(Optima) Pem Anak CBT Batch 1'2020
(Optima) Pem Anak CBT Batch 1'2020
I L M U K E S E H ATA N A N A K
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364
w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
SOAL NO 1
• Seorang anak laki laki berusia 10 tahun dibawa
oleh orangtuanya ke RS karena demam sejak 4
hari sebelum masuk RS. Hari ini pasien mimisan
di rumah. Anak juga mengeluhkan nyeri kepala
dan pegal pegal badan sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik pasien tampak keadaan umum
lemah, TD 70/palpasi, nadi tidak teraba, akral
teraba dingin, CRT 4 detik. Pemeriksaan
laboratorium Hb 18, hematokrit 58%, leukosit
3800, trombosit 38.000. Apa diagnose yang
sesuai pada kasus diatas?
A.Demam dengue
B.DHF derajat I
C.DHF derajat II
D.DHF derajat III
E.DHF derajat IV
• Jawaban: D. Croup
• Pasien dengan kondisi demam disertai batuk
menggonggong, didukung dengan adanya stridor
(obstruksi saluran napas atas), serta retraksi
dinding dada dan klinis sesak sesuai dengan
perjalanan penyakit laringotrakeobronkitis atau
sering disebut croup. Pada pasien, karena
terdengar stridor bahkan pada kondisi anak
tenang (stridor saat istirahat), dan adanya
takipnea serta retraksi, dapat digolongkan pada
croup berat. Pemeriksaan penunjang croup
adalah foto polos leher AP untuk melihat adanya
Steeple sign.
2. Croup
• Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
• Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
• Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam Steeple sign
Pemeriksaan
• Croup is primarily a clinical diagnosis
• Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
• Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
– The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign
or wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing
– Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the
course of illness is not typical, the child has symptoms that
suggest an underlying anatomic or congenital disorder)
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Ringan Berat
• Gejala: • Gejala:
– Demam – Stridor saat istirahat
– Takipnea
– Suara serak
– Retraksi dinding dada bagian
– Batuk menggonggong bawah
– Stridor bila anak gelisah • Terapi:
• Terapi: – Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
– Rawat jalan dapat diulang dalam 6-24 jam
– Pemberian cairan oral, – Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 2-
ASI/makanan yang sesuai 3 mL NS, nebulisasi selama 20
– Simtomatik menit
WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
SOAL NO 3
• Seorang bayi perempuan berusia 8 bulan
datang dibawa orangtuanya ke IGD RS dengan
keluhan kejang-kejang. Sebelum kejang
pasien terlihat sesak dan tampak biru setelah
menangis. Anak sebelumnya telah didiagnosis
sebagai Tetralogy of Fallot. Pasien disarankan
operasi namun tidak punya biaya. Selama di
IGD anak telah diberikan oksigen, cairan, dan
diposisikan. Posisi apa yang tepat dilakukan
pada pasien dengan kasus di atas?
A.Tilt position
B.Frog position
C.Knee chest position
D.Tredelenburg position
E. Horizontal position
PJB
Asianotik Cyanotic
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
https://wikem.org
Tipe ToF
• ToF dengan komponen pulmonary stenosis
• ToF dengan absent pulmonary valve
• ToF dengan absent pulmonary valve
• ToF dengan AVSD
• ToD sebagai bagian dari DORV
• ToF dengan pulmonary atresia dengan atau tanpa
pseudotruncus
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell
• Serangan biru yang terjadi secara mendadak
• Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah,
kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
• Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara
spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan
koma, bahkan kematian
• Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4
bulan
• ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel
kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis
dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular
resistance dan derajat keparahan komponen stenosis
pulmonal.
increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat
aliran darah ke
sianosis progresif
paru berkurang
secara tiba-tiba penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2 arteri
penurunan pH darah
TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
• Knee chest position/ squatting
– Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
• Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
• Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.
Trunkus Arteriosus
• VSD + Aorta dan Arteri Pulmonal Menyatu.
• Gejala sesak + biru, bunyi Murmur bervariasi/tidak khas, biasa
terdengar mid diastolic mitral flow murmur karena aliran darah
dari pulmonal yang meningkat
• X-Ray akan terlihat kardiomegali dan peningkatan corak vascular
pulmoner
• Jawaban: C. VSD
• Adanya gejala gagal tumbuh, sesak, sulit menetek, ada murmur
tetapi tidak biru menguatkan dugaan ke penyakit jantung bawaan
asianotik. Murmur pansistolik pada sela iga 3-4 linea parasternal kiri
menandakan kelainan jantung kongenitalnya adalah VSD. Tampilan
murmur pada opsi lainnya:
• Tetralogy of Fallot murmur ejeksi sistolik (crescendo-
decrescendo), dimana murmur karena stenosis pulmonal
• Atrial Septal Defect murmur ejeksi sistolik, ada fixed splitting S2,
di left upper sternal border pada sela iga 2-3
• Stenosis pulmonal murmur ejeksi sistolik, di left sternal border
pada sela iga 2-3
• Stenosis aorta murmur ejeksi sistolik, pada right sternal border
sela iga 2
4. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik dan
VSD
With ↑ volume load Clinical Findings
The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting
Fluid leaks into the interstitial space & Pulmonary edema, tachypnea, chest
alveoly retraction, wheezing
Tanda Tanda
Sadap Medikamentosa PVD (-) PVD (+)
jantung
Sadap
FR < 1.5 FR > 1.5 Gagal Berhasil jantung
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Gejala klinis Syok Anafilaktik
• Diagnosis didasarkan atas temuan klinis
• Hati-hati karena 69% anak yg menderita anafilaksis tidak
memiliki riwayat alergi terhadap agen kausatifnya.
• Gejala bisa timbul dalam hitungan detik hingga beberapa jam
(pada anak rata-rata muncul 5-30 menit postexsposure)
• 80% – 90% mengalami gejala kutaneus, termasuk flushing,
pruritus, urtikaria, diaphoresis, sensasi panas, dan
angioedema.
• Gejala pernapasan muncul hingga 94% kasus
• Gejala tersering: rasa tercekik, pruritus, serak, stridor, dada
terasa berat, wheezing, dan hipoksemia.
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
Syok Anafilaksis
Diutamakan penggunaan
antihistamine terlebih
dahulu setelah resusitasi
cairan
Pharmacological management of anaphylaxis
DRUG AND ROUTE OF FREQUENCY OF PA E D I AT R I C D O S I N G
A D M I N I S T R AT I O N A D M I N I S T R AT I O N (MAXIMUM DOSE)
Immediately, then every 5–15 min as
Epinephrine (1:1000) IM 0.01 mg/kg (0.5 mg)
required
6 months to <2 years: 2.5 mg OD
Cetirizine PO Single daily dose 2–5 years: 2.5–5 mg OD
>5 years: 5–10 mg OD
Every 4–6 h as required for cutaneous
Diphenhydramine IM/IV 1 mg/kg/dose (50 mg)
manifestations
Every 8 h as required for cutaneous
Ranitidine PO/IV 1 mg/kg/dose (50 mg)
manifestations
Corticosteroids: prednisone PO
Every 6 h as required 1 mg/kg PO (75 mg) or 1 mg/kg IV (125 mg)
or methylprednisolone IV
Every 20 min or continuous for
5–10 puffs using MDI or 2.5–5 mg by
Salbutamol respiratory symptoms (wheezing or
nebulization
shortness of breath)
Every 20 min to 1 h for symptoms of
Nebulized epinephrine (1:1000) 2.5–5 mL by nebulization
upper airway obstruction (stridor)
Continuous infusion for hypotension –
Epinephrine IV (infusion) 0.1–1 μg/kg/min (maximum 10 μg/min)
titrate to effect
Bolus followed by continuous infusion – 20–30 μg/kg bolus (maximum 1 mg), then
Glucagon IV
titrate to effect infusion at 5–15 μg/min
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3043023/
Children doses for anaphylactic drug
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
HMD
• gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan
defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia
gestasi<34 minggu atau berat lahir <1500 gram
• Gejala Klinis
– Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan
subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang terjadi
dalam beberapa jam pertama kehidupan.
– Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan,
adanya PMH dapat disingkirkan.
• Lung immaturity salah satu penyebab Chronic Lung Disease
(bronchopulmonary dysplasia)
• Penyakit membran hialin RESPIRATORY DISTRESS
(PMH) merupakan gangguan SYNDROME (Hyaline
pernapasan yang disebabkan membrane disease)
imaturitas paru dan defisiensi
surfaktan, terutama terjadi
pada neonatus usia gestasi <34
minggu atau berat lahir <1500
gram
• Etiology:
– Defisiensi surfaktan (produksi
dan sekresi menurun)
• Surfactant
– Berperan untuk pengembangan
alveolus
– Komposis utama surfaktan :
• dipalmitoyl phosphatidylcholine
(lecithin)
• Phosphatidylglycerol
• apoproteins (surfactant proteins
SP-A, -B, -C, -D)
• Cholesterol
Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan
bronchogram air bronchogram
Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga “White lung”
Tatalaksana HMD
• Endotracheal (ET) tube
• Continuous positive airway pressure (CPAP)
• Surfactant replacement
• Broad spectrum antibiotic (Ampicillin) stop if there is no proof of
infection
• Corticosteroid
– Early Postnatal Corticosteroids (<96 hours) not suggested because risk>
benefit (CP, development delay, Hyperglicemia, hypertension, GI bleeding)
– Moderately Early Postnatal Corticosteroids (7-14 days) not suggested
because risk> benefit
– Delayed Postnatal Corticosteroids (> 3 weeks) can be used for ventilator
dependant infants in whom it is felt that steroids are essential to facilitate
extubation.
SOAL NO 7
• Seorang bayi perempuan lahir di Puskesmas
secara spontan dari ibu G5P3A1 usia gestasi
38 minggu dengan presentasi belakang
kepala. Setelah bayi lahir, bayi tampak tidak
bernapas, tonus otot lunglai, dan, tidak ada
detak jantung. Setelah dilakukan ventilasi
tekanan positif, kompresi dada, pemberian
cairan, dan obat-obatan selama 20 menit
tetap tidak ada respon. Apakah tindakan
selanjutnya yang paling tepat?
A.Menghentikan resusitasi
B.Mengulangi resusitasi dari awal
C.Memperbaiki langkah resusitasi
D.Melanjutkan resusitasi hingga 15 menit
E. Merujuk setelah meresusitasi
Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
SOAL NO 8
• Seorang bayi perempuan baru lahir secara
spontan per vaginam dari ibu G1P0A0,
dengan ketuban hijau kental disertai
meconium staining pada bayi. Saat lahir anak
tampak menyeringai lemah, badan dan
ekstremitas tampak kebiruan, denyut jantung
120 bpm, napas tampak lambat dan ireguler,
serta tonus otot lemah, kaki dan tangan
hanya fleksi sedikit. Berapakah APGAR score
pasien diatas?
A.4
B.5
C.6
D.7
E.9
• Jawaban: B. 5
Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5
Tanda 0 1 2
A Activity (tonus Tidak ada tangan dan kaki aktif
otot) fleksi sedikit
P Pulse Tidak ada < 100x/menit > 100 x/menit
G Grimace (reflex Tidak ada Menyeringai Reaksi melawan,
irritability) respon lemah, gerakan batuk, bersin
sedikit
A Appearance Sianosis Kebiruan pada Kemerahan di
(warna kulit) seluruh tubuh ekstremitas seluruh tubuh
Densitas ropey, kasar, patchy luas menyeluruh pada kedua lapangan paru. Selain itu pada MAS
juga bisa ditemukan
• Hiperaerasi paru pada daerah yang mengalami air-trapping
• Efusi pleura minimal (20%).
• pneumotoraks atau pneumomediastinum spontan.
• atelektasis paru emfisema obstruktif.
ATELEKTASIS
SOAL NO 10
• Bayi laki laki berusia 3 hari datang dibawa ke
Puskesmas oleh ibunya karena ada benjolan di
bagian belakang kepala. Bayi lahir spontan
pervaginam ditolong bidan, berat lahir bayi 3200
gram. Saat persalinan dikatakan berlangsung
lama karena ibu kelelahan saat mengedan. Saat
lahir bayi aktif, menangis kuat, mneyusu dengan
baik serta berhasil IMD. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya benjolan berukuran 2x3 cm
yang teraba lunak serta melewati garis sutura.
Apa diagnosis yang paling mungkin dari kondisi
bayi diatas?
