Anda di halaman 1dari 14

Teologi Kontekstual, Model Terjemahan "Keselamatan"

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keselamatan adalah menunjukkan kepada hal yang terlepas dari tempat kejatuhannya
kemudian kepada kedudukan semula. Bisa dikatakan bahwa seseorang yang terlepas dari
kuasa dosa sehingga mendapatkan kesucian atau seseorang yang terlepas dari kuasa maut.
Dapat juga dikatakan bahwa seseorang yang telah lama bermusuh dengan Allah kemudian
menjadi berdamai atau seseorang menjadi hamba kemudian menjadi anak. Maka hal tersebut
disebut sebagai pemindahan kedudukan. Seseorang dapat juga dikatakan dalam kondisi
diselamatkan. Orang ini bukan diselamatkan bukan karna dirinya sendiri melainkan karena
cinta kasih si penyelamat.[1]
Dengan pernyataan bahwa seseorang dapat diselamatkan itu bersifat pribadi, proses
ketika seseorang percaya kepada Tuhan sehingga kepercayaan berakibat tindakan. Seseorang
yang diselamatkan pada satu sisi bersandar kepada anugerah Tuhan tetapi dipihak lain
bersandar pada imannya sendiri. Iman tersebut juga merupakan anugerah Tuhan yang
ditentukan oleh berapa besar penerimanya.
Arti keselamatan secara etimologi adalah Yesuah dengan kata dasar yasha dan
kata syalom. Kata yasha memiliki arti luas, lebar (lawan kata “sempit). Penggunaan di
Perjanjian Lama, yasha  seringkali digunakan dalam pengertian membebaskan atau mencari
jalan untuk menolong seseorang dari beban hdup, penderitaan ataupun bahaya. Hal
pertolongan tersebut menghasilkan kemenangan, kebahagian dan selamatan. Sedangkan
kata syalom  dipaka 237 kali dalam Perjanjian Lama yang artinya adalah damai sejahtera,
keselamatan atau pertolongan. Keadaan yang puas, bahagai dan utuh. Ketika kata ini
diterjemahkan dalam Perjanjian Baru yaitu dengan kata eirene. Ketika berbicara dalam
Perjanjian Lama, maka keselamatan merujuk kepada keselamatan dari berbagai hal seperti
bencana, mara bahaya, penyakit, kematian sehingga menunjukkan kepada pembebasan bagi
Tuhan untuk melaksanakan rencanaNya yang khusus (yes. 43:11-12, 49:6).[2]
Melihat pengertian dan arti keselamatan secara etimologi diatas maka tentu hal
tersebut akan berdampak kepada semua manusia. Sebab manusia tidak ada yang abadi dan
tentu semua orang mengharapkan keselamatan ketika proses kematian telah dialami. Agama
apapun orang tersebut pasti mengharapkan sehingga mendapatkan keselamatan. Bagi orang
Kristen secara umum, bahwa keselamatan sudah didapat bagi semua orang Kristen. Hanya
bagaimana seseorang saja menerima dan melakukan melalui tindakan untuk mengasihi
sesama.
Adapun konteks tempat akan penulis angkat adalah Gereja Kalimantan Evangelis
secara umum. Sehingga orang-orang Kristen secara khusus Gereja Kalimantan Evangelis
dapat mengetahui dan memahami keselamatan secara mendalam untuk menerapkannya
dalam tindakan. Melalui tulisan ini juga dapat memberikan pemaparan kepada orang-orang
Kristen terkhusus untuk Gereja Kalimantan Evangelis bahwa keselamatan memiliki peran
dan ambil andil dalam kehidupan orang-orang Kristen. Maka proses penulisan ini diperlukan
keselarasan melihat arti dan makna keselamatan menurut berbagai konteks seperti Alkitab,
tradisi gereja, budaya agama lokal dan perubahan-perubahan sosial.
Pada bagian akhir maka penulis akan melakukan analisa terhadap pandangan
keselamatan untuk berbagai konteks sehingga menghasilkan bahwa secara Alkitab yang
benar dari berbagai konteks yang ada. Sehingga hal ini dapat diterapkan di Gereja
Kalimantan Evangelis dan dapat diterima sebagai penjelasan bahwa keselamatan diperlukan.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka penulis mengajukan tulisan
yaitu “KESELAMATAN (MODEL  TERJEMAHAN)”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan masalah diatas, maka diperlukan rumusan masalah berupa
beberapa pertanyaan sebagai fokus penelitian yang ada. Berikut ini :
a.       Bagaimana pandangan keselamatan menurut Alkitab dan tradisi gereja?
b.      Bagaimana pandangan keselamatan menurut konteks GKE, budaya agama lokal dan
perubahan-perubahan sosial?
c.       Bagaimana analisa terhadap keselamatan menurut berbagai konteks seperti Alkitab, tradisi
gereja, budaya agama lokal dan perubahan-perubahan sosial?
C.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut :
a.       Memaparkan pandangan keselamatan menurut Alkitab dan tradisi gereja.
b.      Menjelaskan pandangan keselamatan menurut konteks GKE, budaya agama lokal dan
perubahan-perubahan sosial.
c.       Menguraikan analisa terhadap keselamatan menurut berbagai konteks seperti Alkitab, tradisi
gereja, budaya agama lokal dan perubahan-perubahan sosial.
D.    Batasan Masalah
Penulis akan mengarahkan penulisan makalah ini mengenai pandangan keselamatan
pada berbagai konteks yaitu Alkitab, tradisi gereja, budaya agama lokal dan perubahan sosial.
Kemudian dari penjelasan keseluruhan maka penulis akan melakukan analisa terhadap
pandangan keselamatan dari berbagai konteks sehingga dapat menemukan refleksi bagi
kehidupan bergereja.
E.     Metode Penulisan
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis menggunakan metode
penulisan yaitu studi pustaka, dengan memperhatikan buku-buku, jurnal, skripsi dan tesis.
Sedangkan metode penulisan yang kedua adalah menggunakan beberapa website yang dapat
dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan tulisannya.

