Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DENGAN PESIEN

KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KDA)

DISUSUN OLEH : KELOMPOK V

1. MELYA F LAWA :16061145


2. CRYLY RONDONUWU : 16061032
3. IMANUELA O. JANIS : 16061089
4. VERONIKA A.MAAREBIA : 16061021
5. ANASTACIA T.V. DODA : 16061110

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan
oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga merupakan
komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan
elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh defisiensi berat
insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan
ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes
ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun. Ketoasidosis
diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Surveillance
Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC) memperkirakan
bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat, sedangkan pada
tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per 100.000 pasien
diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002 dengan pengurangan kematian terbesar
di antara mereka yang berusia 65 tahun atau lebih tua dari 65 tahun. Kematian di
KAD terutama disebabkan oleh penyakit pengendapan yang mendasari dan hanya
jarang komplikasi metabolik hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis
diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa, ketidakseimbangan
jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan pubertas, aktivitas yang tidak
terkontrol pada diabetes, dan stress yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau
tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi,
pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia,
infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut ialah
hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
b. Apa etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD)?
d. Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
e. Apa saja manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD)?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
g. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
h. Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
i. Bagaimana prognosis dari klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD)?
j. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD).
d. Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
e. Menyebutkan manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD).
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ketoasidosis diabetikum
(KAD).
g. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD).
h. Mengetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
i. Mengetahui prognosis klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
j. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).

1.4 Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang
ketoasidosis diabetikum (KAD).
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
ketoasidosis diabetikum (KAD).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ketoasidosis Diabetik (KAD)

KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh
hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler,
hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik.
Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake glukosa oleh
sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi peningkatan
metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun hiperglikemia, sel tidak
mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi sehingga memerlukan konversi
asam lemak dan protein menjadi badan keton untuk energi.

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akutyang di tandaidengan


perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan keadaanyang
mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan
koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin, 2012)

Diuresis osmotik terjadi: mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi, kehilangan


elektrolit, dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular bertukar dengan ion
hidrogen ekstraselular yang berlebihan sebagai usaha untuk mengoreksi asidosis yang
menyebabkan hiperglikemia.

Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum, antara influenza dan
infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan
metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainnya adalah
kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet dan
dehidrasi.
2.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang.

2.3 Faktor pencetus

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis
insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.


2. Keadaan sakit atau infeksi.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.

2.4 Anatomi dan Fisiologi


Pancreas

Sistem Endokrin merupakan kelenjar yang mengirimkan hasil sekresi langsung ke


dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati saluran Hasil dari
sekresi tersebut dinamakan dengan hormon.

Adapun komponen dari sistem endokrin sebagai berikut:

1. Kelenjar pienal (Epifise)


Kelenjar ini terdapat didalam otak didalam ventrikel terletak dekat korpus. Ini
menghasilkan sekresi Interna dalam membantu pankreas dan kelenjar kelamin.

2. Kelenjar Hipofise
Kelenjar ini terletak pada dasar tengkorak yang m,empunyai peran penting dalam
sekresi hormon-hormin semua sistem endokrin. Kelenjar Hipofise terdiri dari 2
lobus. Yaitu lobus anterior dan lobus posterior. Lobus anterior menghasilkan
hormon yang berfungsi sebagai zat Pengendali produksi dari semua organ
endokrin.

a. Hormon Somatropik, yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan tubuh.


Hormon Tirotoprik yang berfungsi mengendalikan kegiatan kelenjar tiroid
dalam menghasilkan hormon tirooksin.

b. Hormon Adrenokortikotropik (ACTH) yang berfungsi mengendalikan


kelenjar suprarenal dalam menghasilkan kortisol
c. Hormon Gonadotropik yang berasal dari Folicel Stimulating Hormon (FSH)
yang merangsang perkembangan folikel degraf dalam ovarium dan
pembentukan spermatozoa dalam testis.