A.Spina bifida
B.Meningocele
C.Subdural hematom
D.Cephal Hematom
E.Caput Suksedaneum
https://www.uptodate.com/contents/elevated-intracranial-pressure-icp-in-children-clinical-manifestations-and-diagnosis#H3324530731
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan
tekanan intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan
penyakit SSP yang lain (eg. GBS)
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus
berat, atau dicurigai adanya abses otal,
hidrosefalus, atau empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik
Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)
Uptodate. 2019
Antibiotik Empiris Meningitis Bakterialis
Predisposing
Common bacterial pathogens Antimicrobial therapy
factor
AGE
Streptococcus agalactiae, Escherichia coli, Listeria Ampicillin plus cefotaxime; OR ampicillin plus
<1 month
monocytogenes an aminoglycoside
Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, S. Vancomycin plus a third-generation
1 to 23 months
agalactiae, Haemophilus influenzae, E. coli cephalosporin (Ceftriaxone or cefotaxime)
Vancomycin plus a third-generation
2 to 50 years N. meningitidis, S. pneumoniae
cephalosporin
S. pneumoniae, N. meningitidis, L. monocytogenes, Vancomycin plus ampicillin plus a third-
>50 years
aerobic gram-negative bacilli generation cephalosporin
HEAD TRAUMA
Basilar skull S. pneumoniae, H. influenzae, group A beta-hemolytic Vancomycin plus a third-generation
fracture streptococci cephalosporin (Ceftriaxone or cefotaxime)
Staphylococcus aureus, coagulase-negative staphylococci Vancomycin plus cefepime; OR vancomycin
Penetrating
(especially Staphylococcus epidermidis), aerobic gram- plus ceftazidime; OR vancomycin plus
trauma
negative bacilli (including Pseudomonas aeruginosa) meropenem
Aerobic gram-negative bacilli (including P. aeruginosa), S. Vancomycin plus cefepime; OR vancomycin
Postneurosurgery aureus, coagulase-negative staphylococci (especially S. plus ceftazidime; OR vancomycin plus
epidermidis) meropenem
• Jawaban: D. Fenobarbital
• Obat pilihan untuk menangani kejang pada
neonatus adalah fenobarbital dan fenitoin.
Fenobarbital lebih dipilih dibandingkan
fenitoin karena dosis terapetik fenitoin sempit,
memiliki efek samping serius berupa
kardiovaskular, sedangkan fenobarbital lebih
mudah didapat dan lebih terjangkau harganya.
13. Kejang pada Neonatus
• Kejang pada neonatus adalah • Kejang pada neonatus
perubahan paroksimal dari – Kejang yang terjadi pada 28
fungsi neurologik misalnya hari pertama kehidupan (bayi
perilaku, sensorik, motorik dan cukup bulan)
fungsi autonom sistem saraf. – Atau 44 minggu masa konsepsi
(usia kronologis + usia gestasi
• Angka kejadian kejang di pada saat lahir) pada bayi
negara maju berkisar antara prematur
0,8-1,2 setiap 1000 neonatus • Angka kematian berkisar 21-
per tahun. 58%, sebanyak 30% yang
• Kejang merupakan keadaan berhasil hidup menderita
kegawatan, karena dapat kelainan neurologis.
mengakibatkan hipoksia otak • Penyebab
yang berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi atau – Hipoksik-iskemik-ensefalopati
(38-48%),
dapat mengakibatkan gejala
– Hipoglikemia (3-7.5%)
sisa di kemudian hari.
– Hipokalsemia 2.3-9%
– Infeksi SSP 5.5-10.3%
WHO neonatal seizure 2011
Setyo Handryastuti: Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan Tatalaksana
Cause of Neonatal seizure
WHO Recommendations for Neonatal Seizure
• Recommendation
– Phenobarbital should be used as the first-line agent
for treatment of neonatal seizures
• Commonly used first-line AEDs for treatment of NS are
phenobarbital and phenytoin.
• Phenobarbital is also cheaper and more easily available than
phenytoin.
• Only about 55% of newborns respond to either of the two
medications.
• Phenobarbital is easier to administer with a one daily dose being
sufficient following attainment of therapeutic levels.
• Phenytoin has more severe adverse effects than phenobarbital
including cardiac side effects and extravasation (although these
have been mitigated by the introduction of fosphenytoin).
• The therapeutic range of phenytoin is very narrow
Terapi kejang neonatus
Setyo Handryastuti: Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan Tatalaksana
SOAL NO 14
• Bayi laki laki berusia 2 bulan datang dibawa
ibunya ke Puskesmas untuk memperoleh
imunisasi. Bayi lahir normal di bidan dan cukup
bulan pada usia gestasi 39 minggu. Anak akan
diberikan imunisasi BCG oleh dokter. Saat ini
anak tidak ada demam dan tampak aktif ceria.
Tidak terdapat ruam atau lesi kulit di area
penyuntikan. Tidak ada riwayat alergi pada anak
sebelumnya. Bagaimanakah cara pemberian
imunisasi BCG pada anak kasus diatas?
A.Intramuscular
B.Subcutan
C.Intracutan
D.Intravena
E. Oral
• Jawaban: C. INtrakutan
• Vaksin BCG diberikan optimal pada usia 0-2
bulan secara intradermal yakni dengan dosis
0,05 ml untuk bayi baru lahir serta 0.1 ml
untuk anak.
14. Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
SOAL NO 15
• Pasien anak perempuan berusia 2 tahun datang
dibawa ke dokter karena demam sejak 3 hari
sebelum masuk RS. Anak diketahui juga alami
mual dan muntah. Saat ini berat badan anak 12
kg, suhu 39 derajat Celcius, tidak ditemukan
adanya hepatomegaly, serta kemerahan pada
kulit. Dari pemeriksaan laboratrium ditemukan
leukosit 5.000, trombosit 110.000, Hb: 12, Ht
38%. Apakah obat yang diberikan untuk
menurunkan panas pada kasus ini anak diatas?
A.Paracetamol 120-180 mg po/kali
B.Ibuprofen 120-180 mg po/kali
C.Asam mefenamat 120-180 mg po/kali
D.Paracetamol 120-180 mg po dosis terbagi
E. Ibuprofen 120-180 mg po dosis terbagi
stimulate
stimulate
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK414/
Diare inflamatorik/eksudatif
• Jawaban: E. Kotrimoksazol
• Keluhan diare cair berdarah sejak 1 hari yang lalu, beserta adanya
demam, nyeri perut, dan mual muntah, serta tanda – tanda
dehidrasi pada anak ini mengarahkan diagnosis pada disentri.
Mengingat ditemukan adanya bakteri gram negative non motil,
besar kemungkinan penyebab disentri basiler atau shigellosis.
Untuk tatalaksana awal pada pasien ini adalah tetap melakukan
rehidrasi. Obat apa yang tepat diberikan selanjutnya untuk kelainan
ini berupa pemberian antibiotik oral. Jika pasien terkena disentri
shigelosis, maka antibiotik yang tepat adalah kotrimoksazol
(berdasarkan panduan buku WHO + Depkes Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit), jika disentri amuba, maka metronidazole
menjadi antibiotik pilihan. Meski saat ini banyak rekomendasi
nyatakan bahwa ditemuakn banyak resistensi terhadap
cotrimoxazole. Ampisilin dan Cefixime merupakan obat alternative.
17. Disentri
• Disentri adalah diare yang disertai darah. Sebagian
besar kasus disebabkan oleh Shigella dan hampir
semuanya membutuhkan pengobatan antibiotik
• Pemeriksaan penunjang: Feses rutin untuk
mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per
lapang pandang mendukung etiologi bakteri invasif
• Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda
dan gejala: Feses dominan lendir dan darah,
kesakitan dan gelisah, muntah, massa intra-
abdomen (+)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
Disentri Sindrom
• Definisi diare yang • Indikasi rawat inap
disertai darah – Usia < 2 bulan
• Tanda dan gejala: – Keracunan makanan
– BAB cair disertai dengan – Letargis
darah – Nyeri abdomen dominan
– Nyeri perut – Kejang
– Demam – Risiko tinggi terjadi sepsis
– Kejang • Etiologi
– Letargis – Amobiasis E. histolitica
– Prolaps rektum – Basiller E.coli, shigela
http://www.searo.who.int/indonesia/documents/9789791947701-buku-saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1
Disentri
• Bakteri
– Shigella (disentri basiler), penyebab disentri yang
terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang
dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat
dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
– Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
– Salmonella
– Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
• Amoeba (Disentri amoeba),
disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering
pada anak usia > 5 tahun
Gejala berdasarkan etiologi
• Jawaban: C. Terapi C
• Pada kasus diatas tampak anak dengan diare akut datang dengan
kondisi dehidrasi berat yang ditandai dengan adanya kondisi letargi
atau penurunan kesadaran, dengan mata cekung, serta turgor kulit
melambat. Pada diare akut dehidrasi berat maka akan dilakukan
rencana terapi C menurut WHO, yakni pemberian cairan intravena
cepat yakni 30 cc/kgBB selama 1 jam pertama dilanjutkan 70 cc/kg
selama 5 jam, sembari terus evaluasi status hidrasi anak serta
pemberian oralit bila anak mau minum (5 cc/kg/jam), dan
pemberian tablet Zinc. Rencana terapi A biasanya pada kondisi diare
akut tanpa dehidrasi sementara terapi B untuk diare akut dehidrasi
ringan sedang. Pemberian kaolin pektin tidak dianjurkan dalam pilar
tatalaksana diare dari WHO serta antibiotic hanya bila diperlukan
saja (tidak rutin).
18. Diare pada anak dan penanganannya
SOAL NO 19
• Pasien seorang anak perempuan berusia 7 tahun
dibawa ibunya ke unit gawat darurat RS karena BAB
cair sangat sering dan banyak sejak kemarin. Diare
seperti seperti air cucian beras dan berbau amis,
frekuensi sekitar lebih dari 15 kali sehari. Tidak
terdapat muntah serta tinja berdarah. Pada lingkungan
sekitar yakni tetangga pasien ada yang alami keluhan
serupa. Pada pemeriksaan fisik tampak adanya tanda
dehidrasi berat. Pada pemeriksaan tinja ditemukan
bakteri batang Gram negative berbentuk seperti koma.
Apa penanganan yang sesuai untuk pasien kasus
diatas?
A.Doksisiklin 4-6 mg/kgBB single dose
B.Tetrasiklin 50 mg/kg/hari terbagi 4 dosis
C.Azitromisin 20 mg/kgBB single dose
D.Ciprofloxacin 20 mg/kgBB single dose
E. Amoxicillin 50 mg /kgBB terbagi dalam 3 dosis
V. cholerae
activation of ion
accumulates in increase cAMP
channels
stomach
• Jawaban: A. Nystatin
• Ditemukannya bercak-bercak berupa plak
putih dasar eritematosa di mukosa mulut
serta lidah mengarahkan diagnosis pada oral
thrush atau kandidiosis. Terapi yang dapat
diberikan untuk mengatasi oral thrush pada
bayi usia ini adalah nystatin dengan dosis
4x200.000 IU.
20. Kandidosis oral/ Oral thrush
Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Jenis Gambaran klinis
Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Candida albicans
Prinsip tatalaksana
Gejala klinis DOC Keterangan
WHO
SOAL NO 22
• Seorang anak laki laki berusia 4 tahun datang
dibawa orangtuanya ke dokter dengan keluhan
keluar bintik-bintik kemerahan sejak 2 hari yang
lalu. Awalnya saat demam tinggi, ruam bintik
kemerahan muncul dari mulai leher lalu
menyebar ke seluruh badan. Sekitar 4 hari
sebelumnya pasien mengeluh demam, batuk dan
mata merah. Saat ini pasien juga mengalami BAB
cair 5x dalam sehari. Pada saat pemeriksaan
terdapat lesi maculopapular dasar eritematosa
tersebar diskret di seluruh tubuh. Apa diagnosis
yang mungkin pada pasien ini?
A.Varicella
B.Morbilli
C.Demam berdarah
D.Demam dengue
E. Eksantema subitum
• Jawaban: B. Morbili
• Adanya eksantema akut yang muncul saat demam
tinggi disertai gejala prodromal batuk (respiratory
symptoms) dan konjungtivitis (catarrhal symptoms)
sesuai dengan perjalanan penyakit morbili. Kondisi ini
juga menyerupai diagnosis banding rubella yang juga
merupakan eksantema akut, bisa disertai demam,
batuk dan mata merah, namun biasanya komplikasi
diare lebih sering pada morbili. Sementara pada
eksantema subitum biasanya muncul ruam saat
demam turun. Pada varicella maka akan muncul vesikel
dan papul ddasar eritematosa yang awalnya di batang
tubuh.