PEMBAHASAN
BAB I PANDANGAN KESELAMATAN MENURUT TAFSIRAN ALKITAB DAN
TRADISI GEREJA
A.    Tafsiran menurut Kisah Para Rasul 28 : 28
Pada bagian ini penulis memaparkan tafsiran dari umum ke khusus. Maksudnya
adalah penulis akan memaparkan dari garis besar kitab Kisah Para Rasul, kemudian berlanjut
kepada Kisah Para Rasul 28 : 28 secara spesifik.
Kitab Kisah Para Rasul merupakan bagian kedua dari karya penulis Injil Lukas. Kitab
ini merupakan sambungan dari Injil Lukas. Adapun penulis dari kitab Kisah Para Rasul
hendak menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat menghalangi penyebarluasan Injil Yesus
ke seluruh dunia. Pada bagian ini juga bercerita tentang khotbah-khotbah dan pengalaman-
pengalaman Paulus, termasuk ketika perjalanannya ke seluruh kawasan sekitar Laut Tengah
sebelah timur dan utara.[3] Pada pasal terakhir ini menceritakan tentang pengalaman Paulus
setelah ia selamat di pantai Malta. Kemudian Paulus berangkat ke Roma dan memberikan
kesaksiannya di situ kepada orang-orang Yahudi maupun kepada orang-orang bukan Yahudi.
Pada saat itu untuk pertama kalinya Paulus menginjak kota Roma dimana di kemudian hari ia
wafat. Tetapi pada tahanan itu Paulus tidak menderita nasib itu, setelah beberapa tahun di
Roma maka Paulus dibebaskan. Lalu ia pergi memberitakan Injil dimana-mana.[4]
Penulis dari kitab Kisah Para Rasul adalah Lukas (bandingkan Kis 1 : 1 dengan Luk
1 : 1-4). Lukas merupakan orang bukan Yahudi. Ia seusia dengan Paulus dan menjadi kawan
tetapnya selama dua puluh tahun terakhir daripada kehidupan Paulus. Lukas adalah seorang
dokter dan sarjana yang berbakat dan daam kehidupan Kristennya terdapat sifat-sifat seperti
kebaikan, kesetiaan, iman dan sukacita. Penulisan Kisah Para Rasul ini sekitar tahun 61,
ketika Paulus masih dipenjarakan di Roma (Kis 28). Tugas yang dilakukan yaitu kepada
jemaat mula-mula, mencakup seluruh dunia. Umumnya jalan perkembangannya adalah dari
timur ke barat, dari Yerusalem ke Antiokhia (Siria) ke Efesus ke Roma. Maka dari keempat
kota itu, sebagian besar keterangan yang tercantum di dalam Kisah Para Rasul bertalian
dengan Yerusalem dan Antiokhia.[5] Pada ayat 28-29 ingin menyatakan bahwa prinsip
Paulus dalam P.I. digariskan di sini. Maka sebenarnya lebih dahulu orang Yahudi diberitakan
Injil. Maka ketika mereka telah mendengarkannya barulah Injil disampaikan kepada bangsa-
bangsa lain.[6] Pada pasal 28 ayat 28 ingin menyatakan bahwa pada akhirnya sejarah
Kerajaan Allah tidak akan berhenti. Betapa sakitnya kedengaran di telinga orang-orang
Yahudi, dengan terus terang Paulus mengatakan bahwa Israel akan menolak keselamatan itu
dan akan jatuh, tetapi hal itu berarti bahwa kebangkitan bagi orang-orang kafir (bangsa-
bangsa lain). Mereka akan menerima berita Injil dan menerimanya. Melihat dan mendengar
hal tersebut maka orang Yahudi menjadi menyesal karena mereka tidak pernah mau mengerti
janji Allah kepada Abraham.[7]
B.     Tradisi Gereja tentang keselamatan
a.       Agustinus
Aurelius Augustinur Hipponensis lahir pada 13 November 345, dikenal sebagai Santo
Agustinus atau Saint Augustine dan Saint Austin dalam bahasa Inggris. Ia merupakan
seorang filsuf dan seorang teolog Kristen awal yang tulisannya mempengaruhi
perkembangan  Kekristenan Barat dan Filsafat Barat. Ia juga merupakan seorang uskup
Hippo Regius yang terletak di Numidia. Ia dipandang sebagai salah satu Bapa Gereja
terpenting dalam Kekristenan Barat karena tulisan-tulisannya pada Era Patristik. Diantara
karya-karyanya yang terpenting misalnya adalah Kota Allah dan Pengakuan-Pengakuan.[8]
Adapun pengajaran Agustinus (354-430 AD) mengenai keselamatan, yaitu setiap
kehendak Allah itu mutlak dan nyata, kematian Kristus untuk semua orang dan semua
manusia sehingga dapat diselamatkan berdasarkan pada Kristus Yesus. Adapun kematian dan
penebusan Yesus Kristus untuk membayar kepada Allah. Teori ini dapat diterima oleh Gereja
Roma Khatolik dan Protestan sebagai doktrin yang ortodoks.[9] Kitab Kisah Para Rasul ini
menceritakan tentang menyebarkan Injil, tentang Saulus yang bertobat menjadi Paulus dan
tentang khotbah-khotbah dari Paulu. Perjalanan Paulus ke seluruh kawasan sekitar Laut
Tengah sebelah timur dan utara. Paulus pun melakukan pemberitaan Injil sampai dengan ke
Roma.[10]
b.      Martin Luther
Martin Luther lahir di Eiisleben, kekaisaran Romawi pada 10 November 1483. Matin
Luther adalah seorang Jerman yang dididik menjadi Pastor dan Professor Teologia. Ia adalah
pendiri gereja Lutheran, gereja Protestan yang merupakan pecahan dari gereja Katolik Roma.
Ia mrupakan seorang tokoh terkemuka bagi Reformasi dan memiliki doktrin dan budaya
Lutheran serta tradisi Protestan. Melakukan beberapa seruan kepada ajaran-ajaran Alkitab
sehingga melahirkan tradisi gereja yang baru dalam sejaraha Kekristenan. Gerakan
pembaharuannya mengakibatkan gerakan yang membuat Gereja Katolik Roma menjadi
marah besar. Adapun setiap sumbangan-sumbangan pemikiran yang dilakukan oleh Martin
Luther terhadap peradaban Barat jauh melampaui kehidupan Gereja Kristen. Salah satu yang
menarik dari kehidupan yang telah diukirnya sehingga menjadi contoh kehidupan pendeta
sampai pada masa sekarang adalah pernikahan yang dilakukannya dengan Katharina von
