Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat mengobati

melalui penelitian ilmiah. Hanya sekitar 180 spesies tersebut telah dimanfaatkan

dalam tanaman obat tradisional oleh industri obat tradisional Indonesia (Depkes,

2000).

Dengan kekayaan hayati yang berlimpah tersebut, tidak sedikit masyarakat

Indonesia yang memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai

obat tradisional. Obat tradisional telah digunakan sejak zaman dahulu baik di

Indonesia maupun di negara-negara lainnya. Sampai sekarangpun tetap

dimanfaatkan dan bahkan cenderung meningkat. Namun, eksistensinya belum

dapat disetarakan dengan pelayanan pengobatan modern dengan menggunakan

obat kimia, karena memang belum seluruhnya teruji keamanan dan manfaatnya.

Selama ini kebanyakan manfaat dan pengembangannya hanya dari data empiris

dan dari pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi (Hariyati, 2005).

Hal ini disebabkan pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia untuk

mengobati suatu penyakit biasanya hanya berdasarkan pengalaman empiris yang

diwariskan secara turun temurun tanpa disertai data penunjang yang memenuhi

persyaratan. Untuk dapat diterima dalam pengobatan modern, beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi terutama adalah kandungan zat aktifnya,


sehingga selain khasiat, tingkat keamanannya dapat diprediksi dengan mudah

(Herlina, 2005).

Penggunaan obat tradisional sampai sekarang semakin luas di kalangan

masyarakat karena merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Tetapi

sampai sejauh ini kandungan kimia, khasiat maupun efek samping dari suatu

tanaman obat belum banyak diteliti secara ilmiah, salah satunya adalah tanaman

akar kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr).

Tanaman akar kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr). Merupakan

tumbuhan dan panjangnya dapat mencapai 20 meter. Di Indonesia, tumbuhan ini

mempunyai berbagai nama, antara lain tali kuning, oyod sirawan dan katola

(Artyani,2014).

Akar kuning memiliki kandungan berupa alkaloid, berberin ( berberin

clorida, berberubin clorida, dan thalifendin clorida, fibleucin, delta (8,9)-

decarbokxyfibleucin, 6-hidroxyfibraurin, fibraurin dan tanin.(Evrizal A.M Zuhud,

dkk, 2014).

Pembuatan dari ekstrak kering akar kuning belum dipastikan secara

ilmiah, hal ini dikarenakan masih sedikitnya penelitian ilmiah dan informasi

tentang pembuatan dan karakterisasi ekstrak kering akar kuning. Sehingga

pemanfaatan tumbuhan untuk tujuan pengobatan hanya didasarkan pada

pengalaman turun-temurun.

Pembuatan ekstrak (ekstraksi) merupakan suatu proses penyarian suatu

senyawa aktif dari suatu bahan atau simplisia nabati atau hewani dengan
menggunakan pelarut tertentu yang cocok. Pembuatan ekstrak bisa dilakukan

dengan berbagai metode, sesuai dengan sifat dan tujuannya (Depkes RI, 2000).

Ekstrak kering adalah sediaan yang berasal dari tanaman atau hewan,

diperoleh dengan cara pemekatan dan pengeringan ekstrak cair sampai mencapai

kosentrasi yang diinginkan menurut cara-cara yang memenuhi syarat. Pengaturan

biasanya dilakukan berdasarkan kandungan bahan aktif dengan cara penambahan

bahan tambahan inert.(Martin et al., 1961; Depkes RI, 2000).

Berdasarkan latar belakang diatas, mengingat masih sedikitnya penelitian

tentang akar kuning dan laporan tentang pembuatan dan karakterisasi ekstrak

kering pada akar kuning, maka peneliti tertarik menelitinya dengan judul

penelitian “ Pembuatan dan Karakterisasi Ekstrak Kering pada Akar

Kuning (Arcangelisia Flava (L.) Merr.) “


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh dalam pembuatan ekstrak kering pada akar

kuning ?

2. Apakah ekstrak kering pada akar kuning mempunyai karakterisasi

tertentu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan proposal penelitian ini adalah :

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakterisasi dan pengaruh dalam

pembuatan ekstrak kering pada akar kuning.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Ingin mengetahui pengaruh dalam pembuatan ekstrak

kering pada akar kuning.

2. Ingin mengetahui karakterisasi ekstrak kering pada akar

kuning.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

1. Untuk menambah wawasan dalam menyelesaikan masalah.

2. Untuk melatih kompetensi diri dalam bidang akademik.

2.4.1 Bagi Universitas

1. Sebagai bahan referensi di perpustakaan.

2. Sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa di

kampus.

