Anda di halaman 1dari 79

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

ETIKA PELAYAN MAJELIS JEMAAT

( Suatu Kajian Teologi Etis di Jemaat GPM Liliama)

SKRIPSI

OLEH:

MELINDA TELUSSA

12175201160063

FAKULTAS TEOLOGI

PROGRAM STUDI FILSAFAT KEILAHIAN

AMBON
HALAMAN PERSETUJUAN

ETIKA PELAYAN MAJELIS JEMAAT

(Suatu KajianTeologi Etis di Jemaat GPM Liliama)

SKRIPSI

OLEH:

MELINDA TELUSSA

NPM: 12175201160063

Telah disetujui

Dosen Pembimbing

Dr. H. H. Hetharia, M.Th

NIDN: 1218037101

i
LEMBAR PERSETUJUAN JURUSAN

ETIKA PELAYAN MAJELIS JEMAAT

(Suatu KajianTeologi Etis di Jemaat GPM Liliama)

SKRIPSI

OLEH:

MELINDA TELUSSA

NPM: 12175201160063

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

KETUA JURUSAN

Dr. E. Pattinama, M.Hum

NIDN: 1227047901

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN JURUSAN............................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................... 1
1.2 RumusanMasalah........................................................................... 7
1.3 TujuanPenelitian............................................................................ 8
1.4 ManfaatPenelitian.......................................................................... 8

BAB II KERANGKA TEORETIK..........................................................


2.1 KerangkaTeori...............................................................................
2.2 KerangkaBerpikir..........................................................................

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................


3.1..............................................................................................JenisPenelitian
3.2..................................................................................TempatdanWaktuPenelitian
3.3...............................................................................................Sumber Data
3.4....................................................................................TeknikPengumpulan Data
3.5.........................................................................................TeknikAnalisis Data
3.6.........................................................................................DefenisiOperasional
3.7.............................................................................................Cara Penyajian

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemimpin sebagai pelayan merupakan konsep teologi yang dikenal dalam

praktik kehidupan bergereja. Konsep ini dirumuskan berdasarkan sikap Yesus

yang tertulis dalam beberapa bagian Alkitab Perjanjian Baru. Dalam PB, ada

beberapa istilah yang menunjuk kepada pelayan. Salah satunya adalah kata

Douleuw, yang berarti melayani sebagai seorang hamba (to serve as a slave).

Makna kata ini dapat dilihat dalam tindakan Yesus mencuci kaki para murid-Nya

(Yoh.13). kata lain yang memiliki kemiripan arti dengan Douleuw adalah

Diakonos. Kata Diakonos berarti pelayan di meja makan atau the waiter at a

meal, atau juga pelayan dari seorang tuan atau the servant of a master. Dalam

pengertian ini, ketika kata diakonos digunakan kepada orang kristen, berarti orang

kristen adalah pelayan kristus. Menariknya, fungsi dan posisi sebagai pelayan

tidak hanya dikenakan kepada murid-murid Yesus. Dalam beberapa peristiwa

Yesus menunjuk dirinya sebagai pelayan. Bahkan Ia mengakui bahwa hakikat dari

tugasnya adalah untuk melayani. Sebagai pelayan dalam menjalankan tugas,

umatlah yang menjadi sasaran pelayanan, umatlah yang menjadi tujuan atau

orientasi kepemimpinan itu. Umat yang menjadi sasaran pelayanan, bukan berarti

mereka menjadi objek pelayanan tetapi umat harus menjadi subjek pelayanan.

1
Berdasarkan ajaran dan sikap Yesus itu, dalam teologi kristen dikembangkan

konsep bahwa pemimpin adalah pelayan dan hamba.1

Menurut Robert Borrong, “Dalam konteks kepemimpinan kristen, seorang

pemimpin adalah orang yang memiliki kualifikasi sebagai gembala atau pelayan.

Kedua kata ini menjadi kata kunci untuk memahami rahasia kepemimpinan

Kristiani. Alkitab hampir tidak pernah menggunakan kata kepemimpinan untuk

para pemimpin. Yang digunakan adalah pelayan atau hamba dan gembala.

Selanjutnya tentang pemimpin sebagai gembala, Borrong menegaskan bahwa

“Sangat menarik bahwa penggunaan dan penekanan kata gembala untuk para

pemimpin sebagai gembala. Tuhan mengkritik para pemimpin itu sebagai

pemimpin yang tidak bermoral karena hanya mencari untung dari umat yang

dipimpinnya.2

Yesus menerapkan cara hidup dan pelayanan dengan menyuarahkan

kebenaran. Kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya melahirkan kepedulian dan kritis

terhadap kehidupan manusia dan ciptaan lainnya. Gereja yang di dalamnya

terdapat para pelayan dalam kehidupan pelayanan dapat mengambil pola Yesus

yang membasuh kaki. Kedekatan dengan membuat pelayan berani untuk pergi

menjadi saksi-saksi yang hidup baik di dalam persekutuan maupun dunia pada

umumnya. Penyerahan diri total kepada Yesus menjadi syarat untuk mengikuti

kehendak Allah, sehingga pelayan mampu melayani tanpa pamrih.3 Jadi, dalam
1
Rachel Iwamony, Kepemimpinan Hamba: Spritualitas Pro-Hidup: Buku Penghormatan 70 Tahun
Pdt. I.W.J. Hendriks (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hlm 92-94
2
Robert Borrong, Etika dan Karakter kepemimpinan: dalam Perspektif Kristiani, dalam
Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: Unit Publikasi & Informasi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta,
2003), hlm 70
3
Ezra Tari, Penerapan Pola Pelayanan Yesus, (Artikel: 2017), hlm 6

2
melakukan pelayanan sebagai seorang pelayan contoh yang paling baik untuk

diteladani ialah Yesus. Yesus mengajarkan bagaimana menjadi pelayan yang

dapat menjadi contoh bagi umatnya dengan menjalani pelayanan yang dapat

melahirkan kepeduliaan bagi kehidupan umat dan mampu menjadi pelayan yang

merendahkan diri. Menjadi pelayan juga harus bisa menjadi sosok yang

menunjukkan sesuatu yang baik bagi umat yang dilayani dengan mampu

menyuarahkan kebenaran. Hal ini mampu dilakukan oleh seorang pelayan itu jika

ia mampu menunjukkan etika pelayan itu dengan melakukan tugas tanggung

jawabnya dengan baik.

Bagi setiap pelayan, etika merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam melakukan proses pelayanan, baik bagi kehidupan pelayan itu sendiri

maupun kehidupan setiap umat yang dilayani. Menurut pandangan kepercayaan

dan Iman umat kristen ketika mendengar kata pelayan adalah segala hal yang

berkaitan dengan tindakan dan perilaku manusia yangmelayani Allah lewat umat

sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah atau menjadi gambaran Allah bagi

umat yang dilayani. Sehingga ketika pelayan itu tidak menjalankan pelayannya

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Allah untuk umat yang dilayani dengan

menunjukkan lewat etika berperilaku, maka akan membuat banyak hal dapat

terjadi entah itu dampak bagi kehidupan pribadinya maupun kehidupan umat yang

dilayaninya. Pandangan-pandangan yang buruk juga akan dilontarkan untuk

pelayan yang tidak mampu menunjukkan etika dalam pelayan dengan baik.

Pelayan itu akan dilihat sebagai pelayan yang tidak mampu menjalankan tugas

tanggung jawabnya dengan baik dan tidak mampu menjadi contoh dan teladan

3
Kristus bagi umat yang dilayani. Dan etika sebagai seorang pelayan itu yang akan

dipertanyakan oleh kebanyakan orang yang selama ini menjadikan pelayan-

pelayan itu sebagai contoh dan teladan bagi mereka.

Ada banyak persoalan etika dalam melakukan pelayanan pada jemaat-

jemaat GPM tertentu. Salah satu jemaat GPM yang dilihat masih sangat harus

memperhatikan persoalan ini ialah pelayan pada jemaat GPM Liliama. Salah satu

jemaat yang berada di KecamatanSiwalalat, KabupatenSerambagianTimur,

Provinsi Maluku, dan berada dalam naungan Klasis Telutih di Kecamatan Tehoru.

Berangkat dari cerita yang ada di masa lalu jemaat ini terbentuk dengan proses

yang luar biasa. Jemaat ini melalui begitu banyak persoalan kehidupan, tantangan

kehidupan yang membuat mereka benar-benar ada dan bersekutu bersama Tuhan

karena yang mereka yakini dan percaya bahwa Tuhan adalah sosok yang

menyelamatkan mereka selama ini. Pada zaman dulu, jemaat ini adalah orang-

orang yang dengan sungguh-sungguh mencari dan melayani Tuhan. Berdasarkan

hasil percakapan lanjutan dengan Bpk. Tinus Hakapaa, dilihat untuk sekarang ini

berdasarkan data yang ada di jemaat Liliama, Majelis Liliama itu berjumlah

delapan orang yang di bagi dalam dua sektor dan 4 unit pelayanan. Satu unit

pelayanan, dilayani oleh dua orang pelayan. Namun, beradasarkan hasil diskusi

maupun pengamatan secara langsung ternyata yang hanya aktif dalam pelayanan

hanya dua orang. Dan dua orang ini juga punya pekerjaan yang sama dengan

mereka yaitu petani. Kemudian, jika dilihat berdasarkan data yang ada majelis

jemaat Liliama yang berjumlah delapan orang ini hanya dua orang saja yang

berprofesi sebagai PNS. Jika dua orang yang bekerja sebagai petani sama dengan

4
yang lain mampu untuk merealisasikan tugas pelayanan mereka dengan baik maka

dapat disimpulkan bahwa yang lain dari pada mereka tidak memiliki sikap

pelayan yang baik seperti yang terjadi pada zaman dulu seperti yang sudah

dipaparkan diatas berdasarkan wawancara maupun data sejarah jemaat. Ketika

mereka mengalami masa kerusuhan dan persoalan-persoalan lain yang mereka

pernah alami, sehingga hal ini berpengaruh juga untuk warga jemaat mereka tidak

lagi mencari Tuhan dengan seiring waktu berjalan. Pelayan-pelayan di jemaat

GPM Liliama khususnya Majelis jemaat atau pelayan khusus dilihat masih

menunjukkan etika pelayan yang sangat tidak baik. Mereka tidak menjalankan

tugas tanggungjawab mereka sebagai pelayan-pelayan khusus dengan baik. Ketika

proses ibadah-ibadah unit, pelpri, pelwata, wadah-wadah organisasi, bahkan

ibadah minggu sekalipun yang sedang berlangsung ada dari mereka yang pergi ke

hutan, pergi ke laut bahkan ada yang duduk santai di depan rumah mereka ketika

proses ibadah itu berlangsung. Mereka lebih memilih melakukan hal-hal yang

menguntungkan kehidupan mereka daripada harus datang dan melakukan

pelayanan dalam ibadah-ibadah tersebut. Padahal itu adalah tugas dan tanggung

jawab mereka untuk hadir di ibadah-ibadah seperti itu dan tugas mereka untuk

mengajak umat untuk ada dan bersekutu bersama dalam ibadah. Dan yang dilihat

juga ialah mereka tidak melakukan pelayanan-pelayanan ulang tahun dan yang

melakukan pelayanan orang sakit hanya koordinator unit, namun kadangkala juga

tidak dilayani sama sekali bukan karena lupa tapi mereka seperti acuh dengan

pelayanan.4 Dampak dari pelayan khusus (majelis jemaat) di jemaat Liliama tidak

melakukan pelayanan kepada umat atau warga jemaat dengan baik, dilihat dari
4
Hasil Wawancara dengan Bpk. Tinus Hakapaa, pada 03 Januari 2019

5
hasil percakapan dengan salah satu kordinator unit di jemaat Liliama, beliau

mengatakan bahwa akibat dari apa yang di lakukan oleh para majelis jemaat yang

acuh dalam ibadah-ibadah ialah setiap proses ibadah dalam masing-masing unit

pelayanan hanya sedikit orang yang mengambil bagian dalam proses ibadah

tersebut. Ada juga kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh mereka ketika di ajak

pergi beribadah yaitu “majelis jemaat sa seng pi ibadah lah bagimana katong mo

pi par apa?”.5

Pelayan merupakan sosok gambaran Allah bagi umat. Melayani umat itu

adalah tugas dan kewajiban ketika keputusan mengikuti Yesus dalam pelayanan

itu kita ucapkan waktu ditahbiskan. Namun ketika pelayanan itu disalahgunakan

atau hanya melakukan pelayanan dengan main-main dan menganggap pelayanan

itu sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja maka pelayan itu belum mampu untuk

menunjukkan etika pelayan yang baik. Pelayan mampu menunjukkan etika

pelayan jika ia mampu menghargai pelayanan dan mampu menjadi sosok yang

dapat dijadikan contoh dan teladan bagi umat. Etika pelayan merupakan faktor

yang paling diperlukan dalam melakukan pelayanan. Sehingga menjadi seorang

pelayan harus memiliki cara melayani yang diterapkan oleh Yesus seperti yang

dilakukanYesus ketika mengikuti apa yang diperintahkan Allah kepada-Nya yaitu

dengan penyerahan diri total yang menjadi syarat untuk mengikuti kehendak

Allah. Cara ini yang harus dimiliki oleh seorang pelayan. Ketika melakukan

pelayanan sebaiknya menyerahkan diri secara total dengan mengorbankan waktu

dan tenaga untuk melayani umat yang adalah kepunyaan Allah dengan mengajak

5
Hasil wawancara (lewat Telepon) dengan ibu. Dencis 20 Februari 2020, pukul 17.00-19.00 Wit

6
umat untuk bersekutu dan memuji Tuhan. Sikap dan perilaku hidup pribadi

maupun keluarga juga menjadi hal yang sangat diperlukan untuk menunjang

pelayanan. Kehidupan pribadi dan keluarga yang mampu menciptakan Keluarga

Allah seperti melakukan hal-hal yang dikehendaki oleh Allah yaitu sikap hidup

yang baik, moral yang baik dan lain sebagainya itu juga adalah hal yang sangat

membantu membentuk Etika seorang pelayan. Tetapi hal ini belum ditemukan

dalam kehidupan para pelayan dan menjadi persoalan yang harus diperhatikan

karena hampir pelayanan itu hanya dilihat sebagai hal biasa-biasa saja. Sehingga

makna pelayan dan etika seorang pelayan itu telah hilang. Oleh sebab itu, dalam

tulisan ini dirasa perlu untuk melakukan penelitian berkaitan dengan “Etika

Pelayan MajelisJemaat di Jemaat Liliama”. Secara khusus akan dikaji dalam

penulisan ini, etika pelayanmajelisjemaat yaitu penatua dan diaken dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawab pelayanan. Untuk membantu penulis

mengkaji hal tersebut, maka penulis akan menggunakan kajian teologi-etika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam

penulisan ini adalah:

1. Bagaimana etika pelayan dari pelayan Majelis Jemaat di jemaat GPM

Liliama?