22. EKSANTEMA AKUT & MORBILI
Morbili/Rubeola/Campak
• Pre-eruptive Stage
– Demam
– Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
– Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
– Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
– Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
– Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
Measles Virus Taxonomy
3D graphical representation of a
https://www.cdc.gov/measles/about/photos.html spherical-shaped, measles virus
particle
Morbili
• Paramyxovirus • Prodromal
• Kel yg rentan: – Hari 7-11 setelah
– Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi – Demam, batuk,
– Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
• Musin: akhir musim • Enanthem ruam
dingin/ musim semi kemerahan
• Inkubasi: 8-12 hari • Koplik’s spots muncul 2
• Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
• Otitis Media (1 dari 10 penderita • Diagnosis:
campak pada anak)
• Diare (1 dari 10 penderita campak) – manifestasi klinis, tanda
• Bronchopneumonia (komplikasi patognomonik bercak Koplik
berat; 1 dari 20 anak penderita – isolasi virus dari darah, urin,
campak)
• Encephalitis (komplikasi berat; 1 atau sekret nasofaring
dari 1000 anak penderita campak) – pemeriksaan serologis: titer
• Pericarditis antibodi 2 minggu setelah
• Subacute sclerosing timbulnya penyakit
panencephalitis – late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)
Penatalaksanaan
• Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
• Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
• Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
• Suplementasi vitamin A diberikan pada:
– Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
– Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
SOAL NO 23
• Seorang bayi perempuan berusia 6 minggu
datang ke dokter dibawa ibunya karena akan
mendapatkan imunisasi. Bayi lahir cukup bulan
secara normal di Rumah Sakit. Sebelumnya saat
lahir anak sudah memperoleh vaksin hepatitis B
dan polio tetes. Pada saat pemeriksaan anak
tampak terus menangis dan rewel, serta
didapatkan bayi demam 39.5°C. Tidak terdapat
riwayat HIV dan TB di keluarga. Status gizi saat ini
baik. Apakah tindakan yang sesuai diberikan
untuk anak tersebut?
A.Menunda imunisasi, tunggu 1-2 minggu
B. Tetap imunisasi dengan dosis setengahnya
C. Tetap imunisasi sesuai usia bayi
D.Telpon dokter spesialis anak untuk menanyakan
langkah selanjutnya
E. Imunisasi dosis terbagi tiap 1 mgg
Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
SOAL NO 24
• Pasien anak laki laki berusia 10 tahun datang ke
dokter dibawa ibunya karena bengkak pada
kedua kaki dan kantung zakar. Anak juga alami
bengkak pada kedua kelopak mata. BAK tampak
kemerahan. Keluhan dialami sejak 3 hari yang
lalu. Pasien terdapat riwayat radang tenggorokan
sekitar 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan
langsung tampak adanya edema palpebra, serta
pitting edema pada pretibial. Pada pemeriksaan
urinalisa tampak adanya eritrosit banyak serta
proteinuria. Apakah tipe reaksi hipersensitivitas
yang terjadi pada pasien?
A.I
B.II
C.III
D.IV
E. V
• Jawaban: C. III
• Adanya keluhan edema palpebra, skrotum, dan pretibial,
disertai hematuria serta proteinuria pada urinalisa dapat
mengarahkan pada kondisi glomerulonephritis. Dapat
dicurigai adanya glomerulonephritis poststreptokokus
mengingat pasien ada kondisi infeksi saluran napas
mendahului gejala. Pada GNAPS, terjadi reaksi
hipersensitivitas tipe 3 yang merupakan hipersensitivitas
berkaitan dengan kompleks antigen antibody. Pada tipe 1
merupakan hipersensitivitas terkait IgE (tipe cepat misalnya
anafilaksis). Pada tipe 2 merupakan hipersensitivitas
dimediasi IgG (sitotoksik) misalnya saja pada reaksi
transfuse darah hingga eritroblastosis fetalis. Pada tipe 4
merupakan hipersensitivitas dimediasi sel, misalnya pada
dermatitis kontak.
24. Reaksi Hipersensitivitas
Type Prototype Disorder Immune Mechanisms Pathologic Lesions
Vascular dilation, edema,
Anaphylaxis; Production of IgE antibody ➙ immediate
smooth muscle
allergies; bronchial release of vasoactive amines and other
Tipe I Immediate contraction, mucus
asthma (atopic mediators from mast cells; recruitment of
production,
forms) inflammatory cells (late-phase reaction)
inflammation
Systemic lupus
Deposition of antigen-antibody complexes
erythematosus;
Immune ➙ complement activation ➙ recruitment Necrotizing vasculitis
Tipe some forms of
complex of leukocytes by complement products and (fibrinoid necrosis);
III glomerulonephritis;
mediated Fc receptors ➙ release of enzymes and inflammation
serum sickness;
other toxic molecules
Arthus reaction
Contact dermatitis;
multiple sclerosis; Perivascular cellular
Cell- Activated T lymphocytes ➙ i) release of
Tipe type I, diabetes; infiltrates; edema; cell
mediated cytokines and macrophage activation; ii) T
IV transplant destruction; granuloma
(delayed) cell-mediated cytotoxicity
rejection; formation
tuberculosis
Sources: Robbins & Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 7th ed. 2005.
SOAL NO 25
• Bayi laki laki berusia 6 bulan datang ke Posyandu
untuk penimbangan berat badan rutin dan
pemantauan tumbuh kembang. Bayi selama ini
dapat ASI eksklusif, tidak ada riwayat konsumsi
susu formula. Anak saat ini sudah dapat duduk
dengan bantuan serta selalu tampak tertarik
melihat orang lain makan. Anak sudah sering
memasukkan benda kedalam mulut. Saat ini ibu
anak ingin memberikan makanan pendamping
ASI di usia 6 bulan. Apa makanan pendamping
ASI yang sesuai diberikan pada bayi?
A.Susu formula
B.Bubur susu
C.Nasi tim
D.Nasi dengan lauk cincang
E.Makanan keluarga
• Jawaban: E. Biotin
• Pada kondisi anak muncul keluhan pada kulit dan rambut, yakni ruam
merah dan kulit kering serta rambut rontok dan jarang dapat
mengarahkan pada defisiensi vitamin B7 atau biotin. Biasanya gejala
defisiensi biotin akan muncul dalam 3-5 minggu berupa dermatitis
seboroik, rash, rambut mudah rontok dan mudah patah, kulit kering,
nausea, vomitus, dan anoreksia; disusul dejala neurologis: depresi ringan,
perubahan status mental, myalgia, hyperesthesia, dan paresthesia.
Defisiensi biotin sangat dicurigai mengingat anak ada faktor resiko
konsumsi telur setengah matang sehingga bisa alami egg-white injury
syndrome, yakni ketika putih telur mentah berisi glycoprotein avidin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap biotin akan sebabkan avidin berikatan
secara ireversibel dengan biotin sehingga tidak bisa diserap usus.
Defisiensi vitamin B1 sebabkan beriberi. Defisiensi niasin sebabkan
pellagra (diare, dermatitis, demensia, death). Defisiensi piridoksin
sebabkan anemia mikrositik hipokrom, dermatitis seboroik, neuropati
perifer. Defisiensi riboflavin sebabkan lidah merah muda terang disertai
bibir pecah pecah, bengkak tenggorokan, mata merah.
27. Defisiensi Vitamin B
Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss, body
Vitamin B1 (Thiamine) weakness and pain, brain damage, irregular heart rate, heart failure,
and death if left untreated
Causes distinctive bright pink tongues, although other symptoms are
Vitamin B2 (Riboflavin) cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes, and low red blood cell
count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia, and
Vitamin B3 (Niacin)
finally death (4D)
Vitamin B5 (Pantothenic
Acne and Chronic paresthesia
Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood pressure
Vitamin B6 (Pyridoxine)
(hypertension), water retention, and elevated levels of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions including
Vitamin B7 (Biotin)
hallucinations, drowsiness, and depression
Vitamin B9 (asam folat) Anemia megaloblastik
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very gradual
Vitamin B12 (Cobalamin) brain deterioration, resulting in sensory or motor deficiencies,
megaloblastic anemia
Biotin Deficiency
Defisiensi Biotin (Vitamin B7)
• Defisiensi biotin (Vitamin B7) jarang terjadi karena :
– Kebutuhan harian yang sedikit (150-300 μg)
– biotin terdapat hampir di semua jenis makanan
– Flora normal usus mensintesis biotin
– Biotin mengalami proses recycle.
• Penyebab defisiensi Biotin :
– Konsumsi antikonvulsan tertentu (phenytoin, primidone,
carbamazepine)
– Penggunaan antibiotik spektrum luas
– Konsumsi putih-telur mentah dalam jumlah cukup banyak (Egg-white
injury syndrome). putih telur mentah berisi glycoprotein avidin yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap biotin berikatan secara
ireversibel tidak bisa diserap usus defisiensi
– Defisiensi enzim biotinidase (defek genetik)
Scheinfeld, NS. Biotin Deficiency. http://emedicine.medscape.com/article/984803-overview
Manifestasi Klinik
Timbul 3-5 minggu setelah onset defisiensi biotin:
• Kulit Kering
• Dermatitis seboroik
• Infeksi jamur
• Rash
• Brittle hair (mudah patah), rambut rontok, alopecia
• Gejala traktus gastrointestinal (Mual, muntah, anoreksia)
• This procedure is not usually curative, but ideally does buy time until the child
can achieve growth and undergo liver transplantation
Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.
It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck, Flattened nose,
Separated sutures, Single palm crease, Small ears, small mouth, Upward
slanting eyes, Wide, short hands with short fingers, White spots on the
Sindrom Down
colored part of the eye (Brushfield spots), heart defects (ASD, VSD)
Trisomi 21
noninherited
Physical development is often slower than normal (Most never reach their
average adult height), delayed mental and social development (Impulsive
behavior, Poor judgment, Short attention span, Slow learning)
The most common feature is short stature, which becomes evident by about
age 5. Ovarian hypofunction. Many affected girls do not undergo puberty and
infertile.
Sindrom
About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the neck,
turner
limfedema ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney problem, 1/3 have
45 + XO
heart defect, such as coarctation of the aorta.
noninherited
Most of them have normal intelligence. Developmental delays, nonverbal
learning disabilities, and behavioral problems are possible
No unusual physical features, increased risk of learning
disabilities and delayed development of speech and
Jacob Syndrome language skills. Delayed development of motor skills,
47, XYY weak muscle tone (hypotonia), hand tremors or other
involuntary movements (motor tics), and behavioral and
emotional difficulties
Kallmann syndrome Genetic disorder consists of hypogonadotropic
hypogonadism + anosmia
Marfan syndrome Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
3 dari 4 kasus A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and
bersifat diturunkan flexible joints, skoliosis, pektus karinatum/ ekskavatum,
Teeth that are too crowded, Flat feet.
P E N YA K I T KETERANGAN
http://emedicine.medscape.com/article/797150
SOAL NO 32
• Seorang bayi laki laki berumur 1 jam tampak
merintih dan letargi serta sulit menyusu. Bayi
lahir secara sectio cesaria dari ibu G2P1A0 usia
gestasi 40 munggu dengan berat lahir 5000 gr. Ibu
sebelumnya terdiagnosis diabetes mellitus sejak 4
bulan sebelum kehamilan. Pada saat lahir bayi
langsung menangis kuat dan tonus otot baik.
Pada pemeriksaan saat ini diketahui kadar gula
darah 20 mg/dl. Penatalaksanaan apa yang tepat
diberikan pada bayi?
A.Memberikan ASI
B.Memberikan air susu 50 ml
C.Memberikan D10% 10ml
D.Memberikan air gula 50 ml
E. Memberikan infus dengan GIR 6-8 mg/kgBB
•
• Jawaban: C. Memberikan D10% 10 ml
• Pada hipoglikemia neonatus dengan GDS <25mg/dL
atau dengan gejala seperti merintih, letargi serta sulit
menyusu, maka tatalaksana yang pertama kali
dilakukan adalah pemberian Dekstrosa 10% 2cc/kgBB.
