Anda di halaman 1dari 41

BINTIL PADA KULIT

A. KASUS

Skenario 1

Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke dokter umum dengan


keluhan muncul bintil kemerahan pada wajah dan leher yang dialami
sejak 3 minggu. Keluhan muncul saat ia menghadapi ujian akhir
semester. Riwayat keluarga yakni ayah dengan keluhan yang sama

B. KATA KUNCI
1. Laki-laki 20 tahun
2. Bintil merah pada wajah dan leher
3. Sejak 3 minggu
4. Muncul saat enghadapi ujian
5. Riwayat ayah memiliki keluhan yang sama
C. DAFTAR PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi dari bintil merah
2. Jelaskan anatomi, fisiologi, dan histologi organ terkait ?
3. Jelaskan eflorosensi/ klasifikasi kelainan kulit ?
4. Sebutkan dan jelaskan penyebab bintil merah ?
5. Jelaksan tentang patofisiologi dari bintil merah ?
6. Jelaskan hubungan stress, usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga
terhadap timbulnya bintil merah pada wajah dan leher ?
7. Jelaskan langkah-langkah mendiagnosis penyakit kulit ?
8. Apa saja DD yang berhubungan dengan bintil merah dikulit ?
9. Jelaskan integrasikeislaman terkait skenario ?

Bintil merah pada kulit Page 1


D. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari bintil merah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, fisiologi, dan histologi organ
terkait
3. Mahasiswa mampu menjelaskan eflorosensi/ klasifikasi kelainan kulit
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab bintil merah
5. Mahasiswa mampu menjelaksan tentang patofisiologi dari bintil merah
6. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan stress, usia, jenis kelamin dan
riwayat keluarga terhadap timbulnya bintil merah pada wajah dan leher
7. Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah mendiagnosis penyakit
kulit
8. Mahasiswa mampu menjelaskan DD yang berhubungan dengan bintil
merah dikulit
9. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasikeislaman terkait skenario

Bintil merah pada kulit Page 2


E. PROBLEM TREE

Bintil merah pada kulit Page 3


F. PEMBAHASAN

1. DEFINISI DARI BINTIL MERAH 1,5,6

Lesi kemerahan pada kulit atau yang disebut skin rash dapat berbentuk
bermacam – macam mulai dari bentuk bintik, bercak hingga kemerahan
yang meluas di seluruh tubuh. Umumnya bercak kemerahan ini
diakibatkan adanya proses radang pada kulit namun dapat juga disebabkan
oleh penyakit sistemik yang mempunyai gambaran kelainan pada kulit.
Lesi merah ini dapat timbul di seluruh bagian tubuh dan dapat
menimbulkan gejala maupun tidak. Gejala yang dapat timbul antara lain
gatal, terasa seperti benjolan, terasa hangat hingga dapat menimbulkan
nyeri.
Lesi kulit ini umumnya tidak berdiri sendiri namun sering diakibatkan
oleh adanya iritasi, adanya infeksi maupun adanya kelainan sistemik yang
mendasarinya sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk
mengetahui penyebab dari lesi kemerahan ini. Penyebab tersering adanya
lesi kemerahan pada kulit adalah adanya alergi makanan maupun obat,
adanya infeksi oleh jamur maupun bakteri, adanya iritasi oleh gerakan, zat
kimia maupun oleh panas, hingga kecemasan.
Lesi berbentuk bintik kemerahan yang sering ditemukan terutama
pada anak – anak adalah contohnya biang keringat, manifestasi dari suatu
alergi, penyakit campak, cacar air, gigitan serangga hingga manifestasi
dari suatu penyakit demam berdarah dengue Penyebab lainnya adalah
kelainan autoimun seperti lupus, berbagai macam tumor pada kulit,
bermacam – macam bentuk dermatitis, sifilis pada kulit, iritasi pada kulit,
bentuk awal dari jerawat, hingga infestasi dari kutu.
Kemerahan terjadi akibat proses inflamasi yang menandai bahwa
sistem imunitas bekerja yang mana sistem imunitas terbagi 2 yaitu :

Bintil merah pada kulit Page 4


adaptif dan alamiah.Pada saat terjadi kemerahan maka itu menandakan
bahwa proses imunitas dlm tubuh bekerja.

2. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI ORGAN TERKAIT 2


Anatomi
Kulit merupakan organ tunggal yang paling berat pada tubuh
manusia, meliputi lebih kurang 76% berat tubuh dan menutupi daerah
permukaan tubuh yang luasnya diperkirakan secara kasar berkisar dari 1,2-
2,3 meter persegi. Kulit terdiri atas tiga lapisan: epidermis, dermis, dan
jaringan subkutan. Lapisan yang paling superfisial, yaitu epidermis,
merupakan lapisan yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah.
Lapisan epidermis ini dibagi lagi menjadi dua bagian: sebelah luar adalah
lapisan tanduk yang terdiri atas sel mati yang mengalami keratinisasi, dan
sebelah dalam adalah lapisan seluler yang merupakan tempat terbentuknya
melanin serta keratin.
Dermis kulit, letaknya langsung sebelah dalam epidermis, berasal
dari mesoderm.