2. Bagaimana tinjauan etika terhadap para pelayan Majelis Jemaat di

jemaat GPM Liliama?

C. Tujuan penelitian

7
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Mengkaji etika pelayan dari pelayan Majelis Jemaat di jemaat GPM

Liliama

2. Mengkaji tinjauan etika terhadap pelayan Majelis Jemaat di jemaat

GPM Liliama

D. ManfaatPenelitian

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi untuk Fakultas Teologi agar

dapat mempersiapkan calon-calon pelayan yang akan masuk dalam

lingkungan jemaat agar memiliki etika dalam melakukan pelayanan bagi

umat. Dengan demikian akan berdampak lebih baik pula dalam membina

umat yang berguna bagi gereja, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Manfaat Institusional

Sebagai suatu masukan bagi gereja sebagai institusi, sekaligus menjadi

suatu acuan agar lebih meningkatkan pembinaan kepada setiap warga

jemaat, khususnya kepada para pelayan agar mampu memiliki etika yang

baik dalam melakukan pelayanan.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi semua pelayan

jemaat agar mampu menunjukkan etika seorang pelayan sebagai gambaran

8
Allah bagi umat. Sehingga jemaat dapat menjadikan pelayan-pelayan

tersebut sebagai contoh dan teladan Yesus Kristus dalam kehidupan

bersama sebagai persekutuan jemaat.

E. Kerangka Teoritik

Pengertian Etika

Etika sendiri dapat di definisikan secara sederhana sebagai penyelidikan

tentang apa yang baik atau benar atau luhur dan apa yang buruk atau salah atau

jahat dalam kelakuan manusia. Etika menaruh perhatian penting kepada norma-

norma yang membimbing perbuatan manusia dan cita-cita yang membentuk

tujuan manusia. Etika Kristen berusaha untuk menolong orang-orang untuk

berpikir dengan lebih terang tentang kehendak Allah supaya mereka dapat

mengenmbangkan hidupnya sendiri dan masyarakat yang lebih sesuai dengan

kehendak Allah itu. Arti etika dan etis hampir sama dengan moralitas dan moral.

Akan tetapi dalam pemakaian ilmiah moralitas biasanya menyangkut

kebaikan atau keburukan kelakuan lahir yang sebenarnya terjadi. Sedangkan etika

menyangkut pemikiran yang sistematis tentang kelakuan itu serta motivasi dan

keadaan batin yang mendasarinya. Etika berkaitan dengan kelakuan orang-orang

juga bagaimana seharusnya kelakuan orang-orang itu, orang kristen itu sependapat

bahwa etika itu berkenan baik dengan perbuatan-perbuatan lahiriah maupun

dengan hati manusia. Etika kristen berkenaan dengan persekutuan orang-orang

kristen. Etika kristen dikenal dalam konteks jemaat dan dilakukan dalam

9
hubungan dengan orang-orang kristen. Etika di ajarkan, dipelihara, dan dikoreksi

di dalam gereja.6

Filsuf Aristoteles dalam bukunya etika Nikomacheia, menjelaskan tentang

pembahasan Etika sebagai berikut: Terminus Techicus, pengertian etika dalam hal

ini adalah etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah

perbuatan atau tindakan manusia. Sedangkan Mamer dan Custom membahas etika

yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat

manusia (in heren in human nature) yang terkait dnegan oengertian “baik dan

buruk” suatu tingkah laku dan perbuatan manusia.

Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis dan dalam

kajian secara terminologi etika berarti sebuah cabang ilmu yang membicarakan

tentang perbuatan/tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan yang baik

dan yang buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia, yaitu

menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan, kata-kata dan sebagainya. Etika

menyangkut cara (tata cara) suatu perbuatan. Etika menyangkut cara dilakukannya

suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. 7 Jadi, etika

itu merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Seseorang yang

beretika maka ia mampu berpikir dan bertindak secara sistematis sesuai dengan

aturan dan mampu melakukan tugas tanggung jawabnya dengan baik, nahkan ia

akan mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sesuai dengan

aturan yang ada. Bagi orang kristen etika itu sudah di bentuk sejak ia ada dalam
6
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor Faktor Di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006)
7
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak Pada
Pendidikan, (Jurnal:STAKN Toraja)

10
lingkungan kehidupan bergereja, maka tentunya menjadi orang kristen adalah

orang-orang yang sudah harus mampu memiliki etika yang baik karena sudah

ditempa dengan begitu banyak ajaran yang di ajarkan Yesus lewat Alkitab sebagai

panutan kita selama ini, kemudian dilengkapi dengan berbagai ajaran-ajaran

gereja lainnya.

Pengertian Pelayan

Dalam bahasa asli Perjanjian Baru ada beberapa kata yang memiliki

makna pelayan. Kata-kata tersebut adalah doulos, huperetes, diakonos, oiketes,

therapon, dan leitourgos. Dengan menelusuri makna dan penggunaan kata-kata

tersebut dalam konteks para rasul dan gereja mula-mula, maka dapat ditemukan

kriteria-kriteria bagaimana seharusnya seseorang melayani Tuhan8

Diakonia merupakan sebuah panggilan untuk berbagi hidup dan

solidaritas dengan sesama. Tujuan diakonia ialah untuk mewujudkan manusia

baru dan dunia baru. Diakonia tidak dimaksudkan sekadar untuk menciptakan

hubungan antara pemberi dan penerima. Diakonia harus dijalankan dalam rangka

Missio Dei, yaitu kehadiran pemerintahan Allah di dunia.9

Pengertian pelayan dalam ajaran GPM lebih mendasar lagi dilihat sebagai

kesediaan untuk hidup bagi orang lain seperti yang dikatakan dalam Mark. 10:45

“karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani melainkan untuk

8
Sonny Zaluchu, “Respons Tests of Leadership Menurut Teori Frank Damazio Pada Mahasiswa Pascasarjana
Jurusan Kepemimpinan Kristen STT Harvest Semarang, “Jurnal Jaffray 16, no 2 (2018): 145-160
https://ojs.sttjaffray.ac.id/index.php//JJV71/article/view/289
9
Pdt. Josef P Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi Rakyat di
Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 10-11

11
melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak

orang.10

Konsep kepemimpinan Hamba atau pelayan lahir dari pemahaman tentang

keterkaitan antara gereja dengan Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja. Yesus

memanggil orang percaya kepada-Nya dan kemudian diutus untuk terlibat

bersama Yesus menjalankan misi Allah atau missio Dei. Prinsip kepemimpinan

Hamba atau pelayan akan terus mengingatkan gereja untuk selalu setia kepada

“tuan” yang memanggil dan mengutusnya. Kesetiaan itu terwujud dalam ketaatan

kepada kehendak-Nya. Kesetiaan gereja terhadap Tuhan ditampakkan antara lain

dalam kesadaran gereja untuk tidak menggantikan posisi Tuhan yang memanggil

dan mengutus. Selain nilai kesetiaan, kepemimpinan Hamba atau pelayan

menekankan nilai melayani bukan dilayani. Artinya, suatu kepemimpinan sebagai

seorang pelayan itu terjadi sebagai konsekwensi dari panggilan untuk melayani.

Oleh karena itu, melayani merupakan kekhasan kepemimpinan Hamba atau

pelayan. Nilai pengorbanan menjadi hal yang sangat penting ketika menjadi

hamba atau pelayan, sebab ia mempunyai arti sejajar dengan kata hamba/pelayan

yaitu orang-orang yang justru bersedia rugi dan berkorban untuk orang-orang

yang dipimpinnya. Namun banyak fakta menunjukkan bahwa prinsip kerelaan

berkorban sangat sering salah dimengerti , sehingga banyak orang menjadi korban

atau malahan dikorbankan. Dalam praksis hidup orang kristen rela berkorban satu

nilai kristiani yang sangat sulit dilakukan.

Etika Pelayan

10
Ajaran GPM IV Bagian 13 tentang Pelayan Gereja (Jabatan Gereja) No. 351

12
Melakukan diakonia (pelayanan)secara baik dapat di umpamakan sebagai

membangun sebuah rumah di atas batu karang yang teguh. Yesus memberikan

perumpamaan itu kepada pendengar-Nya untuk mengur mereka yang hanya

mendengar Firman tetapi tidak melakukan dalam hidupnya. Orang yang hanya

mendengar firman tetapi tidak melakukan bagaikan seorang yang membangun

rumah di atas pasir. Rumah itu akan roboh bila terkena hujan dan angin. Diakonia

seharusnya menjadi praktik dan sikap hidup bergereja.11

Banyak orang yang menganggap bahwa kode etik untuk pelayan itu sama

sekali tidak perlu. “Sebenarnya, para pelayan menghidupi dan menghirup

moralitas bukan? Pekerjaan mereka menegaskan etika, bukan? Jadi, kenapa harus

ada kode etik untuk pelayan? Buku yang membahas tentang kode etik untuk

pelayan muncul pada tahun 1928 dengan judul Ministerial Ethnics and Etiquette:

The Minister’s Own Manual of Conduct—Pratical Guidance for Specific

Situations,”buku ini menarik sebagai karya periode itu—namun minimalis dalam

etika”. Buku ini membicarakan relasi dengan rekan sejawat, denominasi, dan

masyarakat, namun kebanyakan pokok bahasannya menyangkut kehidupan

pribadi, keuangan, memimpin ibadah, pakaian yang pantas, dam etiket

profesional. Penulisan teks ini meningkatkan secara tajam harapan akan pelayanan

yang etis. Pada masa kini kemorosotan moral di kalangan pelayan mencemaskan

warga jemaat dan meresahkan khalayak. Sebagian orang percaya bahwa pelayan

tidak memerlukan refleksi etis karena pelayan adalah pekerjaan moral, dan

11
Pdt. Josef P Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi Rakyat di
Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal 9

13
karenanya, mengoreksi dirinya. Namun, menurut Paul Camenisch, alasan utama

sangat jarangnya kode etik untuk pelayan adalah dedikasi pelayan kepada

“komitmen moral yang istimewa”. Komitmen demikian adalah sisi penting citra

diri pelayan dan pengharapan publik. Pertanyaan yang perli kita kemukakan ialah

apakah perbedaan-perbedaan pendapat ini dapat membebaskan kita selaku

pelayan dari tugas dan tanggung jawab yang seharusnya dimiliki oleh orang yang

bekerja di ladang Tuhan? Tidak bisa kita pranggapkan bahwa hanya karena para

pelayan ini memberitakan keadilan, kebenaran, dan moralitas, maka mereka akan

emnjadi orang yang adil, benar dan bermoral. Para pelayan bertanggung jawab

atas tingkah laku mereka bukan hanya karena tuntutan profesional, melainkan

juga karena komitmen pada etika kristen. Menjadi teladan moral di dalam

pelayanan adalah tuntutan Alkitab. Kode etik profesionalis ditopang oleh prinsip-

prinsip Alkitab, kesimpulan teologis, standar profesional, dan pertimbangan

praktis. Keyakinan moral mereka sendiri dan kewajiban vokasional seharusnya

mendorong mereka untuk mengupayakan standar etis tertinggi sebagai pelayan.12

Dalam pelayanan, perilaku yang tak patut dapat menciptakan

penggambaran yang keliru dan tidak menguntungkan dari apa yang kita

perjuangkan di dalam pelayanan. Di sepanjang sejarah kekristenan, perilaku dan

gaya hidup rohaniwan selalu berada di bawah pengawasan ketat. Kita yang

dipanggil masuk kedalam pelayanan harus berjuang untuk mempertahankan

standar-standar tertentu. Ketika Tuhan memanggil seseorang, Dia memanggilnya

terlebih dahulu untuk mengikuti Dia, dan kemudian belajar dari Dia. Pelayan

12
Joe. E. Trull, James. E. Carter, Etika Pelayan Gereja: Peran Moral dan Tanggung Jawab Etis Pelayan
Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal 280-283

14
adalah sebuah perjalanan panjang dari pendidikan yang berkesinambungan. Salah

satu yang Paulus mau agar kita pelajari daripadanya adalah mengenai cara hidup.

Dengan kata lain kita harus mengikuti prinsip-prinsip etika yang mempengaruhi

perilakunya yang tidak baik sebagai seorang pelayan. Jadi etika pelayan dilihat

sebagai standar, prinsip dan petunjuk yang menyeluruh yang harus kita perhatikan

dalam pelayanan. Praktek etika itu benar, baik, terpuji, bermoral, sah menurut

hukum, tulus, dan penuh integritas.13

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang pelayan dalam

kehidupan pribadinya dalam melakukan pelayanan. Yang pertama, dalam

kaitannya dengan Ego: seorang pelayan itu merupakan manusia biasa sebelum

menjadi pelayan. Konsep diri yang positif dan nilai diri yang sepatutnya adalah

hal mendasar agar pelayan sehat dan efektif. Ego yang meninggi adalah masalah

banyak pelayan karena mereka menjadi perhatian orang lain dan memegang

otoritas atas orang lain. Kemampuan untuk melayani dengan rendah hati dan

hidup dengan prinsip dan sikap yang baik sulit dilakukan oleh orang yang egonya

besar. Kemudian kesehatan, Kenneth Cooper, dokter yang memelopori aerobik,

menekankan kesejahteraan menyeluruh melalui latihan aerobik perencanaan

makanan yang postif, dan keseimbangan emosi. Tandasnya Cooper menekankan

pentingnya kesehatan untuk meraih dan menjalani tujuan hidup dan sukacita.

Prinsip yang dikemukakan oleh Cooper ini berlaku untuk pelayanan juga. Orang

yang sehat bisa melayani dengan baik, dan lebih bersukacita menjalaninya, ini

berkaitan denga masalah penatalayanan Kristen bagaimana seseorang

13
Dag Heward-Mils, Etika Pelayan Edisi Ke-2, Parchement House:2015

15
menggunakan uang, dan tubuh yang dikaruniakan Allah kepadanya. Gaya hidup

juga menjadi bagian yang paling penting untuk diperhatikan. Gaya hidup seorang

pelayan harus mengukuhkan bukan menggoyahkan Injil yang ia beritakan.