Berat badan bayi tersebut adalah 5 kg, sehingga
diberikan D10% sebanyak 10 ml. Pemberian ASI tidak
dimungkinkan mengingat bayi sulit menyusu dan sudah
letargi serta biasanya diberikan pada bayi dengan GD
25-47 mg/dL. Pemberian infus D10% dengan GIR 6-8
mg/kgBB/menit dapat dilakukan untuk capai gula
darah maksimal, umumnya setelah bolus IV dilakukan
32. Hipoglikemia pada Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 tidak bergantung dari insulin ibu,
mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala tetapi dihasilkan sendiri oleh
atau tidak
pankreas bayi
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat
menyebabkan palsi serebral,
• Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
retardasi mental, dan lain-lain dalam peredaran darah
• Etiologi uteroplasental bayi
– Peningkatan pemakaian glukosa mengatasinya melalui hiperplasia
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, sel B langerhans yang
Besar masa kehamilan, eritroblastosis
fetalis
menghasilkan insulin insulin
– Penurunan produksi/simpanan glukosa: tinggi
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
• Begitu lahir, aliran glukosa yang
– Peningkatan pemakaian glukosa: stres
perinatal (sepsis, syok, asfiksia, menyebabkan hiperglikemia tidak
hipotermia), defek metabolisme ada, sedangkan insulin bayi tetap
karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb
tinggi hipoglikemia
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010
GESTATIONAL DIABETES PATHOPHYSIOLOGY
Fetoplacental
Normal Insulin hormones
pregnancy resistance (GH, HCG, HPL, Cortisol,
progesterone, prolactin)
Terapi Darurat:
• Bayi bisa malas minum dan ada riwayat faktor resiko dari anamnesis serta bisa
pula ditemukan tali pusat kotor dan berbau dari pemeriksaan
• Spasme pada tetanus neonatorum hampir menyerupai kejang, namun
gambaran klinis bisa dibedakan dimana pada tetanus neonatorum:
- Kontraksi otot tidak terkendali paling lama beberapa detik sampai menit
- Spasme sering meski sadar, terutama bila dipicu sentuhan, suara, atau cahaya
- Bayi tetap sadar meski menangis kesakitan selama ada spasme otot berulang
- Trismus (kaku rahang, mulut tidak bisa dibuka)
- Bibir mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
- Perut teraba keras
- Opistotonus (ada sela antara punggung bayi dengan alas saat bayi ditidurkan)
- Gerakan tangan seperti meninju dan mengepal (spastik anggota gerak boxing
position)
PPM IDAI 2009
Pemeriksaan penunjang
• Umumnya penegakkan diagnois bisa hanya dari
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) yang
cukup khas
• Bila meragukan bisa dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk membedakan dengan diagnosis
banding sepsis neonatal atau meningitis:
– Pungsi lumbal
– Pemeriksaan darah rutin
– Kultur darah dan sensitivitas antibiotik
• Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT
• Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut
• Jawaban: C. Hipernatremia
• Bayi baru lahir dengan berat rendah memiliki resiko untuk
mengalami gangguan elektrolit. Pada bayi dengan berat
1.000 - 1.500 gr, jumlah cairan yang dibutuhkan meningkat
akibat peningkatan insensible water loss dan berkurangnya
berat badan. Pada kasus ini anak memiliki berat badan
kurang dan minum ASI dalam jumlah yang tidak
mencukupi, sehingga terjadilah dehidrasi dan akibatnya
terjadi hipernatremia. Hal ini juga didukung dengan adanya
penurunan BB> 10% dari BB lahir. Gejala yang muncul pada
hipernatremia bervariasi mulai dari iritabilitas, kejang,
hingga letargi. Pada kasus ini hipoglikemia sudah dapat
disingkirkan karena anak tidak memiliki resiko hipoglikemia
yaitu berat badan yang besar dan lahir dari ibu yang
diabetes.
34. Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB)
Stadium Characteristic
Early-onset VKDB usually occurs during first 24 hours after birth. Baby born of
mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic VKDB Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Bleeding commonly occurs in the umbilicus, gastrointestinal
(GI) tract (ie, melena), skin, nose, surgical sites (ie, circumcision)
and, uncommonly, in the brain.
Late-onset VKDB / Late-onset vitamin K deficiency bleeding usually occurs
APCD (acquired between age 2-12 weeks; however, it can be seen as long as 6
prothrombin months after birth. This disease is most common in breastfed
complex disorder) infants who did not receive vitamin K prophylaxis at birth.
More than half of these infants present with acute intracranial
hemorrhages
Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
• Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD)
dengan Perdarahan Intrakranial merupakan
kelanjutan dari VKDB (late onset VKDB)
• Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
• Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
• 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
• Jawaban: D. Laringoskopi
• Keluhan sesak napas dan stridor kronik (karena
sudah timbul dari 2 bulan lalu) yang berkurang
bila anak tidur miring atau memakai bantal yang
timbul saat berbaring dan berkurang jika posisi
miring merupakan gejala laringomalasia yang
terjadi akibat kelemahan pada anatomi saluran
napas atas. Pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan adalah laringoskopi untuk melihat
bentuk epiglottis. Pada laringomalasia epiglottis
berbentuk seperti omega.
35. Laringomalasia
• Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
• Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
• Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
• Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
• Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
Laringoskopi
• Indirect laryngoscopy uses mirrors, glass prisms, fiberoptic
glass rods, or microchip cameras to view the larynx and
hypopharynx with the patient’s head and neck in a neutral
position. The image obtained from indirect laryngoscopy is
viewed after it has been reflected and/ or transmitted by
one of the previously mentioned systems.
• Direct laryngoscopy, on the other hand, is performed with
the neck flexed forward while the head is extended on the
atlanto-occipital joint. The tongue is displaced either
laterally or anteriorly. This position affords a direct line-of-
sight for visualization through an open mouth to the larynx.
SOAL NO 36
• Pasien laki-laki berusia 5 tahun memiliki
benjolan di rahang disadari sejak 1 minggu
terakhir. Pada pemeriksaan teraba adanya
massa pada regio mandibula, submandibula,
dan maxilla. Dokter memutuskan untuk
melakukan FNAB. Kemudian sediaan diperiksa
di bawah mikroskop dan diperoleh gambaran
pola starry sky, limfosit ukuran sedang
dengan mitosis cukup. Apakah diagnosis yang
tepat pada kasus ini?
A. Ameloblastoma
B. Neuroblastoma
C. Burkitt’s lymphoma
D. Hodgkin’s lymphoma
E. Limfadenitis tb
1. Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most
common form of childhood malignancy in this area. The patients
characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of
the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.
349
Burkitt’s Lymphoma
• The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei
are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The
chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick.
• The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a
prominent starry sky pattern is the rule, although by no means
pathognomonic.
• In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’,
forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on
each other.
• Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous
reaction.
• Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)
350
Limfoma Hodgkin
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Pembengkakan yang tidak nyeri • Limfadenopati, dapat sebagian
dari 1 atau lebih kelenjar getah ataupun generalisata dengan
bening superfisial. Pada 60-80% predileksi terutama daerah
kasus mengenai kelenjar getah servikal, yang tidak terasa nyeri,
bening servikal, pada 60% kasus diskret, elastik, dan biasanya
berhubungan dengan keterlibatan kenyal
mediastinum • Splenomegali
• demam hilang timbul (intermiten) • Gejala-gejala penyakit paru (bila
• Berkeringat malam yang terkena kelenjar getah
• Anoreksia, penurunan berat bening mediastinum dan hilus)
badan • Gejala-gejala penyakit susunan
• Rasa lelah saraf (biasanya muncul lambat).
DD: Ameloblastoma
• Tumor jinak odontogenic yang
berasal dari lamina dental
pada daerah mandibula
• Gejala klinis khas: benjolan
keras tanpa nyeri di daerah
mandibula
• Predileksi terutama pada area
molar 3
• Pada beberapa kasus dapat
juga berada di maxilla
Neuroblastoma
• Neuroblastoma adalah tumor • Gejala dan tanda tergantung pada lokasi tumor
yang berasal dari jaringan neural primer dan penyebarannya.
crest dan dapat mengenai
– Pembesaran perut. Tumor di daerah abdomen,
susunan saraf simpatis sepanjang
pelvis atau mediastinum, dan biasanya
aksis kraniospinal.
Neuroblastoma melewati garis tengah.
• Neuroblastoma merupakan – Pada penyebaran limfogenik akan ditemukan
kanker ekstrakranial yang paling pembesaran kelenjar getah bening
sering ditemukan pada anak,
mencakup 8-10% dari seluruh – Cari penyebaran hematogenik ke sumsum
kanker pada anak. tulang, tulang, dan hati akan ditemukan pucat,
perdarahan, nyeri tulang, hepatomegali, dan
• Angka kejadian sekitar 1,1 per
splenomegali.
10.000 anak di bawah usia 15
tahun – Tumor yang berasal dari ganglia simpatis
paraspinal dapat menimbulkan kompresi spinal
• Etiologi belum diketahui, diduga
berhubungan dengan faktor – Bila tumor menyebar ke daerah leher akan
lingkungan, ras dan genetik terjadi sindrom Horner (miosis, ptosis, dan
anhidrosis unilateral).
– Bila infiltrasi retrobulbar dan orbital maka akan
ditemukan ekimosis periorbital dan proptosis.
SOAL NO 37
• Pasien anak laki – laki berusia 4 tahun datang
dibawa ibunya ke RS dengan keluhan timbul
bercak-bercak merah pada kulitnya. Awalnya
pasien demam dan batuk pilek sekitar 10 hari
yang lalu. Pemeriksaan Fisik anak tampak CM, TD
100/70, nadi 94x/menit, nafas 20x/menit, suhu
afebris, petekie dan purpura pada keempat
ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium
rutin didapatkan Hb 11,4 g/dl, leukosit
6300/mm3, trombosit 10.000/mm3. Bagaimana
pathogenesis terjadinya kasus diatas?
A. Penurunan secara X linked resesif sebabkan kurangnya
faktor VIII
B. Aktivasi sistem koagulasi darah berlebih sebabkan
gangguan organ
C. Berkurangnya jaringan hemopoietik
D. Terdapat autoantibodi terhadap GP IIB/IIIA
E. Pewarisan secara autosomal dominan sebabkan
penurunan produksi VWF
Β-Thalassemia syndromes
α-Globin Genes Hb A Hb A2 Hb F Transfusions
Transcribed
Normal Homozygous β 97–99% 1–3% <1%
Papadakis MA, McPhee SJ. Current Medical Diangnosis and Treatment.2014. New York : McGraw-Hill Companies
http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc
/patient-site/alpha-thalassemia-
Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait
NB: need
two genes
(one from
each parent)
to make
enough beta
globin
protein
chains.
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Tata laksana thalassemia
• Transfusi darah, indikasi pertama • Splenektomi jika memenuhi
kali jika: kriteria
– Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x • Splenomegali masif
berurutan dengan jarak 2 minggu • Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
– Hb>7 disertai gejala klinis spt facies ml/kg/tahun
cooley, gangguan tumbuh kembang
• Transplantasi (sumsum tulang, darah
• Medikamentosa
umbilikal)
– Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari • Fetal hemoglobin inducer
– Kelasi besi menurunkan kadar (meningkatkan Hgb F yg membawa
Fe bebas dan me<<< deposit O2 lebih baik dari Hgb A2)
hemosiderin). Dilakukan Jika
Ferritin level > 1000 ng/ul, atau 10- • Terapi gen
20xtransfusi, atau menerima 5 L
darah.
– Vitamin E (antioksidan karena
banyak pemecahan eritrosit
stress oksidatif >>)
– Vitamin C (dosis rendah, pada
terapi dengan deferoxamin)
• Nutrisi: kurangi asupan besi
• Support psikososial
Indikasi transfusi darah pada
Thalasemia
KOMPLIKASI THALASSEMIA
• Infection
• chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium
Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF
• Endokrinopati
– Impaired carbohydrate metabolism
– Pertumbuhan : short stature, slow growth rates
– Delayed puberty & hypogonadism infertility
– Hypothyroidism & hypoparathyroidism
– osteoporosis
• Liver:
– cirrhosis due to infection and iron load
– Bleeding: disturbances of coagulation factors
SOAL NO 39
• Seorang anak laki-laki usia 13 tahun datang ke RS
dengan keluhan lemas dan pucat sejak 1 minggu
yang lalu. Terdapat perdarahan di bawah kulit.
Anak tampak anemis, terdapat ekimosis. Pada
pemeriksaan fisik hepar dan lien teraba
membesar. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium Hb 7 gr/dL,
trombosit 40.000, leukosit 120.000. Pada
pemeriksaan hapusan darah tepi terdapat
limfoblast homogen dengan nucleus regular,
serta kromatin homogen. Apa diagnosis yang
mungkin?