Fisiologi kulit

Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga
melakukan respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak
menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian
kecil yang diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula
dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran
darah dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara.

Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari


yang dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen
dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen
untuk dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit

Bintil merah pada kulit Page 5


yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna
bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting,
namun pengeluaran atau pembuangan karbondioksida (CO2) Tidak kalah
pentingnya, karena jika CO2 menumpuk di dalam kulit, ia akan
menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit.

Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran


CO2 dari kulit tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam
kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban
udara, kecepatan aliran darah ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon
di kulit, perubahan dalam proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan
kimia pada kulit, dan lain-lain.

Histologi kulit

Kulit teriri atas sebelah permukaan epitel berlapis gepeng dengan


lapisan tanduk dikenal sebagai epidermis dan lapisan jaringan ikat yang
sebelahdalam yaitu dermis ,Epidermisdan dermis satu sama lain saling
mengunci dengan membentuk rigi epidermis dan rigi dermis(papila
dermis), dimana antara keduanya dipisahkan oleh membrana basalis.
Seringkaii rigi dermis dibagi lagi menjadi dua rigi dermis sekunder dengan
penyusupan sekat interpapilaris dari epidermis.Rigi-rigi pada ujungjari

Bintil merah pada kulit Page 6


yang tercetak sebagai sidik iari adalah bukti dari interdigitasi ini. Antara
kulitdan struktur yang lebih dalam ada lembaran fasia, dikenal sebagai
hipodermis, yang bukan bagian kulit. Kulit dapat tebal, seperti pada
telapak kaki dan telapak tangan, atau tipis, seperli yang melapisi bagian
tubuh lainnya. Kulit tebal mempunyai lima lapisan yang berkembang baik,
sedangkan pada kulit tipis stratum granulosum dan stratum lusidum tidak
ditemukan sebagai lapisan yang berkembang baik.Namun, masing-masing
sel dari kedua lapisan yang tidak ditemukan ada bahkan pada kulit tipis.

Epidermis

Tergantung pada ketebalan lapis keratin (tanduk), kulit


diklasifikasikan sebagai kulit tebal dankulit tipis. Epidermis kulit tebal
dijelaskan lebih dahulu, karena ini terdiri atas lima lapisan, lebihdaripada
hanya tiga atau empat lapisan. Lapis paling dalam yaitu stratum basale
(stratum germinativum) merupakan satu lapisan sel-sel kuboidal sampai
torak. Sel-sel ini mengalami mitosis (biasanya pada malam hari) dan
didorong ke permukaan, menjadi lapis yang paling tebal yaitu stratum
spinosum. Lapis ini terdiri atas sel-sel polihedral berduri dicirikan oleh
adanya sejumlah juluran (embatan antar-sel) yang membentuk desmosom
dengan juluran mengelingi sel-sel berduri. Sel stratum spinosum juga
memperlihatkan gambaran mitosis (biasanya pada malam hari). Sel-sel
berduri ini juga membentuk granula pelapis membran (badan Odland,
badan lamelar), yang isinya banyak lemak terdiri atas seramid, fosfolipid
dan glikosfingolipid. Stratum granulosum dan stratum spinosum seringkali
disebut sebagai stratum Malpighii dan aktivitas mitosis yang berlangsung
terus berperan untukmigrasi terus menerus sel-sel ini ke dalam lapisan
berikutnya, yang dikenal sebagai stratum granulosum.

Sel lapis ini menyimpan granula keratohialin,yang akhirrrya


melebihi kemampuan sel, merusak inti dan organelnya. Lapis ke-empat
yaitu stratum lusidum, adalah relatif tipis dan tidakKulit dan hrrunannya

Bintil merah pada kulit Page 7


yaitu rambut kelenjar keringat (baik ekrin maupun apokrin) , kelenj ar
sebasea dan kuku dikenal sebagai integumen. Kulit mungkin tebal atau
tipis, tergantung pada tebalnya epiderrnis. Kulit tebal epidermisnya terdiri
atas lima lapisan keratinosit yang berbeda (stratum basale, sfatum
spinosum, sffatum gmnulosum, strahrm lusidum dan stratum komeum)
terselip di antaranya ada tiga jenis sel lainnya, melanosit, sel Merkel dan
sel langerhans. Kulit tipis epidermisnya tidak mengandung stratum
granulosum dan stratumlusidum, meskipun masing-masing selnya ada.