2.4.1 Bagi Masyarakat Umum

1. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ekstrak

kering akar kuning mempunyai karakterisasi tertentu sebagai

bahan baku obat.

2. Memberikan informasi tentang pembuatan ekstrak kering

akar kuning.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca Miers)

2.1.1 Klasifikasi Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca Miers)

Gambar 1. Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca Miers)


[Sumber : Koleksi Pribadi]
Adapun klasifikasi tumbuhan akar kuning adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Ranunculales

Famili : Menispermaceae

Genus : Fibraurea

Spesies : Fibraurea chloroleuca Miers


2.1.2 Nama Daerah Tanaman Akar Kuning

Nama asing : Yellow fruited moon seed (www.plantamor.com)

Nama lokal : Reuy ki koneg (Sunda), oyod sirawanan, sirawan kunyit

(Jawa), wah bulan (Ambon), oyod koneng (Madura), mololeya gumini

(Halmahera), akar kuning (etnis Talang mamak), akar kunyit (etnis Anak

dalam Jambi), oyong kuni (Sulawesi tenggara), tali kuning (etnis Manando),

Katola (Sulawesi) dan mongko lawak (etnis Saluan) (Damayanti, 1999;

Rahayu et al., 2006; Hariana, 2013; Larisu et al., 2013).

2.1.3 Daerah dan Asal Penyebaran Akar Kuning

Akar Kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr) tersebar mulai dari Hainan,

Indochina, Semenanjung Thailand Selatan, Sumatera Utara dan Tengah,

Malaya, Jawa, Kalimantan sampai Filipina, Sulawesi Utara dan Tengah

serta Irian. Spesies ini tumbuh dalam hutan pada ketinggian mencapai 1000

mdpl dan kadang-kadang tumbuh di tepi sungai. Keberadaanya tergolong

langka atau rawan, yaitu tidak segera terancam kepunahan tetapi terdapat

jumlah sedikit dan eksploitasinya terus berjalan sehingga perlu dilindungi

(Damayanti, 1999).

2.1.4 Sinonim

Fibraurea tinctoria Lour.


2.1.5 Deskripsi

Tumbuhan ini berupa liana, panjangnya dapat mencapai + 10 m, batang

utama sebelum bercabang dua besarnya seperti lengan atau betis orang dewasa,

batang tersebut mengandung air, batang dan cabangnya liar, dalam batang

berwarna kuning dan rasanya pahit. Bentuk daun bundar telur sampai lonjong atau

elio yang meruncing di bagian ujung permukaan daun hijau mengkilat.

Perbungaan terdapat pada batang tua atau di ketiak daun, warna bunga kuning

pucat. Pada batang atau cabang-cabang yang besar terdapat tandan buah yang

menggantung, buah berwarna kuning, terdiri atas daging buah yang berlendir dan

biji besar, pipih (Mandia, et al. 1999).

2.1.6 Morfologi Tanaman

Akar kuning merupakan tumbuhan langka berbentuk liana, yaitu tumbuhan

berkayu yang batangnya menjalar atau memanjat pada tumbuhan lain (Damayanti,

1999). Ciri dari morfologi tumbuhan ini adalah tumbuhan liana berkayu kuning

yang memancarkan getah kuning jika dipotong, keras, panjangnya dapat mencapai

20 m dan diameter batang 5-10 cm. Daun akar kuning umumnya bualat dengan

ukuran 10-25 cm x 5,5-19 cm, bertekstur seperti kulit, licin dan mengkilat, urat

daun menjari 5 pada pangkalnya, tangkai daun mengembung pada kedua

pangkalnya, tidak berdaun penumpu. Perbungaan mulai di ketiak daun atau di

batang, bunga uniseksual, berumah dua, mahkota berwarna kuning, tanpa kelopak

bunga. Buahnya ringan membulat kotak dengan tiga rusuk, kulit agak berbulu dan

berwarna hijau hingga coklat kehitaman, berbiji tunggal kecil berwarna kuning
kecoklatan dan endokarp berkayu (Quattrocchi, 2012; Hidayat dan Wahyuni,

2009)

2.1.7 Kandungan Kimia

Akar kuning telah diteliti mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,saponin

dan terpenoid (Maryani et al, 2013). Berberin (berberin klorida, berberrubin

klorida dan thalifendin klorida), fibleucin, delta (8,9)-decarboxyfibleucin, 6-

hydroxyfibraurin, fibraurin, tannin, kolumbamin, palmatin, sobakunin, limasin,

homoaromalin, dehidro-koridalmin, 8-hidroksiberin, piknarin, sabanin, talifendin,

jatorizin, kolumbamin, tobakunin (Ervizal A.M,Zuhud dkk, 2014).

