalah potret Muslim yang sejati yang mengedepankan keberanian,
kejujuran, dan ketulusan serta kesetiaannya kepada Islam, dan para pemimpin
khulafaurrasyidin. Dialah orang yang sangat rajin untuk mengasah kemampuan
dirinya sehingga dia menjadi orang yang hebat di lapangan. Mungkin Qa'qa tidak
dikenal sebagai ahli ilmu dan ahli al-Qur’an, tetapi Qa'qa benar-benar hadir
sebagai orang yang mempunyai keistimewaan di mana orang lain susah mencari
keistimewaan itu. Seperti halnya Khalid bin Walid, seorang ahli perang dan
dijuluki oleh Nabi sebagai pedang Allah, ia adalah seorang kestaria yang tidak
memiliki waktu untuk mempelajari al-Qur’an. Seluruh waktu hidupnya
dihasbiskan di medan perang dan meraih seluruh kemenangan.
Mereka adalah sosok mujahid luar biasa, yang berkhidmad dalam amalan
utama tersebut sehingga tidak ada waktu untuk mempelajari al-Qur’an. Mereka
adalah orang-orang yang sangat mengamalkan alQur’an sampai akhir hayatnya
meski tidak ahli dalam ilmu dan al-Qur’an.

B. QA’QA DALAM PERANG DZATUS SALASIL


Dzatus Salasil adalah perang yang terjadi di selat Dzatus Salasil atau
terkenal dengan nama selat penduduk Sindi atau Hindia. Selat ini merupakan
pertahanan bangsa Persia yang paling kuat. Tempat ini dikuasai oleh Persia
dengan gubernur yang sering memerangi penduduk Arab di daratan dan
memerangi penduduk Hindia di lautan. Gubernur tersebut terkenal dengan sebutan
raja Hurmuz. Peperangan ini sejatinya adalah perang kaum muslimin dengan
tentara Persia di mana panglima tentara tertinggi berada di tangan Khalid bin
Walid. Namun, di dalam barisan pasukan tersebut, ada Qa’qa bin Amr yang
memimpin salah satu pasukan bagian dalam pasukan Khalid. Maka kita akan lihat
bagaimana peran penting Qa’qa dalam membantu Khalid mengalahkan pasukan
Persia ini.
Sebelum memulai peperangan, Khalid menulis surat dakwah kepada para
gubernur Persia, salah satunya adalah kepada Hurmuz tersebut. Khalid menulis
surat kepadanya menerangkan maksud kedatangannya. Hurmuz langsung
mengirim surat Khalid kepada Syira bin Kisra dan Ardisyir bin Syira, yaitu raja
tertinggi Kerajaan Persia di Madain. Surat Khalid tampaknya membuat mereka
sebagai salah satu kerajaan besar selain Ramowi merasa sebagai sebuah
tantangan. Karenanya, raja Kisra memerintahkan Hurmuz untuk segera
mengumpulkan pasukan sebanyak-banyaknya dan mulai bergerak menuju
Kazhimah. Sebuah negeri yang berada di tepi laut di jalan antara Bashrah dan
Bahrain.
Apa bunyi surat Khalid yang membuat para petinggi Kisra ini seperti
kebakaran jenggotnya? Hisyam bin al-Kalbi meriwayatkan dari Abu Mukhnif dari
Mujalid, dari as-Sya'bi ia berkata, "Anak keturunan Buqailah membacakan
padaku surat Khalid kepada penduduk Madain yang berbunyi,
“Dari Khalid kepada para petinggi negeri Persia. Keselamatanlah bagi
orang yang mau mengikuti petunjuk.
Amma ba 'du,
Segala puji bagi Allah yang telah menghancurkan kalian, mencabut
kekuasaan kalian dan menghinakan tipu daya kalian, sesungguhnya yang
mengerjakan shalat seperi shalat kami, menghadap kiblat kami dan memakan
sembelihan kami, maka dia telah dianggap sebagai seorang muslim, yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti kami.
Jika sampai kepada kalian suratku ini maka segera kirimkan kepadaku
upeti, kalian akan menjadi ahlu dzimmah dibawah perlindungan kami. Jika tidak,
maka demi Allah yang Tiada Ilaah yang Haq disembah selain diriNya, aku pasti
akan mengirim kepada kalian suatu kaum yang lebih mencintai kematian
daripada kecintaan kalian kepada kehidupan.”
Menurut riwayat tersebut, ketika mereka membaca surat ini mereka benar-
benar merasa takjub.
Setelah membaca surat tersebut, mereka pun menyusun kekuatannya untuk
menyambut kedatangan tentara kaum muslimin yang dipimpin oleh Khalid bn
Walid. Pasukan dibagi ke dalam tiga pasukan. Formasi pasukan sayap kiri
dipimpin oleh Qubaadz dan sayap kanan dipimpin oleh Anu Syajaan. Keduanya
adalah merupakan keluarga istana. Sedangkan sayap tengah dipimpin oleh
Hurmuz selaku sebagai pimpinan tertinggi pasukan. Dalam pengerahan pasukan
ini, pasukan Persia seluruhnya diikat dengan rantai panjang agar tidak ada dari
mereka satu pun yang melarikan diri.
Artinya, pasukan Persia menghadapi pasukan kaum muslimin dengan modal
siap mati atau mati-matian. Dengan mengikat tentaranya dengan rantai, mereka
akan mati-matian menghadapi pasukan kaum muslimin. Tidak ada pilihan bagi
para tentara Persia ini selain menang atau mati. Bila mereka mengalami
kemenangan, maka ini akan menjadi modal berharga untuk memompa semangat
pasukannya. Namun risikonya, bila semangat juangnya menurun dan terdesak
kalah, pasukan yang dirantai ini pun akan mudah dijatuhkan.
Sementara, komando pasukan tertinggi berada di tangan seorang yang
terkenal kejam, bengis dan kufur. Meski demikian, Hurmuz ini dianggap sebagai
bangsawan yang mulia di kalangan kerajaan Persia. Buktinya, ia membawa
sebuah topi perang senilai 100.000 dinar. Dalam tradisi Persia, semakin tinggi
derajat kebangsawanan seseorang maka akan semakin banyak atribut perhiasan
yang dikenakannya.
Sementara Khalid membawa tentara kaum muslimin sebanyak 18.000
pasukan. Ia menempatkan pasukannya tepat menghadap arah musuh. Namun
sayangnya mereka tidak memiliki tempat air, akhirnya para tentaranya mengeluh
dan melaporkan kepada Khalid. Khalid berkata, "Usirlah mereka hingga kalian
bisa mendapatkan air, sebab Allah hanya akan memberikan air kelak terhadap
salah satu dari dua pasukan yang paling tahan dan paling sabar." Ketika kaum
muslimin mulai menyiapkan tempat, sementara mereka masih di atas kuda-kuda,
tiba-tiba Allah mengirim awan tebal dan hujan yang lebat hingga akhirnya mereka
memiliki persediaan air yang banyak. Dengan demikian tentara Islam menjadi
semakin kuat dan mereka begitu bergembira.
Ketika kedua pasukan saling berhadapan dan akan berperang, Hurmuz turun
dari kudanya mengajak perang tanding. Sebelum melakukan perang tanding,
Hurmuz sudah menyiapkan siasat untuk membunuh Khalid. Sebab menurut
Hurmuz, untuk mengalahkan pasukan kaum muslimin, maka ia harus membunuh
panglimanya yaitu Khalid. Maka ia menyusun siasat terhadap pasukan khususnya
untuk segera menyerang Khalid dan membantunya dalam duel tanding begitu
mereka mulai melakukan perang tanding.
Begitu duel tanding dimulai, maka Khalid berhasil mencekik leher Hurmuz
dan membuat marah Hurmuz namun kemarahannya tidak bisa mencelakakan
Khalid. Melihat Hurmuz marah maka mucul tindakan dari pasukannya sekaligus
sebagai tanda untuk membantunya mengalahkan Khalid. Maka sejumlah pasukan
khusus Persia mendatangi dan mencoba untuk mengepung Khalid. Melihat
tindakan pasukan Persia tersebut, munculllah kesiagaan dan kecekatan dari Qa’qa
bin Amr. Inilah salah satu peran penting Qa’qa dalam perang Dzatus Salasil dalam
perang membantu pasukan Khalid mengalahkan pasukan Persia.
Qa’qa dengan sigap memacu kudanya sendiri tanpa menunggu komando
untuk segera menolong Khalid menghadapi tipu muslihat tentara Hurmuz dalam
perang tanding tersebut. Dengan gagah berani dan kuat, Qa’qa menyerang
pasukan Hurmuz yang hendak membantu komandannya dan mengalahkan Khalid.
Qa’qa seorang diri mengahdapi pasukan Persia, mengobrak-abrik dan membuat
pasukan tersebut akhirnya lari tunggang-langgang.
Selang beberapa saat kemudian, pecahlah peperangan tersebut. Pasukan
kaum muslimin berperang dengan semangat jihad yang tinggi dan tak tertandingi.
Begitu juga dengan Khalid bin Walid dan Qa’qa bin Amr sebagai seorang ksatria
Arab yang berperang dengan tak terkalahkan. Peran Qa’qa juga sangat terlihat
dengan pasukannya karena keberanian dan kekuatannya dalam mengalahkan
pasukan musuh sehingga membangkitkan semangat jihad pasukannya. Sampai
akhirnya kemenangan datang kepada pasukan kaum muslimin.
Pasukan musuh kalah tercerai berai, kaum mulimin terus mengejar pasukan
musuh yang lari hingga malam hari, akhirnya pasukan kaum muslimin berhasil
mengusai seluruh bekal dan senjata mereka. Ketika dikumpulkan banyaknya
sepenuh pikulan 1000 unta. Peperangan ini disebut dengan perang Dzatus Salaasil
disebabkan banyaknya personil tentara Hurmuz yang terikat dengan rantai.
Dalam perang ini, komandan sayap yang masih menjadi keluarga istana
yaitu Qubadz dan Anu Syazan berhasil melarikan diri. Ketika pasukan yang
mengejar musuh kembali, Khalid segera memerintahkan pasukannya untuk
kembali dengan membawa harta rampasan perang yang sangat banyak hingga
mereka akhirnya berhenti sejenak di dekat jembatan besar kota Bashrah sekarang.
Khalid mengirim seperlima dari harta tersebut kepada Abu Bakar sambil
mengirim berita kemenangan yang dibawa oleh Zirr bin Kulaib. Dalam perang ini,
diperoleh juga topi Hurmuz yang ternyata seharga 100.000 dinar dan terbuat dari
intan permata.
Setelah memenangkan perang ini, Khalid kemudian komandan-
komandannya termasuk Qa’qa untuk mengepung benteng-benteng yang ada di
sekitarnya. Hingga akhirnya mereka berhasil menaklukan seluruhnya, baik secara
paksa ataupun dengan jalan damai. Dari sana Khalid kembali mendapatkan harta
yang sangat banyak. Dalam penakhlukan ini, Khalid dan pasukannya sama sekali
tidak mengganggu para petani karena mereka tidak ikut berperang melawan kaum
muslimin dan tidak pula menganggu anak istri mereka. Sebab yang diperanginya
hanyalah pasukan Persia saja. Inilah salah satu akhlak luhur dari ajaran paling
agung yang ditunjukkan oleh kaum muslimin terhadap manusia.
C. QA’QA DALAM PERANG MELAWAN ORANG AJAM
Perang melawan orang-orang Ajam adalah perang berkelanjutan ketika
pasukan kaum muslimin pimpinan Khalid diperintahkan Abu Bakar untuk
menakhlukkan wilayah Iraq. Di sana, Khalid dan pasukannya yang termasuk di
dalamnya Qa’qa dan Ashim bin Amr, berperang membebaskan wilayah Iraq dari
kungkungan Persia. Perang melawan orang-orang Ajam ini disebut dengan perang
Al-Husaid (sebuah lembah yang terletak antara Kuffah dan Syam) dan al-
Musyayyakh (sebuah tempat antara Hurran dan al-Qallat).
Dalam tarikh at-Tabari1, Saif bin Umar meriwayatkan dari Muhammad,
Thalhah, dan Muhallab, mereka berkata, "Ketika Khalid bermukim di Dumatul
Jandal, orang-orang Ajam menganggap Khalid akan bermukim lama di sana.
Mereka menulis surat kepada warga Arab Jazirah untuk bersama-sama
memeranginya, mereka berjalan menuju al-Anbar dengan maksud merebutnya
dari tangan az-Zabarqan, wakil Khalid di sana. Ketika az-Zabarqan mendengar
berita itu ia langsung menulis surat kepada Qa'qa bin Amru (wakil Khalid di
Heraat). Qa'qa' segera memerintahkan A'bad bin Fadaki as-Sa'di untuk berjalan
menuju al-Hushaid dan mengirim Urwah bin Ja'ad al-Bariqi menuju al-Khanafis
(tanah milik Arab yang berada di al-Anbar).
Khalid pun sampai dari Dumatul Jandal di Herat. Di sana, ia berkeinginan
untuk menakhlukkan Madaain, ibu kota kerajaan Persia sekaligus tempat
bernaungnya Raja Kisra. Keinginan tersebut ia tahan karena ia disibukkan dengan
peperangan menghadapi pasukan Ajam yang telah bersekutu dengan pasukan
Nasrani di Arab. Di sisi lain, ia juga segan terhadap Abu Bakar bila melakukan itu
tanpa persetujuan terlebih dahulu darinya. Maka kita bisa menyaksikan kelak,
bahwa Khalid benar-benar menakhlukkan kerajaan Persia yang bertumpuk-
tumpuk harta itu bukan pada masa Khalifah Abu Bakar, namun pada masa Umar.
Nabi saw sendiri juga telah menjanjikan kemenangan kepada kaum muslimin
bahwa kelak kaum muslimin akan menakhlukkan Persia, negeri penyembah api.
Untuk memerangi orang Ajam itu, Khalid mengutus Qa’qa bin Amr sebagai
pemimpin pasukan. Tidak lama kemudian mereka mulai berhadapan dengan
pasukan musuh di suatu tempat yang bernama al-Hushaid. Pasukan Ajam
dipimpin oleh Ruzbah, yang dibantu dengan panglima lain bernama Ruzamihr.
Pertempuran mulai berkecamuk dengan sengit, namun orang-orang penyembah
api tersebut akhirnya kalah. Waktu itu tentara Islam berhasil membunuh pasukan
musuh dalam jumlah besar, sementara Qa'qa berhasil membunuh Ruzamihr
dengan tangannya sendiri. Sementara Ruzbah berhasil dibunuh oleh seseorang
yang bernama 'Ishmah bin Abdullah ad-Dhabbi.
Dalam perang ini, Qa’qa tampil sebagai pemimpin sekaligus pengobar
semangat juang pasukan kaum muslimin. Qa’qa tampil dengan keberanian,