Dermis

Dermis kulit, letaknya langsung sebelah dalam epidermis,berasal


dari mesoderm. Dermis terdiri ata sjaringan ikat padat kolagen tidak
beraturan kebanyakan mengandung kolagen tipe I dan sejumlah serat
elastin yang membantu melekatkan kulit ke jaringan di bawahnya
hipodermis. Dermis selanjutnya dibagi menjadi jalinan longgar lapisan
papilaris (terdiri atas rigi dermis primer dan sekunder), daerah superfisialis
yang interdigitasi dengan rigi epidermis (dan pagar interpapilaris) dari
epidermis dan lapisan retikularis, lebih dalam, lebih kasar dan lebih padat.
Batas antara lapisan papilaris dan lapisan retikularis tidak jelas. Rigi
dermis (seperti halnya rigi dermis sekunder) memperlihatkan akhiran saraf
berkapsul, seperti halnya korpuskulum Meissner, sama halnya lengkung
kapiler yang membawa nutrien ke epidermis yang avascular.

3. EFLOROSENSI/ KLASIFIKASI KELAINAN KULIT 4

A. Efloresens Primer (terjadi pada kulit yang semula normal/ kelainan yang
pertama) :
o Makula : perubahan warna pada kulit tanpa perubahan bentuk
o Papula : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter < 0.5
cm

Bintil merah pada kulit Page 8


o Nodul : penonjolan padat di atas permukaan kulit, diameter > 0.5
cm
o Plakat : peninggian diatas permukaan kulit seperti dataran tinggi
atau mendatar (plateau-like) yang biasanya terbentuk dari
bersatunya (konfluen) beberapa papul, diameter lebih dari > 0.5 cm
o Urtika : penonjolan yang ditimbulkan akibat edema setempat yang
timbul mendadak dan hilang perlahan
o Vesikel : lepuh berisi cairan serum, diameter <0.5 cm
o Bula : vesikel yang berukuran > 0,5 cm
o Pustula : vesikel berisi nanah
o Kista : ruangan/ kantong berdinding dan berisi cairan atau material
semi solid (sel atau sisa sel), biasanya pada lapisan dermis
o Purpura : warna merah dengan batas tegas yang tidak hilang jika
ditekan, terjadi karena adanya ekstravasasi dari pembuluh darah ke
jaringan

B. Efloresensi Sekunder (akibat perubahan yang terjadi pada efloresensi


primer) :
o Skuama : sisik berupa lapisan stratum korneum yang terlepas dari
kulit
o Krusta : kerak atau keropeng yang menunjukkan adanya cairan
serum atau darah yang mengering
o Erosi : lecet kulit yang diakibatkan kehilangan lapisan kulit
sebelum stratum basalis, bisa ditandai dengan keluarnya serum.
o Ekskoriasi : lecet kulit yang disebabkan kehilangan lapisan kulit
melampaui stratum basalis (sampai stratum papilare) ditandai
adanya bintik perdarahan dan bisa juga serum Ulkus : tukak atau
borok, disebabkan hilangnya jaringan lebih dalam dari ekskoriasi,
memiliki tepi, dinding, dasar dan isi

Bintil merah pada kulit Page 9


o Likenifikasi : Penebalan lapisan epidermis disertai guratan garis
kulit yang makin jelas, akibat garukan atau usapan yang bersifat
kronis.
o Fisura : hilangnya epidermis dan dermis yang berbatas tegas
berbentuk linier
o Atropi : penipisan lapisan epidermis ataupun dermis
o Skar : digantinya jaringan normal kulit dengan jaringan fibrotik
pada tempat penyembuhan luka, contoh : skar hipertrofi, skar
atrofi, keloid.
o Komedo : infundibulum folikel rambut yang melebar dan
tersumbat keratin dan lipid.
o Komedo terbuka (open comedo/ blackhead): unit pilosebasea
terbuka pada permukaan kulit dan terlihat sumbatan keratin
berwarna hitam.
o Komedo tertutup: unit pilosebasea tertutup pada permukaan kulit
dan terlihat berwarna putih (close comedo/ whitehead)
o Poikiloderma : kombinasi dari atropi, hiperpigmentasi,
hipopigmentasi dan teleangiekstasi, yang memberikan gambaran
belang (mottled)
o Teleangiektasi : dilatasi pembuluh darah superfisialis

C. PENYEBAB BINTIL MERAH 5,6

a) Ketegangan yang berkepanjangan


Bintil merah kecil pada wajah, leher dan dada bisa disebabkan oleh
ketegangan yang berkepanjangan selama melakukan aktivitas. Misalnya
saat menangis, batuk, muntah, dan angkat beban berat.
b) Reaksi dari obat-obatan tertentu
Obat-obatan tertentu juga sering dikaitkan dengan munculnya
bintil merah. Obat yang dapat menyebabkan kondisi ini sebagai efek
samping meliputi antibiotik, antidepresan, obat anti kejang, pengencer

Bintil merah pada kulit Page 10


darah, obat ritme jantung, obat antiinflamasi nonsteroid, dan obat
penenang.