Bora pada 13 Juni 1525, hal ini membuat gerakan pernikahan di kalangan banyak tradisi
Kristen.[11]
Melalui studi yang ia lakukan yaitu studi Alkitab dari kitab Roma, Mazmur, Galatia
dan Ibrani yang ia pelajari maka ia menemukan sebuah kebenaran bahwa manusia dibenarkan
oleh karena iman. Pada tanggal 31 Oktober 1517, ia melakukan reformasi memprotes Roma
Khatolik. Kemudian pada tahun 1537, ia menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman.
Martin Luther menitik-beratkan teorinya mengenai penebusan manusia yaitu kepada nilai
darah Kristus, bahwa pernyataan kasih Allah yang sempurna dan tak berkesudahan, sebagai
penghentian dari murka Allah, sebagai pendamaian orang percaya dengan Allah, sebagai
kuasa dosa dan hukuman yang dapat ditebus oleh Kristus Yesus yang satu-satunya yang
dapat melaksanakan penebusan. Ia juga menitik-beratkan bahwa anugerah Allah atas orang
yang percaya sehingga setiap orang percaya dapat menikmati anugerah Allah. Penebusan
yang dilakukan adalah untuk seluruh umat manusia, adapun caranya adalah melalui iman
untuk memperoleh seluruh penebusan. Orang-orang yang dapat diselamatkan adalah orang-
orang yang berdosa, jadi tidak hanya mencakup orang-orang yang berkelakuan baik atau
yang memiliki jasa. Sebab Yesus Kristus datang tidak hanya untuk menebus dan
menyelamatkan orang berdosa yang tak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.[12] Jadi, teori
keselamatannya menekankan pada anugerah dan kasih Allah dan iman manusia. Lebih
cenderung kepada anti Katholik.[13]
c.       Yohanes Calvin
Yohanes Calvin (bahasa Inggris : John Calvin, bahasa Perancis : Jean Calvin) dengan
nama lahir Jehan Cauvin lahir pada 10 Juli 1509 di Noyon, Picardie, Kerajaan Perancis. Ia
merupakan seorang teolog Kristen terkemuka pada masa masa Reformasi Protestan yang
berasal dari Perancis. Namanya dikenal dengan sistem teologi Kristen yang disebut
Calvinisme. Ia melakukan gerakan reformasi Protestan di Jenewa dan seluruh Eropa.[14]
Pada usia 14 tahun ia masuk universitas di Paris. Ia menjadi seorang ahli hukum dan
filsuf yang baik pada umur 26 tahun. Adapun buku yang diterbitkan adalah sebuah buku
teologia yaitu “The Institutes of the Christian Religion”. Adapun menurut Calvin tentang
penebusan adalah bahwa manusia semuanya jatuh ke dalam dosa dan manusia secara sifat
sudah rusak, penuh tipu dan tak mampu berbuat sedikitpun kebaikan. Maka melihat hal
tersebut, hanya Yesus saja yang menjadi satu-satunya jalan bagi orang berdosa agar dapat
diselamatkan. Adapun tugas penyelamatan diberikan Allah kepada Yesus dan oleh darahNya
sendiri Ia melakukan penebusan. Maka cara penebusan Kristus adalah dengan cara
penggantian, yaitu dengan tidak berdosa menggantikan yang berdosa, yang tidak benar
diganti oleh yang benar. Maka teori-teori yang dikemukakan oleh Calvin sebenarnya diterima
oleh Gereja Presbyterian.[15]
Kemudian, pada buku “Institutio” menyatakan bahwa seluruh pokok keselamatan
manusia adalah bagian yang terkandung di dalam Kristus Yesus. Maka oleh sebab itu
janganlah beranggapan bahwa keselamatan berasal dari orang lain. Jika berbicara tentang
keselamatan maka hanya Kristuslah yang menjadi sumbernya.[16]
d.      Pietisme dan France.
Latar belakang dari munculnya pietisme adalah muncul dari daratan Eropa Barat,
diawali dengan pernyataan protes dari berbagai pihak atas kekurangannya gereja. Aliran
pietisme adalah aliran yang menekankan kesalehan dan penghayatan iman. Kemudian,
gerakan pietisme ini muncul pada abad ke-17 sampai berakhirnya abad ke-18. Adapun
penyebab muncul dikarenakan rendahnya peran gereja terhadap jemaat dan berkembangnya
semangat dunia yang sudah merajalela terhadap masyarakat Kristen. Kaum Pietisme
beranggapan bahwa khotbah yang diberikan hanya memuaskan otak manusia saja dan para
petinggi yang khotbah di mimbar-mimbar tidak ikut ambil bagian dalam kehidupan
masyarakat Kristen. Maka diperlukanlah tindakan yang diterapkan di dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat memperlihatkan bahwa manusia tersebut adalah orang Kristen.
Adapun tokoh-tokoh pietisme salah satunya adalah August Hermann Francke yang
lahir di Lubeck di dekat kampung Hamburg pada tanggal 22 Maret 1663. Menurut Francke,
kehidupannya terlihat berhasil namun sebenarnya tidak berarti, sebab ia belum memiliki iman
yang hidup. Kemudian, sejak tobatnya Francke maka ia mendalami lingkungan Spener. Pada
tanggal 7 Januari 1692, Francke tiba di Halle dan menjadi guru besar di Universitas Halle.
Oleh sebab itu Halle menjadi pusat pietisme.
Ajaran yang ada dari kaum Pietisme adalah sebagai berikut :[17]
1.      Iman yang hanya berpusat pada Alkitab, tidak kepada ajaran gereja.
2.      Ketika rasa berdosa, pengampunan, pertobatan, kesucian hidup dan persekutuan sebagai
suatuyang khas dalam kehidupan kristiani.
3.      Pengungkapan iman secara khas melalui nyanyian, kesaksian dan semangat menginjili.
Melihat hal tersebut maka kaum Pietisme tidak secara mendalam membahas
mendalam mengenai keselamatan. Kaum Pietisme lebih mendalam mengenai kehidupan yang
saleh.
BAB II PANDANGAN KESELAMATAN MENURUT KONTEKS GKE, BUDAYA
AGAMA LOKAL DAN PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL

A.    Konteks Gereja Kalimantan Evangelis


Kalimantan berarti  pulau yang memiliki sungai-sungai besar. Pulau Kalimantan
dikenal dengan nama Brunia, Borneo, Tanjung Negara dengan pula terbesar yang dimiliki
oleh Indonesia atau 5 kali lebih luas dari pulau Jawa. Luasnya 553.000 km merupakan 28,3%
dari luas seluruh Indonesia.[18]
Sejarah berdirinya Gereja Dayak Evangelis adalah setelah terjadinya keputusan
Sinode di Mandomai (1930). Sebenarnya sejarah berdirinya Gereja Dayak Evangelis ini
sudah muncul pada tahun 1925, bukan karena keinginan manusia tetapi karena kerinduan
orang Dayak untuk mengambil tanggung jawab sepenuhnya guna memberitakan Berita
Keselamatan untuk suku bangsa dan masyarakat Kalimantan. Tetapi masih ada keraguan
ketika ingin mendirikan Gereja Dayak Evangelis pertama ada belum ada orang-orang Dayak
yang telah menjadi pendeta walaupun jumlah guru dan pemerita-pemberita Injil sudah ada.
[19] Kemudian ada keraguan yang terjadi yaitu keraguan dari pihak Zending mengenai
pendirian Gereja Dayak Evangelis dan masih tipisnya keuangan yang terjadi sehingga hal
tersebut sangat berpengaruh bagi keberadaan dan berdirinya Gereja Dayak Evangelis.[20]
Kemudian dalam konferensi para pengerja Zending pada tahun 1935 di Banjarmasin
yang dihadari oleh H. Witschi (Inspektor Zending Basel untuk Kalimantan), Dr. H.
Kraemer[21] dan Mr. S. C. Graaf van Ranwijck (konsul Zending di Jakarta saat itu) maka
pada keputusan tersebut menghasilkan suatu rencana “Peraturan Gereja Dayak Evangelis”.
Kemudian, setelah konferensi dilakukan maka diadakan Sinode Umum yang kedua dari
seluruh jemaat di Kalimantan pada tanggal 2-6 Aprl 1935 di Kuala Kapuas yaitu mengambil
tempat di gedung Gereja Barimba. Pada saat Sinode tersebut dihadiri oleh Inspector H.
Witchi dan Mr. S. C. Graaf van Randwijck. Hadir pada saat itu tiga puluh orang dari suku
Dayak dan delapan penginjil Zending Basel tepatnya pada 4 April 1935 pukul 12 siang.
Semua telah menerima peraturan gereja yang telah direncanakan. Melalui kejadian yang
penuh dengan kehikmatan dan iman maka berdirilah secara resmi Gereja Dayak Evangelis,
yang kemudian diakui pada 24 April 1935 sebagai badan hukum. Kemudian pada tanggal 5
April 1935 dibaptislah kelima lulusan Sekolah Teologi Banjarmasin di gedung gereja
Hampatung sebagai pendeta-pendeta pertama di GDE.[22] GKE merupakan kelanjutan dari
GDE (1935-1950) merupakan hasil dari pekabaran Injil yang dilaksanakan oleh Badan
Misi Rheinische Missionsgesellschaft zu Barmen  dari Jerman (1835-1920) dan Basler
Missionsgesellschaft dari Swiss (1920-1935). Adapun yang menjadi pusat kedudukan GKE
berada di Banjarmasin. Maka disebutlah GDE (Gereja Dayak Evangelis) berubah menjadi
GKE (Gereja Kalimantan Evangelis).
Pandangan Gereja Kalimantan Evangelis tentang keselamatan menurut Katekismus
GKE adalah melalui proses kelahiran Yesus Kristus yang telah lahir menjadi raja penyelamat.
Yesus Kristus lahir sebagai manusia sejati dan sebagai Allah yang sejati. Hanya sebagai
manusia sejati maka Ia dapat menanggung segala hukuman dosa manusia. Hanya sebagai
Allah sejati maka Ia dapat berkuasa mengalahkan seluruh kausa iblis dan menjadi Juruslamat.
Ketika Yesus Kristus hidup di bumi, Ia mengajarkan dan mewujudkan kasih karunia Allah
dan sepanjang hidupNya. Ia menderita karena dosa manusia. Kemudian, pada akhir hidupNya
Ia mati di kayu salib dengan menanggung dosa-dosa manusia sehingga manusia dapat
diampuni dan bebas dari hukuman. Kemudian, Ia bangkit dari antara orang mati dan
membangkitkan manusia untuk menjalani kehidupan baru.[23]
Adapun orang-orang yang dapat menerima keselamatan adalah orang Kristen yang
percaya bahwa manusia yang hanya diselamatkan dari segala dosa oleh karena korban Kristus
di kayu salib. Caranya adalah dengan mengimani bahwa ada karya Kristus bagi manusia, kata
“mengimani” bukan hanya sekedar beragama Kristen dan percaya kepada Tuhan. Tetapi
dengan cara hidup menajdi murid Yesus Kristus yaitu hidup di dalam Dia dan Dia hidup di
dalam aku. Melalui iman yang sejati maka manusia hendaknya melihat dan memperhatikan
melalui Firman Tuhan. Maka selebihnya meyakini bahwa pengampunan dosa dan hidup
kekal diberikan kepada seluruh manusia dengan berdasarkan karya Kristus. Iman tersebut
bukan karena perbuatan diri sendiri, melainkan karena dicurahkan ke dalam hati setiap
manusia oleh Roh Kudus.[24]
B.     Pandangan keselamatan menurut Dayak Ngaju dan Maanyan
Pada dasarnya Kalimantan memiliki berbagai suku, namun untuk wilayah yang ada di
Gereja Kalimantan Evangelis adalah mayoritas dayak Ngaju dan dayak Maanyan maka pada
kesempatan ini penulis akan memaparkan dari suku dayak Ngaju dan Maanyan.
Suku dayak Ngaju berarti udik. Suku ini adalah suku yang termaju di daerah
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Mereka mendiami daerah aliran sungai Kapuas,
Kahayan dan ada yang tinggal di Banjarmasin. Pada umumnya mereka memeluk agama
Kristen Protestan tetapi ada juga yang memeluk agama Islam dan Kaharingan.[25] Ada
begitu banyak upacara adat yang dimiliki seperti upacara perkawinan, kematian dan
sebagainya. Salah satu upacara kematian yang dimiliki oleh suku dayak Ngaju adalah upacara
Tiwah.
Tiwah adalah upacara mengantarkan jiwa/ roh manusia, binatang dan berbagai
peralatan yang digunakan.[26] Namun, ada juga yang mengatakan bahwa upacara Tiwah
adalah upacara yang sakral, yaitu ketika mengantarkan jiwa atau roh dunia yang telah
meninggal menuju tempat yang dituju yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung
Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau Habaras Bulau dst.yang letaknya di langit ke tujuh.
[27] Adapun persyaratan yang harus terseda adalah hewan korban seperti kerbau,sapi, babi,