Artinya bahwa ia harus menyesuaikan gaya hidupnya dengan apa yang ia

beritakan kepada umat. Seorang pelayan juga harus memperhatikan pertumbuhan

spiritualnya dalam melakukan pelayanan. Bagi pelayan Alkitab seharusnya tidak

digunakan hanya untuk sumber khotbah dan teks untuk keperluan pengajaran

tetapi bagaimana seorang pelayan itu mampu membaca Alkitab sebagai olah

spiritual. Bahan-bahan lain seperti devosional masa kini, buku-buku biblika,

sejarah, dan etika serta buku-buku yang lebih umum. Disiplin spiritual biasanya

yang dianjurkan untuk dilakukan orang lain harus dipraktikkan pelayan apabilah

mereka ingin hidup mereka benar dan menjadi teladan. Kunci pelayan yang

efektif ialah pertumbuhan yang berkelanjutan pada diri pelayan. Yang kedua,

dalam kaitannya dengan Keluarga: bagaimana melihat kehidupan keluarga

pelayan yang mengalami perceraian. Kegagalan dalam pernikahan pelayan

dianggap sebagai tragedi. Akan tetapi perceraian bukanlah satu-satunya masalah

yang menyangkut keluarga pelayan. Kualitas hubungan pernikahan pelayan

dengan suami/istrinya juga harus dipertimbangkan. Pernikahan yang sehat dalam

keluarga pelayan dapat meneladankan kepada pasangan suami-istri lain bahwa

pelayan dan pasangannya bisa tetapi mempertahankan pernikahan dan menjadi

pasangan Kristen bahkan ketika menghadapi stres jam kerja yang panjang,

pendapatan yang tidak memadai dan tuntutan anak. Kemudian bagaimana peran

orangtua pelayan dalam membina anak-anak seperti halnnya apa yang ia

16
khotbahkan atau sampaikan kepada para orangtua diluar sana. Karena kebanyakan

masalah yang terjadi ialah anak dar keluarga pelayan salah jalan atau melakukan

hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan orangtuanya kepada orang

lain. Tetapi seorang penulis agamawi memberikan solusi kepada orangtua pelayan

dengan pengalaman yang ia lakukan yaitu setiap tahunnya ia mengambil kalender

baru yang ia khususkan untuk menuliskan tanggal-tanggal penting dan bahagia

dalam keluarganya, dan komitmen merupakan hal yang sangat penting digunakan

oleh si penulis ini sehingga ia mampu membagikan waktunya dengan

keluarganya.14

Bagi seorang pemimpin rela berkorban berarti dia harus melakukan

apapun untuk membuat masyarakatnya atau umatnya menjadi lebih baik. Jika

harga dirinya harus dicabik-cabik untuk menyelamatkan umat, ia harus jalani itu.

Jika ia harus dihina untuk membebaskan umat, ia harus lakukan. Perspektif ini

muncul hanya untuk mempertegas tanggung jawab seorang pemimpin bagi umat,

dimana umat menjadi yang utama dan terutama. Konsep ini pun mengingatkan

seorang pemimpin agar tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mengejar

keuntungan dirinya sendiri. Karena itu, dalam kerangka prinsip pemimpin sebagai

pelayan rela berkorban menjadi salah satu milai yang patut dikembangkan15

Pelayan atau hamba yang dimaksudkan ialah Pelayan Khusus atau Majelis

Jemaat. Dalam ajaran GPM, didasarkan pada imamat orang percaya maka semua

warga GPM adalah pelayan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan


14
Joe E. Trull, James E. Carter, Etika Pelayan Gereja: Peran Moral dan Tanggung Jawab Etis Pelayan
Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hal 83-94
15
Rachel Iwamony, Kepemimpinan Hamba: Spritualitas Pro-Hidup: Buku Penghormatan 70 Tahun Pdt.
I.W.J. Hendriks (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hlm 95-97

17
pelayanan dalam gereja (1 Pet. 2:9;10). Dari antara warga jemaat itu dipilih dan

diangkat menjadi pelayan khusus yang ditandai dengan penumpangan tangan

dalam ibadah jemaat. Mereka terdiri atas pendeta dan atau penginjil, penatua, dan

diaken. Dalam ajaran gereja GPM juga menjelaskan tentang apa itu Majelis

Jemaat? Adanya Majelis Jemaat merupakan konsekuensi dari gereja sebagai suatu

organisasi. Mereka adalah pemimpin di tingkat jemaat. Fungsi dan tanggung

jawab mereka adalah untuk memimpin dan mengarahkan pelayanan dalam jemaat

dengan melibatkan seluruh warga jemaat.16

Pelayan merupakan orang-orang yang dipakai Yesus dalam menjalani

misinya di tengah-tengah kehidupan masyarakat atau umat. Jika ia mampu

menunjukkan kepemimpinan pelayan atau hamba itu dengan baik maka ia mampu

menjadi pelayan yang siap untuk melayani ditengah kehidupan umat yang

dilayaninya. Menjadi pelayan maka ia mampu menjadi contoh bagi umatnya. Ia

mampu menunjukkan keseriusannya dalam melayani dengan mampu membawa

umatnya menjadi lebih baik. Dalam menjalankan semua ini dibutuhkan etika

dalam menentukan mana yang harus dilakukan dan apakah berdampak baik atau

tidak bagi umat yang dilayaninya. Karena pelayan dilihat sebagai orang yang

mampu memimpin dan mengarahkan umat yang dilayaninya.

F. Kerangka Berpikir

Pelayan khusus atau Majelis jemaat lebih khusus dilihat pada penatua dan

diaken adalah orang-orang yang dipersiapkan oleh organisasi gereja untuk

melayani umat dalam kehidupan bergereja. Tugas dan tanggung jawab mereka
16
Ajaran GPM IV Bagian 13 tentang Pelayan Gereja (Jabatan Gereja) No. 353, 361

18
ialah melanjutkan misi Allah yaitu missio Dei di dunia dengan menghadirkan

Kerajaan Allah di dalam melakukan pelayan. Sikap kesetiaan dan rela berkorban

harus menjadi dasar untuk pelayanan yang dilakukan oleh mereka. Pelayan itu

dipilih dan ditahbiskan untuk melayani umat bukan untuk dilayani. Oleh sebab itu

pelayan merupakan contoh atau teladan bagi umat. Apa yang di lakukan oleh

pelayan itu menggambarkan karakter hidup bersama Yesus.

Dalam melakukan pelayanan, seorang pelayan harus memiliki etika agar

dapat menunjang pelayanan yang dilakukannya bagi umat. Etika merupakan suatu

faktor yang menunjuk pada karakter atau sikap manusia yang mampu

membedakan antara yang baik dan yang benar. Jadi dalam melayani, etika pelayan

merupakan bagian penting. Dilihat dewasa ini, hampir semua pelayan hanya

menjalankan pelayannya sesuka mereka bahkan ada yang tidak menjalankannya

dengan baik. Mereka tidak lagi memperhatikan etika yang baik dalam melakukan

pelayanan. Pelayanan dilakukan sesuka mereka. Bahkan yang lebih buruk ialah

mereka hanya ditahbiskan tapi setelah itu dalam aktifitas ibadah pun mereka tidak

hadir hanya karena alasan-alasan pekerjaan dan sebagainya. Jika pelayan saja

tidak mampu menunjukkan etika yang baik dengan terlibat dalam ibadah-ibadah,

bagaimanakah dengan umat yang dilayani oleh mereka? Umat pasti akan

melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pelayan khusus atau

Majelis Jemaat. Hal ini jug pasti akan berdampak pada kehadiran umat dalam

setiap ibadah-ibadah.

G. Jenis Penelitian

19
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan.

Penelitian ini menggunakan metode desrkriptif kualitatif. Metode penelitian

kualitatif adalah sebuah riset yang sifatnya Desemberkriptif, menggunakan

analisis, mengacu pada data, memanfaatkan teori yang ada sebagai lahan

pendukung, serta menghasilkan suatu teori.

Metode penelitian kualitatif bersifat subjektif dari sudut pandang

partisipan secara deskriptif sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan. Hal

lain yang harus dimengerti dalam menggunakan metode ini adalah, metode

penelitian kualitatif bertujuan mendesrkripsikan atau menguraikan peristiwa atau

masalah yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian ini akan berisi kutipan-

kutipan data yang mendiskripsikan secara kualitatif untuk gambaran penyajian

laporan.

H. Tempat Dan WaktuPenelitian

Tempat : Jemaat GPM Liliama

Waktu : 1 Bulan Sumber Data

Data yang diperlukan bagi penulisan ini antara lain :

1. Data hasil wawancara yang di peroleh dari informan : Pendeta, Majelis

Jemaat dan warga jemaat.

2. Data yang diperoleh dari literatur yakni dokumen serta buku-buku

penunjang.

J. TeknikPengumpulan Data

Terdapat tiga cara yang penulis gunakan dalam pengumpulan data, yakni:

20
1. Observasi : adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan sengaja,

sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala awal untuk kemudian

dilakukan pencatatan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis

langsung terjun ke lapangan menjadi partisipan (observer partisipatif)

untuk menemukan dan mendapatkan data yang berkaitan dengan

fokus penelitian.

2. Wawancara : adalah teknik untuk mengumpulkan data yang

dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara penulis

dan informan.

3. Kepustakaan : adalah teknik pengumpulan data dengan

menggunakan buku-buku dan literature lainnya sebagai referensi.

K. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian

atau laporan yang terperinci. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan analisis

diperlukan beberapa langkah sebagai berikut :

1. Display Data

Agar dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu

untuk mengambil kesimpulan yang benar, harus diusahakan agar dapat

menguasai data.

2. Mengambil Kesimpulan

21
Kesimpulan mula-mula masih diragukan akan tetapi dengan bertambanya

data maka kesimpulan ini akan lebih mendetail.

L. DefenisiOperasional

Untuk lebih memahami masalah dalam tulisan ini, terdapat beberapa defenisi

yang secara khusus dipahami dengan baik. Hal ini berhubungan dengan

pembatasan masalah dalam tulisan ini, antara lain:

1. Etika

Etika adalah sesuatu yang digunakan untuk dapat membedakan antara

yang baik dan yang benar, yang dapat berdampak untuk hidup

kedepannya.

2. Pelayan

Pelayan adalah orang-orang yang disiapkan untuk melayani umat dalam

keadaan apapun dan dalam situasi apapun.

3. Etika Pelayan

Etika pelayan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam proses

pelayanan. Ketika seorang pelayan mampu memiliki etika pelayan maka ia

mampu menjadi contoh yang bisa mengarahkan umat sesuai apa yang

Allah inginkan. Seorang pelayan jika memiliki etika yang baik ia harus

mampu menjadi pelayan yang menjalankan tugas dan tanggung jawabnya

dengan baik dan benar.

M. Cara Penyajian

Tulisan ini disajikan dalam beberapa bab, yang terdiri atas:

22
 Bab I : merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari

latarbelakang masalah, perumusan masalah, tinjauan penulisan, manfaat

penulisan, kerangka teoritik, kerangka berpikir, jenis penelitian, tempat

dan waktu penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data, defenisi operasional dan cara penyajian.

 Bab II : merupakan bagian Deskripsi dan analisa data, yang berisi

gambaran umum lokasi penelitian serta hasil penelitian dan analisa data.

 Bab III : adalah bagian yang berisi refleksi teologi.

 Bab IV : merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan

saran.

BAB II

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Jemaat Liliama

23
a. Aspek Geografi

Jemaat Liliama merupakan salah satu jemaat yang berada dalam

naungan Negeri Administratif yang berada di Kecamatan Siwalalat,

Kabupaten Seram bagian Timur, Provinsi Maluku. Jemaat Liliama

adalah negeri yang telah ada sejak tahun 1900, dengan konteks hidup

kesukuan yang hidup terpisah-pisah dengan kelompoknya masing-

masing dan belum mempunyai agama dalam arti masih Hindu.

Dari sistem administrasi pelayanan GPM, Jemaat Liliama memiliki

batas-batas wilayah pelayanan sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan hutan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda

- Sebelah Barat berbatasan dengan Jemaat GPM Dihil

- Sebelah Timur berbatasan dengan Negeri Poling

b. Aspek Sejarah

Terbentuknya Jemaat Liliama melewati proses yang sangat

panjang dan sulit sebab pada prinsipnya kehidupan jemaat Liliama

dibangun dari kelompok-kelompok marga yang hidup terpisah-pisah

satu dengan lainnya dan selalu berperangantar kelompok dan

mempunyai sifat untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya

masing-masing, namun juga mempunyai prinsip selalu menyerang

kelompok marga yang dirasakan menjadi ancaman kepada marga

tertentu, dengan strategi memperluas daerah kekuasaan dan keunggulan

kelompok (heroik sektarian) masing-masing. Cara hidup dari

24
jemaat/masyarakat Liliama atau marga-marga ini pada prinsipnya

tergantung pada kemanjaan alam dan belum mempunyai prinsip-prinsip

yang benar tentang pertanian dan cara mengembang hidup lainnya. Cara

bertani bersifat nomaden atau berpindah-pindah, berburu, untuk

meperoleh daging untuk dimakan. Binatang yang diburuh antara lain :

Babi hutan, Kus-kus/kusu, dan burung/unggas yang bisa dikonsumsikan

oleh mereka.

Ada dua marga atau kelompok yang menetap di dua tempat yang

berbeda yakni di Gunung Nusa Putri (15 Km dari jemaat sekarang) dan

di Karakoyam (yang juga disebut benteng). Gunung Nusa Putri didiami

oleh marga Hakapaa. Karakoyam didiami oleh marga Mokiha/Hiyau, 3

km dari jemaat Liliama yang sekarang. Marga Mokiha bersal dari seram

utara yaitu Seti. Sedangkan marga Hakapaa berasal dari Maraina. Injil

mulai diterima oleh marga hakapaa di pedalaman gunung nusa putri

pada tahun 1900, pada masa zending oleh bangsa Belanda, namun

keterangan tentang pendeta tersebut oleh narasumber tidaklah lengkap.

Misalnya penutur hanya ingat marga atau nama dari pendeta/penginjil

itu saja.

Orang pertama yang menerima injil adalah dari marga Hakapaa adalah

Albert Hakapaa dan dibaptis oleh pendeta belanda , yakni pendeta Hoc.

Dan oleh pendeta Hoc memberikan tugas kepada Albert untuk

menginjili saudara-saudara atau marga-marga yang lainnya pula.

Hampir kurang lebih selama 3 tahun Albert bermisi ke marga

25
hiyau/mokiha, Kapitan, hatuputty, sabuai dan juga kepada marga

mailao yang datangnya dari Ambon/Kudamati yang juga turut

bergabung dalam kelompok marga batih atau asli yang sudah menetap

sejak awal di Liliama, bahkan ke daerah Elnusa. Dengan setia melayani

ibadah-ibadah di masing-masing tempat seara bergilir pada masing-

masing marga. Karena belum ada gedung gereja yang representatif,

maka dipergunakan rumah marga yang lebuh besar untuk pelksanaan

kegiatan ibadah. Diantara tahun 1900-1903, marga hiyau melakukan

gerakan turun kepesisir pantai, dan bergabung dengan negeri poling

(muslim)secara terpisah. Marga Hiyau telah percaya namun belum

dibaptis. Pada tahun 1902 pendeta Hehanusa datang didaerah poling

tempat sebagian kecil marga hiyau tetapi pula hakapaa yang telah turun

ke pesisir oleh pendeta hehanusa dilakukan pembaptisan.

Setelah menjelang bulan desember 1903 pemukiman jemaat Liliama

berpindah dari desa poling. Persoaln keterpisahan tersebut karena

mereka tidak terima baik atas pemukulan oleh warga poling terhadap

pendeta Heanusa. Kronologisnya : Natal berbarengan dengan bulan

puasa. Perayaan natal dilaksanakan dengan pawai tambur keliling

kampung dan dihiasi dengan minuman keras. Karena rasa terganggu

dan terlalu ribut yang ditimbulkan pawai tersebut maka menimbulkan

amarah warga poling. Mereka memukuli anak-anak pawai tambur, tidak

ambil baik atas pemukulan maka terjadi perkelahian. Pendeta Heanusa

mencoba menengahi namun ternyata juga dipukul oleh warga poling.