c) Infeksi penyakit
Bintil merah mungkin disebabkan oleh sejumlah infeksi jamur,
virus, dan bakteri. Beberapa penyakit tersebut meliputi sitomegalovirus
(CMV), endokarditis (infeksi lapisan dalam jantung), meningococcemia,
mononukleosis, rocky mountain spotted fever, demam berdarah, sepsis,
dan sakit tenggorokan.
Penyakit lainnya yang menjadi penyebabnya antara lain vaskulitis
(pembengkakan pembuluh darah), trombositopenia (jumlah trombosit
rendah), leukemia, scurvy (kekurangan vitamin C), dan kekurangan
vitamin K.
d) Cedera dan terbakar sinar matahari
Cedera yang melibatkan pembekuan darah bisa menyebabkan
bintil merahdi wajah dan mata. Bekas gigitan dan pukulan juga bisa
menyebabkan kondisi ini. Cedera akibat luka bakar bisa mengakibatkan
ruam merah pada wajah, leher, dan dada. Paparan sinar matahari yang
berlebihan juga kadang bisa memunculkan ruam merah akibat kondisi ini.

e) Hormon
Di masa kehamilan, sebagian wanita merasakan gatal pada bagian
perut, lengan, paha, dan payudara karena perubahan hormon dan juga
Menopause : perubahan hormon saat menopause bisa menyebabkan gatal-
gatal.
f) Kondisi psikologis seperti depresi dan kecemasan.

g) Stress
Bintik merah Mungkin hal ini terdengar aneh, namun kulit bisa
menjadi barometer pengukur apakah Anda sedang penuh beban pikiran
atau tidak. Stres bisa menimbulkan munculnya ruam atau bintik merah di

Bintil merah pada kulit Page 11


area perut, punggung, tangan, dan wajah. Saat penyebab munculnya bintik
merah itu tidak terdeteksi, maka beberapa ahli percaya itu timbul karena
dampak stres yang mempengaruhi sistem imun. Hormon histamin yang
dilepas menyebabkan timbulnya rasa gatal. Tarik nafas dalam-dalam bisa
meredakan stres dan memasok cukup oksigen ke dalam tubuh, sehingga
mampu mencegah timbulnya ruam.

D. PATOFISIOLOGI DARI BINTIL MERAH 15


Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi.
Proses inflamasi sangat berkaitan erat dengan system imunitas tubuh.
Secara garis besar imunitas tubuh dibagi atas 2 yaitu system imun
bawaan/nonspesifik dan system imun didapat atau spesifik.
Nonspesifik akan menyerang semua antigenyang masuk,
sedangkan spesifik merupakan pertahanan selanjutnya yang memilih-milih
antigen yang masuk. Ketika antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka
spesiali-spesialis fagositik (makrofag dan neutrofil) akan memfagosit
antigen tersebut. Hal tersebut bersamaan dengan terjadinya pelepasan
histamine oleh sel mast di daerah jaringan yang rusak.
Histamine yang dilepaskan ini membuat pembuluh darah
bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang
terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler
meningkat sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam
pembuluh darah akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang
menyebabkan kulit berwarna kemerahan akibat proses inflamasi.

E. HUBUNGAN STRESS, USIA, JENIS KELAMIN DAN RIWAYAT


KELUARGA TERHADAP TIMBULNYA BINTIL MERAH PADA
WAJAH DAN LEHER .9
Bercak merah dapat menyerang wanita dan laki muda usia 15-40
tahun selama masa reproduksi dengan rasio wainta:laki-laki 5:1. Hal ini
dipengaruhi oleh factor genetik,lingkungan dan hormonal terhadap respon

Bintil merah pada kulit Page 12


imun. Faktor hormonal disini juga dapat sangat berpengaruh saat
seseorang mengalami stres atau terlalu banyak berpikir terutama pada saat
usia produktif secara fisiologis jika terdapat stressor maka Sekresi ACTH
juga akan memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
beberapa hormon, sehingga terjadi kombinasi berbagai hormon.

F. LANGKAH-LANGKAH MENDIAGNOSIS PENYAKIT KULIT. 8,9


Anamnesis
1. Data demografi : umur, ras, jenis kelamin, pekerjaan
2. Riwayat penyakit :
- Gejala sistemik : demam, kelemahan, sakit kepala, dll
- Riwayat lesi pada kulit :
 Kapan munculnya lesi ? onset ?
 Daerah predileksi lesi ?
 Apakah lesi gatal/nyeri ?
 Bagaimana penyebaran lesi ?
 Bagaimana perubahan lesi ?
 Faktor apa saja yang memprovokasi timbulnya lesi ? misalnya
panas, dingin, sinar matahari, dll
 Riwayat terapi sebelumnya : topikal dan sistemik
3. Riwayat penyakit sebelumnya : operasi, riwayat alergi, riwayat
mengkonsumsi obat-obatan, riwayat atopi (asma, dermatitis, dll)
4. Riwayat keluarga : misalnya riwayat menderita penyakit atopi,
psoriasis, dll
5. Riwayat sosial : pekerjaan, hobi, riwayat berpergian, dll
6. Riwayat seksual (pada penyakit menular seksual)

Pemeriksaan Dermatologis
Beberapa hal yang dinilai saat melakukan pemeriksaan kulit :
 Warna kulit