2.1.8 Manfaat Akar Kuning

. Di Thailand, batang akar kuning digunakan sebagai obat saluran cerna dan

bunganya digunakan sebagai obat disentri. Di Malaysia, dekok dari batang akar

kuning digunakan sebagai obat penurun panas, obat cacing serta obat saluran

cerna. Di Philipina, penggunaan akar kuning sebagai antiseptic telah banyak

digunakan, selain itu dekok dari batang akar kuning juga digunakan untuk

ekspektoran, tonik, obat iritasi lambung serta penyakit saluran cerna lainnya.

(Mandia, et al, 1999) Akar kuning dimanfaatkan oleh sedikitnya empat etnis di

Indonesia sebagai obat sakit kuning. Selain itu, tumbuhan ini memiliki efek

farmakologis lain yaitu untuk antiseptic, ekspektoran, tonikum, mengobati

malaria, demam, kanker, luka, panas dalam, patah tulang, pegel linu, rematik,

sakit pinggang, sariawan, sesak nafas, setelah melahirkan, iritasi kulit.

(Damayanti, 1999; Rahayu et al, 2006, Quattrocchi, 2012; Lovin et al, 2012). Air
rebusan batang akar kuning terbukti memiliki efek antimikroba terhadap Shigella

flexneri penyebab diare berdarah (Larisu et al, 2010). Aktivitas antioksidan

ditunjukkan ekstrak methanol akar kuning dengan EC50 sebesar 25,7 g/ml (Wu

Min dkk, 2010).


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Dari latar belakang diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan

dan karakterisasi ekstrak kering akar kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr), maka

kerangka konsep variabel dependen dan independen adalah sebagai berikut :

Independen Dependen

Akar Kuning Karakterisasi


ekstrak kering akar
Metode Ekstrak kuning

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Adanya pengaruh dalam pembuatan ekstrak kering pada akar kuning

(Arcangelisia flava (L.) Merr.).

2. Adanya karakterisasi ekstrak kering pada akar kuning (Arcangelisia

flava (L.) Merr.).


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 2016 di

Laboratorium.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Timbangan

analitik, kertas saring, spatel, corong, batang pengaduk, wadah maserasi

(botol gelap), seperangkat alat rotary evaporator, cawan penguap, krus

silikat atau platina, pipet gondok, pipet tetes, tang krus, gelas kimia, botol

gelap, gelas ukur, erlenmeyer, labu bersumbat, labu ukur, kertas saring,

desikator, penangas air, oven, corong pisah.

4.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Akar

kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr.), akuades, air kloroform LP, etanol

95%, asam sulfat encer P, asam asetat glasial, larutan

heksametilentetramin 0,5%, HCI, AICI3, aseton, laktosa.


4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tumbuhan akar kuning dilakukan di laboratorium

Universitas Andalas, Padang.

4.3.2 Pengambilan Sampel

Sampel akar kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr.) diambil di

Bangka Belitung. Sampel yang digunakan adalah akar kuning segar

kemudian dikeringkan dengan angin sampai diperoleh kadar air tidak

lebih dari 10%.

4.3.3 Pembuatan Ekstrak

4.3.3.1 Pembuatan Ekstrak Kental Akar Kuning

Sebanyak 100 g serbuk kering akar kuning dimasukkan

kedalam maserator, ditambah etanol 95% sebanyak 1 liter

direndam selama 6 jam sambil diaduk-aduk kemudian di diamkan

sampai 24 jam. Maserat dipisahkan, dan proses diulangi 2 kali

dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat

dikumpulkan dan di uapkan dengan penguap vakum hingga

diperoleh ekstrak kental ditimbang dan dicatat (BPOM, 2004).


4.3.3.2 Pembuatan Ekstrak Kering Akar Kuning

Ekstrak kental yang telah didapat, di keringkan dengan

menambahkan laktosa :

a. Setengah bagian dari berat ekstrak (2:1).

b. Sama banyak dengan berat ekstrak (1:1).

c. Satu setengah dari berat ekstrak (2:3).

Kemudian digerus sampai homogen. Pada serbuk kering ini

ditambahkan pelarut heksan + 300 mL untuk tiap 100 g ekstrak,

kemudian diaduk sempurna beberapa kali selama 2 jam, biarkan

mengendap dan tuangkan cairan, lalu campurkan sisa dengan

heksan lagi 300 mL aduk sempurna dan pisahkan kelebihan

heksan, ulangi pencucian sekali lagi dengan heksan, sisanya baru

keringkan pada suhu + 700C, timbang serbuk, kemudian tentukan

karakterisasi dan kadar zat aktifnya (Martin et al, 1961).

