Anda di halaman 1dari 2

Nabi Muhammad saw menempuh banyak cara untuk menyampaikan risalah Islam, baik

selama di Mekkah maupun di Madinah. Sejak awal, Islam sudah menjadi agama dakwah. Agama
yang menetapkan, mengajarkan, dan mengajak orang untuk berbuat baik, menaati segala yang
menjadi kewajiban Islam dan meninggalkan apa yang menjadi larangan Tuhan (amar makruf
nahi munkar). Nabi Muhamamd SAW yang mula-mula mendapat tugas dakwah Islam sebagai
pelanjut dakwah para nabi dan orang saleh sebelumnya, menjadikan seluruh aktivitasnya sebagai
dakwah di jalan Tuhan.

Semula, dakwah Nabi SAW dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dari rumah ke
rumah. Cara ini ditempuh berkaitan dengan besarnya tantangan dan rintangan dari kaum
jahiliyah Quraisy yang terus memusuhi agama baru yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Selain
kaum Quraisy, cercaan dan rintangan juga datang dari keluarga Muhammad yang belum
menerima ajaran Islam. Semua cobaan itu dihadapi Nabi SAW dengan hati lapang, sabar dan
tabah.

Baru setelah umat Islam bertambah dan makin banyaknya para pemuka suku Quraisy
masuk Islam, dakwah dilakukan Nabi SAW secara terbuka dan terang-terangan. Selain secara
lisan, dakwah juga dilakukan secara tertulis. Cara terakhir ini, misalnya, dilakukan Rasulullah
dengan berkirim surat kepada para raja di masanya, di antaranya Raja Heraklius dari Byzantium,
Raja Mukaukis dari Mesir, Raja Kisra dari Persia (Iran), serta Raja Najasyi dari Habasyah
(Ethiopia). Isi surat itu adalah menyeru mereka untuk menganut agama Islam.

Agar dakwah dapat mencapai sasaran dengan baik, Allah SWT memberi konsep strategis
kepada Nabi SAW. Konsep itu mencakup tiga metode, sebagaimana tercantum surat An Nahl
ayat 125 yaitu dengan metode al hikmah, al mau'izah al hasanah, dan al mujadalah billati hiya
ahsan.

Dakwah bil hikmah berarti menyampaikan dakwah dengan terlebih dulu mengetahui
tujuannya dan mengenal secara benar dan mendalam orang atau masyarakat yang menjadi
sasarannya. Kedua, dakwah bilmau'izah hasanah, yang mengandung arti memberi kepuasan
kepada jiwa orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dengan cara-cara yang baik,
seperti memberi nasihat, pengajaran, serta contoh praktis (teladan) positif. Sementara dakwah
mujadalah billati hiya ahsan adalah dakwah yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran
(dialog), sesuai kondisi masyarakat setempat tanpa melukai perasaan mereka. Tiga bentuk
dakwah inilah yang ditempuh Nabi SAW dalam menunaikan amanat dari Allah.Dalam
praktiknya, sikap Nabi SAW keseharian juga menunjukkan dakwah, yakni bil haal. Karena
itulah, Allah menegaskan, pada pribadi Muhammad tercermin teladan hidup yang baik..

Sepeninggal Nabi SAW, dakwah Islam dilanjutkan para sahabat, di antaranya para
pemimpin Islam yang empat: Abu Bakar, Umar bin Khathab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Di masa para sahabat dan generasi sesudahnya inilah, dakwah Islam terus meluas dan
makin mendapatkan tempat di hati masyarakat, sekalipun tantangan juga tak kalah derasnya.
Mengiringi proses kehidupan, tugas dakwah terus berlanjut hingga kini. Bahkan, setiap diri dari
kita pun sebenarnya mempunyai amanat menyampaikan risalah Alhanif ini. Karena itu pula,
setiap juru dakwah (dai) berarti juga penerus tugas para nabi dan rasul.

Itu sebabnya mereka pantas memperoleh kemuliaan dan pahala yang besar dari Allah.
Allah memuji para penyeru dakwah ini dengan berkata, "Dan siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan
berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri," (Al-Fushilat: 33).
Sementara Rasulullah SAW menegaskan, "Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan,
maka ia mendapat pahala sama dengan yang mengerjakannya," (HR Muslim). 

Sumber rujukan ; https://m.republika.co.id/berita/qacj7a366/mengambil-teladan-dari-


dakwah-rasulullah-part1

Anda mungkin juga menyukai