26
Akhirnya orang tua-tua Liliama, Hiyau dan Hakapaa, Kapitan, Mailao

dan Sabuai mengambil keputusan untuk keluar dari poling. Disebabkan

karena adanya hubungan kekerabatan dengan orang poling dan rasa

sayang dan oramg poling dengan alasan tidak rela mereka tidak mau

warga Liliama pergi ke tempat yang jauh (lokasi Naiwel

Ahinulin)dengan pertimbangan pula oleh orang tua-tua Liliama atas

diberikannya satu tempat disebelah barat kurang lebih 1,2 Km dari


M2
negeri poling dengan panjang 250 dan lebar 250 M2 yakni dengan

luas 1000 M2, atas sumpah orang tua-tua poling maka dengan

pertimbangan orang tua-tua Liliama saat itu bahwa aset kebun, tanaman

dan kepemilikan wilayah maka mereka menerima tawaran orang tua-tua

poling dan menetap di jemaat Liliama yang sekarang ini.

Nama jemaat Liliama berasal dari kata Lili dan Ama. Kata Lili berarti

berjalan berkeliling sedangkan kata Ama berarti kampung. Jadi arti

nama Liliama adalah ”Berjalan Berkeliling atau Berkembara untuk

Membuat Kampung”. Setelah menetap di Liliama maka datanglah

pendeta Pattinasarane dan melakukan baptisan masal kepada seluruh

marga dan warga Liliama pada tahun 1904

Berikut ini merupakan nama-nama pendeta yang bertugas di jemaat

Liliama dari tahun 1900-2010 :

1. Pendeta Hoc (1900) Zending belanda

2. Pendeta Hehanussa/Guru Injil (1903)

3. Pendeta Pattinasarane/Guru Injil

27
4. Pendeta Yoseph/Guru Injil

5. Pendeta Putirulan/Guru Injil

6. Pendeta Rehena/Guru Injil

7. Pendeta Kainama/Guru Injil

8. Pendeta Piter Risamasu/Guru Injil

9. Pendeta YosepTulalessy/Guru Injil

10. Pendeta Yance Akerina. S.Th

11. Pendeta Lili Picanussa. S.Th (1995-2010)

12. Pendeta D. de Kock,S.Si (2010- Mei 2013 )

13. Pendeta St.N.Mosse. S.Si ( Mei 2013 -2019)

14. Pendeta. Ny. S. Latusuay, S.Si (2019-Sekarang)

c. Aspek Demografi

Secara keseluruhan jumlah warga jemaat GPM Liliama berdasarkan

statistik jemaat GPM Liliama tahun 2016, jumlah keseluruhan anggota

Jemaat GPM Liliama sebanyak 313 jiwa jumlah ini tersebar di 2 sektor

pelayanan dan 4 unit pelayanan. Dari jumlah keseluruhan anggota

jemaat ini, laki-laki sebanyak 164 orang dan perempuan sebanyak 149

orang. Sedangkan jumlah KK (kepala keluarga) sebanyak 81 KK.

1. Keberadaan Jemaat

Berdasarkan Data Stastistik Jemaat, Jemaat GPM Liliama dapat

dikelompokan menurut kelompok umur seperti pada tabel 1 dibawah

ini:

28
29
Tabel 1. Keberadaan Jemaat

Kategori Usia

No Sektor Unit 0-3 4-6 7-9 10-12 13-15 16-45 46-59 60-85 >86

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

1 Nazareth 3 3 4 2 1 2 1 3 1 2 14 15 2 1 5 4

Eklesia
Viadolorosa 2 3 4 4 2 2 2 2 2 1 15 12 5 3 1 1

2 Sion 4 4 2 2 2 4 3 2 16 13 2 4 3 3

Getsemani
Hosiana 7 2 4 1 2 2 1 1 12 10 4 3 1 2

Jumlah 16 12 14 9 7 10 7 7 4 3 57 50 13 11 10 10

30
Dari data pada tabel 1 diatas menggambarkan kategori usia 16-45

tahun merupakan usia yang potensial dalam membangun jemaat.

Usia ini adalah usia yang produktif dalam mengupayakan dan

mengembangkan potensi sumber daya alam untuk peningkatan

ekonomi keluargakaraat terbesar ditemukan pada kategori usia pro.

Dalam persekutuan berGereja pun kategori usia 16-45 tahun

merupakan sumber penggerak pelayanan yang telah dewasa dalam

iman dan terwujud dalam hidup persekutuan yang saling

membangun. Kategori – kategori usia yang lain persebaran di unit

masing – masing jumlahnya merata dan juga dapat didaya gunakan

untuk pembangunan persekutuan tubuh Kristus.

31
1. Kategori Bina Umat

Tabel 2. Keadaan Bina jemaat

Kelompok Bina Umat


No. Sektor/ Unit
Batita TK1 TK2 TK3 AK1 AK2 AK3 AT1 AT2 AT3 Rmj AM/GPM Pelpri Pelwata Lansia
1 Eklesia/Nazareth 10 8 1 - 2 3 2 2 2 2 1 13 8 10 4
2 Eklesia/Viadolorosa 6 7 - 3 3 1 1 3 - 1 2 12 7 7 1
3 Getsemani/Sion 6 6 3 1 2 3 1 3 - - 1 11 6 11 3
4 Getsemani/Hosiana 7 7 2 1 1 1 1 2 - 1 2 14 9 9 4
Jumlah 29 28 6 5 8 8 5 10 2 4 6 50 30 37 12

32
Untuk keberadaan bina umat pada tabel 2 perlu disampaikan bahwa

Jemaat GPM Liliama dalam melakukan bentuk-bentuk pelayanan

tentang peribadahan jemaat maka perlu dijelaskan bahwa untuk

kategori bina umat yang sangat menonjol ialah kelompok AMGPM

dalam jemaat yang paling dominan. AMGPM adalah tulang

punggung Gereja oleh karena itu AMGPM harus menjadi penggerak

pelayanan bersama dengan kelompok usia yang lain dalam

sinergisitas dapat membangun suatu persekutuan yang menghadirkan

tanda – tanda syaloom. Kemudian dalam presentasi yang juga

menonjol adalah anak jenjang Balita dan AK 1. Kelompok usia ini

juga merupakan generasi penerus Gereja yang harus mendapat

pendampingan dan bimbingan lebih baik.

2. Keadaan Sektor dan Unit Pelayanan

Daerah pelayanan jemaat GPM Liliama terbagi dalam 2 sektor

pelayanan (Eklesia dan Getsemani) dan 4 unit pelayanan (Nazareth,

Viadolorosa, Sion dan Hosiana), 2 wadah pelayanan perempuan

yang terbagi dimasing-masing sektor, yakni perempuan sektor

getsemani dan perempuan sektor eklesia. Jemaat GPM Liliama juga

memiliki satu wadah pelayanan laki-laki, 1 organisasi AMGPM

( Ranting Elim ), satu kelompok / wadah SMTPI, dengan hanya tiga

kelompok binaan yakni AK, ATK dan AT. Sementara penjejangan

Remaja tidak ada, disebabkan karena semua anak berusia 13 tahun


keatas, semuanya bersekolah atau melanjutkan sekolahnya di luar

daerah jemaat. Dalam tanggung jawab jemaat pelayanan di bentuk

badan pembantu pelayanan yakni Sub Komisi Perempuan Jemaat

GPM Liliama.

 Keterlibatan umat dalam peribadatan

Tabel 3. Keadaan keterlibatan umat dalam peribadahan


Wapela Wapeper SMTPI AMGPM
UNIT
Aktif Tdk Aktif Tdk Aktif Tdk Aktif Tdk
aktif aktif aktif aktif
Nazareth 8 12 5 12 15 8 7 10
Viadolorosa 7 8 8 6 13 8 5 16
Sion 8 10 10 11 13 12 8 19
Hosiana 7 8 4 11 12 5 5 10
JUMLAH 30 38 27 28 53 33 25 55

Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa yang kebanyakan aktif dalam bentuk-

bentuk peribadahan yang di laksanakan oleh Ketua Majelis Jemaat dan

perangkat pelayan dan telah banyak disepakati bersama ialah anak-anak

SMTPI. Jika dilihat bahwa jam-jam pelayanan ibadah yang dibuat oleh Ketua

Majelis Jemaat dan perangkat pelayan sudah sesuai dengan jam pulang kerja

dari umat atau jemaat tersebut. Untuk itu perlu dijelaskan tentang bentuk-

bentuk pelayan yang berjalan pada tingkat jemaat tersebut:

a. Ibadah Minggu: Hari Minggu, jam 09.00

b. Ibadah Pelayan: Hari Minggu, jam 16.00

c. Ibadah Pelayanan Laki-laki: Hari Selasa, jam 18.00

d. Ibadah Wadah Pelayanan Perempuan: Hari Rabu, jam 18.00

e. Ibadah Sektor : Hari Jumat, jam 17.00 (Awal Bulan)

34
f. Ibadah Unit: Hari Jumat, jam 17.00

g. Ibadah Gatris: Haris Sabtu, jam 19.00

h. Ibadah AMPM: Hari Kamis, jam 19.00

i. Ibadah SM: Hari Minggu, jam 12.00

j. Ibadah TPI: Hari Senin, jam 16.00

 Keadaan pelayan di unit/sektor

Tabel 4. Keadaan Pelayan

Pengasuh AM
Unit MJ Tuagama Koordinator Wapela Wapelper
SMTPI GPM
Nazareth 3 1 4 1 2 3 1
Via
1 4 4 2 1 4
Dolorosa
Sion 3 1 3 2 2 3
Hosiana 1 2 4 3 2 1 2
Jumlah 8 4 15 8 8 7 15

Pada Tabel diatas menunjukan bahwa para pelayan telah tersebar cukup baik

hampir di semua unit pelayanan sehingga memberikan kemungkinan

kemudahan dalam koordinasi bersama untuk pelayanan. Jumlah Majelis

Jemaat dan pengurus-pengurus yang lain telah memenuhi aturan Gereja. Perlu

ditambahkan pula bahwa kelompok PS dan VG terdiri dari masing-masing

unsur wadah organisasi yang telah diatur sesuai jadwal. Sedangkan kelompok

kolektaan merupakan perutusan dari masing-masing unit pelayanan yang

bergantian bertugas selama sebulan. Dan anggota masing-masing kelompok

tidak tetap karena sewaktu-waktu dapat diganti personilnya. Adapun tenaga

pengasuh dilihat masih kurang dibandingkan jumlah anak bianaan dalam

35
wadah SMTPI, hal ini juga yang merupakan salah satu indikator jemaat ini

belum memberlakukan pembagian sub jenjang dalam proses PFG (sekolah

minggu).

 Keanggotaan Unit
Tabel 5. Keadaan keanggotaan Unit

No. Sektor/Unit Jlh.KK Jlh. Jiwa


L P
1. Eklesia/Nazareth 17 27 32
2. Eklesia/ Viadolorosa 16 26 34
3. Getsemani/Sion 17 34 34
4. Getsemani/Hosiana 14 30 23
Jumlah 64 117 123
Total Jumlah 64 240

Keadaan keanggotaan Unit ditransfer dalam bentuk diagram kerucut seperti

dibawah ini:

Sektor/Unit
Jlh.KK
Jlh. Jiwa L
Jlh. Jiwa P

1 2 3 4 Total Jumlah

Dari data tabel/diagram diatas dapat digambarkan bahwa keberadaan unit-

unit pelayanan masih berpadanan dengan peraturan pokok GPM tentang

jemaat. Keadaan ini menunjukan bahwa keadaan dan perkembangan unit-

unit masih berada pada batas kewajarannya sebagai unit dan belum tepat

waktu untuk dapat dibuat pemekaran atasnya.

36
Nazareth
Viadolorosa
Sion
Hosiana
Hosiana
JUMLAH

Dari data tabel di atas dapat kita memperoleh informasi bahwa keterlibatan

umat di dalam ibadah-ibadah masih sangat lemah. Presentasi ini

Sedangkan bila kita lihat pada kelompok SMTPI ada terjadi peningkatan

kualitas daya menunjukan pada kehadiran selama satu minggu, yang

mengalami turun naik ( fluktuasi) yang berdampak juga pada

pertumubuhan iman dan spiritualitas umat. SEdangkan bila kita lihat pada

kelompok SMTPI ada terjadi peningkatan kualitas daya bina umat, karena

seluruh anak-anak terlibat aktif dan mendapat pelayanan, pembinaan iman

Kristen secara utuh.

 Problematik Pelayanan

Dalam menentukan dan menemukan berbaga problematika pelayanan

yanga ada, maka perlu mengacu kepada problematika pelayanan GPM

berdasrekan cluster yang telah ditetapkan dalam persidangan sinode

XXXVI Jo ketetapan sinode no 10/SND/XXXVI/2010. Dengan 19 cluster

problematika tersebut, dan dengan dikontekskan pada medan gumul

jemaat maka beberapa problematika jemaat GPM Liliama dan

37
berdasarkan renstra jemaat tahun 2016-2020 dapat dilihat problematika

jemaat yang sangat harus menjadi perhatian utama ialah:

a. Peningkatan kapasitas pelayan.

GPM adalah suatu organisasi sosial yang telah matang secara usia

tetapi juga mantap dalam upaya pelayanan terhadap jemaat – jemaatnya.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa segala kapasitas yang ada yakni

kapasitas umat, pelayan dan lembaga terus dipacu bina kearah pemantapan

untuk menjawab segala tugas kapasitas dan tanggung jawab yang ada

padanya. Menyikapi pelayanan yang ada di jemaat Liliama, kesadaran

penyelenggara selaku aparatur pelayan masih perlu ditingkatkan, karena

memang sangat rentang dengan pelanggaran- pelanggaran terhadap berbagai

aturan maupun panggilannya. Lemahnya kesadaran dalam mengembangkan

amanah Gereja tersebut, mengakibatkan penyalahan tugas dan wewenangnya

pula kepada Tuhan maupun umat yang dilayaninya. Pelayan belum

memahami dengan baik, seluruh panggilan dan komitmennya dalam

pelayanannya, sehingga yang nampak pelayanan hanya sebuah rutinitas. Hal

ini berdampak pada peningkatan kualitas diri pelayan tersebut. Dukungan

keluarga juga berdampak terhadap pelayanan, sebab terkadang ada keluarga

pelayan yang tidak mendukung suami/istrinya melayani tetapi justru keluarga

pelayan yang tidak menjadi contoh dalam pelayanan.

b. Penguatan dan pengembangan ketahanan spiritual umat berbasis

keluarga.