Adapun lobus posteror menghasilkan 2 jenis hormon yaitu:

a. Hormon anti diuretik (ADH) mengatur jumlah air yang keluar melalui ginjal
b. Hormon oksitosin yang berguna merangsang dan menguat kontraksi uterus
sewaktu melahirkan dan mengeluarkan air susu sewaktu menyusui.
3. Kelenjar Tiroid
Terdiri dari 2 lobus yang berada disebelah kanan dari trakea, yang terletak
didalam leher bagian depan bawah melekat pada dinding laring. Adapun fungsi
kelenjar tiroksin adalah mengatur pertukaran metabolisme dalam tubuh damn
mengatur pertumbuhan. Selain itu juga kelenjar tiroid mempunyai fungsi:

a. Bekerja sebagai perangsang kerja oksidasi


b. Mengatur penggunaan oksidasi
c. Mengatur pengeluaran karbondioksida.
d. Pengaturan susunan kimia darah, jaringan

4. Kelenjar Timus
Kelenjar ini di mediastinum di belakang os sternum. Kelenjar timus terletak di
dalam thorak yang terdiri dari 2 lobus. Adapun fungsi dari kelenjar timus adalah:

a. Mengaktifkan pertumbuhan badan.


b. Mengurangi aktifitas kelenjar kelamin.
5. Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal ada 2 bagian yaitu:

a. Bagian luar yang berwarna kekuningan yang menghasilkan kortisol disebut


korteks.
b. Bagian medula yang menghasilkan adrenalin (epineprin) dan non adrenalin
(non epineprin)
Non adrenalin dapat menaikkan tekanan darah dengan cara

merangsang serabut otot di dalam dinding pembuluh darah untuk berkontraksi,


adrenalin membantu metabolisme karbohidrat dengan cara menambah
pengeluaran glukosa dalam hati.
Adapun fungi kelenjar adrenal bagian korteks adalah:

a. Mengatur keseimbangan air, elektolit, dan garam.


b. Mempengaruhi metabolisme hidrat arang dan protein
c. Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
Dan fungsi kelenjar adrenal bagian medula adalah:

a. Vaso kontriksi pembuluh darah perifer.


b. Relaksasi bronkus.
6. Pankreas.
Terdapat di belakang lambung di depan vertebra lumbalis 1 dan 2 terdiri dari sel-
sel alpha dan beta. Sel alpha menghasilkan hormon glukagon dan sel beta
menghasilkan hormon insulin. Hormon yang di gunakan untuk pengobatan
diabetes adalah hormon insulin yang merupakan sebuah protein yang turut di
cernakan oleh enzim pencernaan protein.

Fungsi hormon insulin adalah mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan
sebagai pengobatan adalah memperbaiki sel tubuh untuk mengamati dan
penggunaan glukosa dam lemak. Selain itu juga terdapat pulau langerhans yang
berbentuk oval yang tersebar ke seluruh tubuh pankreas dan terbanyak pada
bagian kedua pankreas. Fungsi dari pulau langerhans adalah sebagai unit sekresi
dalam pengeluaran homeostastik nutrisi, menghambat sekresi insulin glikogen
dan poilipeptida pankreas serta menghambat sekresi glikogen.

Selain itu juga pankreas sebagai tempat cadangan bagi tubuh dan penggunaan
glukosa.

7. Kelenjar ovarika.
Terdapat pada wanita dan terletak pada disamping kanan dan kiri uterus dan
menghasilkan hormon esterogen dan progesteron, hormon ini mempengaruhi
uterus dan memberikan sifat kewanitaan.
8. Kelenjar Testika.
Terdapat pada pria terletak pada skrotum dan menghasilkan hormon testosteron
yang mempengaruhi pengeluaran sperma.

2.5 Patofisiologi

Defisiensi Insulin

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya


jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila
hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh
akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi
perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya
sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian
otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.
Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan


menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis
akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya
akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis
metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang
menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,
magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi  bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis
metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi
(peranfasan Kussmaul).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat


kehilangan air dan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga,
perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious
yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik
yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.

Menurut Corwin 2012 :

Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akut yang di tandai dengan


perburukan semua gejala diabetes. Ketoasidosisdiabetik dapat terjadi setelah stress
fisik seperti kehamilan atau penyakit akut atau trauma. Kadang-kadang ketoasidosi
diabetk merupakan gejala adanya diabetis tipe 1.

Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat,
glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi poliuria
dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan asam lemak
yang hamper total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui urine (ketonouria)
dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH turun di bawah 7,3. pH
yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan menstimulasi hiperventilasi, yang
disebut pernapasan kussmaul, karena individu berusaha untuk mengurangi asidosis
dengan mengeluarkan karbon dioksisa (asam volatile).

Individu dengan ketoasidosis diabetika sering mengalami mual dan nyeri abdomen.
Dapat terjadi muntah, yang memperparah dehidrasi ekstrasel dan intrasel. Kadar
kalium total tubuh turun akibat poliuria dan muntah berkepanjangan dan untah-
muntah.

Ketoasidosis diabetes adalah keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan


perawatan di rumah sakit agar dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan
dan elektrolitnya. Pemberian insulin diperlukan untuk mengembalikan hiperglikemia.
Karena kepekaan insulin meningkat seiring dengan penurunan pH, dosis dan
kecepatan pemberian insulin harus dipantau secara hati-hati. Penelitian
memperlihatkan bahwa analog insulin kerja cepatdisebut lispro (Humalog) efektif dan
mengurangi biaya pengobatan untuk ketoasidosis diabetic dibandingkan jenis insulin
lainnya.

2.5 Manifestasi Klinis

Respons neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi


pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kussmaul)
dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan
dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat
pada abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran
kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor dapat juga terjadi.

Manifestasi klinis dari KAD adalah :

1. Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan;
 Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
 Penglihatan yang kabur
 Kelemahan
 Sakit kepala
 Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
 Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai
denyut nadi lemah dan cepat.
 Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
 Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
 Mengantuk (letargi) atau koma.
 Glukosuria berat.
 Asidosis metabolik.
 Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan
elektrolit.
 Hipotensi dan syok.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Glukosa

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien
mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian
lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang
biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari bahwa
ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang
berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya
mencapai 400-500 mg/dl.

b. Natrium

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk


setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum
diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium
serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.

d. Bikarbonat

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang


rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan
kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik.
Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil
pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam
hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.

e. Sel darah lengkap (CBC)

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

f. Gas darah arteri (ABG)

pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH


measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas
darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada
ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria


dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.

h. β-hidroksibutirat

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons


terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap
normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk
ketoasidosis diabetik (KAD).

i. Urinalisis (UA)

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi
saluran kencing yang mendasari.

j. Osmolalitas

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL)
/ 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma
biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang
dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

k. Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme


kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

l. Tingkat BUN meningkat

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.


m. Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.

2.7 Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital (TTV):

TD: hipotensi ortostatik

FJ: takikardi

P: takipnea sampai pernapasan kussmaul

Suhu: mungkin mengingkat (infeksi) atau menurun

Kulit:

Kering, kemerahan

Turgor kulit menurun

Membran bukal kering

Pulmoner:

Paru-paru bersih

Nyeri pleuritik, friction run (dehidrasi)

Abdomen:

Nyeri yang tidak jelas, rasa tidak nyaman, kembung


Muskuloskeletal:

Kelemahan

Penurunan refleks tendon dalam

2.8 Temuan Diagnostik

Glukosa serum >300 mg/dl, tetapi tidak >800 mg/dl

Keton urine sangat positif

Keton serum >3 mOsm/L

pH darah <7,3

Bikarbonat serum <15 mEq/L

Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasanya <330 mOsm/L

Gap anion >20 mmol/L

Kalium serum pada awalnya mungkin normal atau tinggi, tetapi akan menurun
kembali ke dalam kompartemen intraselular.

Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan


cara:

1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).


Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

2.9 Pengobatan Medis KAD

Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen


berikut:

1. Cairan

Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.


NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan
normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.

2. Insulin

Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular


adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena
mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi
dapat diatasi melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan
lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat
asam. Insulin diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu
( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa
ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah mencpai 250 –
300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu
cepat.

3. Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara
hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali
selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena
diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan
suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan
yang baik atas seorang pasien penderita KAD (ketoasidosis diabetikum)
adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )


Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi
bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa
darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan
(mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila
kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka
kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya


aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang
tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul
rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah.

5. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila


penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.

6. Impotensi

Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang


impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah
menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut
usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang
lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir
tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni
(ejaculation retrograde).

Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan


mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi
keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon
dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan
hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya
kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi
hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak
banyak dikeluhkan.

Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada


proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi
saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi
lahir mati atau cacat dan lainnya.

7. Hipertensi

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,


ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara
otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan
darah.

8. Komplikasi lainnya

Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa


komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:

1. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya
karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga
bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.
2.11 Prognosis

Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya


kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri
tetapi oleh penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih
berkisar 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah
infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka
kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12%. Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari
seluruh rumah sakit penerimaan pasien dengan diabetes dan 16% dari seluruh
kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka kematian keseluruhan adalah 2%
atau kurang saat ini.  Pada anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum
menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.

2.12 Penatalaksanaan Pasien Perawatan Akut

Tujuan Terapi

Memberikan nutrisi selular

Terapi insulin

SEKUELE KLINIS TERKAIT KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)


Komplikasi Tanda dan Gejala
Kolaps sirkulasi TDS <90 mm Hg, FJ >120 kali/menit, perubahan
status mental, kulit dingin dan lembab, denyut nadi
menurun
Gagal ginjal Oliguria, peningkatan BUN dan kreatinin
Ketidakseimbangan Disritmia yang mengancam jiwa, ileus
elektrolit
Edema serebri Latergi, mengantuk, sakit kepala selama terapi yang
berhasil
BUN, nitrogen urea darah; FJ, frekuensi jantung, TDS, tekanan darah sistolik.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung   adanya infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk
dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
1. Tachicardi
2. Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala :   Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda :    Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap
lanjut dari DKA)

e. B5 (Bowel)
1. Distensi abdomen
2. Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur.
Gejala :  Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda :  Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Diagnosis Keperawatan Prioritas & Komplilkasi Potensial


Diagnosis Keperawatan
Komplikasi Potensial
Prioritas
Kekurangan volume cairan KP: Hipovolemia, penurunan curah jantung,
ketidakseimbangan elektrolit
Resiko cedera KP: Hiperglikemia, asidosis metabolik
Resiko ketidakseimbangan KP: Keseimbangan nitrogen negatif
nutrisi
Resiko gangguan proses
keluarga

Mengambalikan keseimbangn cairan dan elektrolit serta mengoreksi asidosis.

Kristaloid

Koloid

Terapi elektrolit

Menentukan dan mengatasi penyebab.


Terapi yang tepat

Mendeteksi/mencegah sekuele klinis

a. Diagnosis Keperawatan

Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis osmotik sekunder


akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral yang adekuat

Kriterial Hasil

CVP 2-6 mm Hg

SAP 15-30 mm Hg

DAP 5-15 mm Hg

TDS 90-140 mm Hg

MAP 70-105 mm Hg

FJ 60-100 kali/menit

P 12-20 kali/menit

Haluran urine 30ml/jam atau, 0,5 ml/kg/jam

Glukosa serum 25 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-12 mg/dl

Osmolalitas serum 275-295 mOsm/kg

Natrium serum 135-145 mEq/L

Kalium serum 4-5 mEq/L

Turgor kulit elastis

Membran bukal lembab


Pemantauan Pasien

1. Periksa tekanan AP (jika dapat dilakukan), dan CVP setiap jam atau lebih
sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan. Kedua
parameter tersebut menggambarkan kapasitas sistem vaskular untuk menerima
volume cairan dan dapat digunakan untuk memantau status volume cairan.
Peningkatan nilai pemeriksaan menunjukkan kelebihan cairan; penurunan
nilai pemeriksaan menunjukkan hipovolemia.
2. Pantau MAP; MAP <60 mm Hg dapat berpengaruh buruk pada perfusi
serebral dan perfusi ginjal.
3. Pantau EKG secara kontinu untuk mendeteksi adanya disritmia yang
mengancam jiwa yang dapat disebabkan oleh hiperglikemia atau hipokalemia.
4. Pantau kadar glukosa serum dengan menggunakan glukometer setiap 1-2 jam
selama fase akut untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
5. Pantau status volume cairan secara akurat: ukur haluran urine setiap jam,
tentukan keseimbangan cairan setiap 8 jam, dan bandingkan berat badan
serial. Defisit cairan mungkin sebanyak 6 L.
6. Hitung osmolalitas serum dan pantau kecenderungan hasil pemeriksaan.