Bintil merah pada kulit Page 13


 Jenis lesi pada kulit : makula, papul, pustul, vesikel, bulla, nodul,
erosi, dll
 Ukuran lesi : miliar, lentikular, numular, plakat, dll
 Bentuk lesi : teratur/tidak teratur
 Permukaan lesi (rata/tidak, berbenjol-benjol, dll)
 Batas lesi/margination : batas tegas/tidak
 Konsistensi lesi : padat/kenyal/lunak
 Apakah terdapat nyeri tekan dan tanda radang
 Penyebaran dan lokalisasi lesi : sirkumskrip, difus, generalisata, dll

Teknik diagnostik:
1. Biopsi kulit
2. Preparat koh
3. Sediaan apusan tzanck
4. Diaskopi
5. Sinar wood (lampu wood)
6. Tes tempel (patch tests)

G. DD YANG BERHUBUNGAN DENGAN BINTIL MERAH DIKULIT

A. ACNE VULGARIS7,8,9
DEFINISI
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri. Berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan
penyebab multifaktor dan manifestasi klinis berupa komedo, papul,
pustule, nodus, serta kista.1
EPIDEMIOLOGI
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka
sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis.
Baru pada masa remajalah akne vulgaris menjadi salah satu problem.

Bintil merah pada kulit Page 14


Pada umumnya AV dimulai pada usia (12-15 tahun). Dengan puncak
tingkat keparahan pada 17-21 tahun. Akne vulgaris adalah penyakit
terbanyak remaja usia 15-18 tahun.
Diketahui pula bahwa ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih
jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan ras Kaukasia (Eropa
dan Amerika), dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih
daripada Negro.2
ETIOLOGI
AV masih belum diketahui. Beberapa etiologi yang diduga terlibat,
berupa faktor intrinsik, yaitu genetik, ras hormonal, dan faktor
ekstrinsik berupa stres, iklim/suhu/kelembatan, kosmetik, diet dan
obat-obatan.1
PATOGENESIS
Terdapat empat patogenesis paling berpengaruh pada timbulnya
AV, yaitu:1
1. Produksi sebum yang meningkat
2. Hiperproloferasi folikel pilosebasea
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes (PA)
4. Proses inflamasi

1. Produksi sebum yang meningkat

Pada individu akne, secara umum ukuran folikel sebasea


serta jumlah lobul tiap kelenjar bertambah. Ekskresi sebum ada di
bawah kontrol hormon androgen.

Telah diketahui bahwa akibat stimulus hormon androgen


kelenjar sebasea mulai berkembang pada usia individu 7-8 tahun.
Horman androgen berperan pada perubahan sel-sel sebosit
demikian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga menyebabkan
terjadinya mikrokomedo dan kemedo yang akan berkembang
menjadi lesi inflamasi.

Bintil merah pada kulit Page 15


Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel pilosebasea memiliki
mekanisme selular yang digunakan untuk mencerna hormon
androgen, yaitu enzim-enzim 5-α-reduktase (tipe 1) serta 3β dan 7β
hidroksisteroid dehidrogenase yang terdapat pada sel sebosit basal
yang belum diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit berdiferensiasi
kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan sebum ke dalam
duktus pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut
dipicu oleh hormon androgen yang akan berikatan dengan
reseptornya pada inti sel sebosit, selanjutnya terjadi stimulasi
transkripsi gen dan diferensiasi sebosit.
Pada individu akne, secara umum produksi sebum dikaitkan
dengan respons yang berbeda dari unit folikel pilosebasea masing-
masing organ target, atau adanya peningkatan androgen sirkulasi,
atau keduanya. Misalnya, didapatkan produksi sebum berlebih
pada lokasi wajah, dada dan punggung, meskipun didapatkan kadar
androgen sirkulasi tetap. Sebagai kesimpulan androgen merupakan
faktor penyebab pada akne, meskipun pada umumnya individu
dengan AV tidak mengalami gangguan fungsi endokrim secara
bermakna.
Pasien AV baik laki-laki maupun perempuan akan
memproduksi sebum lebih banyak dan individu normal, namun
komposisi sebum tidak berbeda dengan orang normal kecuali
terdapat penurunan jumlah asam linoleat yang bermakna. Jumlah
sebum yang diproduksi sengat berhubungan dengan keparahan AV.

2. Hiperproiferasi folikel pilosebasea


Lesi akne dimulai dengan mikrokornedo, lesi mikroskopis
yang tidak terlihat dengan mata telanjang, komedo pertama kali
terbentuk dimulai dengan kesalahan deskuarnasise panjang folikel,
beberapa laporan menjelaskan terjadinya deskuarnasi abnormal

Bintil merah pada kulit Page 16


pada pasien akne. Epitel tidak dilepaskan satu per satu kedalam
lurnen sebagai sebagaimana biasanya.
Penelitian imunohistokimiawi menunjukkan adanya
peningkatan proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal
dari sel-sel keratinosit folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan
berkurangnya kadar asal linoleat sebasea. Lapisan granulosum
menjadi menebal, tonofilamen dan butir-butir keratohialin
meningkat, kandungan lipid bertambah sehingga lama-kelamaan
menebal dan membentuk sumbatan pada orifisiumfolikel. Proses
ini pertama kali ditemukan pada pertemuan antara duktus sebasea
dengan epitel folikel. Bahan-bahan keratin mengisi folikel
sehingga menyebabkan folikel melebar.
Pada akhirnya secara klinis terdapat lesi noninflamasi
(open/closed comedo) atau lesi inflamasi, yaitu bila PA
berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi.