A.AML
B.ALL L1
C.ALL L2
D.ALL L3
E. Hemofilia
• Jawaban: B. ALL L1
• Pada kasus di atas ditemukan keluhan anak pucat dan lemas disertai temuan
perdarahan bawah kulit serta pembesaran hepar dan lien. Leukositosis 120 ribu,
serta anemia dan trombositopenia dapat arahkan pada kondisi leukemia. Apusan
darah tepi yang menunjukkan adanya limfoblast menunjukkan kondisi ALL, dimana
sel blast homogen dengan nucleus rehuler serta kromatin homogen mengarahkan
pada klasifikasi L1 berdasarkan FAB (Frech-American-British). Pada AML biasanya
ditemukan auer rods yang khas.
• Klasifikasi ALL berdasarkan FAB:
• ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular nuclear shape,
small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to moderate basophilia
• ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin, an irregular
nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of cytoplasm, and variable
basophilia
• ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin; regular nuclei;
prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic cytoplasm. The most
distinguishing feature is prominent cytoplasmic vacuolation
39. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly may Grows quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
AML VS ALL
AML ALL
• Jawaban: D. F. IX <1%
• Pada kondisi diatas kondisi hamartrosis spontan tanpa riwayat trauma dan
berulang sejak anak aktif merangkak dapat mengarahkan pada kondisi
hemophilia. Kondisi terdapat perdarahan sendi spontan berulang yang
mengarahkan pada kondisi hemophilia berat, dimana faktor VIII
(hemophilia A) atau faktor IX (hemophilia B) kadarnya kurang dari 1%.
Klasifikasi hemophilia berdasarkan level plasma prokoagulan adalah
sebagai berikut:
• Hemophilia berat (F VIII atau F IX < 1%): gejala biasanya mulai muncul
pada usia di bawah 1 tahun, dengan frekuensi perdarahan 2-4x/ bulan,
dan bersifat spontan
• Hemophilia sedang (F VIII atau F IX 1-5%): gejala biasanya mulai muncul
pada usia 1-2 tahun dengan frekuensi perdarahan 4-6 x/tahun, berkaitan
dengan trauma minor
• Hemofilia ringan (F VIII atau F IX sebanyak 5-40%): gejala biasanya lambat
di sadari, muncul pada usia di atas 2 tahun, bahkan baru diketahui saat
remaja; perdarahan biasanya disebabkan karena trauma mayor dan jarang
berkaitan dengan sendi.
40. Hemofilia
• Hemophilia merupakan kelainan hematologi yang
bersifat diturunkan yang paling banyak dijumpai.
• Terdapat 3 tipe:
– Hemophilia A : defisiensi faktor VIII (tersering)
– Hemophilia B : defisiensi factor IX (christmas disease)
– Hemophilia C : defisiensi faktor XI
• Penyakit ini diturunkan dengan sifat X linked resesif
(gen faktor VIII/IX berada di distal lengan panjang (q)
dari kromosom X
• Gejala mulai muncul saat pasien sudah bisa
merangkak
• Perempuan hanya sebagai karier/pembawa gen
Epidemiologi
• Insidensi:
- hemophilia A (± 85%) 1 : 5,000 – 10,000 laki-laki
(atau 1 : 10,000 dari laki-laki yang lahir hidup)
- hemophilia B (± 15%) 1 : 23,000 – 30,000 laki-laki
(atau 1 : 50,000 dari laki-laki yang lahir hidup)
• Sekitar 70% penderita hemofilia memiliki riwayat
keluarga yang memiliki penyakit kelainan pada
pembuluh darah
• Manifestasi klinisnya terbagi dalam 3 derajat: mild,
moderate, severe
5-40% (emedicine)
Blood component replacement therapy
factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (ml)
fresh-frozen plasma ~ 0,5 ~ 0,6 200
cryoprecipitate ~ 4,0 - 20
factor-VIII concentrate 25 - 100 - 10
factor-IX concentrate - 25 - 35 20
• Jawaban: D. Kloramfenikol
• Konjungtiva pucat menunjukkan anemia, keluhan
memar akibat trombositopenia, ditambah
dengan temuan laboratorium berupa neutrofilia
(menandakan penekanan terhadap pembentukan
leukosit) dan trombositopenia menunjukkan
adanya supresi sumsum tulang belakang. Hasli
pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
menunjukkan sel lemak yang menegakkan
diagnosis berupa anemia aplastik. Antibiotika
kloramfenikol merupakan salah satu obat yang
bisa menyebabkan anemia aplastik.
41. Anemia Aplastik
Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia
Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79
APLASTIC ANEMIA:
• Failure of two or more cell lines
• Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia
(pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow
• Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic
tissue inability to produce mature cells for
discharge into the bloodstream
• no hepatomegaly; no splenomegaly; no
lymphadenopathy;
• Hallmark: peripheral pancytopenia with
hypoplastic/ aplastic bone marrow
CLASSIFICATION:
• Idiopathic
• Secondary:
– idiosyncratic drug reaction
– chemical exposure
– infectious hepatitis
– paroxysmal nocturnal haemoglobinuria
• Constitutional (inherited/congenital)
– Diamond-Blackfan syndrome
– Shwachmann-Diamond syndrome
– Fanconi anemia
– Dyskeratosis Congenita
– TAR (thrombocytopenia with absent radii)
– Amegakaryocytic thrombocytopenia
ACQUIRED APLASTIC ANEMIA - CAUSES
• Radiation • Immune diseases:
• Drugs and chemicals – eosinophilic fascitis
– chemotherapy – thymoma
– Benzene • Pregnancy
– Chloramphenicol: • PNH
idiosyncratic; sudden onset
after several months; 1 of • Marrow replacement:
every 20,000, irreversible – leukemia
– organophosphate – Myelofibrosis
• Viruses: – myelodysplasia
– CMV
– EBV
– Hep B, C,D
– HIV
CLINICAL FEATURES
RBC (anemia)
• Progressive and persistent pallor
• Anemia related symptoms
WBC (Leucopenia/neutropenia)
• Prone to infections - Pyodermas, OM, pneumonia, UTI, GI
infections, sepsis
Platelets (Thrombocytopenia)
• Petechiae, purpura, ecchymoses
• Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed
• Intracranial bleed-headache, irritability, drowsiness, coma
Blood picture:
• Anemia-normocytic, normochromic
• Leukopenia (neutropenia)
• Relative lymphocytosis
• Thrombocytopenia
• Absolute reticulocyte count low
• Mild to moderate anisopoikilocytosis
Gold Standard
PJB
Asianotik Cyanotic
4 Aboulhosn JA, Child JS. Congenital heart disease in adults. In: Fuster V, Walsh RA, Harrington RA. Hurst’s the heart. 13thed.
New York, McGraw-Hill, 2011. p.1884-909
Manifestasi Klinis
• Neonatus asimtomatik bila terdapat PDA
atau koarktasio tidak berat
• Balita dan Anak diagnosis sulit bila pasien
asimtomatik dan koarktasio ringan
• Dapat timbul nyeri dada, ekstremitas dingin,
dan klaudikasio saat aktivitas fisik.
• Gagal jantung jarang terjadi setelah periode
neonatus
Manifestasi Klinis (2)
Pemeriksaan fisik:
• Temuan klasik:
– hipertensi sistolik pada ekstremitas atas atau tekanan
darah sistolik pada ekstremitas bawah lebih rendah
dibandingkan brakial atau dapat pula terjadi
– Pulsasi femoral tidak ada atau melemah atau
terlambat munculnya (delay) dibandingkan dengan
pulsasi brakial
• Sianosis diferensial akibat koarktasio berat atau
pirau kanan ke kiri pada PDA menuju aorta
torakalis desenden
• Dapat terjadi gagal jantung
• Pucat, rewel, diaforesis, sesak
• Hepatomegali
Management Strategies
• Medical therapy:
- Hypertension controlled by β-blocker, ACEI, or
ARB (first line)
- The choice of β-blocker or vasodilators
influenced by aortic root size, presence of AR
or both.
• Surgical therapy
3 Deanfield J, Thaulow E, Warnes C, Webb G, Kolbel F, Hoffman A. Management of grown up congenital heart disease: the
task force on the management of grown up congenital heart disease of the european society of cardiology. Eur Heart J 2003;
24: 1035-84
Indications for operation
1. Reduction of luminal diameter greater
than 50% at any age
2. Upper body hypertension over 150mmHg
in young infant (not in heart failure)
3. CoA with congestive heart failure
at any age
SOAL NO 43
• Pasien anak perempuan berusia 2 tahun datang ke IGD
RS dibawa orangtuanya karena tampak sesak napas
memberat sejak 3 hari terakhir. Anak sebelumnya juga
alami demam, disertai batuk dan pilek. Pada
pemeriksaan fisik anak tampak kompos mentis, RR
60x/menit, terdapat nafas cuping hidung, retraksi iga
(+), penggunaan otot bantu napas substernal (+). Suhu
39 derajat. Pada pemeriksaan darah tampak adanya
leukositosis dan hitung jenis kesan shift to the left.
Pemeriksaan radiologis tampak adanya bercak
infiltrate di kedua lapang paru. Apakah diagnosis
kasus tersebut yang sesuai?
A.Bronkopneumonia
B.Tuberculosis paru
C.Asma Bronkial
D.Bronkitis Akut
E. Bronkiolitis
• Jawaban: A. Bronkopneumonia
• Pada kasus anak dengan demam, batuk, dan pilek disertai sesak napas sejak 3 hari
mengarahkan kecurigaan adanya infeksi pada saluran pernapasan. Pemeriksaan
fisik yang menunjukkan penggunaan otot bantu napas serta napas cuping hidung
serta RR 60x/menit menandakan bahwa sesak yang terjadi cukup berat.
Pemeriksaan lab yang menunjukkan kesan shift to the left menunjukkan bahwa
etiologi kasus ini adalah suatu infeksi bakteri sehingga ditambah adanya temuan
bercak infiltrate pada paru lebih mungkin merupakan suatu bronkopneumonia.
Bronkiolitis tidak menjadi pilihan karena selain tidak ditemukan adanya wheezing,
pada bronkiolitis disebabkan oleh infeksi virus sehingga seharusnya tidak terjadi
fenomena shift to the left. Asam bronkial juga tidak menjadi pilihan mengingat
biasanya akan ditemukan wheezing dan serangan asma akut dapat terjadi tiba tiba,
serta ada gambaran hiperinflasi pada pemeriksaan radiologi. Sementara pada
bronchitis akut, biasanya pada anak anak paling sering berhubungan dengan
infeksi virus saluran napas bawah, serta akan ada keluhan batuk produktif bahkan
bisa disertai posttusive emesis, serta pada pemeriksaan radiologi bisa ditemukan
adanya penebalan peribronkial. Diagnosis bronkitis merupakan diagnosis
pereksklusionam, artinya diagnosis lain harus disingkirkan terlebih dahulu.
43. Pneumonia dan Bronkopneumonia
• Peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
• Bronchopneumoia merupakan inflamasi yang tidak hanya melibatkan alveolus
dan bronkiolus, melainkan juga bronkus dan melibatkan >1 lobus yang terjadi
terutama pada anak usia ≤ 2 tahun.
Etiologic Agents Grouped By Age Of The Patient
Age group Frequent Pathogens (In order of Frequency)
Neonates (<3 wk) Group B streptococcus, Escherichia coli, other gram negative bacilli, Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae (type b)
3 wk-3 mo Viral: Respiratory syncytial virus, other respiratory viruses (parainfluenza viruses, influenza
viruses, adenovirus),
Bacterial: S. pneumoniae, H. influenzae (type b); if patient is afebrile, consider Chlamydia
trachomatis
4 mo- 4 yr Viral: Respiratory syncytial virus, other respiratory viruses (parainfluenza viruses, influenza
viruses, adenovirus),
Bacterial: S. pneumoniae, H. influenzae (type b), Mycoplasma pneumoniae, group A
streptococcus
≥5 yr M. pneumoniae, S. pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, H. influenzae (type b), influenza
viruses, adenovirus, other respiratory viruses, Legionella pneumophila
Sumber : Kllegman RM, Staton BF, Schor N,et all. Nelson Texbook of Pediatrics. 19th edition. New York : Saunders; 2011.
Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Pneumonia
• Hubungan antara diagnosis klinis dan
Klasifikasi-Pneumonia (MTBS)
Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di
Kabupaten/Kota.
Klasifikasi Pneumonia (WHO) dan kriteria rawat inap
Kriteria rawat inap
Pneumonia Ringan
• Dx disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
• Napas cepat:
• pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
• pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
• Tx rawat jalan, beri antibiotik : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.
Pneumonia Berat
• Dx Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
• Kepala terangguk-angguk
• Pernapasan cuping hidung
• Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
• Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi)
• Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
• Napas cepat
• Suara merintih (grunting) pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar : Crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara
pernapasan bronkial
• Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai: Tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, Kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat.
Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota.
Tatalaksana
Pneumonia Berat
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari.
Sumber :WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS. Pedoman Bagi RS Rujukan Tk I di Kabupaten/Kota.
Bronchitis akut
• Gejala yang terdapat pada bronchitis akut berupa demam dan malaise, yang
terjadi setelah atau tanpa didahului oleh infeksi saluran napas atas (ISPA).
• Jika diawali oleh ISPA, biasanya setelah 3-4 hari anak akan mulai mengalami
batuk kering yang semakin lama semakin sering dan mulai menjadi produktif
(berdahak). Batuk kemudian akan bertahan selama 1-3 minggu.
• Dahak yang dihasilkan awalnya berwarna keputihan dan lama kelamaan bisa
menjadi purulen. Karena anak cenderung menelan dahaknya, maka seringkali
bisa terjadi emesis.
• Batuk yang semakin sering pada anak juga meningkatkan kerja dari otot-otot
dada sehingga anak seringkali juga mengalami nyeri pada area dada selama 5-
10 hari, namun keluhan ini akan perlahan-lahan hilang apabila batuk juga sudah
berkurang.
• Seluruh episode ini biasanya akan hilang setelah 2 minggu, atau bisa bertahan
sampai lebih dari 3 minggu namun <3 bulan.
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics
Bronchitis akut
• Pemeriksaan fisik pada beberapa hari pertama dapat tidak ditemukan
kelainan, namun saat sudah semakin berkembang (batuk menjadi
lebih sering dan produktif) dapat ditemukan rhonki maupun
wheezing.
• Pada pemeriksaan radiologi thorax juga tidak spesifik, hanya
menunjukkan peningkatan corakan bronkovaskular
• Hal yang perlu digarisbawahi untuk bronchitis adalah menyingkirkan
kemungkinan lain terlebih dahulu (pneumonia, asma, dll)
• Tatalaksana: tidak ada terapi spesifik, hanya konservatif. Dapat
diberikan antibiotik jika memang terbukti ada infeksi bakteri.
Penggunaan antitusif dapat digunakan namun pertimbangkan
kemungkinan pembentukan supurasi oleh karena pengeluaran
sputum ditekan
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics
SOAL NO 44
• Anak laki laki berusia 12 tahun dibawa ke dokter
Puskesmas karena batuk selama 4 minggu tidak
kunjung membaik. Keluhan sesak disangkal. Anak
juga alami demam naik turun selama 2 minggu
terakhir. Anak tampak lebih kurus selama sakit,
tidak diketahui turun berapa kilogram. Diketahui
ibu pasien sedang jalani pengobatan paru TB
bulan kedua. Pada pemeriksaan fisik tampak
pembesaran KGB colli dan ronki dikedua lapang
paru. Dari grafik WHO BB/U anak < -2SD.
Pemeriksaan penunjang lanjutan apa yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis?
A.Tuberculin
B.Pewarnaan gram
C.Pewarnaan ZN
D.X-foto thoraks
E. LED
• Jawaban: C. Pewarnaan ZN
• Pada soal tersebut disebutkan anak usia 12 tahun dengan
kecurigaan TB mengingat anak ada klinis batuk >2 minggu, demam
> 2 minggu, kurus (BB/U < -2SD), serta ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening, dan resiko kontak dengan penderita TB.
Jawaban yang paling tepat untuk pemeriksaan penunjang
diutamakan untuk penegakkan diagnosis adalah pewarnaan ZN
(Ziehl Neelsen) karena sesuai di rekomendasi TB anak nasional
tahun 2016 dijelaskan bahwa pemeriksaan yang dikerjakan pada
anak dengan satu atau lebih gejala khas TB (Pada kasus ini batuk 4
minggu dan demam 2 minggu) disarankan pemeriksaan
mikroskopis/TCM TB atau konfirmasi bakteriologis. Jika tidak dapat
dikerjakan maka baru dilakukan sistem skoring, yang salah satu
poinnya adalah tes tuberkulin dan foto thoraks
44-46. Tuberkulosis pada anak
• Pada umumnya anak yang terinfeksi tidak
menunjukkan gejala yang khas
over/underdiagnosed
• Batuk BUKAN merupakan gejala utama TB
pada anak
• Pertimbangkan tuberkulosis pada anak jika :
– BB berkurang dalam 2 bulan berturut-turut
tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh
– Demam sampai 2 minggu tanpa sebab yang jelas
– Batuk kronik 3 ≥ minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa
Tuberkulosis pada anak
Time after
primary infection Clinical Manifestation
2 – 3 months Fever of Onset
Erythema nodosum
Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive
Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 – 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion
6 – 24 months Osteo-articular TB
TB RO: kontakTB
tersangka resisten
Obat (RO) atau
terbukti resisten Obat
Profilaksis TB pada Anak
KETERANGAN
• ILTBInfeksi Laten TB
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari
selama 6 bulan.
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala
TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera
dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke
regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan
pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
pengobatan profilaksis dengan INH selesai.
SOAL NO 45
• Pasien anak perempuan berusia 3 tahun datang
diantar ibunya ke puskesmas untuk kontrol ulang
setelah melakukan tes tuberculin 2 hari yang lalu.
Sebelumnya anak disarankan untuk melakukan tes
tuberculin oleh dokter karena pasien mengalami panas
selama 3 minggu disertai batuk, serta kakek pasien
yang tinggal serumah diketahui sedang menjalani
pengobatan TB selama 3 bulan. Pada pemeriksaan
didapatkan hasil indurasi sebesar 15 mm. Anak
sebelumnya sudah peroleh vaksin BCG saat usia 2
bulan. Maka interpretasi yang sesuai dengan hasil
tersebut adalah…
A.Reaksi indurasi karena imunosupresi
B.Reaksi vaksinnya
C.Infeksi mycobacterium tuberculosis
D.Bukan infeksi mycobacterium tuberculosis
E. Limfadenitis tuberculosis
• Jawaban: A
• Adanya nomenklatur kromosom 45 + XO merupakan kondisi yang ditemukan pada
sindrom turner. Pada sindrom turner umumnya hanya mempengaruhi perempua,
serta ada temuan klinis tumbuh pendek, kelainan jantung pada 1/3 kasus
(misalnya coarctatio aorta), dan hipofungsi ovarium sehingga biasanya pasien
dengan kondisi ini infertile. Pada opsi lainnya:
• SIndrom Klinefelter 47, XXY tidak diwariskan, pasien akan alami kriptorkidismus,
hipospadia, atau mikropenis, testis kecil, pubertas terlambat, ginekomastia,
infertilitas (pada laki-laki saja)
• Sindrom Down trisomy 21 tidak diwariskan, pasien akan tampak mikrosedal,
hypotonus, flattened nose, single palm crease, upward slanting eyes, bisa ada
defek jantung (misalnya ASD atau VSD)
• SIndrom Marfan 3 dari 4 kasus diturunkan, aka nada mutase fibrilin sehingga
pasien akan tampak sangat fleksibel (jari jari dan sendi), kurus, ekstremitas
panjang, tinggi, scoliosis, pectus karinatum atau ekskavatum
• Sindrom Fragile X diturunkan secara X linked dominan, biasanya sebabkan
gangguan belajar dan cognitive impairment, laki laki biasanya lebih berat
dibanding perempuan
48. Kelainan Kromosom & Sindrom
Turner
The most common feature is short stature, which becomes
evident by about age 5. Ovarian hypofunction. Many
affected girls do not undergo puberty and infertile.
Sindrom About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back
turner of the neck, limfedema ekstrimitas, skeletal abnormalities,
45 + XO or kidney problem, 1/3 have heart defect, such as
noninherit coarctation of the aorta.
ed
Most of them have normal intelligence. Developmental
delays, nonverbal learning disabilities, and behavioral
problems are possible
Sindrom Turner (45 + XO)
• The most common feature is short stature, which
becomes evident by about age 5.
• Ovarian hypofunction.
• Many affected girls do not undergo puberty and
infertile.
• About 30 % have webbed neck, a low hairline at the
back of the neck, limfedema ekstrimitas, skeletal
abnormalities, or kidney problem,
• 1/3 have heart defect, such as coarctation of the aorta.
• Most of them have normal intelligence.
• Developmental delays, nonverbal learning disabilities,
and behavioral problems are possible
• Possible symptoms in young infants include:
Swollen hands and feet
Wide and webbed neck and a low or indistinct
hairline
Clinical features
• Short stature (143-145cm tall)
• Loss of ovarian function
• Hormone imbalances( thyroid, diabetes)
• Stress and emotional deprivation
• Diseases affecting the kidneys, heart, lungs or intestines
• Bone diseases
• Learning problems( esp. in maths)
• A heart murmur, sometimes associated with narrowing of the aorta.
• A tendency to develop high blood pressure (so this should be checked regularly).
• Scoliosis occurs in 10 percent of adolescent girls
• The thyroid gland becomes under-active in about 10 percent of women who have
Turner syndrome.
• Older or over-weight women with Turner syndrome are slightly more at risk of
developing diabetes.
• Osteoporosis can develop because of a lack of estrogen.
Sindrom
Turner
Diagnosis
• About half of the cases are diagnosed within the first few
months of a girl's life by the characteristic physical symptoms
.(swelling of the hands and feet, or a heart defect).
• Other patients are diagnosed in adolescence because they fail
to grow normally or go through puberty.
• When the doctor suspects Turner syndrome, a blood sample
can be used to make a karyotype and the diagnosis can be
confirmed.
• Prenatal diagnosis:
– Turner syndrome may be diagnosed during pregnancy with a chorionic
villus sampling (CVS) or amniocentesis.
– Alternatively, an ultrasound can identify the disorder by its physical
symptoms before the baby is born (signs of underdevelopment).
SOAL NO 49
• Seorang anak perempuan berusia 7 bulan datang
dibawa ke dokter karena tampak sesak napas sejak 1
hari yang lalu. Anak sebelumnya juga alami batuk dan
pilek. Anak alami demam, namun tidak terlalu tinggi
sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak
adanya RR 56x/menit, napas cuping hidung dan
retraksi dada. Pada auskultasi paru ditemukan adanya
wheezing di kedua lapang paru. Pada pemeriksaan
radiologi tampak adanya paru hiperlusen dan
hiperekspansi ditandai dengan diafragma datar.
Apakah diagnose yang paling mungkin untuk kasus
diatas?
A.Bronkopneumonia
B.Bronkiolitis
C.Bronchitis kronis
D.Tuberkulosis paru
E. Asma
• Jawaban: B. Bronkiolitis
• Keluhan sesak disertai batuk dan demam tidak terlalu tinggi, serta retraksi dada, pernafasan cuping
hidung dan wheezing pada anak di bawah 2 tahun mengarahkan diagnosis pada bronkiolitis. Hal ini
didukung pula dengan temuan radiologi adanya hiperlusen dan hiperkespansi paru. Bronkiolitis
merupakan infeksi pada saluran nafas bagian bawah yang disebabkan oleh infeksi virus RSV (paling
sering), maupun virus lain seperti adenovirus hingga influenza.
• Pada opsi lainnya:
• Bronkopneumonia, maka gambaran radiologi akan ada bercak infiltrate di kedua paru pada satu
atau lebih dari satu lobus pada gambaran radiologis, sementara klinis anak akan lebih tampak sakit
/ “toxic”, bisa lebih ada demam yang tinggi disbanding bronkiolitis, serta jarang ada wheezing
• Bronkitis, maka keluhan anak lebih pada batuk produktif serta pada pemeriksaan radiologis akan
ada penebalan peribronkial
• Asma maka akan tampak hiperinflasi paru serta tampak dinding bronkus lebih tebal, serta dari
gejala biasanya ada periodisitas, dimana umumnya aka nada wheezing berulang pada anak usia > 2
tahun serta riwayat atopi pada anak atau keluarga
• Tuberkulosis paru pada anak umumnya bisa secara klinis dibantu menggunakan skoring TB, anak
bisa tidak naik berat badan atau berat badan sesuai usia kurang, demam lebih dari 2 minggu, serta
batuk.