ayam dan pada zaman dahulu harus dilengkapi dengan kepala manusia. Namun, pada masa
sekarang kepala manusia diganti dengan kepala kerbai atau kepala sapi.[28] Adapun pada
pelaksanaan upacara Tiwah diawali dengan musyawarah yang hasilnya diumumkan bahwa
dalam waktu dekat akan diadakan Upacara Tiwah. Sehingga melalui pengumuman tersebut
bagi yang mau mengikuti dan menyertakan keluarga dengan cara mengumpulkan salumpuk
liau (jiwa/ roh orang yang telah meninggal dunia). Maka setelah menyatakan niat dengan
menyebutkan jumlah yang diikutsertakan dalam upacara Tiwah maka akan menjadi
para Bakas Lewu (Rumah Tua) dan yang pantas menjadi Bakas Tiwah. Maka setelah
pemilihan tersebut akan dibicarakan lebih detail pelaksanaannya. Kemudian, menyangkut
kesanggupan yang diberikan dari pihak-pihak keluarga untuk bergabung dalam upacara
Tiwah. Kesanggupan akan ditentukan dari masalah konsumsi, hewan-hewan yang akan
dipersembahkan sebagai korban bersama untuk memutuskan siapa pelaksana upacara Tiwah
apakah dari Mahanteran atau Balian.[29] Kemudian, keluarga harus memiliki persyaratan
untuk menyediakan seekor ayam dalam setiap Salumpuk Liau (jiwa/ roh orang yang telah
meninggal dunia).[30]
Pelaksanaan upacara Tiwah dilakukan selama lima hari dengan penjelasan sebagai
berikut :
Hari pertama akan diawali dengan mendirikan sebuah bangunan yang berbentuk
rumah yang hanya dibangun dalam waktu satu hari. Sedangkan persyaratan yang harus
dibawa adalah seekor babi yang dibunuh sendiri oleh Bakas Tiwah. Maka setelah itu akan
diberikan tanda-tanda bahwa barang-barang yang akan digunakan dan disediakan untuk
upacara Tiwah.
Hari kedua, yaitu mendirikan semacam balai yang terletak di depan rumah Bakas
Tiwah  yang berguna untuk menyimpan tulang belulang masing-masing orang yang ikut
dalam upaara Tiwah. Maka seorang babi akan dibunuh dan diambil darahnya, akan dipasang
pula bambu kuning dan kain-kain kuning. Selain itu terdapat juga bendera. Pada hari kedua,
alat-alat musik disediakan, namun terlebih dahulu sebelum digunakan maka harus dipalas
atau dioles darah. Saat itu juga seoang pemimpin upacara Tiwah akan menghubungi keluarga
yang mengikutsertakan keluarganya untuk di Tiwah agar dapat memohon izin
kepada Sangiang (sebutan Tuhan untuk agama Kaharingan)[31]. Adapun yang hadir pada
saat itu, memiliki baju yang khusus dan tidak mengenal jenis kelamin.[32]
Hari ketiga, semua jenis hewan korban akan diikat di tiang. Kemudian, ada tiga orang
yang mengelilingi untuk menari dan hanya dilakukan oleh laki-laki dewasa. Maka akan
terdengar kegembiraan, sebab beras merah dan beras kuning ditaburkan ke arah atas. Maka
dimulailah membunuh dan dengan cara menombak hewan korban dengan dan menaburkan
beras sehingga diharapkan semua akan menjadi baik, jauh dari segala penyakit dan gangguan,
panjang umur dan banyak rejeki.[33]
Hari keempat maka seluruh keluarga yang mengikutsertakan diri dan keluarga akan
ikut merayakan upacara Tiwah dengan menuangkan minyak kelapa di kepala para tamu
sambil menuangkan baram (bir) serta menawarkan ketan, nasi, kaki ayam dan lemak babi
dan diakhiri dengan menyuguhkan rokok. Maka pada saat itu didirikan tiang panjang yang
memiliki makna pemberitahuan kepada siapapun bahwa kampung itu sedang mengadakan
sebuah upacara Tiwah. Jadi, tidak diperbolehkan orang yang berasal dari kampung lain yang
tidak menjalani izin kepada kampung yang sedang menjalankan upacara Tiwah. Jika
melanggar maka akan ditangkap bahkan bisa dibunuh sehingga bisa menjadi salah satu
pelengkap dari upacara Tiwah.[34] Kemudian, seorang pemimpin dari upacara Tiwah akan
berkomunikasi dengan orang yang sudah meninggal untuk memberitahukan bahwa mereka
yang nama-namanya adisebutkan akan diantar ke Lewu Liau. Sehingga, Sangiang akan
melindungi dan hadir dalam upacara Tiwah. Sehingga setiap mereka akan dijauhkan dari
sakit penyakit. Kemudian, komunikasi akan dilanjutkan kepada setan-setan dan jin-jin agar
tidak mengganggu jalannya upacara Tiwah sehingga tidak ada kematian, orang terluka, sakit
bahkan tulah yang ada. Setelah berkomunikasi maka pemimpin upacara akan melihat ke
langit, untuk memperhatikan apakah ada elang yang fungsinya untuk melindungi dan
memantau jalannya upacara Tiwah. Proses selanjutnya adalah upacara Tiwah dilaksanakan
selama tujuh atau empat puluh hari dimaksud untuk menghindari kesalahpahaman mengenai
hal-hal yang tidak diperbolehkan.[35]
Hari keempat adalah akan dilaksanakan proses menari dengan jumlah orang sebanyak
empat orang.
Hari kelima adalah dibangun jalan untuk dilalui roh/ jiwa berupa tulang-tulang yang
mengikuti upacara Tiwah yang berbentuk tiang dari kayu ulin atau kayu besi yang menjulang
tinggi ke atas dengan tinggi mencapai 50 sampai 60 meter dari tanah. Maka semua hewan
akan diikat. Sebuah belanga dengan ukuran besar dan mahal harganya diletakkan disamping
patung besar yang terbuat dari kayu. Kemudian dari bebagai tempat akan datang untuk
mengikuti upacara Tiwah. Maka akan disediakan bambu dan daun itik sebagai tempat untuk
memasak.[36]
Pada acara puncak maka pemimpin dari persiapkan untuk upacara. Maka saat duduk
diawali dengan buang sial. Sehingga selama prosesi dapat berlangsung dengan lancar. Salah
satu persyaratan yang dilakukan adalah dengan perantaraan Rawing Tempun Telun  dengan
memiliki sifat ksatria, keberanian yang luar biasa. Maka kemudian akan datang tamu dari luar
tempat sebagai upaya untuk meramaikan acara. Terlebih dahulu akan ada prosesi adat untuk
menyambut sebagai keyakinan untuk memantapkan tuan rumah. Namun, setiap orang tidak
diperbolehkan untuk menikam bintang korban karena harus ada aturannya.[37]
            Dayak Maanyan adalah suku dayak yang berada di Barito Timur dan merupakan salah