38
Keluarga merupakan basis pertumbuhan Gereja kedepan semakin

lebih baik. Oleh karena itu peningkatan ketahanan spritual berbasis keluarga

merupakan isu penting di jemaat liliama. Untuk pembinaan terhadap keluarga

dengan berbagai masalah – masalah keluarga, maka pendampingan pastoral

yang dilakukan Majelis Jemaat telah dilakukan walau memang tidak secara

kontinyu, hanya terbatas pada kunjungan – kunjungan rutinitas pelayanan.

Ada juga Majelis jemaat yang mengalami masalah keluarga sehingga proses

pendampingan tidak terjadi. Salah satu jalur pembinaan keluarga yang

berlangsung baik di jemaat adalah binakel. Jalur Binakel merupakan wadah

untuk pembinaan keluarga tetapi warga jemaat belum memahami dengan baik

pentingnnya Binakel. Masalah KDRT, masalah pemuda, Masalah hubungan

persaudaraan, kerabat dan lain sebagainya menjadi persoalan – persoalan

yang berpengaruh terhadap peningkatan ketahanan spiritulitas keluarga.

Oleh Karena itu dibutuhkan pendampingan pastoral yang terarah dan

sehingga dapat meminihmalisir masalah – masalah umat. Pengaruh

globalisasi, informasi yang berkembang pesat dapat saja mempengaruhi

tatanan kehidupan keluarga, secara khusus anak – anak dan pemuda.

Peningkatan pendampingan dan pembinaan merupakan langkah awal menuju

ketahanan spiritual yang lebih baik.

d. Keadaan Sosial Ekonomi


 Pekerjaan pokok/mata pencaharian

39
Tabel 6. Keadaan pekerjaan pokok/mata pencaharian

No Tukang
Sektor Papalele Kios Petani Nelayan PNS Pensiun
Ojek
1 Eklesia 5 65 2
2 Getsemani 5 2 1 64 5 1
Jumlah 10 2 1 129 7 1

Dari gambaran tabel diatas, maka dapat kita memperoleh gambaran bahwa

kelompok mata pencaharian utama dari jemaat Liliama yakni petani, baik

untuk tanaman umur panjang tetapi juga umur pendek, yakni kelapa,

coklat, cengkih, pisang dan lain-lain sebagainya. Walaupun jemaat liliama

berada di pesisir pantai, namun pekerjaan sebagai nelayan tidak dianggap

sebagai profesi tetap tetapi hanya sebagai pekerjaan sampingan pelengkap

kebutuhan hidup setiap hari. Lautan memberikan jaminan kehidupan,

tetapi usaha pertanian merupakan sumber pendapatan tetap keluarga.

 Sumber Daya Alam yang tersedia


Tabel 7. Keadaan Sumber Daya Alam
Jenis dan banyaknya pohon
Sektor/unit
Kelapa Kakao Durian Cengkih Pala

40
Eklesia/Nazareth 1045 732 250 137 153
Eklesia/Viadolorosa 150 501 135 97 151
Getsemani/Sion 1031 332 120 92 95
Getsemani/Hosiana 1015 650 134 135 150
Jumlah 3241 2215 639 461 549

Dari keterangan tabel di atas ketersediaan sumber daya alam sangat

menjamin, namun yang menjadi masalah adalah mengenai stabilitas harga

yang sering tidak menentu bahkan sering turun drastis membuat sumber

daya yang ada tidak dapat dipasarkan secara normal. Sementara itu bila

kita melihat tanaman cengkeh yang tersedia cenderung sedikit adanya

disebabkan karena pada saat terjadi pasca kemanusiaan tragedi 1999

tanaman ini banyak di tebang pada saat perusuh hendak mengambil

buahnya.

Dari gambaran di atas pula bahwa pohon yang banyak dimiliki adalah

kelapa namun disayangkan harga kopra sangat ditentukan oleh rentenir

pengusaha kopra.

 Pendapatan Pokok Rumah Tangga

Tabel 8. Keadaan Pendapatan pokok rumah tangga


Total Pendapatan Perbulan
Sektor/unit
<100- 300- 600ribu- 1,5- 2,5- >5juta
200ribu 500ribu 1juta 2juta 4juta

41
Eklesia/Nazareth - 18 - 2 - -
Eklesia/Viadolorosa - 19 - 1 - -
Getsemani/Sion - 17 - 4 - -
Getsemani/Hosiana - 17 - 2 - -
Jumlah - 61 - 9 - -

Dari data tabel di atas klasifikasi pendapatan pokok rumah tangga berkisar pada

level kolom 2 (300-500 ribu) dan kolom 4 (1,5-2 juta). Pada kolom 2 mengandung

makna sebagian besar jemaat mempunyai pendapatan hanya bergantung pada

hasil kopra dan hampir seluruh anggota jemaat memiliki kebun kelapa dan pala

tetapi juga pala yang dapat dikelola dalam waktu-waktu tertentu selama bulan

berjalan untuk menjamin kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara pada level atau

kolom 4 memberikan kejelasan bahwa pendapatan ini diperoleh secara statis/tetap

per bulan pada mereka yang mempunyai profesi sebagai guru. Selanjutnya pada

tataran level kolom yang berdiagram garis datar mengandung makna tidak

terdeteksi secara pasti.

e. Keadaan Pendidikan
 Keadaan tamatan/pendidikan terakhir
Tabel 9. Keadaan Tamatan Pendidikan
SEKTOR PAUD SD SMP SMA DIPLOMA S1
Eklesia - 37 13 12 3 1
Getsemani - 27 22 18 3
Jumlah 64 35 30 6 1

42
Tabel di atas menggambarkan bahwa tamatan pendidikan yang terbanyak

untuk jemaat masih berada pada level SD saja dan hal ini memang

berdampak terhadap wawasan bergereja dan pemahaman terhadap

pelayanan. Untuk warga jemaat perlu didorong terhadap anak-anak untuk

terus berupaya dalam bidang pendidikan walau memang untuk tamatan

SMP dan SMA tidak terlalu banyak tetapi juga berpengaruh terhadap

pelayanan.

f. Karakteristi Informan

1. Nama dan Usia Informan

No Nama Usia
1 Sany Latusuay Thn
2 Ignatius Hakapaa Thn
3 Denci Maiilao Thn
4 Tinus Hakapaa Thn
5 Zeth Mokiha Thn
6 Julian Mailao Thn
7 Maya Latuperissa Thn
8 Melanton Hakapaa Thn
9 Leni Herti Hakapaa Thn
10 Christofer M Hakapaa Thn
11 Getsya Kapitan 22 Thn

2. Jenis Pekerjaan Informan

43
B.
No Nama Jenis Pekerjaan

1 Sany Latusuay Pendeta


2 Ignatius Hakapaa PNS/Majelis Jemaat

3 Denci Maiilao Wirausaha/Majelis Jemaat


4 Tinus Hakapaa Petani/Jemaat
5 Zeth Mokiha Petani/Majelis Jemaat
6 Julian Mailao Petani/Majelis Jemaat
7 Maya Latuperissa PNS/Majelis Jemaat
8 Melanton Hakapaa Petani/Majelis Jemaat
9 Leni Herti Hakapaa Ibu Rumahtangga/Majelis Jemaat
10 Christofer M Hakapaa Petani/Majelis Jemaat
11 Getsya Kapitan Mahasiswa
12 Dedy Hakapaa Staf Negeri
13 Oma Uly Ibu Rumahtangga
DATA DAN ANALISA DATA

Pada bagian ini, secara rinci akan dibahas hasil temuan penelitian. Dalam upaya

itu , maka hasil penelitian ini terbagi atas beberapa point, yakni:

1. Pemahaman Tentang Etika Majelis Jemaat di Jemaat GPM Liliama

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan para informan

majelis jemaat, jemaat laki-laki maupun juga perempuan dalam jemaat

GPM Liliama , ditemukan berbagai pemahaman tentang Etika Majelis

Jemaat di Jemaat GPM Liliama . Hal ini bisa dilihat dari pemahaman yang

bervariasi tentang Etika Majelis Jemaat di Jemaat GPM Liliama yang

terlihat seakan berbeda dari segi bahasa namun pada dasarnya memiliki

tujuan yang sama.

Ibu Pdt. Sany Latusuay : Etika adalah sesuatu hal yang berkaitan

dengan sikap seseorang dalam melakukan sesuatu. Jadi etika majelis

jemaat adalah etika yang harus menunjukan cara hidup, pola hidup juga

sikap hidup yang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Agar majelis

44
jemaat lewat etikanya yang ia tunjukan setiap hari baik sedang melakukan

pelayanan atau tidak mampu menjadikannya contoh dan teladan bagi

umat.17

Bpk Zeth Mokiha: Etika majelis jemaat adalah etika yang harus

bisa memilah antara mana yang baik dan mana yang salah. Agar ketika

melakukan sesuatu tidak melakukan dengan begitu saja tapi sudah

mengetahui apakah itu baik atau tidak agar jemaat atau umat dapat belajar

dari kita sebagai pelayan.18

Ibu Maya Latuperissa : Etika majelis jemaat harus mampu

menggambarkan sosok Allah dalam melayani umat. Dengan menunjukkan

sikap yang sesuai dengan sikap Yesus dalam melakukan pelayanan.19

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, maka penulis

dapat membuat analisa awal terhadap apa yang telah diungkapkan oleh

para informan bahwa bagi mereka etika itu merupakan sesuatu yang dapat

menetukan atau memilah antara yang baik dan yang buruk, yang layak

untuk dilakukan dan yang tidak layak untuk dilakukan. Dan jika etika

harus dihubungkan dengan majelis jemaat yang adalah merupakan

pelayan. Maka menurut mereka juga majelis jemaat ketika dalam

melakukan pelayanan atau pun tidak tetap harus mempunyai etika yang

baik yang mampu menunjukan sikap yang sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh Alllah.

17
Hasil wawancara dengan Ibu. Pdt S Latusuay, S.Si pada 21 Desember 2020
18
Hasil wawancara dengan Bpk. Zeth mokiha pada 21 Desember 2020
19
Hasil wawancara dengan Ibu Maya Latuperissa pada 22 Desember 2020

45
Kata etika asalnya dari beberapa kata yang hampir sama bunyinya, yaitu

ethos atau ta ethika. Kata etos artimya kebiasaan, adat, kata ethos lebih

berarti kesusilaan, perasaan, batin, atau kecendrungan hati dengan mana

seseorang melaksanakan perbuatan. Etika tidak bisa lepas dari kehidupan

keseharian seseorang, etika sangat berkaitan dengan tindakan manusia.20

Selaku pelayan Allah seorang pelayan membutuhkan etika yang baik agar

bisa mencapai tujuannya yaitu membawa umat hidup dalam kasih dan

damai sejahtera Allah . selaku pelayan Allah, seorang pelayan harus hidup

berkenan kepada Allah, harus memperlihatkan kehidupan rohani yang

baik.21

1. Pemahaman Tentang Pelayan Tuhan di Jemaat GPM Liliama

Bpk Ignatius Hakapaa: Pelayan merupakan tangan kanan dari Tuhan

untuk menjalankan pelayanan Tuhan di dunia lewat pelayanan yang dilakukan

kepada umat-Nya.22

Ibu Leni Hakapaa: Pelayan merupakan budak, pelayan itu pembantu yang

siap untuk melakukan pelayanan kepada yang membutuhkan.23

Bpk Julian Mailao: Pelayan adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah lewat

umat untuk melayani umat kepunyaan Allah sesuai dengan apa yang Allah

kehendaki.24

20
Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016) hlm 1
21
Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2016), hlm 106
22
Hasil Wawancara dengan Bapak Ignatius Hakapaa pada 22 Desember 2020
23
Hasil Wawancara dengan Ibu Leni Hakapaa pada 22 Desember 2020
24
Hail Wawancara dengan Bapak Julian Mailao pada 22 Desember 2020

46
Bpk Dedy Hakapaa: Pelayan merupakan orang-orang yang telah siap

untuk melayani Tuhan. 25

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, maka penulis dapat

membuat analisa awal terhadap apa yang telah diungkapkan oleh para

informan tentang apa itu pelayan dan bagi mereka pelayan merupakan orang-

orang yang siap untuk melakukan pelayanan, kata kasarnya dapat dikatakan

menurut pendapat mereka ialah bahwa pelayan itu adalah budak atau

pembantu yang siap untuk melayani. Dan menurut mereka juga pelayan adalah

orang-orang pilihan yang sudah dipilihkan oleh pihak yang punya peranan

paling tertinggi atas kehidupan kita untuk siap melakukan pelayanan kepada

orang-orangnya atau umat-Nya. Pelayan jemaat merupakan pilihan-pilhan

Allah lewat umat .yang telah disiapkan untuk melayani umat kepunyaan

Allah.

Dalam bahsa asli Perjanjian Baru ada beberapa kata yang memiliki makna

pelayan, salah satunya yaitu doulos. Kata doulos memiliki bentuk dasar doulos

yang artinya budak atau hamba. Beberapa turunan doulos adalah sundoulos

(sesama budak), doule (budak perempuan), douleou (menjadi budak), douleia

(perbudakan), douloo (memperbudak), katadouloo (memperbudak),

doulagogeo (memperbudak), ophthalmodoulia (mata-layanan).26 Semua kata-

kata ini ada hubungannya dengan perbudakan. Ketika kata doulos atau

turunannya dipergunakan. Ini menunjuk kepada ketergantungan seorang

25
Hasil Wawancara dengan Bapak Dedy Hakapaa pada 22 Desember 2020
26
Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich and Geoffrey William Bromiley, Theological Dictionary of the
New Testament,Translation of: Theologisches Wortherbuch Zum Neuen Testament. (Grand
Rapids, Mich: W.B. Eerdmans, 1995, c1985), hlm 182

47
budak kepada tuan. Doulos juga mengandung arti komitmen total kepada

tuannya dia tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.27

2. Perbedaan Etika Pelayan Khusus yang dahulu dan sekarang

Ibu Pdt Sany Latusuay: Jika dilihat pelayan khusus yang saya temui pada

jemaat GPM liliama semenjak saya menjadi pendeta jemaat pada tahun 2019

hingga sekarang ini sangat berbeda jauh dengan yang ada di jemaat-jemaat

yang pernah saya temui. Bahkan sangat berbeda dengan pelayan yang dahulu.

Mereka disini menjalankan tugas sesuka mereka. Bahkan mereka akan

mengikuti ibadah ibadah hanya ketika mendengar saya akan melakukan

ibadah rolling sector atau unit pelayanan, atau bahkan mereka mendengar

bahwa saya akan mengikuti ibadah-ibadah tertentu itu baru mereka akan

masuk semua. Mereka juga punya sikap yang sangat keras dan tidak mau di

atur, paling suka telat soal pelayanan bahkan tidak menjalankan pelayanan

dengan baik. Yang pernah dilihat tahun 2019 lalu tidak ada perubahan hingga

tahun 2020 meski saya sudah coba mengambil dengan sikap lembut sekalipun.