3. Kolonisasi P.acnes
PA merupakan mikroorganisme utama yang ditemukan di
daerah infra infundibilum dan PA dapat mencapai permukaan kulit
dengan mengikuti aliran sebum. P.acnes akan meningkat
jumlahnya seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam
sebum yang merupakan nutrisi bagi PA.

4. Proses Inflamasi
P.acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi
pada AV dengan menghasilkan faktor karnotaktik dan enzim lipase
yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta
dapat menstimulasi aktivasi jalur klasik dan alternatif komplemen.

GEJALA KLINIS

Bintil merah pada kulit Page 17


Akne vulgaris mempunyai tempat predileksi di wajah dan
leher (99%), punggung (60%), dada (15%) serta bahu dan lengan
atas. Kadang-kadang pasien mengeluh gatal dan nyeri. Sebagian
pasien merasa terganggu secara estetis. Kulit AV cenderung lebih
berminyak atau sebore, tetapi tidak semua orang dengan sebore
disertai AV.
Efloresensi akne berupa; komedo hitam (terbuka) dan putih
(tertutup), papul, pustul, nodus, kista, jaringan parut, perubahan
pigmentasi. Komedo terbuka (black head) dan komedo tertutup
(white head) merupakan lesi non-inflamasi, papul, pustul, nodus,
dan kista merupakan lesi inflamasi. Untuk menentukan derajat
keparahan AV, dapat digunakan metode spot counting yang
didasarkan pada jumlah, bentuk, dan berat ringannya lesi yang
meradang, yaitu dengan klasifikasi Plewig dan Kligman (1975),
yang mengelompokkan Acne Vulgaris menjadi:
1. Akne komedonal
- Grade 1: kurang dari 10 komedo di satu sisi muka
- Grade 2: 10-25 komedo di satu sisi muka
- Grade 3: 25-50 komedo di satu sisi muka
- Grade 4: lebih dari 50 komedo di satu sisi muka
2. Akne papulopustul
- Grade 1: kurang dari 10 lesi meradang di satu sisi muka
- Grade 2: 10-20 lesi yang meradang di satu sisi muka
- Grade 3: 20-30 lesi yang merarang di satu sisi muka
- Grade 4: lebih dari 30 lesi yang meradang di satu sisi muka

3. Acne konglobata
Selain klasifikasi di atas, klasifikasi yang sering digunakan
untuk berbagai macam penelitian AV adalah klasifikasi menurut
Lehmann dan kawan-kawan, yaitu:

Bintil merah pada kulit Page 18


Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Akne Vulgaris menurut
Lehmann

NO Derajat Kriteria
1 Akne Ringan Ringan Jumlah komedo tertutup dan
komedo terbuka <20 buah/wajah, atau
Jumlah lesi inflamasi (papul, nodul,
pustul) <15 buah/wajah, atau Jumlah
total lesi (jumlah komedo dan lesi
inflamasi) <30 buah/wajah
Akne Sedang sedang Jumlah komedo tertutup dan
komedo terbuka < 20-100 buah/wajah,
atau Julah lesi inflamasi (papul, nodul,
pustul) < 15-50 buah/wajah, atau
Jumlah total lesi (jumlah komedo dan
lesi inflamasi) < 30-125 buah/wajah
Akne Berat Jumlah kista >5 buah/wajah Jumlah
komedo tertutup dan komedo terbuka
>100 buah/wajah, atau Jumlah lesi
inflamasi (papul, nodul, pustul) >50
buah/wajah, atau Jumlah total lesi
(jumlah komedo dan lesi inflamasi)
>125 buah/wajah

Bintil merah pada kulit Page 19


.

Gambar 1. AV ringan Gambar 2. AV


sedang

Gambar 3. AV berat
DIAGNOSIS
Diagnosis Acne Vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau
sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat

Bintil merah pada kulit Page 20


kosmetik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik
komedo terbuka maupun komedo tertutup. Adanya komedo
diperlukan untuk menegakkan diagnosis Acne Vulgaris. Selain itu,
dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul dan kista pada daerah–
daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar lemak. Secara
umum, pemeriksaan laboratorium bukan merupakan indikasi untuk
penderita Acne Vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya
hyperandrogenism.

• Pemeriksaan Penunjang
-Pemeriksaan ekskohleasi sebum = pengeluaran sumbatan sebum
dengan komedo ekstraktor (sendok unna).
-Pemeriksaan histopatologis: sebukan sel radang kronis di sekitar
folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel.
-Pemeriksaan mikrobiologi
-Pemeriksaan susunan dan kada lipid permukaan kulit
-Pemeriksaan laboratorium: Androgen pada paasien dengan kecurigaan
menderita hiperandrogen.