4.3.4 Karakterisasi Simplisia Akar Kuning

Karakterisasi simplisia kering akar kuning meliputi susut

pengeringan, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak

larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol (Depkes

RI, 1977).
4.3.4.1 Penetapan Susut Pengeringan

Simplisia ditimbang seksama 1 sampai 2g dalam botol

timbang dangkal tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada

suhu 105oC selama 30 menit dan ditara. Ratakan simplisia dalam

botol ditimbang dengan menggoyangkan botol hingga merupakan

lapisan setebal lebih kurang 5mm sampai 10mm, masukan ke

dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu

penetapan hingga bobot tetap (Depkes RI, 1977).

4.3.4.2 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia akar kuning dimasukan ke

dalam krus yang telah dipijarkan dan ditara, dirata-ratakan berat

krus. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan,

dan ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, maka ditambahkan

air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa

kertas saring dalam krus yang sama, uapkan, pijarkan hingga bobot

tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes RI, 1977).

4.3.4.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total

dididihkan dengan 25ml asam klorida encer selama 5 menit.

Kumpulkan bagian yang tidak larut asam, saring melalui kertas

saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam krus
hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung

terhadap berat bahan uji (Depkes RI, 1977).

4.3.4.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5,0 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dengan

100 mL air kloroform P, menggunakan labu tersumbat sambil

berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan

selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam

cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada

suhu 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar persen sari yang larut

dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes RI, 1977).

4.3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam Etanol

Sebanyak 5,0 g serbuk dimaserasi dengan 100 mL etanol

95% selama 24 jam, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-

kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama

18 jam. Saring cepat dengan menghindarkan penguapan etanol

95%, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal

berdasarkan rata yang telah ditara, panaskan sisa suhu 105oC

hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut

dalam etanol 95%, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (Depkes RI, 1977).

4.3.5 Karakterisasi Ektrak Kering Akar Kering


4.3.5.1 Parameter Non Spesifik

a. Susut Pengeringan

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gr

sampai 2 gr dalam botol timbang dangkal tertutup yang

sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30

menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak

diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan

botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm

sampai 10 mm. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang

pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105oC

hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan

botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator

sehingga suhu kamar. Kemudian keringkan kembali pada

suhu penetapan hingga bobot tetap dan dinyatakan dalam %

bobot per bobot (Depkes RI, 2000).

b. Bobot Jenis Ekstrak Kering Akar Kuning

1. Bobot Jenis Nyata


Serbuk ditimbang sebanyak 100 gr kemudian

dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian hitung bobot

jenis nyata dengan rumus :

BJ nyata =

2. Bobot Jenis Mampat (Ben, 2008)

Sebanyak 30 gram serbuk dimasukkan ke dalam

gelas ukur (dituang tanpa guncangan) dan permukaan atas

serbuk ditarakan dan volumenya dapat dibaca (V0). Dengan

demikian bobot jenis nyata (tuang) dapat ditentukan. Alat

tap volumeter (gelas ukur yang telah dituang serbuk)

dijalankan dan dibuat ketukan sebanyak 1250 kali atau 50

menit (50 menit x 25 ketukan), dimana dapat diatur ketukan

permenit dan dibaca bolume serbuk (A), kemudian

dilakukan pengetukan kedua kalinya sebanyak 1250 kali

dan dibaca bolume serbuk (B). Apabila selisih pembacaan

kedua (B) dengan (A) tidak melebihi dari 2cm3 maka A

adalah volume mampat (Vt), jika tidak maka ketukan

diulang seperti diatas sampai didapat volume yang tetap

seperti persyaratan. Setelah diperoleh volume mampat yang

memenuhi syarat tersebut maka dengan demikian bobot

jenis mampat dapat dihitung dengan rumus :

BJ Mampat =
Faktor hausner dan kompresibilitas dapat dihitung dengan

rumus :

Faktor hausner =

Kompresibilitas =

C. Kadar Abu Total

Lebih kurang 2 sampai 3 g ekstrak yang telah

digunakan dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam

krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan,

pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan,

timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan

tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas

abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang

sama. Masukkan filtrate ke dalam krus, uapkan, pijarkan

hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara. Dinyatakan dalam

%b/b.

D. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total,

didihkan dengan 25 mL asam sulfat encer P selama 5

menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,


saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu,

cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap,

timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

4.3.5.2 Parameter Spesifik

A. Organoleptik

Parameter Organoleptik diukur menggunakan panca

indera untuk mendiskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa

(Depkes RI, 2000). Caranya :

1. Bentuk (Penglihatan); sampel diletakkan diatas dasar

yang berwarna putih, dilihat bentuk atau rupa dan

warna.