satu dari sub Dayak dan merupakan salah satu dari suku-suku dusun (kelompok Barito bagian
Timur) sehingga disebut sebagai dusun Maanyan. Suku dayak Maanyan mendiami bagian
timur provinsi Kalimantan Tengah terutama di kabupaten Barito Timur dan sebagian di
kabupaten Barito Selatan yang disebut sebagai Maanyan I. Sedangkan untuk suku Maanyan
II terletak di bagian Kalimantan Selatan seperti di Warukin, Balangan, Samihim di kabupaten
Kotabaru. Adapun subetnis yaitu Maanyan Paku, Maanyan Paju Epat/ Maanyan Siong,
Maanyan Dayu, Maanyan Paju Sapuluh, Maanyan Banua Lima, Maanyan Warukin.
[38] Sedangkan melihat begitu banyak subetnis yang dimiliki oleh suku dayak Maanyan dan
tentu setiap daerah memiliki berbagai budaya dan kebiasaan yang beragam maka penulis
hanya akan membahas salah satu dari subetnis tersebut yaitu dari daerah Paju Epat. Paju Epat
tentu memiliki berbagai kebudayaan, ritual dan kebiasaan yang beragam, namun yang
mendekati proses mengenai keselamatan yaitu upacara Ijambe.
            Upacara ritual Ijambe sangat memegang peran dalam kepercayaan masyarakat daerah
Paju Epat. Menurut kepercayaan, roh orang yang sudah mati diimani masuk Lewo Amas.
Anggapan mereka bahwa, tidak ada kata mati atau kematian, tetapi yang mereka kenal adalah
pemisahan diri dari dunia yang fana menuju dunia yang mengadung kehidupan yang abadi
dan kekal. Upacara ini menyangkut pelaksanaan ritual dengan yang diatas. Upacara Ijambe
lebih bersifat terbuka dan setiap panitia yang telah dipilih bertanggungjawab demi kelancaran
acara. Adapun masyarakat yang mengikuti upacara ini adalah Telang, Siong, Murutowo dan
Balawa. Upacara ini memerlukan waktu 9 hari lamanya dengan pusat upacara disebuah balai
yang dibangun oleh anggota masyarakat. Sedangkan upacara Ijambe dilakukan secara
gotong-royong yang melibatkan banyak anggota masyarakat Ma’anyan.
            Adapun upacara pada hari pertama, diisi dengan kegiatan mengumpulkan daun-daun
sebagai syarat khusus dan melakukan pembongkaran kerangka dari makam yang
diikutsertakan. Kemudian, pada hari kedua akan dilakukan meraut rotan yang nantinya
digunakan untuk mengikat bangunan untuk tempat pembakaran tulang belulang. Pada hari
ketiga akan dilakukan pembakaran tulang belulang dengan segala persiapannya. Pada hari
keempat akan disebut sebagai Muarare yaitu kegiatan mencari kayu yang kecil-kecil untuk
pembakaran tulang-belulang. Pada hari kelima akan dipusatkan untuk mencari kayu bakar.
Pada hari keenam akan melakukan penghiasan dinding pada peti tulang-belulang dengan
ukiran yang indah-indah dengan motif yang sangat beragam. Pada hari ketujuh akan
dilakukan kegiatan membuat serambi atau tempat tulang-belulang. Pada hari kedelapan akan
diadakan upacara pembunuhan kerbau, babi dan binatang lainnya sebagai ciri dari Ijambe.
Kerbau tersebut diikat pada sebuah patung yang disebut Balontang. Maka sebelum ditumbak
binatang tersbut maka digiring sebanyak tujuh kali mengelilingi Balontang. Maksud dari
mengelilingi tujuh kali adalah dikarenakan bahwa yang meninggal dalam kepercayaan
masyarakat Maanyan hanya mengenal hitungan sampa dengan bilangan tujuh. Pada hari
kesembilan adalah hari terakhir dalam upacara Ijambe.[39] Disebut sebagai andrau mapui,
akan dilaksanakan upacara pembakaran tulang-belulang semua peserta Ijambe.
            Kesimpulan dari pandangan keselamatan menurut konteks budaya agama lokal dari
Ngaju dan Maanyan maka dilihat bahwa penulis menggunakan salah satu saja dari upacara
dari masing-masing suku sebagai salah satu contoh yang memiliki unsur keselamatan. Pada
suku Ngaju adalah upacara Tiwah sedangkan pada suku Maanyan adalah upacara Ijambe.
Penulis melihat dan memperhatikan bahwa keduanya memiliki kesamaan tujuan yaitu untuk
memberikan dan meminta keselamatan kepada leluhur yang diminta bagi roh/ jiwa yang
dimohon. Hanya yang menjadi berbeda adalah tempat, cara dan sebutan upacara tersebut.
            Adapun maksud dari kedua suku ini, bahwa keselamatan hanya akan didapat ketika
seseorang melakukan upacara dengan memiliki syarat yaitu ada hewan korban dan persiapan
lainnya. Keselamatan tersebut diminta kepada leluhur, diminta melalui perantara seperti
balian atau semacam pemimpin dalam upacara.
C.     Pandangan keselamatan menurut perubahan-perubahan sosial.
Orang-orang Jerman menyatakan keselamatan adalah “Heilsaneignung”, sedangkan
orang Belanda menyatakan “Heilsweg”, orde deshelis dan orang Inggris menyatakan “The
way of salavation”. Sedangkan ordo salulis menyatakan bahwa keselamatan adalah tentang
proses yang digenapi oleh Kristus secara subjektif disadar dalam hati orang berdosa.
Bertujuan unruk menjelaskan berbagai macam gerakan Roh Kudus dalam karya penebusan.
[40]
Menurut Kaftan dari ordo salutis menyatakan bahwa keselamatan hanya dapat
diterima oleh manusia yang memiliki iman. Pemikiran ini lebih cenderung kepada pemikiran
teologi Lutheran yang menganggap bahwa iman yang aktif akan menyelamatkan manusia
tersebut.[41]
Menurut pandangan Roma Katholik yang terdapat dalam teologi Roma Khatolik
bahwa manusia yang pertama kali mengenal Injil di dalam hidupnya dan dapat menerima satu
gratia sufficiens yaitu pikiran dan penguatan mengenai kehendak manusia yang dapat
mengolah dan menerima anugerah tersebut maka akan mendapat keselamatan.[42]
Menurut pandangan Arminian, menyatakan  bahwa keselamatan adalah karya Allah.
Allah membuka keselamatan bagi manusia tetapi tergantung lagi manusia apakah mau
meningkatkan semaksimal mungkin atau tidak.[43]
BAB III ANALISA TERHADAP KESELAMATAN MENURUT BERBAGAI KONTEKS
SEPERTI ALKITAB, TRADISI GEREJA, BUDAYA AGAMA LOKAL DAN
PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL

            Pada bagian ini penulis akan menganalisis terhadap keselamatan menurut berbagai
konteks seperti Alkitab, tradisi gereja, budaya agama lokal dan perubahan-perubahan sosial
dengan konteks tempat yaitu Gereja Kalimantan Evangelis.
            Menurut Roma 28 : 28 bahwa melihat dari konteks umumnya yang dimiliki oleh kitab
Kisah Para Rasul. Kemudian, pemaparan dan tafsiran dari Roma 28 : 28 menjelaskan bahwa
keselamatan diberikan awalnya kepada orang Yahudi kemudian keselamatan diberikan
kepada orang yang bukan Yahudi. Maksudnya adalah keselamatan tersebut tidak hanya
kepada orang Israel saja, tetapi diberikan juga kepada semua bangsa dan semua orang.
Keselamatan tersebut bersumber dari Yesus Kristus yang rela mati di kayu salib untuk
menebus semua dosa-dosa manusia. Maka keselamatan sudah diterima oleh semua orang
percaya.
            Menurut tradisi gereja yang penulis paparkan adalah Augustinus, Martin Luther,
Calvin dan Pietisme. Maka penulis melihat dari Augustinus menyatakan bahwa keselamatan
yaitu setiap kehendak Allah itu mutlak dan nyata, kematian Kristus untuk semua orang dan
semua manusia sehingga dapat diselamatkan berdasarkan pada Kristus Yesus. Sedangkan
menurut Martin Luther, keselamatan adalah menekankan pada anugerah dan kasih Allah dan
iman manusia. Yohanes Calvin menyatakan bahwa keselamatan adalah berasal dari orang
lain. Jika berbicara tentang keselamatan maka hanya Kristuslah yang menjadi sumbernya.
Namun, menurut Pietisme menyatakan keselamatan adalah tidak dibahas dan dinyatakan
secara terperinci sebab kaum Pietisme lebih banyak membahas mengenai kesalehan hidup
manusia.
            Menurut budaya agama lokal yaitu dayak Maanyan dan dayak Ngaju, sesuai dengan
pemaparan diatas maka penulis menggunakan salah satu contoh upacara yang dimiliki oleh
kedua suku Dayak yaitu upacara Tiwah dan upacara Ijambe. Masing-masing upacara
memiliki ciri khasnya tersendiri, namun penulis melihat dari keduanya memiliki unsur
keselamatan yang hendak diceritakan dan dipercayai oleh orang-orang suku Dayak. Unsur
keselamatan tersebut didapat dan diberikan dari para leluhur dengan menggunakan perantara
yaitu para pemimpin dari upacara. Upacara dilakukan dengan menggunakan hewan-hewan
korban dan beberapa persyaratan lainnya sesuai dengan tempat pelaksanaan upacara.
            Menurut perubahan-perubahan sosial menyatakan bahwa keselamatan disimpulkan
didapat dari beberapa pemikir gereja dan ordo-ordo. Keselamatan bersifat seperti sesuatu
yang didapat dengan iman. Ada juga yang menyatakan bahwa keselamatan sebagai sebuah
karya dari Allah, yaitu Roh Kudus yang menuntun. Keselamatan juga anugerah yang
diberikan oleh Tuhan kepada manusia.
            Ketika melihat dan memperhatikan analisa terhadap keselamatan diterapkan dalam
konteks GKE maka konteks Alkitablah yang menjadi acuan sehingga dapat menyadarkan dan
mengingatkan setelah belajar dari berbagai konteks diatas. Ingin menjelaskan bahwa konteks
Alkitab yang menyatakan tentang keselamatan yang paling benar menyatakan kebenaran
sebab keselamatan berasal dari Allah yang diberikan kepada seluruh bangsa, tidak hanya
bangsa Israel saja. Menyatakan bahwa keselamatan berhak didapat dan dimiliki oleh semua
bangsa tanpa terkecuali. Jika di dalam konteks tempat yaitu Gereja Kalimantan Evangelis
bahwa keselamatan juga berhak ada dan dimiliki oleh semua orang GKE. Sebab Gereja
Kalimantan Evangelis adalah orang-orang yang juga dikasihi oleh Yesus Kristus. Ketika
mengetahui bahwa keselamatan berhak dimiliki oleh Gereja Kalimantan Evangelis terbukti
juga salah satunya dari katekismus yang di muat oleh GKE, namun itu hanya tulisan.
Hendaknya dapat dibaca dan bagi para pekerja GKE mampu menyebarkan kepada seluruh
jemaat sehingga dapat dipraktekkan dan dipahami dengan baik.