TATA LAKSANA
 Tata Laksana Umum: Mencuci wajah minimal 2x sehari.1
 Tata Laksana Medikamentosa:4
-Berdasarkan gradasi (berat-ringan) akne (lihat tabel 2)
-Diikuti dengan terapi pemeliharaan/pencegahan

Bintil merah pada kulit Page 21


Tabel 2. Algoritma Tata Laksana Acne

 Terapi Topikal:
Terapi topikal merupakan standar penanganan akne derajat
ringan sampai sedang. Pemilihan bentuk sediaan topikal yang tepat
akan menurunkan efek samping dan meningkatkan kepatuhan
pasien serta memberi hasil yang lebih baik. Secara umum, prinsip
terapi topikal pada AV dikaitkan dengan tiga hal, yaitu: etio-
patogenesis, tipe lesi dan derajat keparahan, serta keadaan kulit
penderita. Obat berbentuk gel, sabun, dan solusio menimbulkan
kering pada kulit dan baik digunakan pada kulit berminyak. Bentuk
lotion, krim, dan salep baik digunakan pada kulit kering tetapi
mudah mengiritasi kulit. Terapi topikal ini pada umumnya
membutuhkan waktu enam sampai delapan minggu untuk melihat
efek kerjanya.

Bintil merah pada kulit Page 22


Bahan topikal untuk terapi akne sangat beragam. Bahan
aktif yang sering digunakan adalah retinoid, benzoil peroksida,
asam salisilat, sulfur, asam azaleat, Alpha Hydroxy Acid (AHAs),
dan beberapa antibiotik, seperti eritromisin, klindamisin,
tetrasiklin, dan metronidazol. Asam azaleat dengan konsentrasi
krim 20% atau gel 15% memiliki efek antimikroba dan
komedolitik. Benzoil peroksida merupakan bakteriostatik poten
dan komedolitik ringan yang memiliki efek samping kekeringan
atau iritasi kulit terutama pada konsentrasi tinggi.
Retinoid topikal yang merupakan derivat vitamin A bekerja
menormalkan proses proliferasi, mencegah penyumbatan folikuler,
serta menurunkan pelepasan sitokin proinflamasi. Terdapat tiga
jenis retinoid topikal, yaitu tretinoin, adapalen, dan tazaroten.
Tretinoin adalah yang sering dipakai sebagai terapi standar AV dan
dapat berupa krim, gel, maupun cairan.Retinoid dapat
menyebabkan penipisan stratum korneum dan lapisan luar
epidermis terutama pada kulit yang rentan fototrauma. Penderita
disarankan menggunakan tabir surya jika terpapar sinar matahari
lama sehingga efek penipisan epidermis pada penggunaan retinoid
dapat dihindari.
Antibiotik topikal selain bekerja secara langsung
menghambat kolonisasi P. acnes, juga diduga berkaitan dengan
efek antiinflamasi pada komedogenesis. Antibiotik topikal yang
banyak digunakan adalah eritromisin dan klindamisin. Eritromisin
dan klindamisin memiliki efek yang hampir sama, yaitu bekerja
menghambat sintesis protein bakteri dan sebagai anti-inflamasi.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih obat
antibiotik ini dikarenakan meningkatnya resistensi terhadap
antibiotik yang sering digunakan. Maka dari itu, terapi kombinasi
lebih dipilih untuk mengurangi resistensi. Biasanya terapi topikal
kombinasi yang digunakan dan paling efektif pada penderita AV

Bintil merah pada kulit Page 23


derajat ringan sampai sedang adalah benzoil peroksida dengan
antibiotik topikal.
Terapi sistemik, termasuk antibiotik oral, retinoid oral, dan
terapi hormonal menjadi pilihan terapi AV pada keadaan terapi
topikal sudah tidak responsif atau pada derajat keparahan akne
sedang hingga berat. Terapi oral isotretinoin sejauh ini masih
menjadi terapi yang paling efektif. Obat ini langsung bekerja pada
keempat patogenesis utama AV. Isotretinoin paling efektif untuk
akne jenis nodulokistik dan dapat mencegah jaringan parut.
Namun, obat ini dapat menimbulkan kekambuhan jika obat
dihentikan dengan pemeliharaan kebersihan yang kurang serta
bersifat teratogenik.