2. Bau (Penciuman); ambil sedikit ekstrak lalu masukkan

ke dalam lumping, gerus, dan dicium baunya.

3. Rasa; ambil sedikit sampel diletakkan pada lidah dan

dikecap-kecap selama 10 sampai 50 detik kemudian

cuplikan dikeluarkan dari mulut dan penguji berkumur-

kumur dengan air.

b. Kadar senyawa yang larut dalam air


Sejumlah 5,0 g ekstrak dimaserasi selama 24 jam

dengan 100 mL air kloroform LP menggunakan labu

bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring,

uapkan 20 mL filtrate hingga kering dalam cawan dangkal

berdasarkan rata yang telah di tara, panaskan residu pada

suhu 105oC hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen

senyawa yang larut dalam air, hitung terhadap bobot

ekstrak awal. Dinyatakan dalam % bobot per volume.

c. Kadar senyawa yang larut dalam etanol

Sejumlah 5,0 g ekstrak dimaserasikan selama 24 jam

dengan 100 mL etanol 95%, menggunakan labu bersumbat

sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam dan kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan

menghindarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 mL

filtrate hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata

yang telah ditara. Panaskan residu pada suhu 105 oC hingga

bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa terlarut

dalam etanol 95%, dihitung ekstrak awal. Dinyatakan

dalam % bobot atau volume.

d. Penetapan kadar flavonoid total (BPOM, 2004; Depkes

RI, 2008)
1. Pereaksi

a. Larutan HMT : Larutan heksametilentetramin

0,5% b/b.

b. Larutan asam asetat glasial 5% v/v dalam

methanol P.

c. Larutan aluminium klorida : Larutan aluminium

klorida 2% dalam larutan asetat glasial P.

2. Larutan uji

Sebanyak 300 mg ekstrak kering akar kuning

dimasukkan ke dalam labu alas bulat, ditambah dengan

1 mL larutan HMT, 20 mL aseton P dan 2 mL larutan HCl,

dihidrolisis dengan cara direfluks selama 30 menit. Saring

menggunakan kapas, filtrat dan dimasukkan ke dalam labu

tentukut 100 mL residu di refluks kembali dengan 20 mL

aseton P selama 30 menit, disaring dan filtrat dicampur ke

dalam labu tentukur 100 mL ditambah aseton sampai tanda.

Pipet 20 mL filtrat dimasukkan kedalam corong pisah,

ditambah 20 mL air dan diekstraksi 3 kali, tiap kali

menggunakan 15 mL etil asetat P. Masukkan fase etil asetat

ke dalam labu tentukur 50 mL tambahkan etil asetat sampai

tanda.
3. Enceran larutan uji

Larutan uji dipipet sebanyak 10 mL, kedalam labu

tentukur 25 mL, tambahkan larutan asam asetat glasial 5%

v/v dalam methanol sampai tanda.

4. Larutan uji dengan larutan aluminium klorida

Larutan uji dipipet sebanyak 10 mL kedalam labu

tentukur 25 mL, ditambah dengan 1 mL larutan aluminium

klorida dan larusan asam asetat glasial 5% v/v dalam

methanol P sampai tanda.

5. Larutan pembanding tanpa larutan aluminium klorida

Larutan pembanding flavonoid kuersetin 0,1 % dalam

etil asetat P, buat pengenceran hingga diperoleh serapan

larutan uji.

6. Larutan pembanding dengan larutan aluminium klorida

Sebanyak 10 mL larutan pembanding ditambah 1 mL

larutan aluminium klorida ditambah 25 mL asam asetat 5%

v/v dalam methanol sampai tanda.

7. Pengukuran

Pengukuran dilakukan 30 menit setelah penambahan

larutan aluminium klorida menggunakan spektofotometer


pada panjang gelombang 425 nm dengan pembanding

kuersetin.

Hasilnya dihitung dengan cara sebagai berikut :

%kadar flavonoid

% = Kadar flavonoid total dihitung sebagai flavonoid

pembanding yaitu kuersetin.

Cp = Konsentrasi larutan pembanding.

Au = Serapan larutan uji dengan larutan aluminium klorida.

Abu = Serapan larutan uji tanpa larutan aluminium klorida.

Ap = Serapan larutan pembanding dengan larutan

aluminium klorida.

Abp = Serapan larutan pembanding dengan larutan

aluminium klorida.

1,25 = Fakto konstanta.

Anda mungkin juga menyukai