PENUTUP

            Menurut penulis keselamatan adalah sesuatu yang hendaknya dimiliki oleh semua
orang sehingga ketika seseorang sudah memilikinya maka hendaknya mensyukuri
keselamatan tersebut. Menurut agama Kristen, keselamatan berasal dan hanya diberikan oleh
Yesus Kristus. Caranya adalah sama melalui salib dengan menebus dosa-dosa manusia.
            Penulis sudah mengangkat melalui makalah ini mengenai keselamatan sehingga
melihat dari berbagai konteks seperti Alkitab, Tradisi Gereja, Budaya Agama Lokal dan
Perubahan-Perubahan Sosial. Adapun yang menjadi konteks tempat yang digunakan adalah
Gereja Kalimantan Evangelis. Kemudian diakhir makalah ini kelompok melihat aktualisasi
dan refleksi bagi Gereja Kalimantan Evangelis setelah melihat dan memperhatikan pengertian
dan pandangan keselamatan dari berbagai konteks.
            SARAN
Ketika pandangan keselamatan dipahami dan di refleksikan kepada Gereja
Kalimantan Evangelis, yaitu :
1.      Gereja mampu mewadahi sehingga dapat memaknai keselamatan melalui berbagai seminar,
buku yang diterbitkan, khotbah-khotbah dan berbagai pelayanan kategorial lainnya.
2.      Gereja mampu memberikan warna untuk jemaat sehingga setiap pelayanan yang menyangkut
tentang keselamatan tidak hanya bersifat tetap. Maksudnya menggunakan cara yang kreatif.
Daftar Pustaka

Buku

Brink, H. V. D. Tafsiran Alkitabib Kisah Para Rasul. Jakarta : BPK Gunung Mula, 2000.

Calvin, Yohanes. Institutio (Pengajaran Agama Kristen).  Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1983.

Dixon, R. Tafsiran Kisah Para Rasul. Malang : Gandum Mas, 1981.

Jensen Irving L. Kisah Para Rasul.  Bandung : Kalam Hidup, 2007.

LAI, Alkitab Edisi Studi. Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2014.

Riwut, Tjilik. Kalimantan Membangun Alam dan Budaya. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993.

Ukip Bae, Sutopo. Sejarah Suku Dayak Maanyan, Banjar dan Merina di Madagaskar. Jakarta : ,
1995.

Ukur, Fridolin. Tuaiannya Sungguh Banyak. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000.

Wongso, Peter Soteriologi (Doktrin Keselamatan). Malang : Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Internet

https://meimanmorandusgulodotcom.wordpress.com diakses pada Kamis, 11 Mei 2017 pukul 11.28.

https://wikipedia.com diakses pada Sabtu, 13 Mei 2017 pukul 13.23 wita.

[1] Peter Wongso, Soteriologi (Doktrin Keselamatan) (Malang : Seminari Alkitab Asia Tenggara),


7.
[2] www.pustakakristen.com/2017/02/makna-keselamatan-dalam-alkitab.html  diakses pada Rabu,
10 Mei 2017 pukul 09.34 wita.
[3] LAI, Alkitab Edisi Studi (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2014),1774.
[4] R. Dixon, Tafsiran Kisah Para Rasul  (Malang : Gandum Mas, 1981), 193.
[5] Irving L. Jensen, Kisah Para Rasul (Bandung : Kalam Hidup, 2007), 10.
[6] Ibid., 197.
[7]  H. V. D. Brink, Tafsiran Alkitabib Kisah Para Rasul (Jakarta : BPK Gunung Mula, 2000),
435.
[8] https://wikipedia.com diakses pada Sabtu, 13 Mei 2017 pukul 13.23 wita.
[9] Peter Wongso, Soteriologi (Doktrin Keselamatan) (Malang : Seminaro Alkitab Asia
Tenggara), 19.
[10] LAI, Alkitab Edisi Studi (Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia, 2014),1775.
[11] https://id.m.wikipedia.org diakses pada Minggu, 14 Mei 2017 pukul 11.00 wita.
[12] Peter Wongso, Soteriologi (Doktrin Keselamatan) (Malang : Seminari Alkitab Asia
Tenggara), 26.
[13] Ibid., 27.
[14] https://id.m.wikipedia.org diakses pada Minggu, 14 Mei 2017 pukul 11.08 wita.
[15] Peter Wongso, Soteriologi (Doktrin Keselamatan) (Malang : Seminari Alkitab Asia
Tenggara), 27.
[16] Yohanes Calvin, Institutio (Pengajaran Agama Kristen)  (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1983), 104.
[17]  https://m.id.wikipedia.org diakses pada Minggu, 14 Mei 2017 pukul 11.20 wita.
[18] Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Budaya  (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993),
3.
[19]  Fridolin Ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak  (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000), 35.
[20] Ibid., 36.
[21] Ibid.,37.
[22] Fridolin Ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000), 39.
[23] Gereja Kalimantan Evangelis, Katekismus GKE (Banjarmasin : Majelis Sinode Gereja
Kalimantan Evangelis, 2016), 20.
[24] Gereja Kalimantan Evangelis, Katekismus GKE (Banjarmasin : Majelis Sinode Gereja
Kalimantan Evangelis, 2016), 27.
[25] Tjilik Riwut, Maneser Danatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur)  (Yogyakarta :
Titik Pusat Kalimantan, 2003), 89.
[26] Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Budaya  (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993),
235.
[27] Ibid.,255.
[28] Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Budaya  (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993),
259.
[29] Ibid., 260.
[30] Ibid., 261.
[31] Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Budaya  (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993),
261.
[32] Ibid., 262.
[33] Ibid., 263.
[34] Ibid., 263.
[35] Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Budaya  (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1993),
264.
[36] Ibid., 266.
[37] Ibid., 267.
[38] https://id.m.wikipedia.org/wiki pada Sabtu, 13 Mei 2017 pukul 13.15 wita.
[39] Sutopo Ukip Bae, Sejarah Suku Dayak Maanyan, Banjar dan Merina di Madagaskar (Jakarta
: , 1995), 6.4.
[40]  https://meimanmorandusgulodotcom.wordpress.com diakses pada Kamis, 11 Mei 2017 pukul
11.28.
[41] Ibid,.
[42] Ibid,.
[43]  Ibid,.

Anda mungkin juga menyukai