49. Bronkiolitis
Tampak hiperinflasi dengan diafragma yang mendatar dan opasifikasi pada paru kanan (lingkaran merah)
Tampat atelektasis (lingkaran biru). Obviously, the same changes can be seen in the x-ray of a child with acute asthma. This
is one reason why children with acute asthma are often misdiagnosed as having pneumonia.
Bronchopneumonia
Pneumonia Lobaris
Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
Tatalaksana
Bronkiolitis
• Penyakit Ringan:
– Terapi simtomatis
• Penyakit sedang-berat:
– Tatalaksana life support O2 dan IVFd
– Etiologi: Terapi antivirus jarang tersedia,
antibiotik bila ternyata etiologinya bakteri
– Terapi simtomatik:
• Bronkodilator kontroversial namun masih bisa
diberikan dengan alasan terjadinya inflamasi serta
bronkospasme dan meningkatkan mukosiler
• Kortikosteroid kontroversial (tidak efektif)
SOAL NO 50
• An. King Arthur Pendragon berusia 12 tahun dibawa orangtuanya
ke RS dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu. Anak demam
meningkat terutama pada sore hingga malam hari. Saat ini demam
sangat tinggi, anak merasa lemas, dan nyeri kepala. Anak juga
mengatakan belum BAB sejak 5 hari yang lalu. Keadaan umum
anak tampak sakit sedang. Kesadara compos mentis, tanda vital
didapatkan TD 110/80 mmHg, Suhu aksila 39oC, Nadi 86x/menit,
napas 22x/menit. Pemeriksaan fisik terdapat coated tongue, tidak
ditemukan adanya organomegaly. Pada pemeriksaan laboratorium
Hb 12.6 g/dL; Ht 36%; Leukosit 4600; Trombosit: 200000. Tes
Widal: Titer typhi O: 1/640 Titer typhi H: 1/320, S. parathypi (-).
Bila akan dilakukan pemeriksaan kultur, media pembiakan apa yang
dianjurkan?
A.Empedu sapi
B.Kuning telur
C.Agar darah
D.Agar saboroud
E. Media tinsdale
Rose spot
Clinical features
• Step ladder fever in the first week, the persist
• Abdominal pain
• Diarrhea/constipation
• Headache
• Coated tongue (lidah tifoid: bagian tengah kotor, pinggir hiperemis)
• Hepatosplenomegaly
• Rose spot
– salmon-colored, blanching, truncal, maculopapules usually 1-4 cm wide and
fewer than 5 in number; these generally resolve within 2-5 days.
– These are bacterial emboli to the dermis and occasionally develop in persons
with shigellosis or nontyphoidal salmonellosis.
• Bradikardia relatif
• dicrotic pulse (double beat, the second beat weaker than the first)
• Crackles over the lung bases
• Typhoid state, which is characterized by apathy, confusion, and even
psychosis
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.
Pemeriksaan Penunjang
• Darah tepi perifer
– Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
– Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
• Pemeriksaan serologis
– Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
– Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
– Tubex Test
• Pemeriksaan biakan Salmonella
– The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
– Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4
• Pemeriksaan radiologis
– Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
– Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi) Pedoman Pelayanan Medis IDAI
Kultur Typhoid
• Bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum
tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di
dalam urine dan feses.
• Media pembiakan yang direkomendasikan untuk S.typhi adalah
media empedu (gall) dari sapi
• Media Gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S.
typhi dan S. paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.
• Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena
mempunyai sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat
pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama perjalanan
penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan.
– Prosedur terakhir ini sangat invasif sehingga tidak dipakai dalam
praktek sehari-hari.
Tes Widal:
Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.
• Sensitivitas 78%, spesifisitas 89%
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Sensitivity of Typhoid Cultures
Spesimen Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Pada pasien ini kriteria mayor berupa eritema marginatum, nodul subkutan dan migratory
poliartritis, sedangkan kriteria minor berupa demam serta pemanjangan interval PR pada EKG.
Pada opsi lainnya yakni polyarthritis migrans hanya jelaskan satu gejala pasien yakni nyeri sendi
berpindah pindah. Pada rheumatoid arthritis merupakan inflamasi sistemik kronik, mengenai
sendi sendi kecil, namun tidak disertai temuan kelainan lain seperti pada anak misalnya eritema
marginatum, hingga pemanjangan PR interval bersamaan. Sementara pada polymyalgia
rheumatica biasanya peradangan kronik dengan penyebab tidak diketahui yang umumnya dialami
individu usia lanjut, dengan ciri myalgia proksimal panggul dan bahu. Pada SLE terjadi inflamasi
kronik yang umumnya paling sering dialami wanita dan pada usia produktif, serta meskipun
dialami anak biasanya ada keluhan lain selain nyeri sendi misalnya saja malar rash (butterfy rash),
dan lainnya.
52. Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
• Pengobatan:
– Pencegahan dalam kasus faringitis GABHS: penisilin/
ampisilin/ amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin generasi I
– Dalam kasus demam rematik:
• Antibiotik: penisilin/eritromisin
• Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
• Untuk kasus korea: Antikonvulsan/neuroleptik (asam
valproat/fenobarbital/haloperidol/klorpromazin)
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman
RE. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Penyakit Jantung Rematik
• Sekuele demam reumatik akut yang tidak di-tx
adekuat
• Manifestasi 10-30 th pasca DRA
• Penyakit jantung katup
– MS: fusi komisura fish mouth
– AI + MS
– AS + AI + MS
Source: Valvular Heart Disease. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. 2007.
Sabatine MS. Pocket Medicine. 4th ed. 2011.
Rheumatic Fever - Treatment
• Bed rest 2-6 weeks(till inflammation subsided)
• Supportive therapy - treatment of heart failure
• Anti-streptococcal therapy - Benzathine penicillin(long acting)
1.2 million units once(IM injection) or oral penicillin V 2-
3x500 mg 10 days, if allergic to penicillin erythromycin 10
days or azithromycin 500 mg orally on day 1 followed by 250
mg orally on days 2 through 5 days (antibiotic is given even if
throat culture is negative)
• Anti-inflammatory agents: Aspirin/prednison
• Anti-inflammatory agents:
fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Antiinflamasi pada Demam rematik
• Terapi antiinflamasi harus segera dimulai setelah diagnosis demam
reumatik ditegakkan.
• Hanya artritis
– aspirin 100 mg/kg/ hari sampai 2 minggu
– dosis diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari seiama 2-3 minggu
berikutnya.
• Karditis ringan sampai sedang
– aspirin 100 mg/kg/hari dibagi 4-6 dosis seiama 4-8 minggu, tergantung
pada respons klinis
– Bila ada perbaikan maka dosis diturunkan bertahap seiama 4-6 minggu
berikutnya.
• Karditis berat dengan gagal jantung, AV blok total, kardiomegali
– Prednison 2 mg/kg/hari diberikan seiama 2 minggu dilanjutkan
dengan aspirin 75 mg/kg/hari.
Rheumatic Fever - Prevention
Secondary prevention – prevention of recurrent attacks
• Benzathine penicillin G 1.2 million units IM SD every 4 week
• Penicillin V 250 mg twice daily orally
• Or If allergic – Erythromycin 250 mg twice daily orally
Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics
• Anamnesis
Inflamasi sendi: gerakan sendi terbatas, nyeri bila digerakan dan
teraba panas.
Gejala yang sering pada anak kecil adalah kekakuan sendi pada pagi
hari.
Ekspresi nyeri pada anak lebih kecil bisa berupa perubahan postur
tubuh.
Pada awitan sistemik ditemukan demam tinggi intermiten selama 2
minggu atau lebih.
Gejala umum lain adalah tidak nafsu makan, berat badan menurun,
dan pada gejala yang berat bisa terjadi gangguan tidur di malam hari
karena nyeri.
• Pemeriksaan fisik
Sendi teraba hangat, biasanya tidak terlihat eritem
Pembengkakan atau efusi sendi
Gerakan sendi terbatas
Tipe awitan poliartritis: artritis lebih dari 4 sendi, biasanya
mengenai sendi–sendi jari dan simetris, dapat juga mengenai sendi
lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Pemeriksaan penunjang
• Diagnosis ARJ dapat ditegakkan secara klinis, beberapa
pemeriksaan imunologik tertentu dapat menyokong
diagnosis. Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang spesifik untuk ARJ.
• Pemeriksaan darah tepi: anemia ringan/sedang, Hb 7-10g/dl.
Leukositosis dengan predominasi netrofil. Trombositosis
pada tipe sistemik berat atau poliartritis sering dipakai
sebagai tanda reaktivasi ARJ.
• Petanda aktivitas penyakit antara lain adalah LED dan CRP
yang biasanya meningkat sesuai aktivitas penyakit.
• Pemeriksaan C3 dan komponen hemolitik meningkat pada
ARJ aktif.
Pemeriksaan penunjang (cont…)
• Faktor reumatoid jarang ditemukan pada ARJ, tetapi bila positif
biasanya dihubungkan dengan ARJ tipe poliartritis, anak lebih
besar, nodul subkutan, erosi tulang atau kondisi fungsional lebih
buruk.
• Pemeriksaan ANA positif terutama pada tipe oligoartritis
dengan komplikasi uveitis, lebih sering pada anak perempuan.
• Pencitraan dilakukan untuk memeriksa kerusakan sendi yang
terjadi.
– Kelainan radiologis pada sendi: pembengkakkan jaringan lunak sekitar
sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kadang-kadang dapat
ditemukan formasi tulang baru periosteal.
– Pada tingkat lebih lanjut (lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi
tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis
dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Kelainan
tulang juga dapat dideteksi dengan skintigrafi dan radio imaging.
Pilihan NSAID
• Asam asetil salisilat: dosis 75-90 mg/kgBB/hari dalam 3-4
kali pemberian; diberikan 1-2 tahun sampai gejala klinis
menghilang
• Namun perlu diingat bahwa penggunaan asam asetil
salisilat bersifat toksik pada anak, oleh karena itu
penggunaannya harus hati-hati dan sebaiknya
dikonsultasikan ke spesialis anak
• Naproksen: dosis 10-15mg/kgBB dibagi dua; diberikan
untuk mengontrol nyeri, kekakuan dan inflamasi pada
anak yang tidak responsif terhadap asam asetilsalisilat
atau sebagai pengobatan inisial.
• Analgetik lain: asetaminofen dapat bermanfaat
mengontrol nyeri dan demam terutama pada penyakit
sistemik namun tidak boleh diberikan jangka panjang
karena menimbulkan kelainan ginjal.
• Obat antireumatik kerja lambat seperti hidroksiklorokuin, preparat emas (oral
atau suntikan), penisilamin dan sulfasalazihanya diberikan untuk poliartritis
progresif yang tidak menunjukkan perbaikan dengan AINS.
• Hidroksiklorokuin dapat bermanfaat sebagai obat tambahan pada anak besar,
dosis awal 6-7mg/kgBB/hari, setelah 8 minggu diturunkan menjadi 5
mg/kgBB/hari. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh perbaikan
maka hidroksiklorokuin harus dihentikan.
• Kortikosteroid jika terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk
suntikan intra-artikular. Untuk sistemik berat yang tidak terkontrol diberikan
prednison 0,25-1mg/kgBB/hari dosis tunggal (maksimum 40 mg) atau dosis
terbagi pada keadaan yang lebih berat.
• Bila ada perbaikan klinistappering offstop.
• Kortikosteroid intra-artikular dapat diberikan pada :
Oligoartritis yang tidak berespons dengan ains
Terapi suportif untuk sendi yang sudah mengalami inflamasi dan kontraktur.
Poliartritis bila satu atau beberapa sendi tidak berespons dengan AINS.
• Triamsinolon heksasetonid merupakan pilihan dengan dosis 20-40 mg untuk
sendi besar.
SOAL NO 54
• Bayi perempuan berusia 6 jam tampak merintih
dan sulit menyusu. Bayi lahir spontan di klinik
bidan pada usia gestasi 36 minggu dengan berat
badan 2300 gram, langsung menangis, Apgar
Score 8/10. Bayi langsung ditempatkan satu
kamar dengan ibunya namun tampak merintih,
serta ujung jari tangan dan kaki kebiruan. Pada
pemeriksaan langsung suhu aksila 35oC, glukosa
darah 60 mg/dl, leukosit 10.000/mm3, Hb 16
g/dL, Hct 42%. Apa diagnosis yang paling
mungkin sebabkan hal diatas pada anak?