1At-Thabari Muhammad bin Jarir, Tarikh ar-Rasul wa al Muluk jilid 3..., hlm. 280-282.
kecerdikan, ketangkasan dan kekuatan yang tidak tertandingi oleh pasukan musuh
sekalipun hingga akhirnya Allah memenangkan mereka. Pada perang ini, kaum
muslimin berhasil mendapatkan harta rampasan perang yang banyak, sementara
sebagian dari tentara Ajam berhasil melarikan diri ke suatu tempat yang bernama
Khanafis. Abu Laila bin Fadaki as-Sa'di berjalan mengejar mereka. Mendengar itu
akhirnya mereka melarikan diri menuju al-Mushayyakh. Di tempat ini seluruh
pasukan musuh yang terdiri dari orang Ajam dan Arab berkumpul.
Lalu Khalid segera berjalan menuju mereka dengan membawa pasukannya.
Ia membagi tentaranya menjadi tiga bagian. Di antaranya pasukannya adalah
pasukan dipimpin oleh Qa’qa bin Amr dan saudaranya Ashim bin Amr. Pada
malam hari secara tiba-tiba mereka menyerang tentara musuh yang sedang tidur.
Khalid benar-benar membuat para penyembah api ini tidur selamanya. Tidak ada
yang selamat kecuali sedikit sekali. Allah benar-benar menempatkan Khalid
sebagai pedang-Nya yang terhunus terhadap kaum musyrikin bersama Qa’qa bin
Amr.