Dan saat ini saya akan coba menjalankan cara baru yaitu saya akan mencoba

dengan sikap keras dan tegas kepada mereka. Kemudian Ibu Sany melanjutkan

bahwa: Jika dilihat dari masa-masa orientasi yang dijalankan setiap adanya

Majelis Jemaat yang baru, saya menemukan bahwa materi yang diberikan

kepada para Majelis baru ialah materi yang hanya bersifat birokrasi atau lebih

bersifat pada administrasi dan keuangan, namun untuk mengembangkan

pengalaman pelayanan itu tidak ada, maksud saya seperti meditasi atau

semacam pengenalan akan Tuhan dan pelayanan-Nya itu kurang sekali untuk
27
Frank Damazio, The Making of Leader, (Portland City Bible Publishing, 1988), hlm 171-186

48
dapat menyentuh setiap pikiran dan perasaan para Majelis yang baru ini.

Sehingga dapat dikatakan bahwa mereka ini sangat punya kelemahan soal

pelayanan itu terletak pada pemahaman mereka mengenai apa itu pelayan dan

untuk siapa mereka melakukan pelayanan dan bagaaimana juga mereka harus

bersikap sebagai seorang pelayan yang baik dan benar.28

Getsya Kapitan: Pelayan Khusus di Jemaat Liliama, dilihat dari pelayanan

yang mereka lakukan sangat berbeda dengan pelayan yang dahulu. Pelayan

yang dahulu mereka akan mengorbankan apapun hanya untuk pelayanan.

Mereka akan sepenuhnya memberikan kehidupan mereka hanya untuk

melayani Tuhan. Namun jika dilihat yang sekarang ini. Dilihat dari ibada-

ibadah kecil saja mereka kadang tidak ditemui dalam ibadah. Mereka lebih

sering mabuk, atau melakukan hal-hal yang menguntungkan kehidupan

mereka. Kalau pesta-pesta mereka akan mengesampingkan pekerjaan mereka,

tapi kalau ibadah saya lihat tidak pernah hal itu terjadi. Dari delapan majelis

yang terpilih yang sering aktif hanya 2-3 orang. 29

Oma uly: Majelis Jemaat sekarang dan yang dahulu sangatlah berbeda.

Yang sekarang mereka melakukan pelayanan sesuka mereka dan tidak takut

sama Tuhan. Tapi jika dilihat pelayan yang dahulu zaman kami, itu sangat

menhargai dan menghormati pelayanan bahkan jam-jam pelayanan mereka

tidak pernah lalai. Untuk melakukan hal-hal yang tidak baik saja mereka

sangat takut. Takut akan murka Tuhan. Tetapi pelayan yang sekarang ini

mereka tidak takut sama sekali terhadap murka Tuhan, mereka anggap

28
Hasil Wawancara dengan Ibu Pdt Sany Latusuay pada 23 Desember 2020
29
Hasil Wawancara dengan Nn Getsya Kapitan pada 23 Desember 2020

49
semuanya biasa-biasa saja. Mereka tidak memiliki sikap dan karaker sosok

pelayan Tuhan.30

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan para informan diatas terkait

dengan perbedaan pelayan khusus yang dahulu dan yang sekarang, menurut

sebagian besar informan bahwa ada perbedaan yang sangat besar antara etika

pelayan khusus yang sekarang dengan yang dahulu. Menurut mereka, kalau

aman yang dahulu mereka menjalankan pelayanan dengan sangat serius.

Ketika mereka menjadi seorang Pelayan Khusus maka mereka benar-benar

menyerahkan hidup dan kehidupan mereka untuk melayani bahkan mereka

adalah pelayan-pelayan yang sangat takut akan Tuhan dan sangat punya

karakter seorang pelayan Tuhan. Bahkan ketika mereka melakukan pelayanan,

menurut mereka tidak ada hal yang lebih penting selain melayani Tuhan lewat

umat dengan sungguh-sungguh. Namun kalau dilihat dengan perkembangan

zaman sekarang ini, dengan berbagai tuntutan hidup sekarang ini jadi jelaslah

jika seseorang ia tidak akan mungkin hanya melakukan pelayanan dan

mengesampingkan kebutuhan hidup baik pribadi maupun keluarga. Bahkan

juga tanpa diketahui seseorang akan menggunakan pelayanan sebagai hal yang

yang dapat menaikan namanya saja, namun pada hakikatnya tidak

menjalankan dengan baik. Dengan jalan bekerja dan menjadi seorang pelayan

maka seseorang akan mendapatkan kepuasan yang meliputi kebutuhan fisik,

rasa tenang dan aman, kebutuhasn sosial dan kebutuhan ego masing-masing.

Sedangkan kepuasan dalam bekerja juga bisa dinikmati ketika sebelum

pelayanan. Karena jam-jam pelayanan sudah diatur sesuai dengan aktifitas


30
Hasil Wawancara dengan Oma Uly 23 desember 2020

50
jemaat Liliama tersebut. Dalam melakukan pekerjaan juga diperlukan

menjalankan pelayan Tuhan dengan baik, harus bisa mengatur dengan baik

sebagai bukti pengabdian serta rasa syukur dalam memenuhi tanggung jawab

sebagai pelayan Tuhan di dunia.

Kesimpulan Sementara Hasil Penelitian

Berdasarkan pada hasil wawancara dengan para informan dan hasil

pengamatan serta analisa penulis, maka penulis dapat membuat beberapa

kesimpulan kecil yang dapat dijadikan acuan untuk refleksi teologis :

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa Pelayan Khusus Jemaat GPM Liliama sudah memahami tentang

apa itu Etika yang mengarah pada sikap, karakter, dan perilaku seseorang

yang dapat menentukan itu baik atau tidak baik.

2. Dari pendapat di atas juga dapat disimpulkan bahwa Pelayan Khusus

Jemaat GPM Liliama memahami tentang Pelayan itu sebagai seorang

budak yang siap untuk melayani tuan dan juga pelayan merupakan

seseorang yang mempertaruhkan hidupnya untuk melayani Tuhan lewat

umat. Karena pelayan adalah piihan Allah lewat umat untuk melayani

Tuhan lewat umat.

3. Pelayan Khusus Jemaat GPM Liliama memahami etika dan pelayan serta

etika pelayan sebagai sesuatu yang harus di lakukan sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh Tuhan ketika menjadi seorang pelayan yang adalah

hamba atau budak dengan harus memiliki karakter sebagai seorang hamba

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Seperti dengan

51
menjalankan tugas tanggungjawab pelayanan dengan baik dan benar serta

sungguh-sungguh dalam melakukan pelayanan. Namun pada

kenyataannya mereka belum menjalankan itu dengan baik dan mereka

hanya memahami pelayanan itu sebagai ritual atau kebiasaan dalam

kehidupan mereka sebagai tanggungjawab mereka kepada Allah sejak

mereka menyerahkan diri untuk menjadi pelayan-Nya.

4. Perbedaan antara Pelayan Khusus yang dulu dan sekarang pada Jemaat

GPM Liliama adalah Pelayan Khusus yang dahulu dilihat sebagai pelayan

Tuhan yang benar-benar memiliki etika pelayan yang baik dan benar.

Mereka benar-benar memahami dengan baik untuk siapa mereka

melakukan pelayanan sehingga mereka melakukan pelayan dengan

menunjukkan sikap dan karakter seorang hamba yang takut akan Tuhan.

Hal ini berbanding terbalik dengan Pelayan Khusus sekarang ini pada

Jemaat GPM Liliama, mereka melakukan pelayanan sesuka mereka, dan

lebih mementingkan pesta-pesta dan mabuk-mabukan serta ketika ibadah

berlangsung mereka lebih melakukan pekerjaan-pekerjaan mereka. Jika

dilihat mereka sama sekali tidak memiliki karakter seorang pelayan yang

adalah Hamba Tuhan.

BAB III

ETIKA PELAYAN KHUSUS SEBAGAI PELAYAN TUHAN

52
Dari hasil penelitian, telah diketahui bahwa Pelayan Khusus di Jemaat

GPM Liliama hanya mengetahui tentang apa itu etika dan pelayan. Tetapi pada

kenyataannya mereka belum mengetahui dengan benar bagaimana seorang

Pelayan Khusus itu harus beretika dengan baik sebagai seorang Hamba Tuhan.

Sehingga mereka hanya mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka

sebagai pelayan dengan sesuka mereka saja. Dengan demikian penulis akan

mengkajinya dengan kajian teologis, khususnya kajian etika yang mampu

memberikan makna yang lebih kontekstual tentang Pelayan Khusus.

A. Etika Pelayan Khusus Sebagai PelayanTuhan

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang Pelayan Khusus

sebagai Pelayan Tuhan :

1. Sikap dan Karakter Pelayan Khusus Sebagai Pelayan Tuhan

a. Menyadari hiudpnya milik Tuhan

Karya penebusan Kristus adalah dasar bagi orang percaya untuk

melayani-Nya. Orang percaya melayani Kristus bukan untuk mendapat

perkenan-Nya melainkan karena ia telah lebih dulu melayani. Karena

itu seorang pelayan Tuhan harus yakin akan keselamatan Allah atas

dirinya. Ia harus sadar bahwa hidupnya bukan miliknya lagi sebab

telah ditebus menjadi milik Kristus. Kematian Kristus telah menebus

orang percaya dari cara hidup yang sia-sia (1Ptr, 1:18-18), oleh sebab

itu seorang pelayan Tuhan harus berubah dari cara hidup yang lama

yang dilakukannya diluar Kristus. Ia perlu mengalami pembaharuan

53
pikiran.31 Sehingga ia tidak lagi melakukan perbuatan yang sia-sia

bukan karena terpaksa, melainkan karena telah mengerti kehendak

Allah dalam kehidupannya.32 Ia memiliki kesadaran untuk hidup dalam

kebenaran karena mata hati yang telah diterangi.33

b. Memiliki ketaatan daan kerendahan hati

Seorang pelayan Tuhan adalah tidak mempertahankan kepentingan diri

sendiri. Hidupnya hanya diperuntukkan untuk Tuhan. Di sinilah

dibutuhkan penyangkal diri seorang pelayan Tuhan. Tuhan

menghendaki murid-murid-Nya rela melepaskan apa pun yang menjadi

kesukaan dan kebanggaannya demi melakukan kehendak Tuhan.34

Ketaatan dan kerendahan hati diteladankan oleh Yesus dalam doa-Nya

di taman Getsemani. “Bapa, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi

bukan kehendak-Ku yang jadi tetapi kehendak-Nya (Mat. 26:39). Ia

rela melakukan dan menerima semua itu atas dasar kerelaan dan hal ini

menunjukkan kerendahan hati-Nya. Seperti halnya yang dilakukan

oleh Yesus yang taat pada Allah Bapa yang mengutusnya. Begitupun

para nabi dan rasul yang taat berbicara atas nama Allah. Seoran

pelayan Tuhan yang menempatkan dirinya sebagai doulos maka dia

memiliki ketaatan penuh kepada Tuhan.

31
Yotan Teddy Kusnandar, Pentingnya Golden Character, (Epigraphe 1, no.1, 2017), hlm 11-22
32
Asih Rachmani Endang Sumiwi, Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2,
(Jurnal: Teologi Berita Hidup 1 no 1, 2018)
33
Joseph Christ Santo, Makna dan Penerapan Frasa Mata Hati yang Diterangi Dalam Efesus 1:18-
19, (Jurnal: Teologi Berita Hidup 1 no 2, 2018.
34
Danny Yonathan, Memahami Konsep Menyangkal Diri, Memikul Salib Dan Mengikut Yesus,
Sebuah Analisa Lukas 9:23-26, (Jurmal: Teologi Berita Hidup 1 no 2, 2019), hlm 121-137

54
Wujud dari ketaatan kepada Tuhan adalah ketaatan dalam melakukan

firman-Nya. Pelayan Tuhan yang mempunyai ketaatan tanpa pamrih,

menaati Firman Tuhan dan memenuhi rencana-Nya adalah kesukaan.

Yang dimaksud ketaatan tanpa pamrih adalah ketaatan tanpa motivasi

keuntungan, bukan ketaatan supaya menrima imbalan berkat dari

Tuhan.35

c. Memiliki respon yang baik terhadap tugas pelayanan

Dalam menjalankan tugas yang diberikan seorang pelayan Tuhan harus

memiliki respon yang baik, tidak perlu banyak bicara tetapi cakap

mengerjakan apa yang menjadi bagiannya. Dalam pelayanan kadang-

kadang muncul masalah yang disebabkan karena pelayan Tuhan yang

terlalu banyak berbicara tetapi minim dalam tindakan.

d. Siap sedia dalam segala keadaan

Sebagai seorang huperetes bagi Kristus, seorang pelayan Tuhan harus

siap sedia dalam segala keadaan. Tentunya kesiapan yang dimaksud

adalah sesuai dengan bidang pelayanannya. Memang ada pelayanan

yang bersifat rutin, seperti pelayanan ibadah Minggu atau tengah

minggu. Tetapi ada pelayanan yang tidak bisa dijadwalkan, seperti

kunjungan kepada oramg sakit atau pelayanan penghiburan. Bahkan

sekalipun suatu pelayanan sudah memiliki jadwal, tidak menutup

kemungkinan ada hal-hal insidental yang memerlukan penggantian

pelayan Tuhan, misalnya pelayan yang terjadwal melayani mendadak

35
Asih R E Sumiwi, Menerapakn Konsep PelayanTuhan Perjanjian Baru, (Jurnal: Teologi dan
Pelayanan Kristiani 3 no 2, 2019) hlm 9

55
sakit. Dalam hal ini pelayan Tuhan yang lain yang melayani dalam

bidang yang sama perlu siap sedia dalam segala keadaan.

Rasul Paulus berpesan kepada Timotius, bahwa Timotius sebagai

pemberita firman harus siap sedia memberitakan firman Tuhan dalam

segala keadaan (2Timotius. 4:2). Jika pelayan Tuhan hanya mau

melayani pada saat keadaan baik, maka pelayanannya banyak

digagalkan oleh keadaan. Tuhan tidak menjanjikan kehidupan Kristen

terbebas dari masalah, bahkan Rasul Paulus memberikan kesaksian

tentang berbagai masalah yang dialaminya dalam pelayanan. keadaan

tidak baik yang sedang di alami oleh pelayan Tuhan seharusnya tidak

menjadi alasan untuk tidak melakukan pelayanan maupun

mengundurkan diri dari pelayanan.

e. Setia dan bertanggung jawab kepada rumah Tuhan

Seorang pelayan Tuhan bisa saja tidak setia kepada bidang

pelayanannya karena tergoda untuk beralih kepada bidang pelayanan

yang lain. Memang tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang

memilki multitalenta, sehingga ia dapat melayani Tuhan di banyak

bidang. Dibutuhkan kesetiaan dari seorang pelayan Tuhan untuk

menekuni bidang pelayanan yang dipercayakan kepadanya. 36

f. Memiliki integritas

Menurut Robert Clinton, Sadrak Kurang, mengatakan bahwa integritas

adalah “kapasitas yang Allah berikan untuk memimpin dan


36
Ibid, hlm 9-10

56
mengandung dua bagian: kemampuan (bakat) dan watak (karakter).