A.Infeksi neonatus
B.Hipoglikemia
C.Hipotermia
D.Hiperbilirubinemia
E. Asfiksia neonatus
• Jawaban: C. Hipotermia
• Pada bayi diatas yang lahir premature maka biasanya akan lebih
rentan alami hipotermia mengingat luas area tubuh luas, serta
kurangnya lemak subkutan pada anak berat lahir rendah. Maka itu
untuk menghindari hipotermia, biasanya anak akan dihangatkan,
pakaikan topi dan baju, serta bisa dilakukan KMC (Kangaroo Mother
Care) untuk mencegah hipotermia. Kondisi anak di atas yang
tampak merintih dan sulit menyusu, serta akrosianosis, dapat
merupakan gejala dari hipotermia. Hipotermia pada neonatus
didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36,5-37,3oC. Pada
pasien ini suhu tubuh anak 35oC yang berarti anak sudah dalam
keadaan hipotermia. TIdak cukup data untuk meningkatkan
kecurigaan pada infeksi neonates misalnya sepsis neonates awitan
dini (SNAD) mengingat tidak adanya faktor resiko infeksi intrauteri
(misalnya apakah KPD > 18 jam) serta leukosit pada kasus pasien
pun normal (tidak ada leukopenia maupun leukositosis)
54. Hypotermia in Neonates
• Why neonates prone to
hypothermia
– Larger surface area per
unit body weight
– Decreased thermal
insulation due to lack of
subcutaneous fat (LBW
infant)
– Reduced amount of
brown fat (LBW infant)
Gejala hipotermia
• Vasokonstriksi perifer • Peningkatan metabolisme
– Akrosianosis – Hipoglikemia
– Ekstremitas dingin – Hipoksia
– Perfusi perifer ↓ – Asidosis metabolik
• Depresi SSP • Peningkatan tekanan arteri
– Letargi pulmonal
– Bradikardia – Respiratory distress
– Apnea – Takipnea
– Poor feeding • Tanda kronik
– Penurunan BB
– BB tidak bertambah
Diagnosis and Prevention
• Axillary temperature • Warm delivery room
recording for 3 minutes is (>250 C)
recommended for routine • Warm resuscitation
monitoring • Immediate drying
• Measurement of rectal • Skin-to-skin contact
temperature is
unnecessary in most • Breastfeeding
situations • Bathing postponed
• Appropriate clothing
• Mother & baby together
• Professional alert
• Warm transportation
SOAL NO 55
• Bayi laki laki berusia 4 bulan datang dibawa
orangtuanya ke dokter karena ada benjolan sebesar
jeruk pada bagian punggung dekat tulang belakangg
yang sudah ada sejak lahir dan tidak menutup. Anak
aktif, menyusu dengan baik, saat ini berat 6 kg,
panjang 53 cm. Anak lahir spontan pervaginam usia
gestasi 39 minggu di bidan dengan berat lahir 2700
gram. Selama hamil ibu tidak teratur ANC ke bidan atau
dokter. TIdak ada obat obatan tertentu rutin
dikonsumsi serta riwayat penggunaan obat epilepsy
disangkal. Riwayat DM pada ibu disangkal. Apakah
kemungkinan penyebab kondisi yang dialami pasien
diatas?
A.Defisiensi zat besi
B.Defisiensi asam folat
C.Infeksi toxoplama saat trimester 1
D.Konsumsi alkohol saat trimester 1
E. Defisiensi vitamin B6
• Dosis
– Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
– Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
– Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi
defek tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari
pada sebulan pertama sebelum kehamilan dan diteruskan
hingga 3 bulan setelah konsepsi
Ikterus baru terlihat bila kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL.
Ikterus pada neonatus merupakan sesuatu yang unik dan membutuhkan
perhatian khusus, karena:
Ikterus Mencapai
Onset
Puncak Menghilang
fisiologis Usia 30-72
Usia 4-5 Usia 7-10 hari
bayi aterm jam
hari
04 05 06
Prolonged Jaundice - Kadar bilirubin direk Feses berwarna
Ikterik menetap >2 >1 mg/dL (17mol/L)4 dempul dan urin
minggu (bayi aterm) berwarna gelap6
dan >3 minggu (bayi
prematur)6
Ikterus Neonatorum
• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
AAP, 2004
3. Panduan transfusi tukar
AAP, 2004
SOAL NO 58
• Bayi laki laki berusia 6 hari dibawa ke IGD karena
kejang sejak 4 jam yang lalu sebelum masuk RS.
Kejang seluruh tubuh dengan durasi sekitar 2
menit. Setelah kejang anak tampak lemas. Anak
tampak kuning sejak usia 1 hari dan diperiksakan
ke bidan, disarankan untuk memberikan ASI.
Anak sebelumnya sempat tampak malas minum.
Pada pemeriksaan tampak kesadaran letargi,
hipertonus otot, suhu 37 derajat Celcius .
Bilirubin total 27 mg/dL, bilirubin direk
1,2mg/dL. Apakah diagnosis yang sesuai pada
kasus diatas?
A.Kernikterus
B.Meningitis
C.Meningoensefalitis
D.Ensefalitis
E. Kejang demam kompleks
• Jawaban: A. Kernikterus.
• Pada kasus ini diperoleh bayi dengan kejang umum dan
penurunan kesadaran, diawali riwayat kuning sebelumnya.
Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa bilirubin total 27
sehingga kasus ini mengarahkan pada kondisi kernicterus.
Bilirubin indirect bersifat lipofilik sehingga dapat
menembus sawar darah otak, sehingga dapat terdeposisi di
jaringan otak dan bersifat toksik. Tidak dipilih opsi
meningitis dan meningoensefalitis karena tidak dipaparkan
adnaya tanda rangsang meningeal yang positif. Pada
ensefalitis dapat ditemukan keluhan serupa namun
biasanya disebabkan oleh infeksi sehingga seharusnya
terdapat demam, dan tanpa diikuti kenaikan bilirubin.
Kejang demam kompleks tidak menjadi pilihan karena tidak
diawali oleh demam
58. Kernikterus
AAP, 2004
Panduan transfusi tukar
AAP, 2004
SOAL NO 59
• Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun datang dibawa
oleh orang tuanya ke IGD RS dengan keluhan tidak
sadarkan diri. Sebelumnya anak mual dan muntah
muntah dirumah serta mengeluhkan nyeri perut
bagian kanan atas. Ibu pasien mengatakan curiga anak
tersebut meminum obat dari lemari berupa
parasetamol >30 butir sekaligus. Anak diketahui sering
menyendiri dan merasa sedih karena dirundung di
Sekolah. Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat sopor
dan hasil pemeriksaan darah terdapat peningkatan
enzim ALT dan AST, serta deteksi kadar paracetamol
150 mg/ml. Apakah antidotum intoksikasi pada kasus
ini?
A.Ethanol
B.Asetazolamid
C.N-acetyl cysteine
D.Naloxone
E. Methadone
Hoffam RJ.Fleisher & Ludwig’s 5-Minute Pediatric Emergency Medicine Consult. New York : Lippincot ; 2012.
Omphalitis
Pathophysiology Diagnosis
• Kolonisasi bakteri pd jaringan sisa umbilikus.
• Sisa jaringan umbilikus merupakan medium • Adanya inflamasi pada jaringan
pertumbuhan bakteri yg dapat menginfeksi jaringan sekitar umbilikus merah, bengkak,
sekitar.
• Pembuluh darah umbilikus terdekat dpt
dan nyeri.
menyebabkan penyebaran infeksi ke dalam aliran • Cairan purulen dan berbau dari
darah.
• Omfalitis dapat hanya terbatas pada daerah sekitar umbillikus.
umbilikus atau menyebar hingga ke jaringan lunak • Dapat disertai dgn impetigo bulosa.
dalam.
Etiologi • Gejala sistemik demam, letargis
• Gram positif: Staphylococcus aureus, dan penurunan intake.
Staphylococcus epidermidis, groups A and B
streptococcus
• Gram negatif: Escherichia coli,Klebsiella
pneumoniae,Proteus mirabilis, Pseudomonas
species
• Anaerobes: Clostridium tetani,Clostridium
perfringens, Clostridium difficile, Bacteroides fragilis
Hoffam RJ.Fleisher & Ludwig’s 5-Minute Pediatric Emergency Medicine Consult. New York : Lippincot ; 2012.
Management
Initial Stabilization Medication
Therapy • Parenteral broad-spectrum antibiotics are the mainstay of
• Address airway, breathing, treatment.
and circulation issues. • Antistaphylococcal penicillins and aminoglycoside agents have
• IV access should be promptly typically been the drugs of choice for the treatment and
obtained. prevention of complications in omphalitis:
• Sick neonates are often • Oxacillin, IV: 25 mg/kg t.i.d.–q.i.d.
hypothermic or hypoglycemic, • Gentamycin, IV: 2.5 mg/kg t.i.d.
so temperature and blood • IV cefotaxime (50 mg/kg t.i.d.) may be substituted for the
glucose should be rapidly aminoglycoside.
assessed and treated. • MRSA prevalence IV vancomycin (10 mg/kg t.i.d.)
• In the toxic-appearing infant, • Consider adding anaerobic coverage such as IV metronidazole (15
completion of the sepsis mg/kg b.i.d.) or IV clindamycin (5 mg/kg t.i.d.) in cases of foul-
workup should not delay the smelling drainage, known maternal infection at the time of
immediate administration of delivery, or deep infection such as myonecrosis or necrotizing
broad-spectrum antibiotics. fasciitiscal
• Additional topical Therapy with triple dye, bacitracin, and other
antimicrobials has been suggested in addition to parenteral
antibiotic therapy, but such treatment is unproven.
Galagher PG. Omphalitis Treatment & Management. 2016. Available from http://emedicine.medscape.com/article/975422
SOAL NO 65
• Anak laki laki berusia 8 tahun, datang dengan
keluhan bengkak pada kelopak mata sejak 2 hari
yang lalu. Sebelumnya anak ini juga mengalami
bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu
yang lalu ketika waktu bangun tidur, lama
kelamaan membaik pada siang hari. Saat ini
bengkak hanya terbatas pada tangan, perut dan
kaki. Keluhan demam, kencing berdarah, serta
sesak napas disangkal. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya proteinuria +3,
kreatinin 6, ureum 60. Diagnosa apakah yang
paling memungkinkan?
A.Sindroma nefrotik
B.Sindroma nefritik
C.Gagal ginjal akut
D.Gagal ginjal kronik
E. Kretinisme
• Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeostasis
• Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL
per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per hari.
• GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
– Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.
• Jenis GGA
– GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
– GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat atau
kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
– GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi saluran
kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Klasifikasi
Tatalaksana Medikamentosa GGA
• Terapi sesuai penyakit primer • Pemberian diuretik pada GGA
• Bila terdapat infeksi, dosis renal dengan furosemid 1-2
antibiotik disesuaikan dengan mg/kgBB dua kali sehari dan
beratnya penurunan fungsi ginjal dapat dinaikkan secara
• Pemberian cairan disesuaikan bertahap sampai maksimum 10
dengan keadaan hidrasi mg/kgBB/kali. (pastikan
kecukupan sirkulasi dan bukan
• Koreksi gangguan merupakan GGA pascarenal).
ketidakseimbangan cairan
elektrolit • Bila gagal dengan
medikamentosa, maka
• Natrium bikarbonat untuk dilakukan dialisis peritoneal
mengatasi asidosis metabolik atau hemodialisis.
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya asidosis
SOAL NO 66
• Anak laki-laki berusia 8 tahun datang diantar
ibunya dengan keluhan bengkak pada kelopak
mata serta bengkak pada kedua kaki yang
dialami sejak 3 hari terakhir. Riwayat demam
atau kenicng berdarah disangkal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan
albumin 1.7 g/dl, proteinuria +4, total
kolesterol 245, dan oval fat body cast. Apa
diagnosis pada pasien ini?
A.Minimal change glomerulopathy
B.Glomerulosklerotik fokal segmental
C.Nefropati membranosa
D.Glomerulonefritik proliferatif mesangial
E. Glomerulonefritis rapid progresif
Increased capillary
parasitic infection of
pressure (failure of
lymph nodes
venous pumps, (filariasis)
heart failure)
EDEMA
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun
oliguria
Retensi air dan natrium