D. QA’QA DALAM PERANG YARMUK


Perang Yarmuk adalah salah satu perang terbesar antara kaum muslimin
melawan kekuatan kerajaan adikuasa, kerajaan Byzantium atau Romawi.
Pertempuran yang terjadi pada tahun 13 H ini menjadi pertempuran hidup mati
kedua pasukan kaum muslimin setelah perang Badar pada masa Nabi saw, karena
banyaknya pasukan musuh. Kala itu, pasukan musuh berkali-kali lipat jumlahnya
sedangkan pasukan kaum muslimin hanya puluhan ribu saja.
Bahkan, menghadapi gabungan pasukan Romawi yang berlum pernah
terlihat sebelumnya itu, beberapa pasukan kaum muslimin mengusulkan untuk
mengundurkan diri kembali ke Madinah. Karena mereka seperti mustahil
mendapat kemenangan berhadapan dengan pasukan yang jumlahnya jauh lebih
banyak dengan peralatan perang lebih lengkap. Akan tetapi, Khalid mengusulkan
agar pasukan kaum muslimin berkumpul di Yarmuk, sebuah medan pegunungan
dekat sungai yang menurut Khalid memiliki peluang untuk menang.
Pasukan kaum muslimin pun bergerak menuju Yarmuk untuk menyusun
pasukan. Pasukan Romawi dengan peralatan perang yang lengkap dan memiliki
tentara yang sangat banyak jumlahnya dibandingkan pasukan kaum muslimin.
Pasukan Romawi berjumlah sekitar 240.000 orang dan pasukan kaum muslimin
berjumlah 45.000 orang menurut sumber Islam atau 100.000–400.000 untuk
pasukan romawi dan 24.000-40.000 pasukan muslim menurut sumber wikipedia.
Kali ini, pasukan Romawi benar-benar ingin merebut kembali wilayah yang
sudah dikuasai oleh Islam sekaligus ingin membalas kekalahan demi kekalahan
setiap kali berhadapan dengan pasukan kaum muslimin. Karenanya, kerajaan
Romawi mengumpulkan tentara yang jumlahnya belum pernah terjadi
sebelumnya, menyiapkan prajurit yang mumpuni dalam berperang, membawa
peralatan perang yang lengkap dan logistik yang cukup. Namun kita tahu bahwa
pasukan kaum muslimin berhasil mengalahkannya dengan perbandingan jumlah
kekuatan perang yang mustahil untuk menang. Ini adalah bukti nyata bahwa
sesungguhnya kemenangan itu bersumber dari Allah.
Pertempuran Yarmuk ini menurut beberapa sejarawan dianggap sebagai
salah satu pertempuran penting dalam sejarah dunia. Mengapa? Karena
menandakan gelombang besar pertama penaklukan Muslim di luar Arab, dan
cepat masuknya Islam ke Palestina, Suriah, dan Mesopotamia yang rakyatnya
menganut agama Kristen. Dalam perang ini pula, nama Khalid bin Walid semakin
terkenal sebagai seorang komandan perang yang brilian dan hebat karena berhasil
mengatur strategi dan kekuatan yang bisa menghancurkan pasukan musuh. Entah
apa yang ada di pikiran Abu Bakar ketika dirinya memilih Khalid sebagai
komandan perang, hanya ia dan Allah saja yang tahu. Maka benar perkataan Umar
bin Khattab, bahwa Abu Bakar lebih mengetahui komandannya ketimbang
dirinya.
Sekarang, Khalid benar-benar memutar otak keras-keras. Ia harus menyusun
strategi jitu dari pasukannya yang sedikit untuk memenangi pertempurannya.
Tentara Bizantin Romawi berkali-kali lipat banyaknya dibanding dengan jumlah
pasukan kaum muslimin. Ditambah, pasukan kaum muslimin yang dipimpinya
tanpa persenjataan yang lengkap. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi
yang bersenjatakan lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak.
Tentara Romawi jumlahnya 240 ribu, di mana 80 ribu di antaranya diikat dengan
rantai untuk mencegah kemungkinan kabur. Sedangkan pasukan kaum muslimin
yang sekitar 45 ribu itu dipecah oleh Khalid menjadi 40 kontingen.
Inilah strategi yang sangat jitu, di mana masing-masing kontingan
berjumlah 1000 pasukan. Hal ini akan membuat jumlah kaum muslimin seolah
banyak dan mengimbangi pasukan musuh. Bukan hanya itu, masing-masing tokoh
suku diberi tugas untuk memimpin pasukan kesukuannya sehingga lebih erat
ikatan dan lebih bisa mengomandoi pasukan masing-masing. Masing-masing
tokoh juga selalu mengobarkan semangat jihad bagi masing-masing pasukannya.
Bahkan, ratusan di antaranya bersiap dalam sebuah bai’at dalam pasukan khusus
siap syahid. Pasukan ini pun berperang mati-matian dan hebat sehingga pasukan
yang seratus itu pun cukup membuat gentar dan nyali pasukan musuh menjadi
kendur.
Sedangkan pasukan Romawi membagi tentaranya menjadi lima bagian,
depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraclus sebagai ketua tentara Romawi
telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar
mereka jangan sampai lari dari peperangan. Romawi juga menggunakan taktik
dan strategi tetsudo (kura-kura). Jenis tentara Rom dikenal sebagai ‘legions’, yang
satu bagiannya terdapat 3000-6000 laskar berjalan kaki dan 100-200 laskar
berkuda. Ditambah dengan dan ‘tentara bergajah’. Akan tetapi, pasukan yang
jumlah, kekuatan dan peralatannya lebih canggih itu kalah oleh semangat jihad
dari masing-masing pasukan kaum muslimin. Kegigihan Khalid bin Walid dalam
memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang
tercengang. Pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil
memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.
Lalu, di mana prajurit hebat Qa’qa dan bagaimana perannya dalam perang
Yarmuk ini?
Sebenarnya, setiap kaum muslimin memiliki peran vital dalam pertempuran
yang sangat sengit, sangat besar dan sangat menentukan masing-masing pasukan
ini. Karenanya, setiap prajurit memainkan peran penting masing-masing. Lebih
dari itu, justru kita lihat bagaimana semangat jihad berkobar sangat tinggi pada
setiap individu kaum muslimin karena mereka menginginkan hidup mulia
(kemenangan) atau mati sebagai syuhada. Bahkan, Khalid sendiri menyiapkan
pasukan kaum muslimin yang berani mati atau berbaiat untuk mati mencapai
sahid. Di antaranya, ada Ikrimah bin Jahal, al-Harits bin Hisyam, dan Dhirar bin
Al-Azwar. Mereka berjumlah seratus orang dan berhasil membuat ciut serta
memporak-porandakan pasukan musuh meski akhirnya mereka bertemu syahid.
Nah, Qa’qa bersama Ikrimah ditugaskan oleh Khalid bin Walid untuk
memulai pertempuran dan mengobarkan semangat jihad kepada kaum muslimin.
Kenapa Khalid memerintahkan Qa’qa dan Ikrimah? Qa’qa adalah seorang
komandan pasukan sekaligus parjurit yang sangat jago dalam berperang. Ia gigih
berani, tidak mengenal rasa takut, kuat dan memiliki semangat tempur yang
sangat tinggi. Bahkan, dalam sehari ia paling banyak melakukan serangan ke
musuh dan berhasil melumpuhkan banyak prajurit Romawi. Ia juga ahli dalam
strategi berperang. Sedangkan Ikrimah adalah putra dari Abu Jahal, salah satu
orang yang paling kuat dalam memusuhi dakwah Nabi saw. Jihadnya membela
Islam salah satunya adalah semangatnya dalam menjadi pelindung ajaran Nabi
saw karena ayahnya termasuk yang paling kuat memusuhinya. Bahkan, ia
mengikrarkan untuk mati dan berperang sampai syahid, dengan jumlah luka
tusukan di tubuh lebih dari 70 kali.
Posisi pasukan awal pengobar semangat perang ini memiliki peran penting
dalam mengobarkan semangat juang pasukannya. Bila pasukan pengobar
semangat juang yang diterjunkan di awal menang, maka ini akan meningkatkan
semangat juang pasukan lainnya. Bila kalah, maka akan mengendurkan semangat
juang pasukan lainnya. Karena itu, Khalid sangat jitu dalam menugaskan seorang
Qa’qa dan Ikrimah sebagai pasukan awal yang memulai pertempuran. Inilah peran
penting dan besar yang diemban oleh kedua sahabat itu. Maka kita lihat, bahwa
Qa’qa pun berhasil menghancurkan pasukan musuh dalam setiap serangannya
sehingga musuh menjadi ciut dan luntur semangat juangnya. Pasukan yang luntur
semangat juangnya pasti akan mengalami kekalahan. Qa’qa bin Amr memainkan
peran itu dengan sangat baik, bahkan ia berkali-kali menyerang dan masuk ke
tengah-tengah pasukan musuh serta menghancurkannya.