Jantung dari watak itu adalah integritas. Pada dasarnya integirtas

merupakan sifat tidak mengenal kompromi/konsisten terhadap

kesetiaan kepada hukum/nilai-nilai dan keteguhan itu tampak dalam

kejujuran, ketulusan, dan teguh menmghindari kepalsuan.

Dasar integritas adalah panggilan Allah, yaitu panggilan keselamatan

dan panggilan untuk pelayanan. panggilan keselamatan dari Allah

adalah panggilan dimana Allah oleh rahmat-Nya yang besar

membebaskan dari dosa dan memperoleh keselamatan dalam Yesus

Kristus. Seorang pelayan Tuhan disebut baik, setia, jujur, rajin, tahan

uji, bermoral, beretika, yang terpuji bukan karena ia memang orang

baik, melainkan karena ia adalah orang berdosa yang telah ditebus oleh

Tuhan Yesus. Panggilan kepada keselamatan ini memberi dasar bagi

integritas seorang pelayan. Dengan integritas yang tinggi maka hidup

rohani, etis, dan moral pelayan akan menampakkan karakter agung

seperti Kristus. Pelayan yang menempatkan Yesus sebagai pusar dan

di atas segala-galanya akan dapat berkiprah dalam dunia Pelayanan.

Firman Tuhan dalam 2 Korintus 6:3-4 mengatakan: “Dalam hal apa

pun kami tidak memberi sebab orang tersandang, supaya pelayanan

kami jangan sampai dicela. Sebaliknya, dalam segala hal kami

menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam

menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesukaan dan

kesukaran.” Frasa dalam “segala hal” dalam ayat 4 menunjukkan

57
bahwa Paulus dan kawan-kawan telah membuktikan integritas mereka

sebagai pelayan Tuhan dan bahwa mereka menjaga integritas dalam

setiap bagian kehidupan. Gampang untuk mempraktikkan kasih,

kesabaran, kemurnian dan ketaatan pada Tuhan ketika situasi baik dan

orang-orang menghormati kita. Namun, bagaimana kalau ada masalah,

ketika kesusahan melanda, ketika orang-orang mengumpat dan

memfitnah, ketika keuangan tidak lancar, dan maut mengancam. Itulah

yang diteladankan Paulus dan kawan-kawan (ay. 4-10). Dengan

menjaga integritas sebagai pelayan Tuhan, mereka dapat mendorong

orang lain untuk melakukan hal yang sama (ay. 1).

Panggilan Allah kepada setiap orang untuk melayani adalah bersifat

mutlak (Yoh. 3:27). Panggilan Allah itu merupakan dasar pelayanan

seorang pelayan. Oleh karena itu, pelayanan yang dijalankan adalah

pelayanan yang berdasarkan hasrat Allah, keinginan Allah, kesenangan

Allah dan bukan oleh dan untuk pribadi manusia. Oleh karena pelayan

Kristen melayani berdasarkan panggilan Allah, maka

pertanggungjawabannya pun adalah kepada Allah yang memberi

perintah itu kepadanya.37

g. Memiliki hati seorang hamba

Memiliki hati seorang hamba adalah ciri pelayan Tuhan. Sikap seorang

hamba ini bukan soal posisi atau keterampilan, melainkan sikap.

37
Yusuf Umma, Melangkah Menggapai Sukses: Refleksi Hidup Seorang Hamba, (PBMR ANDI:
Yogyakarta, 2020), hlm 80-82

58
Sesungguhnya seorang pemimpin dan pelayan yang terbaik selalu

berhasrat untuk melayani sesamanya, bukan dirinya sendiri atau

memuaskan egonya sendiri. Seorang pelayan adalah seorang

pemimpin, baik untuk diri sendiri, keluarga, atau orang lain. Jika kita

dipercaya oleh Tuhan menjadi seorang penyampai firman-Nya, maka

ada otoritas Allah yang turun dan berkuasa atas hidup kita sebagai

pemimpin. John C. Maxwell, dalam bukunya Membina Hubungan

101, menunjukkan ciri-ciri bahwa kita memiliki hati seorang hamba,

sebagai berikut:

Mendahulukan sesamanya daripada agendanya sendiri. Tanda ini

menunjukkan adanya kemampuan untuk mendahulukan sesama

daripada diri sendiri dan hasrat-hasrat pribadi. Memiliki keyakinan

untuk melayani. Inti dari sikap seorang hamba ialah rasa aman.

Bagaimana kita memperlakukan sesame sesungguhnya mencerminkan

bagaimana pandangan kita tentang diri kita sendiri. Hanya pemimpin

yang merasa aman saja yang memberikan kuasa kepada sesamanya.

Demikian pula halnya, hanya orang yang merasa aman saja yang akan

memperlihatkan sikap seorang hamba. Berprakarsa untuk melayani

sesama. Hampir semua orang akan melayani kalau terpaksa. Dan

sebagian orang akan melayani karena suatu krisis. Tetapi anda bisa

benar-benar melihat hati seorang yang berprakarsa untuk melayani

sesama. Para pemimpin besar melihat kebutuhan, memanfaatkan

peluang, dan melayani tanpa mengharapkan pamrih apapun. Tak

59
selalu mementingkan kedudukan. Para pemimpin dan pelayan

Tuhan yang benar dan memiliki sikap hati seorang hamba tidak

berfokus pada pangkat dan kedudukan, namun memiliki kewajiban dan

keharusan untuk melayani. Melayani karena kasih. Sikap seorang

hamba tak dimotivasi oleh manipulasi atau promosi diri. Melainkan

didorong oleh kasih. Ujung-ujungnya, ukuran pengaruh dan kualitas

hubungan-hubungan anda tergantung pada kedalaman kepedulian anda

terhadap sesama. Itu sebabnya penting sekali bahwa para pemimpin itu

harus bersedia untuk melayani.38

2. Kehidupan Pelayan Khusus sebagai Pelayan Tuhan

Jemaat dapat semakin mendekat pada suatu kebenaran atau tidak, yang

paling punya peranan penting adalah pelayan Tuhan, yang adalah

pemberita Firman atau pengkhotbah dan pemimpin gereja secara

organisasi di bumi. Kalau hidup seorang pelayan Tuhan tidak benar, masih

materialistic, masih bisa di bahagiakan oleh keadaan dunia, dan masih

mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, berarti dirinya menjauh dari

pusat pusaran kebenaran. Tentu saja sebagai dampaknya, jemaat yang

dilayani terbawa ikut menjauh dari pusat pusaran kebenaran. Hal ini sering

tidak disadari, baik oleh pelayan Tuhan tersebut maupun oleh jemaat yang

dilayani. Oleh pimpinan Roh Kudus, seseorang bisa menyadari keadaan

dirinya yang sebenarnya di hadapan Allah. Dalam hal ini, hanya orang

38
Philip Suciadi Chia, Elisabeth Sulastri, Kesetiaan Allah Tak Terkekang oleh Waktu, (Yogyakarta:
Stiletto Indie Book, 2000), hlm 10-11

60
yang dipimpin Roh Kudus yang bisa masuk dalam pusat pusaran

kebenaran.

Pusat pusaran kebenaran sebenarnya adalah Allah pribadi. Seorang

pelayan Tuhan harus semakin bersentuhan dengan Dia. Allah tidak

memaksa seseorang bersentuhan dengan Dia secara konkret. Gereja yang

dilayani oleh pelayan Tuhan yang tidak bersentuhan dengan Allah, masih

bisa eksis dalam pelbagai kegiatan pelayanan rohani, tetapi pasti tidak ada

aktivitas yang proporsional dalam proses pendewasaan. Apa sulitnya

seorang pelayan Tuhan melakukan hal tersebut? Sebab dia bisa belajar

teologi dari berbagai aspeknya, dan teknik teknik pelayanan, sehingga bisa

sangat cakap dalam Berbicara tentang Tuhan dan mengerjakan kegiatan

pastoral serta organisasi. Tetapi mereka melayani tanpa jiwa atau nafas

kehadiran Tuhan, sangat terasa kering dan mekanis dan pastinya banyak

agenda pribadi yang menyertainya. Pelayan-pelayan Tuhan yang serius

berurusan dengan Allah dan hidup di hadirat Allah. Mereka akan

mengalami ketakutan atau kegentaran yang kudus akan Allah. Disitu

seorang pelayan Tuhan mulai terdorong untuk hidup tidak bercacat, tidak

bercela. Dan ini sebenarnya yang disebut menyembah Allah dalam Roh

dan kebenaran. Kehidupan seperti ini dapat ditularkan kepada jemaat.39

Dalam kitab kolose, Paulus menyebutkan Epafras dua kali. Paulus

mengatakan bahwa dia adalah ‘seorang pelayan Kristus yang setia” demi

kepentingan kaum beriman (1:7) dan salah seorang yang selalu bergumul

demi kepentingan mereka dalam doa (4:12). Seorang pelayan yang setia
39
Erastus Sabdono, New Normal of Christianity, (Jakarta Utara: Rehobot Literature, 2020)

61
adalah seorang hamba yang setia. Epafras menemui Paulus dari Kolose,

dan kembali dari Paulus ke Kolose untuk melayani kaum beriman disana.

Seorang pelayan Kristus bukan hanya seorang hamba Kristus, yang

melayani kristus, tetapi seorang yang melayani, yang melayani orang lain

dengan Kristus melalui melayankan Kristus kepada mereka. 40 Paulus ingin

menjelaskan bahwa menjadi pelayan Kristus harus memiliki kehidupan

melayani dengan sungguh. Melayani dengan sungguh adalah pelayan yang

mampu tetap berfokus pada pelayanannya meskipun sebagai seorang

pelayan ia memiliki banyak kesibukan. Paulus, lewat Epafras juga ingin

menjelaskan bahwa melayani Kristus ialah bagaimana kita melayani orang

lain yang adalah umat atau jemaat kita.

Pelayan kristus yang sejati selalu melibatkan Alkitab dan Roh Kudus.

Alkitab memberikan berita dan misi yang utama bagi semua pelayan

Kristen, dan bilamana Roh Kudus tidak aktif, maka pelayanan itu tidak

menghasilkan buah rohani.41 Perrnyataan ini menekankan bahwa memang

dalam setiap diri pelayan Tuhan haruslah melibatkan Alkitab dan Roh

Kudus dalam setiap pelayanannya, dan ini memang sangat betul karena

itulah yang harus dilakukan oleh setiap pelayan Tuhan. Trull dan Carter

mengatakan bahwa: “dasar pelayanan yang etis adalah pemahaman yang

jelas tentang panggilan pelayanan. jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa

seorang menjadi pelayan harus mampu melakukan tugas dan

tanggungjawabnya yaitu melakukan pelayanan dan memahami secara

40
Witness Lee, Pelajaran Dasar Tentang Pelayanan, (Surabaya: Yasperin, 2020)
41
Ronald W Leigh, Melayani Dengan Efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hlm 3

62
benar panggilan pelayanan itu.42 Seorang pelayan Tuhan dalam hal ini

harus menjadi pelayan Tuhan yang memiliki kehidupan yang harus

diteladani dan membawa perubahan atau pengaruh positf kepada jemaat

yang dilayani bukan membawa pengaruh negatif. Kepribadian seperti

inilah yang harus dimiliki seorang pelayanan sebagai pemimpin bagi

jemaat yang ada di dalam gereja. Sehingga dapat dikatakan seorang

pelayan Tuhan memiliki gaya hidup yang baik di mata jemaat yang sedang

dilayani.

3. Yesus sebagai Teladan dalam Pelayanan bagi setiap Pelayan Khusus

Ada beberapa hal yang akan dilihat dalam pelayanan Yesus yang dapat

digunakan sebagai teladan bagi pelayanan setiap Pelayan Khusus dalam

melayani umat atau jemaat:

a. Pola pelayanan Yesus

1. Gembala

Sthepherd dalam Bahasa inggris berarti domba sedangkan ibrani

kuno ra’ah artinya memberi makan sehingga gembala dikenal

sebagai orang yang memberi makan dan dapat ditujukkan kepada

individu yang membantu atau memelihara orang lain. Dimana

seseorang yang memperhatikan dengan kepedulian yang penuh

kasih sayang. Implikasi pelayan gembala ialah seluruh gerak

langkah dan pola pelayanan pemimpin Kristen mengikuti model

kepemimpinan yang telah dilakoni oleh Yesus selama dia hidup di

dunia ini. Kepemimpinan-Nya telah diabadikan oleh para murid-


42
Joe Trull Dan James E. Carter, Etika Pelayan Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm 18

63
Nya dalam setiap injil yang telah dicatat secara lengkap. Melayani

merupakan prinsip dasar kepemimpinan Yesus dan dengan menjadi

prinsip yang esensial dalam kepemimpinan Kristen. Berkorban

dalam konteks melayani, Yesus membuktikan diri sebagai

pemimpin yang berkorban. Jalannya pelayanan Yesus, kalau

ditinjau masa tiga tahun Yesus melayani nyata kepada kita bahwa

ada suatu rencana yang dituruti-Nya. Bagian pertama dari

pelayanan-Nya dipergunakan Yesus untuk memberitakan Kerajaan

Sorga.43

Pengorbanan kepemimpinan Yesus sangat tinggi harganya, yaitu

nyawa-Nya sendiri. Nyawa-Nya dipertaruhkan demi kepentingan

manusia. Yesus satu-satunya pemimpin sempurna yang melayani

dengan sempurna. Itu sebabnya, Yesus sangat layak bahkan sangat

pantas dijadikan contoh dan teladan yang patut diikuti. Dalam

pelayanan Yesus sebagai gembala, ialah bahwa ia sebagai pribadi

bergaul dengan orang-orang yang ditemui.44

Gembalah tidaklah sekedar mengetahui atau memahami

keberadaan fisik secara visual semata, namun aspek yang lebih

penting justru unsur lain yang tersembunyi di balik fisik tersebut;

seperti naluri, karakter, atau tabiat. Mengenal secara fisik barulah

sebagian dari eksistensi ternak secara utuh. Gembala yang baik

adalah gembala yang mengenal ternak yang digembalakan secara


43
J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007)
44
J. L. Ch Abineno, Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006), hlm 12

64
utuh. Namun agar seorang gembala mampu mengenal ternaknya

secara utuh, maka mau tidak mau ia harus memiliki hubungan

emosional yang intim dengan ternak gembalanya. Syarat terpenting

untuk menjadi seorang gembala yang berhasil ialah sifat yang tak

tercela. Sifat itu memancar keluar seperti radiator yang panas.

Seseorang dapat memberitakan injil melalui kehidupannya. Sifat

seseorang dapat mempengaruhi orang-orang disekitarnya dan

dengan cara ini juga dapat mempengaruhi perubahan yang nyata

dan hidup.