Pengkajian Pasien
1. Periksa TTV: TD, MAP, FJ, dan frekuensi pernapasan setiap jam atau lebih
sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan untuk
mengevaluasi respons pasien terhadap terapi. Pernafasan kussmaul dikaitkan
dengan pH <7,2.
2. Kaji status hidrasi: catat turgor kulit pada paha bagian dalam atau dahi,
kondisi membran bukal, dan perkembangan edema atau bunyi kreteks setelah
dilakukan resusitasi cairan.
3. Kaji tingkat kesadaran secara cermat selama resusitasi cairan karena edema
serebral dapat disebabkan oleh penggantian volume cairan yang sangat
agresif. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 yang mengalami KAD pada saat
diagnosis terutama beresiko mengalami edema serebral, yang sering kali fatal.
4. Kaji status pernapasan untuk menentukan frekuensi dan kedalaman
pernapasan atau suara napas tambahan. Ketidakseimbangan kalium dapat
menyebabkan henti napas; resusitasi cairan yang cepat dapat menyebabkan
kelebihan cairan.
5. Kaji status GI: mual, distensi abdomen, dan tidak adanya bising usus dapat
mengindikasikan terjadinya ileus.
6. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.

Intervensi Nanda Nic Noc


tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan
teratasi
kriteria hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada ada rasa haus yang berlebihan
 Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
 Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
 pH urin dalam batas normal
 Intake oral dan intravena adekuat

Intervensi :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur)
untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi insulin.
2. Tinjau elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) karena
ketidakseimbangan elektrolit dikaitkan dengan diuresis osmotik. Kalium
khususnya harus dievaluasi setiap 1-2 jam. Kejang dapat dikaitkan dengan
hiponatremia; ileus dan disritmia dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan
kalium.
3. Tinjau indikator fungsi ginjal: BUN dan kreatinin. Pasien dapat berisiko
mengalami gagal ginjal akut prarenal akibat deplesi volume vaskular yang
berat.
4. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik
yang membaik atau memburuk.
5. Tinjau laporan pemeriksaan kultur untuk mengidentifikasi adanya organisme
yang menyebabkan infeksi.

Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan kristaloid sesuai instruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS
sampai 1.000 ml/jam mungkin diperlukan hingga haluran urine. TTV, dan
pengkajian klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat. Resusitasi
cairan yang kurang agresif mungkin diperlukan pada pasien dengan riwayat
penyakit kardiovaskular, terutama gagal jantung. Salin setengah normal
mungkin diperlukan pada pasien tersebut, bukan NS. Tambahkan dektrosa 5%
pada infusi intravena ketika glukosa serum ≤250 mg/dl, untuk mencegah
hipoglikemia rebound.
2. Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien diizinkan
mengkonsumsi cairan melalui mulut.
3. Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan kekeringan
pada membran mukosa.
4. Berikan terapi insulin intravena sesuai instruksi. Regimen tipikal dimulai
dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi
rumatan 0,1 U insulin/kg/jam. Drip insulin mungkin dihentikan dan insulin
SK mungkin diberikan pada saat glukosa serum ≤250 mg/dl, asidosis
dikoreksi, dan pasien mampu menoleransi asupan per oral.
b. Diagnosa Keperawatan

Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan peningkatan respirasi

Kriteria Hasil

a.Pertahankan pola nafas adekuat

b.Tampak rileks

c.Frekuensi Nafas Normal

Intervensi

 Kaji pola nafas tiap hari


 Kaji kemungkinan adanya sekret yang mungkin timbul
 Kaji pernafasan kusmaul atau keton
 Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
 Baringkan klien pada posisi nyaman,semi fowler
 Berikan bantuan oksigen
 Kaji kadar AGD setiap hari.

c. Diagnosis Keperawatan:
Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder akibat
asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan glukosa sekunder
akibat kekurangan insulin

Kriteria Hasil
Pasien sadar dan berorientasi
Pasien tidak akan mencederai diri sendiri
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120 mg/dl
pH 7,35-7,45
Tidak ada keton serum dan keton urine
Bikarbonat serum 22-26 mEq/L

Pemantauan Pasien
Tidak ada yang spesifik

Pengkajian Pasien
1. Kaji tingkat kesadaran, yang dapat berkisar dari kebingungan sampai koma
yang nyata. Penurunan glukosa serum yang terlalu cepat (>100 mg/dl/jam)
juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi serebral. jika pasien mengalami
sakit kepala, latergi, atau mengantuk selama terapi yang berhasil, curigai
terjadinya edema serebral.
2. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan skuele klinis.