E. QA’QA MEMBANTU PASUKAN ABU UBADIDAH


Setelah menguasai Damaskus, Abu Ubaidah pun menuju Horns untuk
menguasainya. Di sana, Abu Ubaidah pun berhasil menguasainya. Namun ketika
Abu Ubaidah berhasil menguasai dan berdiam di sana, tentara Romawi
mendengarnya sehingga berniat untuk mengepung tentara kaum muslimin yang
dipimpin oleh Abu Ubaidah. Tentara Romawi pun menarik dan mengajak
penduduk sekitar untuk melakukan pengepungan terhadap Abu Ubaidah di luar
benteng pertahanan.
Peristiwa ini diriwayatkan oleh at-Thabari 2 dalam tarikhnya. Dikisahkan,
ketika melihat pasukan Romawi mengepungnya, maka Abu Ubaidah segera
mengirim utusan kepada Khalid untuk meminta bantuannya. Maka dengan segera
Khalid bertolak dari Qinnasrin menuju Horns setelah memberitahukan kepada
Umar ra. tentang keberangkatannya. Sambil menunggu pasukan bantuan datang,
Abu Ubaidah bermusyawarah dengan pasukan kaum muslimin antara keluar dari
benteng untuk menghadapi lawan atau bertahan dalam benteng hingga datang
instruksi dari khalifah Umar bin Khattab.
Khalid bin Walid mengusulkan agar mereka kluar menghadapi pasukan
Romawi, sementara seluruh pasukannya mengusulkan agar mereka tetap bertahan
dalam benteng. Akhirnya Abu Ubaidah menerima saran pasukannya dan menolak
usulan Khalid. Mereka sepakat untuk bertahan dalam benteng Horns sementara
tentara Romawi berkeliling mengepung mereka. Tentara Romawi yang
mengepung Abu Ubaidah datang dengan pertimbangan yang matang. Mereka
mengepung Abu Ubaidah karena jumlahnya lebih sedikit dan tentara Islam
lainnya sedang sibuk dengan urusannya masing-masing setelah menduduki
wilayah Syam. Pasukan kaum muslimin pun dibuat bingung dengan pilihannya
dan ini yang diinginkan oleh tentara Romawi. Jika kaum muslimin pergi
membantu Abu Ubaidah, maka hancurlah wilayah binaan di Syam, bila tidak
maka Abu Ubaidah dalam keadaan bahaya.
Maka Umar bin Khattab dengan cerdik menulis surat kepada Sa’ad yang
berada di Irak untuk mengirimkan Qa’qa beserta pasukannya menuju Horns untuk
membantu Abu Ubaidah. Maka Sa’ad pun segera mengirimkan Qa’qa bin Amr
beserta pasukannya menuju Horns untuk membantu Abu Ubaidah. Umar juga juga
memerintahkan Sa'ad untuk mengerahkan pasukannya guna menumpas penduduk
Jazirah yang turut membantu tentara Romawi yang mengepung Abu Ubaidah.

2At-Thabari Muhammad bin Jarir, Tarikh ar-Rasul wa al Muluk jilid 4..., hlm. 50-52.
Pasukan ini dibawah pimpinan Iyadh bin Ghanm. Dengan demikian, berangkatlah
dua pasukan ini dari Kufah untuk membantu Abu Ubaidah. Bahkan Umar sendiri
turut serta berangkat dari Madinah untuk membantu Abu Ubaidah, hingga dia
sampai di Jabiyah atau ada yang mengatakan hanya sampai di Sargh.
Taktik yang dijalankan oleh Umar ini pun sangat jitu membantu pasukan
kaum muslimin dalam membebaskan Abu Ubaidah dari kepungan tentara Romawi
dan penduduk Jazirah Arab yang membantunya. Maka wilayah penduduk Jazirah
Arab yang membantu pengepungan itu dikepung pula oleh pasukan Iyadh bin
Ghanm, sehingga ketika pasukan Jazirah Arab yang ikut mengepung pasukan Abu
Ubaidah itu mengetahuinya, maka mereka pun berbalik mengundurkan diri dari
Horns menuju negeri mereka dan meninggalkan tentara Romawi. Bukan hanya
itu, ketika tentara Romawi mendengar berita bahwa Amirul Mukminin Umar bin
Khattab datang langsung untuk membantu Abu Ubaidah, seketika semangat
mereka kendor dan menjadi lemah.
Khallid yang mengetahui posisi itu, segera menyarankan Abu Ubaidah
untuk segera keluar benteng menyerbu pasukan Romawi. Maka dengan segera
Abu Ubaidah mengikuti saran Khalid setelah melihat situasinya berubah hingga
akhirnya Allah memenangkan mereka. Tentara Romawi pun dapat dihancurkan.
Peristiwa kekalahan ini terjadi tiga malam sebelum tibanya pasukan bantuan yang
dipimpin oleh Qa’qa menolong mereka. Segera Abu Ubaidah mengirim berita
gembira kepada Umar ra. atas kemenangan mereka, sementara bala bantuan baru
datang tiga hari setelah kemenangan mereka. Setelah tiba, mereka pun bertanya
padanya apakah pasukan bala bantuan itu juga mendapatkan hasil dari peperangan
mereka?
Umar r.a pun mengirim surat untuk memutuskan perkara tersebut. Umar
memerintahkan kepada Abu Ubaidah agar mengikutkan mereka dalam pembagian
harta rampasan perang yang mereka dapatkan. Hal ini mengingat, melemahnya
pasukan musuh serta berbaliknya sebagian dari mereka dikarenakan mendengar
berita tentang kedatangan bala bantuan kaum muslimin, maka Abu Ubaidah
mengikut sertakan mereka dalam pembagian harta tersebut. Di akhir suratnya,
Umar berkata, "Semoga Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada
penduduk Kufah, mereka berhasil menjaga wilayah mereka dan dapat membantu
penduduk kota yang lainnya”.

F. QA’QA DALAM PERANG QADISYIAH


Perang Qadisyiah adalah perang yang terjadi antara pasukan kaum muslimin
dengan pasukan kerajaan Persia. Perang ini di wilayah Qadisyiah yang merupakan
pintu gerbang utama ke kerjaan Persia. Bila pintu gerbang ini berhasil dikuasai,
maka pasukan kaum muslimin akan mudah mengalahkan kerajaan sekaligus
kekasairan besar Persia di Mada’in. Perang ini termasuk perang terbesar yang
belum pernah terjadi sebelumnya di Irak. Dalam pembahasan sebelumnya, kita
telah mengulas peperangan yang dikomandani oleh Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sebuah peperangan besar yang terjadi pada tahun 14 H pada masa khalifah
Umar bin Khattab. Di mana pasukan kaum muslimin hanya berjumlah 30.000
prajurit. Di dalamnya, terdapat 70 veteran perang Badar, 300 sahabat nabi yang
mengikuti Fathu Mekkah, dan 700 putra sahabat nabi. Sedangkan pasukan Persia
dipimpin oleh seorang jenderal tekenal, yaitu Rustam dengan membawa 120.000
pasukan.
Selain itu, pasukan gajah juga dipersiapkan untuk melawan tentara kaum
muslimin. Setidaknya sebanyak 33 gajah sudah dipersiapkan oleh Rustam. Setiap
gajah menarik gerbong yang membawa 20 serdadu beserta peti persenjataan.
Musuh menempatkan 18 gajah pada lini tengah pasukan, di antaranya seekor
gajah putih milik raja yang paling besar di garis terdepan. Adapun 15 gajah
lainnya pada posisi sayap kanan dan kiri pasukan. Jelas, sangat sulit pasukan
kaum muslimin dapat menembus barisan pertahanan pasukan Persia karena
mereka harus berhadapan dengan pasukan gajah yang besar-besar.
Saat kedua pasukan yang tidak seimbang tersebut saling berhadapan, maka
pecahlah perang besar yang dipimpin oleh seorang sahabat yang tekenal dengan
doanya yang makbul. Saat terjadi peperangan, komandan Sa’ad bin Abi Waqqash
sedang terkena penyakit bisul sehingga tidak bisa mengendarai kuda. Karena itu,
ia mengontrol dan mengomandan pasukan sambil berbaring di tempat yang agak
tinggi. Jalannya peperangan tampaknya tidak seimbang karena pasukan Persia
membawa jumlah pasukan dan perlengkapan yang tidak biasa.
Sebagaimana peperangan sebelumnya, yaitu pada perang jembatan yang
membuat pasukan kaum muslimin kalah, pasukan Persia kembali mengandalkan
pasukan gajah. Pasukan gajah inilah yang menjadi andalan dan kekuatan unggulan
karena keefektifannya dalam peperangan sebelumnya ketika melawan pasukan
kaum muslimin. Mereka berharap, kemenangan yang diraih sebelumnya ingin
diulangi dalam peperangan yang sangat menentukan ini. Karenanya, mereka
datang dengan penuh keyakinan yang tinggi. Di sisi lain, kaum muslimin datang
dengan semangat membara untuk membalas kekalahan sebelumnya atas pasukan
penyembah api tersebut.
Pada hari pertama, pasukan gajah berhasil memberikan dampak positif bagi
pasukan Persia, karena kuda-kuda tentara Islam menjadi takut dan tidak berani
untuk bergerak maju. At-Thabari3 mengisahkan dalam tarikhnya, bahwa beberapa
tentara Islam pemberani bergerak maju dengan berjalan kaki, tanpa tunggangan
kuda. Mereka pun berhasil, meskipun itu sangat membahayakan diri mereka,
mereka dapat menjatuhkan penunggang-penunggang gajah dan para komandonya.
Dengan demikian, gajah-gajah itu tercerai berai sehingga pengaruhnya terhadap

3Ibid, hlm. 119.