2. Pengajar/Guru

Yesus dalam menghadapi murid-murind-Nya dengan latar

belakang yang berbeda . Yesus sebagai pribadi yang mengajar

dengan terus terang dengan tujuan yang jelas pula. Tujuan Yesus

dalam mengajar ialah membentuk cita-cita leluhur dalam diri para

murid-Nya, membentuk keyakinan yang teguh, memiliki hubungan

dengan Allah dan sesamanya. Para murid didorong-Nya agar

kreatif menghaadpi masalah hidup sehari-hari dan memiliki watak

yang bagus dalam menjalankan tugas pelayanan. pengajaran Yesus

berhasil dalam rangka mengangkat derajat para murid, mengubah

kehidupan mereka agar percaya pada-Nya.

Yesus mengarahkan para murid mencapai target dalam hal apa

yang diperbuat mereka. Artinya relasi tidak hanya sebatas kata,

ucapan, dan peristiwa sewaktu-waktu. Dalam mengajar, Yesus

65
membuat murid-murid aktif dan senantiasa di dalam keaktifan,

apakah berpikir, merasa dan memberi respon serta berbuat. Dia

pun mengajar melalui perbuatan nyata seperti mukjizat, diskusi dan

tanya jawab. Dia senantiasa memberi dorongan untuk bertindak.

Teladan Yesus mendasari nilai hidup dan pemikiran pelayan.

Perbuatan mendidik maupun mengajar, pelayan menekankan

kebersamaan, keaktifan dengan tujuan jelas. Peringatan terhadap

gereja disampaikan oleh Donald McGavran yang mengatakan

“Tuhan menghendaki agar domba-domba-Nya yang hilang

ditemukan dan dibawah kembali ke kandangnya.”45

3. Hamba

Yesus Kristus meinggalkan teladan bagi pelayan atau Hamba

Tuhan untuk diteladani. Dalam pelayanan orang pecaya diharapkan

menyerupai Kristus kepala dan gembala. Orang percaya patut

mengupayakan keserupaan dengan Kristus sebagai kepala yang

menghamba dan sebagai gembala yang baik. Kristus sebagai

kepala gereja dimengerti dalam arti hamba, sesuai dengan apa yang

dikatakan-Nya tentang diri-Nya sendiri: “Anak Manusia datang

bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk

memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

(Mat. 20:28).

45
C. Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja, (USA: Gospel Literature Internatinal, 1998),
hlm 24

66
Pelayanan-Nya sebagai Hamba nyata dalam pengabdian dengan

memberikan diri-Nya bahkan menyerahkan hidup-Nya di kayu

salib. Hamba dalam arti berserah diri sepenuhnya dalam cinta kasih

dan kerendahan hati. Ia merendahkan diri sebagai seorang Hamba

dan taat sampai mati di salib: “Hendaklah kamu dalam hidupmu

bersama menaruh pikiran dan perkataan yang terdapat juga dalam

Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak

menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus

dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,

dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan

manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, ia telah

merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu saalib.” (Flp.

2:5-8). Komunitas Kristen justru dikenal bukan pada syarat untuk

melayani melainkan memberi diri sebagai seorang hamba.

Pemahaman banyak orang tentang melayani Tuhan adalah aktif

dalam kegiatan rohani di lingkungan gereja yaitu dengan

mengambil bagian dalam tugas tertentu. Sesungguhnya anggapan

seperti ini justru membuat mereka tidak pernah melayani Tuhan

dengan benar. Sebenarnya yang dimaksud dengan melayani Tuhan

adalah melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Tentu ini bukan

hanya dalam melakukan kegiatan gereja, tetapi dalam kehidupan

kita sehari-hari. Jangan sampai digereja kita menjadi pelayan

Tuhan namun di luar gereja tidak. Menghambakan diri berarti

67
memberi diri untuk melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.

Sikap seorang hamba digambarkan sebagai sikap yang ditunjukkan

dalam pelayanan.46

4. Pelayan dan Pembimbing

Misi Yesus sendiri dicirikan oleh perkataan (pemberitaan) dan

sekaligu perbuatan (kesaksian), dan yang satu menjelaskan yang

lain. Untuk hal itu, Yesus kemudian mengatakan “ Kamu adalah

saksi dari semuanya ini” (Luk. 24:47-48), dan “Kamu akan

menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria

dan sampai ke ujub bumi’ (Kis. 1:8). Murid-murid diutus untuk

menjadikan semua bangsa murid-Nya dan mengajarkan kepada

mereka sesuatu yang telah diperintahkan Yesus (Mat. 29:19-20).

Visi Yesus jelas yaitu membawa kebaikan dan sukacita bagi

banyak orang bukan sebaliknya mengorbankan orang banyak itu

untuk kepentingan pribadi. Yesus tidak melayani diri-Nya sendiri.

Dai memimpin sebagai hamba bagi Bapa-Nya di surga. Yang

menetapkan misi-Nya. Jika kita melihat kehidupan Yesus, apapun

yang dilakukan-Nya adalah dalam rangka pelayanan-Nya terhadap

misi ini. Misi pribadi-Nya ialah bukan untuk melayani keinginan-

Nya sendiri, melainkan untuk memenuhi kehendak Bapa-Nya. Dia

mengatakan bahwa, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk

46
Asih Rachmani Endang Sumiwi, Konsep Pelayanan Tuhan Perjanjian Baru dan Penerapannya
Pada Masa Kini, (Artikel Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani, 2019)

68
melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia

yang telah mengutus Aku” (Yoh. 6:38).

Setiap orang di panggil-Nya untuk menjadi guru sekolah minggu

pasti akan dipanggil-Nya secara khusus. Setiap pelayan dipanggil

pada misi penyelamatan anak. Dengan meyakini panggilan ini,

pelayan akan semakin bertambah semangat untuk melayani.

Panggilan adalah karunia dan kepercayaan dari Tuhan. Perhatikan:

“…. Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik

kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya” (Filipi. 2:13).

Allah rela memercayakan sebuah pelayanan kepada umat-Nya.

Panggilan pelayanan harus bersikap layaknya seorang anak kecil

yang sikapnya menunjukkan bahwa ia masih membutuhkan

bimbingan dan ia tau bahwa ia di bawah pimpinan sehingga ketika

melakukan sesuatu ia harus membangun komunikasi untuk

mendapatkan persetujuan untuk melakukan, apakah itu bisa

dilakukan atau tidak. Sehingga keraajaan Allah bisa menjadi

bagianmu dan kamu mampu menyuarakan dimana dan bagaimana

kerajaan Allah itu.47

Gembala yang menelantarkan dombanya secara langsung dan tak

langsung telah menempatkan kawanan dombanya dalam ancaman

bahaya. Gembala jemaat tidak boleh kehilangan cinta kasihnya

kepada orang-orang yang ia layani. Mengenali kehadiran Allah

yang aktig berperan dalam tengha-tengah jemaatb adalah tujuan


47
Henk Ten Napel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), hlm 79

69
utama dari tindakan penggembalaan. Penggilan seorang gembala

jemaat berakar di dalam wewenang Allah. Dasar panggilan Yesaya

ialah suara Allah (Yes. 6:1-4); pelayanan Amos juga di awali

dengan penugasan dari Allah (Am. 7:14-16), Allah menugaskan

Yehezkiel untuk berkhotbah sekalipun umat-Nya tidak mau

mendengarkan (Yeh, 2:2-3). Jadi, setiap pelayan yang di panggil,

dipilih untuk melayani umat pilihan Allah, maka dalam menjalani

tugas tanggungjawab pelayanan itu, pelayan harus mampu

memahami bahwa yang mengutusnya untuk melayani ialah Allah.

Sehingga ketika ia memiliki pemahaman seperti ini, maka ia akan

mampu menjalani tugas dan tanggungjawab itu dengan

kesungguhan hati, kerendahan hati mengesampingkan segala

kepentingan duniawi atau kepentingan pribadinya dan juga harus

siap menghadapi segala konsekuensi apapun. Karena ketika Allah

mengutus maka Allah tidak akan pernah meninggalkan setiap

utusan ketika sebagai pelayan kita mampu menyerahkan diri

sepenuhnya kepada Allah.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

70
1. Menurut Pelayan Khusus Jemaat GPM Liliama memahami etika dan

pelayan serta etika pelayan sebagai sesuatu yang harus di lakukan

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Tuhan ketika menjadi

seorang pelayan yang adalah hamba atau budak dengan harus memiliki

karakter sebagai seorang hamba sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh Tuhan. Seperti dengan menjalankan tugas tanggungjawab

pelayanan dengan baik dan benar serta sungguh-sungguh dalam

melakukan pelayanan. Namun pada kenyataannya mereka belum

menjalankan itu dengan baik dan mereka hanya memahami pelayanan

itu sebagai ritual atau kebiasaan dalam kehidupan mereka sebagai

tanggungjawab mereka kepada Allah sejak mereka menyerahkan diri

untuk menjadi pelayan-Nya, sehingga ketika melayani, mereka akan

melayani sesuka mereka saja.

2. Menjadi seorang pelayan yang beretika, ialah pelayan yang mampu

menjalankan tugas dan tanggungjawab pelayanan dengan baik, bahkan

harus mampu menunjukkan sikap dan karakter pelayan Tuhan sesuai

dengan pelayan yang baik sebagai bagian yang menjadi cermin bagi

umat atau jemaat yang dilayani. Pelayan menjadikan sosok Yesus

sebagai pelayan atau gembala yang mampu menjalankan tugas dan

panggilan pelayanan yang diembankan dari Bapa-Nya untuk Ia jalani.

Yesus dan beberapa pelayan lainnya yang dikatakan dalam Alkitab,

memegang pemahaman bahwa yang mengutus mereka ialah Allah,

sehingga mereka akan berusaha dengan segala kekurangan mereka,

71
bahkan ketika mereka ditolak sekalipun mereka akan terus

menjalankan misi Allah itu. Karena Yesus dan pelayan lainnya itu

mereka percaya bahwa ketika Allah mengutus, maka Allah tidak akan

pernah meninggalkan. Pelayan Tuhan harus menunjukkan sikap yang

baik sebagai pelayan Tuhan, agar ia mampu menjalankan misi Allah

ditengah-tengah umat pelayannya, juga harus menjalankan misi

pelayanan itu dengan baik agar misi Allah itu dapat tersampaikan

kepada umat atau jemaat yang dilayani.

B. SARAN

1. Kepada setiap Pelayan Khusus jemaat GPM Liliama agar dapat

menunjukkan sikap melayai sebagai seorang pelayan yang memiliki

otoritas Allah. Menunjukkan sikap dan karakteristik seorang pelayan

Tuhan yang baik dan benar. Dengan demikian, maka dalam kehidupan

pelayanan di jemaat dapat berjalan dengan baik dan adanya perubahan

dalam jemaat yang dilayani

2. Kepada setiap Pelayan Khusus di jemaat GPM Liliama agar

melaksanakan tugas dan tanggungjawab pelayanan kepada umat

dengan baik. Karena hal ini dapat berdampak buruk terhadap jemaat

yang dilayani. Umat seperti kehilangan arah kehidupan mereka.

Dengan demikian, ketika pelayan mampu merangkul mereka dalam

ibadah-ibadah, Pergumulan-pergumulan pribadi, ibadah ucapan syukur

dan juga pelayan turut bersekutu bersama mereka. Maka sangatlah

kecil untuk adanya perselisihan atau pendapat buruk baik antara

72
pelayan terhadap umat maupun umat terhadap pelayan dan juga

kehidupan melayani dapat terjalin dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ajaran GPM IV Bagian 13 tentang Pelayan Gereja (Jabatan Gereja) No. 353, 361

Ibid No. 351

73
Asih R.E.S , Pembaharuan Pikiran Pengikut Kristus Menurut Roma 12:2, Jurnal: Teologi
Berita Hidup 1 no 1, 2018

Asih R.E.S , Menerapakn Konsep PelayanTuhan Perjanjian Baru, Jurnal: Teologi dan
Pelayanan Kristiani 3 no 2, 2019

Danny Yonathan, Memahami Konsep Menyangkal Diri, Memikul Salib Dan Mengikut
Yesus, Sebuah Analisa Lukas 9:23-26, Jurmal: Teologi Berita Hidup 1 no 2, 2019

Dag Heward-Mils, Etika Pelayan Edisi Ke-2, Parchement House:2015

Erastus Sabdono, New Normal of Christianity, Jakarta Utara: Rehobot Literature, 2020

Ezra Tari, Penerapan Pola Pelayanan Yesus, Artikel: 2017

Frank Damazio, The Making of Leader, Portland City Bible Publishing, 1988

Gerhard Kittel, Gerhard Friedrich and Geoffrey William Bromiley, Theological


Dictionary of the New Testament,Translation of: Theologisches Wortherbuch Zum
Neuen Testament. Grand Rapids, Mich: W.B. Eerdmans, 1995, c1985

Hasil Wawancara dengan Bpk. Tinus Hakapaa, pada 03 Januari 2019

Hasil wawancara (lewat Telepon) dengan ibu. Dencis 20 Februari 2020, pukul 17.00-
19.00 Wit

Henk Ten Napel, Jalan Yang Lebih Utama Lagi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990

J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2016

Joe. E. Trull, James. E. Carter, Etika Pelayan Gereja: Peran Moral dan Tanggung Jawab
Etis Pelayan Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012

Josef P Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan
Teologi Rakyat di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010

Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral
Berdampak Pada Pendidikan, (Jurnal:STAKN Toraja)

Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor Faktor Di Dalamnya,


(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006)

74
Philip Suciadi Chia, Elisabeth Sulastri, Kesetiaan Allah Tak Terkekang oleh Waktu,
Yogyakarta: Stiletto Indie Book, 2000

Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja, USA: Gospel Literature Internatinal, 1998

Rachel Iwamony, Kepemimpinan Hamba: Spritualitas Pro-Hidup: Buku Penghormatan


70 Tahun Pdt. I.W.J. Hendriks. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017

Robert P. Borrong, Melayani Makin Sungguh, Jakarta:BPK Gunung Mulia,2016

Robert Borrong, Etika dan Karakter kepemimpinan: dalam Perspektif Kristiani, dalam
Kepemimpinan Kristiani. Jakarta: Unit Publikasi & Informasi Sekolah Tinggi
Teologi Jakarta, 2003.

Ronald W Leigh, Melayani Dengan Efektif, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011

Sonny Zaluchu, “Respons Tests of Leadership Menurut Teori Frank Damazio Pada
Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Kepemimpinan Kristen STT Harvest Semarang,
“Jurnal Jaffray 16, no 2 (2018): 145-160

Witness Lee, Pelajaran Dasar Tentang Pelayanan, Surabaya: Yasperin, 2020

Yotan Teddy Kusnandar, Pentingnya Golden Character, Epigraphe 1, no.1, 2017

Yusuf Umma, Melangkah Menggapai Sukses: Refleksi Hidup Seorang Hamba, PBMR
ANDI: Yogyakarta, 2020

https://ojs.sttjaffray.ac.id/index.php//JJV71/article/view/289

75

Anda mungkin juga menyukai