Intervensi menurut NANDA Nic Noc


1. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
2. Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit
sesuai keinginan.
3. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
4. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila sembuh dari
anestesi.
5. Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
6. Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
7. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
8. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan.  Observasi hifema
dengan senter sesuai indikasi.
9. Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil berbentuk buah
pir.
10. Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis, analgesik.

Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur
dengan menggunakan glukometer) untuk mengevaluasi respons pasien
terhadap terapi insulin.
2. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik
yang membaik atau memburuk.
Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan insulin reguler sesuai instruksi setelah hasil pemeriksaan kadar
kalium serum didapatkan. Beberapa pasien jarang ditemukan mengalami
KAD hipokalemia; dalam hal ini, pemberian insulin intravena sebelum kadar
kalium dikoreksi dapat menjadi letal. Regimen tipikal dimulai dengan dosis
muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi rumatan 0,1 U
insulin/kg/jam. Glukosa harus turun 40-80 mg/dl/jam. Penurunan kadar
glukosa serum yang terlalu cepat dapat menyebabkan edema serebral. jika
kadar glukosa serum tidak menurun dalam 2 jam, menggandakan dosis infusi
insulin mungkin diperlukan. Jika edema serebral terjadi, antisipasi pemberian
manitol.
2. Dekstosa seharusnya dikombinasikan dengan salin setengah normal (0,45 NS)
pada saat kadar glukosa ≤250 mg/dl untuk mencegah hipoglikemia dan edema
serebral.
3. Pemberian insulin reguler melalui SK dapat dimulai pada saat glukosa serum
≤250 mg/dl, pH >7,2 atau CO 2 sebesar 15-18 mEq/L, dan pasien mampu
menoleransi asupan per oral. Biasanya, infusi insulin akan dihentikan 1-2 jam
setelah pasien mendapatkan insulin SK.
4. Antisipasi suplementasi kalium (kalium klorida, kalium fosfat, dan kalium
asetat) untuk mengganti kehilangan kalium akibat eksresi urine, akibat koreksi
asidosis metabolik, atau sekunder akibat uptake selular pada terapi insulin.
Validasi haluaran urine sebelum memberikan kalium. Jika hipokalemia
refraktori terhadap terapi, pertimbangkan penggantian magnesium.
5. Pemberian natrium bikarbonat dipertimbangkan hanya jika pH serum <7.
6. Intubasi NG mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko muntah dan
aspirasi pada pasien yang mengalami perubahan mentasi. Pertahankan pasien
tetap NPO sampai pasien sadar, berhenti muntah, dan bising usus kembali
ada.
7. Intubasi dan ventilasi mekanis mungkin diperlukan jika pasien tidak mampu
melindungi jalan napas atau tidak mampu melakukan ventilasi dan osigenasi
dengan adekuat.
8. Bantu pasien yang sadar untuk batuk dan napas dalam guna mencegah stasis
paru dan atelektaksis. Ubah posis pasien yang tidak sadar setiap 1-2 jam dan
lakukan pengisapan sekresi sesuai kebutuhan.
9. Berikan perawatan kulit yang cermat umat mencegah kerusakan integritas
kulit; inspeksi tulang yang menonjol. Pertahankan kesejajaran tubuh pada
pasien yang tidak sadar.
10. Orientasi pasien dengan sering terhadap lingkungan sekitarnya. Pertahankan
tempat tidur dalam posisi rendah dan naikkan sisi pengaman.

d. Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Menurut Nanda Nic Noc

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X 24 jam, pasien


menunjukan keseimbangan nutrisi
Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda tanda malnutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat

Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Kriteria Hasil
Berat badan target stabil
Prealbumin 15-32 mg/dl
Albumin serum 3,5-5 g/dl
Transferin serum > 200 mg/dl
Limfosit >1.500 sel/mm3
Keseimbangan nitrogen positif

Intervensi
1. Kaji kebutuhan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict atau
bantu dengan kalorimetri tidak langsung. Kebutuhan kalori untuk pasien sakit
kritis didasarkan pada berat badan aktual dan diperkirakan sekitar 20 sampai
30 kcal/kg.
2. Hitung berat badan ideal dengan rumus berikut: 50 kg (pria) atau 45 kg
(wanita) = 2,3 (untuk setiap inci di atas 5 kaki) ± 10%.
3. Bandingkan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5 sampai 1,0 kg/hari)
menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan bukan ketidakseimbangan antara
kebutuhan nutrisi dan asupan.
4. Kaji status GI: muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat mengganggu absorpsi
nutrisi.
5. Tinjau profil nutrisi untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
6. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk evaluasi nutrisi formal.
7. Berikan perawatan mulut untuk mengcegah stomatitis, yang dapat
berpengaruh buruk pada kemampuan pasien untuk makan.
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk meningkatkan nafsu makan
pasien; hindari pandangan yang menghina di sisi tempat tidur; siapkan pasien
dengan memastikan tangan dan wajah telah dicuci.
9. Bantu pasien sesuai kebutuhan karena keletihan dan kelemahan atau adanya
pelatan invasif dapat menyebabkan pasien tidak mau makan sendiri.
10. Berikan nutrisi enteral sesuai instruksi.
11. Berikan nutrisi parenteral sesuai instruksi.

e. Diagnosa Keperawatan:
Risiko Gangguan proses keluarga

Kriterial Hasil
Keluarga akan menyatakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi.
Keluarga akan memperlihatkan perilaku koping yang adekuat.

Intervensi
1. Perkenalkan diri anda kepada keluarga dan siapkan keluarga untuk
menghadapi lingkungan unit perawatan intensif (ICU). Antisipasi kebutuhan
pelayanan pendukung untuk pasien dan keluarga selama krisis ini. Sediakan
kontinuitas pemberi perawatan kapan pun memungkinkan.
2. Tunjukkan kompetensi dalam merawat kerabat mereka. Keluarga ingin
dinyakinkan bahwa perawatan yang sebaiknya mungkin diberikan kepada
kerabat mereka.
3. Tunjukan pengetahuan personal tentang pasien. Hormati keyakinan agama
dan budaya dan integrasikan keyakinan tersebut dalam asuhan keperawatan.
4. Lakukan pendekatan pada keluarga dengan sikap relaks dan humanistik serta
berikan informasi dengan sering tanpa menunggu untuk ditanya. Dengarkan
ungkapan ketakutan, kemarahan, atau ansietas mereka. Hindari jawaban yang
defensi. Berikan waktu kepada keluarga meninggalkan tempat tidur untuk
melepaskan kekhawatiran mereka. Jawab pertanyaan dengan jujur dan berikan
fakta dengan sering tentang kondisi kerabat mereka. Antisipasi mengulangi
informasi dan memberikan waktu untuk mereka memahami informasi selama
periode krisis ini.
5. Kaji titik kritis atau titik resiko yang dapat memengaruhi harapan keluarga
dan kepuasan (mis., keluarga yang mengungkapkan kemarahan, pasien yang
menunggu pembedahan atau sebentar lagi pulang).
6. Berikan informasi tertulis kepada keluarga tentang kebijikan unit dan
pelayanan yang tersedia. Informasi harus meliputi nomor telepon unit dan
lokasi ruang tunggu.
7. Dengan nomor telepon keluarga dan hubungi juru bicara keluarga sedikitnya
setiap hari dengan memberitahukan informasi tentang kondisi pasien dan
setiap perubahan dalam layanan medis atau asuhan keperawatan.
8. Klirifikasi persepsi keluarga tentang penyakit kerabat mereka dan validasi
pemahaman mereka tentang situasi tersebut. Izinkan keluarga mengetahui
bahwa staf merawat kerabat mereka dan memberikan perawatan yang
terbaik.
9. Berikan waktu kunjungan khusus, jelaskan peralatan yang digunakan dan
mengapa berbagai hal dilaksanakan, kaji kebutuhan anggota keluarga untuk
berpartisipasi dalam perawatan kerabat mereka, dan izinkan keluarga untuk
berpartisipasi semampu mereka. Sensitif terhadap kebutuhan keluarga untuk
ditinggalkan bersama kerabat mereka. Susun peralatan sehingga anggota
keluarga dapat menyentuh kerabat mereka.
10. Yakinkan keluarga bahwa mereka akan dihubungi jika kondisi kerebat mereka
memburuk.
11. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk menemui rohaniwan rumah sakit
atau pekerja sosial.
12. Dorong keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan personal mereka
sendiri seperti makan dan tidur.