tentara Islam berkurang. Korban jatuh dari pihak Islam di hari pertama perang
berjumlah lebih dari 500 orang syahid, dan hari pertama perang tersebut dijuluki
sebagai hari Armats.
Pada pagi hari berikutnya, atau hari kedua peperangan, datanglah bantuan
dari tentara Islam yang bergerak dari negeri Syam atau perintah Umar bin
Khattab. Tentara Islam tersebut dipimpin oleh Hasyim bin Utbah bin Abu
Waqqash radhiyallahu ‘anhu. Pasukan tersebut dikepalai oleh Al Qa’qa bin Amr
At Tamimi. Di sinilah peran penting Qa’qa bin Amr sangat terlihat menonjol
dalam mengubah jalannya peperangan menuju kemenangan. Al Qa’qa’ kemudian
membagi pasukannya ke dalam kelompok-kelompok berisi sepuluh orang tentara
dan perlahan menuju pertempuran sebagai pasukan bantuan yang datang.
Tujuannya jelas agar musuh mengira jumlah bantuan pasukan muslimin sangat
banyak.
Di sisi lain, pasukan yang berjaga untuk datangnya giliran masuk ke tengah
pertempuran disuruh berjalan sambil menebarkan debu-debu. Tujuannya agar
menjadikan musuh mengira bahwa jumlah tentara Islam sangat banyak.
Kedatangan bantuan yang datang secara beransur-ansur dan memerlukan waktu
yang lama, telah menjadikan pasukan Persia takut. Dalam peperangan,
mengobarkan semangat dan menciutkan semangat juang musuh sangatlah penting.
Siapa yang berhasil mengobarkan semangat juang pasukan dan membuat
semangat juang musuh kendur maka ialah yang dapat memenangkan
pertempurannya, meski jumlahnya sedikit. Hal ini dimanfaatkan betul oleh Qa’qa
bin Amr.
Di sisi lain, tekad tentara kaum muslimin semakin kuat. Keuntungan
psikologis tersebut memungkinkan Al Qa’qa dan pasukannya untuk masuk ke
tengah-tengah medan perang dan memudahkannya membunuh beberapa
pemimpin besar Persia. Selain itu, Qa’qa pun mengatur siasat agar unta-untunya
ditutupi kepalanya untuk menghindari debu sekaligus agar tidak takut kepada
gajah. Siasat ini sangat jitu karena membuat unta-unta tersebut tidak hanya berani
melawan gajah, namun juga membuat takut takut kuda-kuda pasukan Persia.
Mereka menutupi unta mereka dengan kantong dan mengarahkan unta-unta ke
arah kuda-kuda pasukan Persia. Pasukan Persia pun berlarian. Pada hari itu tanda-
tanda kemenangan tentara Islam telah terlihat. Hari itu kemudian disebut dengan
hari Agwats (bala bantuan), karena bantuan untuk tentara Islam telah datang.
Pada pagi hari berikutnya, yaitu hari ketiga peperangan, atau hari Umas,
dimulailah perang untuk kesekian kalinya antara pasukan kaum muslimin dengan
pasukan Persia. Pada hari itu, pasukan Persia kembali memanfaatkan tenaga
gajah. Gajah-gajah tersebut berhasil melukai banyak tentara Islam. Akan tetapi
para pemberani dari pasukan kaum muslimin tetap kokoh menyerang kawanan
gajah tersebut. Dalam pelawanan ini, Qa’qa lagi-lagi memainkan instruksi penting
yaitu dengan menyuruh kaum muslimin untuk menyerang mata gajah dan belalai
gajah. Hasilnya, gajah-gajah tersebut lari meninggalkan medan perang. Pada hari
ini, mulailah pasukan kaum muslimin lebih unggul setelah sebelumnya diuji
dengan ujian peperangan yang sengit dan berat.
Menjelang malam, perang masih sengit berkecamuk, sehingga perang pun
terus bergulir dalam kegelapan malam. Tentara kaum muslimin pun terus
menyerang dengan semangat jihad yang luar biasa. Tidak ada yang terdengar pada
malam itu, kecuali suara pedang beradu. Malam itu lalu dikenal sebagai malam
(Al Harir). Pasukan kaum muslimin tetap sabar dan kuat dalam meladeni setiap
serangan pasukan musuh. Bahkan, sampai fajar menyingsing pun peperangan
masih berlangsung hingga dhuhur tiba. Di waktu itulah, semangat juang pasu
Tentara Islam pun mendapatkan ujian yang baik. Fajar pun menyingsing,
tetapi perang tak kunjung selesai sehingga waktu dzuhur tiba, ketika pasukan
Persia benar-benar mulai frustasi karena mereka tampak mulai melarikan diri.
Bahkan pimpinan pasukan Persia, Rustum pun turut melarikan diri dari sengitnya
peperangan namun berhasil dikejar oleh Qa’qa. Akhirnya, Qa’qa pun berhasil
membunuh Rustum dengan pedangnya setelah beradu kekuatan dalam
peperangan. Inilah peran penting Qa’qa bin Amr dalam mengobarkan semangat
juang, menerapkan taktik jitu sekaligus menjadi pejuang Islam yang sangat
tanggung mengalahkan pasukan musuh yang banyak dan kuat.
Perang ini adalah perang terpenting yang melibatkan pasukan Persia dan
tentara Islam, karena dalam perang tersebut, tergabung pasukan terbaik Persia.
Kekalahan yang diderita Persia ini memberikan efek yang sangat besar terhadap
hancurnya keyakinan yang dimiliki Persia. Setelah perang tersebut pasukan kaum
muslimin mampu merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oleh Persia,
setelah sempat dikuasai Islam. Dari perang ini pula tentara Islam berhasil
memperoleh banyak sekali ghanimah dan senjata yang dapat dimanfaatkan untuk
membuka daerah baru. Sekaligus menjadi pembukti dari sabda nabi saw bahwa
kelak kerajaan Persia akan hancur di tangan kaum muslimin dan tidak ada lagi
raja setelahnya selama-lamanya.

G. QA’QA PERTEMPURAN JALILA DAN PENAKHLUKAN HULWAN


Qa’qa ikut dalam penakhlukan Madain, ibu kota dari kerajaan Persia setelah
seluruh tentara dan rajanya ke Hulwan. Penakhlukan Madain tersebut ternyata
membuat Raja Kisra Yazdigrid bin Syahriyar kembali mengumpulkan tentara dan
pengikutnya di setiap wilayah yang dilaluinya. Maka terbentuklah sebuah pasukan
dalam jumlah besar dan menunjuk Mihran sebagai panglima pasukan besar ini.
Lalu Kisra melanjutkan perjalannya ke Hulwan sementara seluruh pasukan
menetap di Jalula. Mereka menggali parit besar di sekeliling mereka sebagai
pertahanan dan berdiam di tempat itu dengan sejumlah pasukan, bekal dan
peralatan yang sangat banyak.
Sa'ad bin Abi Waqqash yang menjadi komandan tinggi pasukan kemudian
mengirimkan surat kepada Umar ra untuk memberitahu kejadiannya. Umar bin
Khattab pun memerintahkan Sa’ad untuk tetap mendiami Madain dan menunjuk
Hasyim bin Utbah (keponakannya) sebagai pimpinan pasukan untuk menyerang
Kisra. Barisan depan dipimpin oleh Qa’qa bin Amru, Si'r bin Malik pimpinan
sayap kanan, Amru bin Malik saudaranya di sayap kiri, Amru bin Murrah al-
Juhani sebagai pimpinan belakang.
Maka Sa'ad pun mengirin keponakannya bersama sekitar 12.000 pasukan
kaum muslimin, terdiri dari para senior kaum muslimin yakni kaum Muhajirin dan
Anshar, dari para kepala suku orang Arab pedalaman. Pasukan kaum muslimin
pun bergerak menuju Jalula pada bulan Safar tahun 16 H. Sesampaikanya di
Jalula, pasukan kaum muslimin mendapati orang-orang Majusi telah membuat
pertahanan dengan parit yang mereka buat. Hasyim mulai mengepung mereka dan
pasukan musuh ini telah bergabung dari seluruh wilayah yang dikuasai Kisra
untuk berperang mati-matian.
Sementara raja Kisra terus-menerus menurunkan bala bantuan kepada
tentaranya dan Sa’ad pun juga berusaha untuk mengirimkan bala bantuan kepada
keponakannya tersebut. Ketika suasana mulai memanas dan peperangan hendak
berkobar, Hasyim pun berkali-kali berpidato di hadapan pasukannya untuk
memberi motivasi dan mengingatkan agar bertawakkal kepada Allah. Sementara
Persia telah mengikat perjanjian dengan sekutu-sekutunya. Mereka telah
bersumpah demi Api sebagai tuhan mereka untuk tidak akan lari dari pertempuran
hingga seluruh bangsa Arab dapat dibasmi.
Tak lama berselang, pertempuran pun pecah dengan sangat dahsyatnya. At-
Thabarai menggambarkan dahsyatnya pertempuran itu sebagai pertempuran yang
belum pernah terjadi sebelumnya. Sampai anak panah kedua belah pihak mulai
habis dan berganti dengan tombak-tombak yang berterbangan. Setelah itu mereka
mulai saling menyerang dengan pedang. Waktu sholat Zuhur telah masuk dan
kaum muslimin hanya mampu melaksanakan sholat dengan isyarat saja,
sementara sekelompok Majusi berangkat pergi dan digantikan dengan kelompok
lainnya.
Kemudian Qa’qa bin Amr berdiri di hadapan kaum muslimin dan berkata,"
Apakah kalian merasa takut dengan apa yang kalian lihat wahai kaum muslimin?"
Mereka mngatakan, "Ya! Sebab kita dalam posisi bertahan dan mereka
menyerang." Qa'qa berkata, "Mari kita gempur mereka secara bersamaan hingga
Allah yang akan menjadi hakim pemutus antara kita dan mereka."
Pidato Qa’qa telah membakar semangat jihad kaum muslimin kembali,
bahkan mereka lebih beringas. Qa’qa mengajak kaum muslimin untuk berjuang
mati-matian dan agar Allahlah yang menjadi hakim yang memutuskan siapa yang
menang di antara kaum muslimin dengan pasukan penyembah api. Qa’qa
mengajak pasukannya untuk terus berjuang dan tawakkal kepada Allah di hari
yang sangat berat tersebut.
Maka dengan segera Qa'qa membawa pasukan kecil menyerang masuk ke
barisan musuh. Qa'qa membawa sejumlah pasukan berkuda yang dikendarai oleh
para pahlawan dan jagoan perang hingga mereka sampai di pintu parit. Ketika
malam mulai menjelang, di bawah kegelapan, pasukan berkuda kaum muslimin
merayap ke kubu pertahanan musuh dan dengan perlahan mengintari lawan.
Tersebutlah di antara para penunggang kuda ini adalah para jagoan seperti
Thulaiah al-Asadi, Amru bin Ma'di Karib az-Zubaidi, Qais bin Maksyuh, Hijr bin
Adi. Begitu hebat dan kuatnya pasukan kaum muslimin dalam berperang, sampai-
sampai sisa pasukan kuam muslimin tidak mengetahui apa yang diperbuat Qa'qa'
di kegelapan malam tersebut. Mereka tidak mengetahuinya kecuali ketika salah
seorang menyerukan, "Wahai kaum muslimin pemimpin kalian berada di seberang
parit musuh."
Qa’qa adalah komandan dan jagoan perang dalam Islam yang terkenal
namanya. Buktinya, ketika orang-orang Majusi mendengar seruan itu mereka
segera berlari. Pasukan muslimin yang lain pun langsung menyerbu mengikuti
jejak Qa'qa yang telah berada di seberang dan menguasai medan pertempuran.
Sementara seluruh tentara Persia telah berlari kocar-kacir dikejar kaum muslimin
dari segala penjuru dan dihadang di manapun mereka berlari. Berlari ke mana
pun, mereka sudah dihadang pasukan kaum muslimin. Maka pasukan kaum
muslimin pun dengan mudah membunuh pasukan penyembah api tersebut.
At-Thabari mencatat, tentara muslim berhasil membunuh pasukan
penyembah itu sebanyak 100.000 orang. Banyaknya pasukan musuh yang
terbunuh membaut permukaan tanah penuh dengan mayat yang bergelimpangan.
Itulah sebab peperangan ini dinamakan dengan Jalula (yang bergelimpangan).
Kaum muslimin berhasil mendapatkan ghanimah berupa harta, senjata, emas dan
perak yang jumlahnya hampir sama dengan harta yang mereka dapati di Madain.
Peperangan pun dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Usai
peperangan tersebut, sang komandan pasukan yaitu Hasyim bin ‘Utbah pun
berdiam di jalula sesuai dengan instruksi Umar yang diberikan kepada Sa’ad.
Sesuai dengan instruksi Umar, Qa’qa pun terus bergerak menuju Hulwan menuju
raja Kisra. Qa'qa terus bergerak hingga bertemu dengan pemimpin pasukan musuh
Kihran Ar-Razi. Di sana terjadilah pertempuran sengit dan Qa’qa berhasil
membunuh Kihran ar-Razi. Sedangkan komandan sekaligus salah satu petinggi
istana, al-Fairuzan berhasil melarikan menuju tempat raja Kisra. Sesampainya di
sana, ia segera memberitahukan Kisra mengenai peristiwa Jalula, hancurnya
100.000 pasukan Persia dan terbunuhnya Mihran.
Mendengar berita buruk ini segera Kisra melarikan diri dari Hulwan menuju
Rai dan dia menunjuk seorang amir yang bernama Khasrusynum untuk bertahan
di Hulwan. Sesampainya di Hulwan, Qa'qa segera maju menyerbunya. Namun
Khasrusynum menantang Qa'qa untuk perang di suatu tempat yang berada di luar
Halwan. Qa'qa tetap melayaninya sehingga pecahlah pertempuran yang cukup
sengit di antara keduanya. Lagi-lagi, Allah memberikan kemenangan yang cukup
telak bagi pasukan kaum muslimin.
Setelah itu, Qa'qa terus menuju Hulwan dan berhasil merebutnya. Di dalam
benteng Hulwan, kaum muslimin berhasil mendapatkan harta rampasan perang
dan para tawanan. Selanjutnya Qa’qa dan pasukan kaum muslimin berhasil
menduduki wilayah sambil menyerukan mereka untuk masuk Islam. Penduduk di
sana menolak untuk masuk Islam dan memilih untuk membayar jizyah. Qa’qa pun
berada di sana sampai Sa’ad pindah dari Madain ke Kufah.

H. QA’QA DALAM PERANG NAHAWAND


Peperangan ini terjadi pada tahun 21 H di Nahawand, sebuah kota besar
yang terletak di Madhbah, Iran. Peperangan Nahawand merupakan peperangan
terbesar yang mengandung berbagai kisah aneh dan menakjubkan. Ibnu Ishaq dan
al-Waqidi meriwayatkan, "Peperangan Nahawand terjadi di tahun 21 H." Namun
Saif berkata, "Peperangan ini terjadi di tahun 17 H." Ada juga yang menyatakan
bahwa peperangan ini terjadi di tahun 19 H. Abu Ja'far bin Jarir telah
menyebutkan bahwa kisah ini terjadi pada tahun 21 H. Sedangkan Ibnu Katsir
dalam al-Bidayah Wan Nihayah menggunakan pendapat Ibnu Jarir ath-Thabari
tersebut.

1. Sebab Terjadinya Peperangan


Ibnu Jarir at-Thabari4 dalam tarikhnya menceritakan penyebab perang ini
berkecamuk. Menurutnya, peperangan ini terjadi karena kemarahan Persia
terhadap berbagai penaklukan yang dilakukan kaum muslimin. Khususnya ketika
mereka berusaha menaklukkan al-Ahwaz dan berhasil menyelamatkan pasukan al-
Ala' dari cengkraman mereka. Apalagi setelah itu mereka terus bergerak
menaklukkan kota Ishthakhr. Bahkan, kota kerajaan mereka yaitu Madain serta
seluruh wilayah yang di bawah jajahan mereka berhasil direbut oleh pasukan
kaum muslimin. Hal inilah yang membuat mereka sangat marah dan ingin
merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasainya.
Sementara raja Kisra Yazdigrid berusaha memompakan semangat kepada
mereka untuk menyerang kaum muslimin setiap kali ia memasuki wilayah-
wilayah yang dilaluinya. Padahal dirinya sendiri telah berkali-kali melarikan diri
dari satu kota ke kota lainnya hingga menetap di Ishafah dalam keadaan terasing

4Ibid, hlm. 120-122.


dan terusir. Tetapi dia mendapat perlindungan yang kuat dari kaumnya, keluarga
dan harta yang di bawanya. Dia berusaha menyurati seluruh para pemimpin
seluruh wilayah yang terletak di sekitar Nahawand, baik yang di dataran rendah
maupun pegunungan agar mengumpulkan pasukan. Sehingga terkumpullah
sebuah pasukan yang berkekuatan sebanyak 150.000 personil.
Pasukan besar ini dibawah komando panglima al-Fairuzan yang dipanggil
dengan gelar "Bundar" ataupun "Dzul Hajib". Mereka mulai berunding dan
berkata, "Sesungguhnya Muhammad yang datang dari Arab tidak pernah
memerangi negeri kita. Demikian juga halnya Abu Bakar ra. yang
menggantikannya setelah wafatnya. Tetapi ketika Umar ra. memegang kekuasaan
dan memegang tampuk kekuasaan yang cukup lama, telah merusak kehormatan
kita dan mencaplok negeri kita. Tidak hanya sampai di situ, dia juga memerangi
kita hingga ke rumah-rumah kita dan merebut istana kerajaan kita. Dia akan
meneruskan aksinya hingga dapat mengeluarkan kita dari negeri kita."
Setelah itu mereka berjanji dan bersepakat akan berangkat menggempur
Bashrah dan Kufah. Mreka berjanji akan membuat Umar ra. repot sehingga
menarik pasukannya dari negeri mereka. Mengetahui hal ini, Sa'ad segera menulis
berita ini kepada Umar ra.. Bahkan dia datang sendiri dan langsung menghadap
Umar ra. di Madinah untuk menginformasikan kepada beliau rencana tentara
Persia. la juga memberitahukan bahwa mereka berhasil membentuk sebuah
pasukan yang berkekuatan sebanyak 150.000 personil.