Intervensi Keperawatan NIC :


1. Konseling
2. Peningkatan perkembangan
3. Dukungan emosional
4. Promosi integritas keluarga
5. Mobilisasi keluarga
6. Pemeliharaan proses keluarga
7. Dukungan keluarga
8. Promosi normalisasi
9. Peningkatan peran
10. Dukungan system peningkatan
BAB IV
DISCHARGE PLANNING

1. Berikan penjelasan secara lisan dan tulisan tentang perawatan dan pengobatan
yang diberikan.
2. Ajarkan dan evaluasi untuk mengenal gejala syok dan asidosis diabetik dan
penanganan kedaruratan
3. Simulasikan cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai
penyuntikan dan lokai
4. Ajarkan memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine
5. Perencanaan diit, buat jadwal
6. Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik
7. Ajarkan gabaimana untukmencegah hiperglikemi dan hipoglikemi
daninfomasikan gejala gejala yang muncul darikeduanya.
8. Jelaskan komplikasi yang muncul
9. Ajarkan mencegah infeksi : keberihan kaki, hindari perlukaan,gunakan sikat
gigi yang halus.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh
hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler,
hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik

Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali
adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang.

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,
penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis
insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya


jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton.

Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis


diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin.
Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

Respons neurologis dapat berakisar dari sadar sampai koma. Frekuensi


pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kusmaul)
dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan
dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan

5.2 Saran

Semoga makalah ini bisa memberikan tambahan pengetahuan serta dapat menambah
ketrampilan kita sebagai perawat untuk lebih professional dalam melayani klien
dengan kasus KAD. Semoga makalah ini dapat kita aplikasikan oleh kita sebagai
perawat dalam pelayanannya, dan menambah wawasan baru untuk kita.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth,2012. Buku Saku Patofisiologi . EGC. Jakarta


Stillwell. 2012. Pedoman keperawatan kritis. EGC. Jakarta
Wilkinson Ahern. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9, Diagnosis
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC, EGC; Jakarta
Askep diabetic ketoacidosis. www.blogger-blogspot.com
Doengoes, E Marilyun, 1980. Nursing Care Plans, Second Edition. F.A Davis:
Philadelphia
Fisher, JN, Shahshahani, MN. Kitabchi, AE, Diabetic ketoacidosis low-doss insulin
therapy by various routes. www.contect.nejm.org
Harden,R,D Quinn,N.D Emergency management of diabetic ketoacidosis in adults.
www.nebi_nlm_nih.gov
Hidayat. Ketoasidosis DM. www.hidayat2.wordpress.com
Highbeam. Article. The clinical management of diabetic ketoacidosis in adults
(Clinical). www.higjbeam.com
Journal watch specialities. Diabetic ketoacidosis protocol – is it beneficial?.
www.emergency-medicine.jwatch.org
Jurnal kedokteran. Ketoasidosis diabetic ancam kehidupan.
www.jurnalilmiahkedokteran.blogspot.com
Jurnal kedokteran media medika Indonesia FK UNDIP. Patofisiologi komplikasi
vascular diabetes mellitus.www.mediamedika.net
Patologi ketoasidosis diabetic.www.id.sbvchng.com
Pillai,I., Husainy, S.M.K, Ramadhani,K. Diabetic ketoasidosis associated with
atypical anti[sychotic drug, elazapino treathment, Report of a Case and Review of
Literature. www.jscm.org

Anda mungkin juga menyukai