2. Persiapan Kaum Muslimin


Kondisi pasukan kaum muslimin yang akan berhadapan dengan pasukan
musuh yang jumlahnya besar tersebut membuat perwakilan di Kuffah, Abdullah
bin Abdillah bin Itban menulis surat surat kepada khalifah Umar ra. yang dibawa
oleh Qarib bin Zhafar al-Abdi. Isi surat adala, "Sesungguhnya bala tentara Persia
telah bersepakat untuk menyerbu Islam dan kaum muslimin. Wahai Amirul
Mukminin, menurut pendapatku kita harus segera mendahului mereka sebelum
mereka menyerbu negeri kediaman kami (Kufah)."

Umar ra. Kemudian bertanya kepada si pembawa surat, "Siapa namamu?"


Dia menjawab, "Qarib." Umar ra. bertanya lagi, "Anak siapa?" Dia berkata,
"Anak Zhafar." Dengan nama yang membawa surat itu, Umar berkeyakinan dan
berkata, "Zhafar (kemenangan) Qarib (telah dekat) insya Allah." Setelah itu dia
memerintahkan agar masyarakat dikumpulkan untuk shalat. Orang-orang segera
datang berkumpul dan yang pertama kali masuk masjid adalah Sa'ad bin Abi
Waqqash. Dengan kedatangan Sa'ad, Umar ra. menjadi lebih optimis karena Sa’ad
adalah sal satu sahabat yang doanya makbul.
Setelah orang-orang berkumpul, Umar pun naik mimbar dan berpidato.
"Sesungguhnya hari ini adalah hari penentu untuk esok. Aku akan memberikan
sebuah perintah kepada kalian maka dengarlah baik-baik dan patuhi! Jangan
kalian saling berselisih sehingga kekuatan kalian menjadi sirna. Aku berkeinginan
keras untuk maju bersama orang-orang yang berada di depanku hingga sampai ke
suatu tempat antara dua kota ini (Kufah dan Bashrah). Lantas aku akan himbau
manusia untuk berangkat bersamaku sebagai bala bantuan (bagi pasukan Kufah
dan Bashrah) hingga Allah memberi kemenangan kepada kita."
Maka bangkitlah Utsman ra., Ali, Thalhah, az-Zubair, Adurrahman bin Auf,
dan beberapa orang dari pemuka kaum muslimin. Masing-masing mereka
memberikan nasehatnya yang sarat dengan kebaikan. Akhirnya mereka sepakat
agar Umar ra. tidak keluar dari Madinah. Cukup baginya hanya dengan mengutus
para utusan dan tetap memberikan instruksi serta ide-idenya kepada para utusan
tersebut sambil mendoakan mereka.
Ali berkata, "Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya kemenangan dan
kekalahan itu tidak terletak pada banyak ataupun sedikitnya pasukan. Dialah Allah
yang akan memenangkan agamaNya dan memuliakan pasukannya serta
menurunkan bantuan para malaikat hingga agama ini menjadi seperti sekarang ini.
Kami sangat yakin dengan janji Allah dan Dia pasti akan menepatiny. Adapun
kedudukanmu terhadap mereka Wahai Amirul Mukminin persis sebagaimana
pendulang yang mengumpulkan pasir kemudian menahannya. Setelah diayak dia
akan segera melepaskannya. Tidak akan pernah berkumpul dalam ayakan selama-
lamanya. Orang Arab yang ada sekarang walaupun jumlah mereka sedikit, tetapi
mereka akan menjadi banyak dan mulia dengan agama Islam. Tetaplah anda di
sini! Cukup kirimkan surat untuk melaskanakan ide-idemu kepada pasukan di
Kufah! Sesungguhnya mereka adalah para pahlawan Arab dan pemimpin mereka.
Cukup diberangkatkan dari dua pertiga dari seluruh pasukan yang berada di sana.
Dan sepertiga lagi menetap dan berjaga-jaga di tempat. Kemudian kirimkan surat
kepada tentara di Bashrah untuk mendatangkan bala bantuan5."
Usul Ali tersebut membuat Umar merasa kagum sekaligus gembira karena
memiliki ide yang begitu cemerlang. Umar adalah seorang pemimpin yang sangat
mendengar bawahannya. Ia selalu bermusyawarah dengan sahabat-sahabat senior
dan tidak akan memutuskan sesuatu sebelum berkonsultasi dengan Abbas. Maka
ia segera mengkonsultasikannya dengan Abbas. Abbas berkata, "Wahai Amirul
Mukminin, tenangkan dirimu! Sesungguhnya pasukan musuh berkumpul dan
bersekutu disebabkan keinginan mereka membalas dendam atas musibah
kekalahan yarig menimpa mereka (sebelumnya)."
Kemudian Umar ra. berkata kepada pasukannya, "Ali mengusulkan
kepadaku agar menunjuk seorang panglima perang dari tentara yang ada di Irak.

5Ibid, hlm. 123.


Mereka berkata, "Engkau lebih paham tentang pasukanmu wahai Amirul
Mukminin." Setelah itu Umar ra. berkata, "Aku akan mengangkat seorang
penglima sebagai ujung tombak ketika bertemu musuh esok hari," mereka
bertanya, "Siapa dia wahai Amirul Mukminin?" Umar ra. menjawab, "An-Nu'man
bin al-Muqarrin." Mereka berkata, "Dia memang pantas untuk jabatan ini."
Sementara an-Nu'man ketika dia berada Kaskir pernah mengirim kepada Umar ra.
sepucuk surat pengunduran diri dari jabatan panglima di Kaskir. Dia juga pernah
meminta agar beliau memerangi penduduk Nahawand. Dengan penunjukkan itu,
Umar pun memenuhi permintaannya tersebut.
Setelah itu Umar ra. menulis surat kepada Huzaifah agar berangkat dari
Kufah membawa sebagian tentaranya. Umar ra. juga melayangkan suratnya
kepada Abu Musa al-Asy'ari agar membawa para tentara Basrah.

3. Pasukan Islam Menuju Nahawand


Setelah mendapat perintah dari khalifah Umar, An-Nu’man pun mulai
berjalan membawa pasukannya menuju Nahawand. Formasi pasuka kaum
muslimin pimpinan an-Nu’man ini dibagi ke dalam beberapa bagian. Pasukan
terdepan dipimpin oleh an-Nu’man sendiri. Pasukan sayap kanan dan sayap kiri
dipimpin oleh al-Huzaifah dan Suwaid bin al-Muqarrin. Pasukan pertahanan
belakang dipimpin oleh Mujasi’ bin Mas’ud. Lalu di mana Qa’qa bin Amr? Qa’qa
ditugaskan An-Nu’man sebagai pasukan penyerang bersama pasukannya.
Setelah menempuh perjalanan jauh, pasukan kaum muslimin pun akhirnya
berhadapan dengan pasukan Persia di bawah komando al-Fairuzan dengan
membawa 150.000 pasukan. Pasukan tersebut adalah kumpulan pasukan dari
berbagai wilayah Persia dan tidak ikut dalam peperangan Qadisyiah. Saat kedua
pasukan saling berhadapan, an-Nu'man bertakbir dengan pasukannya sebanyak
tiga kali dengan takbiran yang mengguncangkan barisan orang-orang 'Ajam serta
membuat mereka sangat ketakutan.
An-Nu'man memerintahkan pasukannya agar meletakkan perbekalannya
dan seluruh pasukan mengikutinya. Pasukan kaum muslimin pun segera
meninggalkan bekal dan kendarannya untuk kemudian mendirikan tenda-
tendanya. Adapun tenda an-Nu'man dibuat sangat besar dan didirikan oleh 14
orang pembesar pasukan. Belum pernah terlihat sebelumnya tenda sebesar ini di
Irak. Setelah mereka meletakkan segala beban mereka, an-Nu'man segera
memerintahkan pasukannya untuk bertempur tepat di hari Rabu. Maka
pertempuran pecah di hari itu dan hari berikutnya. Pada hari Jum'at, pasukan
musuhpun melarikan diri berlindung ke dalam bentengnya. Kaum muslimin
segera mengepungnya dengan sangat ketat dari segala penjuru dalam beberapa
waktu yang ditentukan Allah.
4. Bermusyawarah dengan Para Pemimpin Pasukan
Pengepungan pun dilakukan dan memakan waktu yang berlarut-larut
sehingga membuat pasukan kaum muslimin kebingungan hendak melakukan apa.
Karena itu, An-Nu'man mengumpulkan para pimpinan pasukan untuk
merundingkan bagaimana cara menghadapi musuh agar mereka keluar dari
benteng dan menghadapinya di tempat yang lapang. Karena itu, pemimpin
pasukan yang paling muda, yaitu Amru bin Salamah menjadi pemimpin yang
berbicara paling awal. Dia berkata, "Sesungguhnya berlindung dan tetap bertahan
di benteng itu akan lebih berbahaya bagi diri mereka dan lebih menjaga keutuhan
personil kaum muslimin."
Namun seluruhnya menolak usulan ini dan berkata, "Kita sangat yakin
agama kita pasti menang dan kita akan mendapatkan janji Allah." Setelah itu
Amru bin Ma'di Karib berkata, "Mari kita serbu mereka dan jangan takut terhadap
mereka." Tetapi mereka juga menolak usulan ini dan berkata, "Sesungguhnya kita
akan berhadapan dengan dinding benteng dan ini akan membantu mereka."
Setelah itu Thulaihah al-Asadi memberikan usulnya dan berkata, "Kedua
pendapat tadi tidak tepat. Menurutku kita harus mengutus sekelompok pasukan
untuk menyerang mereka terlebih dahulu. Ketika kelompok kecil ini diserbu
musuh maka mereka seolah-olah berlari kalah menuju pasukan kita. Di saat
mereka mengejar pasukan kecil yang berlari ke kita, maka hendaklah kita dan
seluruh pasukan menunjukkan seolah-olah kita benar-benar kalah dan berlari
mundur ke belakang. Setelah mereka yakin akan kekalahan kita, pasti mereka
akan bersemangat untuk mengejar dan keluar dari benteng secara keseluruhan.
Ketika itulah kita berbalik menyerang mereka hingga Allah menentukan siapa
pemenangnya kelak." Maka seluruhnya merasa ide inilah yang terbaik.
Kebetulan, pasukan yang ditugaskan sebagai pasukan penyerang adalah
Qa’qa, sehingga ia segera melaksanakan tugas ini. Qa'qa segera melaksanakan
instruksi itu. Tatkala musuh keluar dari benteng menyerbu mereka, Qa'qa berlari
mundur dengan seluruh prajuritnya. Dia masih terus mundur ke belakang. Siasat
tersebut berjalan tepat dan membuat musuh tidak menyia-nyiakan kesempatan
tersebut untuk terus mengejar pasukan Qa’qa. Mereka segera keluar dari benteng
sebagaimana yang diprediksikan Thulaihah. Mereka dengan semangat terus
mengejar sembari meneriakkan, "Kejar-kejar!"
Akhirnya seluruh pasukan musuh keluar dari benteng dan memburu kaum
muslimin hingga tidak tersisa di benteng kecuali para penjaga pintu. Sementara
an-Nu'man telah bersiap-siap dengan pasukannya. Peristiwa ini terjadi pada Hari
Jum'at. Seluruh pasukan telah bersiap-siap untuk menyerbu namun an-Nu'man
menahan mereka hingga matahari tergelincir. Pasukan masih terus bersikeras
menyerbu musuh, namun an-Nu'man masih tetap bertahan dan an-Nu'man
terkenal seorang yang berpendirian teguh. Tepat ketika matahari tergelincir
mereka melaksanakan shalat.
Setelah itu segera dia menaiki kudanya dan berkeliling memeriksa
pasukannya sambil menasehati mereka untuk selalu bersabar. Jika terdengar takbir
pertama yang ia kumadangkan maka hendaklah mereka menyiapkan diri. Jika
takbir kedua dikumandangkan tidak satupun dari pasukan kecuali telah
menyiapkan diri dengan persenjataan masing-masing. Dan takbir ketiga telah
dikumandangkan maka seluruh pasukan harus bergerak menyerang. Setelah
menginstruksikan hal ini dia kembali ke posisinya. Di sisi lain tentara Persia telah
menyiapkan pasukan besar dengan parade barisan yang tidak pernah terlihat
sebelumnya. Mereka dirantai dengan rantai besi agar tidak dapat melarikan diri
dari medan pertempuran ataupun menghindar.

5. Jalannya Peperangan
Ketika takbir ketiga dikumandangkan maka seluruh pasukan menyerbu
musuh. Sementara panji yang dikibarkan an-Nu'man berkibar-kibar di atas
kudanya menunjukkan bahwa dirinya adalah pemimpin pasukan dan tidak pernah
takut dengan musuh yang begitu banyak. Ketika kedua pasukan ini bertemu,
gemerincing pedang yang beradu tak dapat dihindari lagi. Pertempuran berkobar
hebat di mana At-Thabari menggambarkan suasana pertempuran tersebut sebagai
pertempuran yang belum pernah terdengar seperti itu sebelumnya.
Hasilnya langsung bisa disaksikan. At-Thabari mengisahkan bahwa tidak
menunggu waktu lama, mayat-mayat musuh pun bergelimpangan antara
tergelincirnya matahari hingga malam hari datang. Kondisi ini ternyata membuat
tanah dalam medan pertempuran itu menjadi licin. Banyak kuda-kuda yang
tergelicir karenanya. Bahkan, kuda pangliman tertinggi an-Nu'man bin al-
Muqarrin pun ikut tergelincir. Hal ini membuat dirinya jatuh terlempar dari
kudanya. Ketika itulah salah satu anak panah musuh berhasil menembus
lambungnya hingga membuatnya bertemu dengan syahid sebagaimana yang
menjadi keinginannya sebelum perang. Namun wafatnya panglima kaum
muslimin tersebut tidak ada yang mengetahui kecuali saudaranya, Suwaid.
Suwaid menutupi wajahnya dan menyembunyikan jenazahnya. Selanjutnya
ia menyerahkan panji kepemimpinan kepada Huzaifah bin al-Yaman untuk
menggantikan posisinya. Sembari menyerahkan panji kepemimpinan, ia
menyuruh Huzaifah agar berita kematian an-Nu'man dirahasiakan hingga
peperangan usai. Tujuannya, agar tidak mempengaruhi semangat bertempur
pasukan kaum muslimin.
Pertempuran pun terus berlangsung dengan sengit. Pasukan kaum muslimin
berperang dengan penuh kesabaran dan keberanian luar biasa. Kesabaran dan
kekuatan yang ditunjukkan pasukan kaum muslimin membuat pasukan Persia
lama kelamaan menjadi putus asa dan pada akhirnya mereka melarikan diri secara
kocar-kacir. Petaka bagi puluhan ribu pasukan Persia yang dirantai, karena ketika
melarikan diri, mereka justru membuat dirinya sendiri dalam bahaya. Apalagi
sebelum beperang, mereka telah menggali parit sebagai pertahan mereka. Pada
akhirnya, parit yang mereka gali menjadi kuburan bagi mereka sendiri. Karena
ketika pasukan berantai ini satu terjatuh, akan menarik lainnya untuk ikut terjatuh
ke dalamnya sehingga pasukan kaum muslimin dengan mudah menghabisinya.
Pasukan kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran ini. Jumlah
pasukan Persia yang terbunuh pada malam tersebut berjumlah sekitar 100.000
orang. Sedangkan sisanya selamat dengan melarikan diri. Lalu bagaimana dengan
komandan pasukan, al-Fairuzan? Komandan Persia tersebut berhasil melarikan
diri ke Hamazand. Qa’qa bin Amr mengetahui hal itu dan langsung melakukan
pengejaran ke sana. Al-Fiaruzan langsung menuju pegunungan di Hamazand.
Kebetulan di tempat tersebut banyak kuda dan keledai yang membawa madu yang
menghalangi jalan. Al-Fairuzan tidak sanggup lagi untuk mendaki dataran tinggi
ini disebabkan luka-lukanya yang sangat parah. Akhirya terpaksa al-Fairuzan
berjalan kaki dan bergantung di gunung itu. Sementara al-Qa'qa' terus mengejar
dan akhirnya berhasil membunuhnya.
Salah seorang pasukan kaum muslimin memberikan komentarnya tentang
peristiwa tersebut. "Sesungguhnya Allah memiliki para tentara dari madu,
akhirnya mereka berhasil mendapatkan seluruh madu-madu berikut barang-barang
yang dibawa kuda-kuda maupun keledai-keledai tersebut hingga tempat ini."
Tempat ini kelak dinamai dengan lembah madu.
Setelah itu Qa'qa' bergerak mengejar pasukan musuh yang berlari ke
Hamazdan. Sesampainya di sana, dia mulai mengadakan pengepungan dari
seluruh penjuru, hingga akhirnya penguasa Hamadzan menawarkan untuk
berdamai dan Qa'qa menerima tawarannya. Setelah itu Qa'qa' beserta pasukannya
segera kembali kepada Huzaifah setelah mereka berhasil menaklukkan Nahawand
dengan peperangan. Itulah peran hebat seorang Qa’qa bin Amr sebagai salah satu
singa-singa pahlawan peperangan Nahawand. Pertempuran Nahawand ini oleh
beberapa sejarawan Islam disebut sebagai pertempuran “Futhul Futuh” atau
pembuka berbagai kemenangan. Buktinya, setelah pertempuran hebat Nahawand
ini, pasukan kaum muslimin semakin mudah dalam menakhlukkan wilayah-
wilayah Persia dan membuat kerajaan itu hilang sama sekali seperti Sabda nabi
saw.

Anda mungkin juga menyukai