 Terapi Sistemik:
Tetrasiklin merupakan lini pertama terapi antibiotik oral
pada akne, tetapi penggunaannya harus tetap dibatasi dan tidak
boleh diberikan sebagai monoterapi
dikarenakan alasan resistensi. Respon antibiotik oral biasanya
terlihat setelah terapi selama enam minggu. Penggunaan terapi
kombinasi, sekali lagi, lebih disarankan, misalnya pemberian terapi
retinoid topikal dengan antibiotik oral bisa mempercepat respon
penyembuhan.
Agen hormonal ternyata juga efektif sebagai terapi lini
kedua pada wanita dengan akne tanpa melihat adanya kelainan
hormonal. Terapi hormonal yang dipakai terutama adalah
kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung estrogen dan
progestin. Komponen estrogen menurunkan produksi testosteron
dan hormon androgen lain. Beberapa kandungan progestin dapat
memperparah kejadian akne. Progestin yang dipilih adalah yang
mengandung norgestimat, desogestrel, atau drosiperon untuk
mengurangi efek tersebut. Penggunaan terapi hormonal ini perlu

Bintil merah pada kulit Page 24


dilihat dari segi kebutuhan pasien dan indikasinya karena bisa
menimbulkan efek samping, seperti hiperkalemia, menstruasi yang
tidak teratur, dll. Akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan
terapi topikal atau antibiotik oral.

 Foto Terapi dan Laser:


Selain terapi farmakologis di atas, terapi optikal dengan
menggunakan laser atau gelombang cahaya tertentu juga dapat
menjadi pilihan terapi AV. Terapi cahaya seperti photodynamic
therapy (PDT) menjadi alternatif bagi pasien yang meninginkan
penyembuhan topikal yang cepat kerjanya, tanpa efek samping
yang serius, dan tidak menyebabkan resistensi antibiotik.
Photodynamic therapy bekerja pada prekusor porfirin topikal yang
dihasilkan oleh P. acnes, seperti 5-aminolaevulinic acid (ALA)
atau metil aminolevulinat (MAL). Pada red light ALA-PDT
menyebabkan destruksi kelenjar sebaseus dan remisi akne jangka
panjang, sedangkan pada MAL-PDT efektif sebagai antibiotik dan
antiinflamasi.

PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari acne vulgaris adalah
sebagai berikut:
a. Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum dengan cara diet
rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit untuk
membersihkan permukaan kulit dari kotoran.
b. Menghindari terjadinya faktor pemicu, misalnya : hidup teratur dan sehat,
cukup berolahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres; penggunaan
kosmetika secukupnya; menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya
minuman keras, pedas, rokok, dan sebagainya.

Bintil merah pada kulit Page 25


c. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya serta
prognosisnya.

KOMPLIKASI
- Hiperpigmentasi post inflamasi (terutama pada ras berkulit hitam)
- Pembentukan skar/jaringan parut.1
PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh
sebelum mencapai usia 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang
menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat hingga perlu di
rawat inap di rumah sakit.

B. MILIARIA4,10,11,12,13
DEFINISI
Kelainan kulit berupa erupsi papulovesikular multiple non
folikular (1-3 mm) yang disebabkan oleh keluarnya keringatke
epidermis atau dermis akibat pecahnya duktus kelenjar keringat
ekrin yang tersumbat. PredileksI : Daerah yang tertutup pakaian,
tempat tekanan, atau gesekan dengan pakaian.
EPIDEMIOLOGI
Miliaria kristalina terjadi pada 4,5% neonates dengan usia rata-
rata 1 minggu, miliaria rubra pada 4% neonates dengan usia rata-
rata 11-14 hari. Sebuah penelitian di iran tahun 2006 menunjukkan
terjadinya miliaria pada 1,3% bayi baru lahir, secara global terjadi
pada daerah iklim tropis dan pada orang-orang yang pindah dari
suatu daerah ke daerah yang lebih panas dan lembab, 30% terjadi
pada orang dewasa di iklim tropis.
ETIOPATOGENESIS
Telah diakui oleh banyak peneliti bahwa blok mekanik oleh
keratotik-plug dari maserasi stratum korneum akibat keringat yang

Bintil merah pada kulit Page 26


berlebihan, sebagai patofisiologi primer. Dobson dan Lobitz (1957)
mengatakan bahwa materi keratotik-plug yang merupakan
penyebab primer di dalam akrosiringium kelenjar ekrin tersebut
menunjukkan periodic acid-Schiff (PAS) yang positif dan diastase
resisten yang berasal dari coll secretory kelenjar ekrin. Peneliti
lain, Unna (1896) dan Action (1926) membuat hipotesis yang
mengatakan bahwa miliaria adalah infeksius, karena adanya peran
bakteri kulit sebagai agen penyebab menurut pernyataan O’Brien
(1950). Satu studi menunjukkan individu dengan miliaria atau
hidrasi yang berlebihan pada stratum korneumnya memyunyai
densitas organism residen 3 kali lebih banyak menurut Holzie dan
Kligman (1978) terutama stafilokokus koagulase negatif.
Dengan adanya temuan-temuan tersebut, dibuat postulasi
bahwa stafilokokus epidermidis menghasilkan material PAS-
positive extracellular polysaccharide substance (EPS) bersifat
lengket dan lekat yang menblok duktus atau stafilokokus
epidermidis mengeluarkan toksin yang merusak duktus kelenjar
ekrin dan epitel kelenjar ekrin mengeluarkan materi gliko-protein
yang PAS-positive dan memblok duktus. Bila kondisi lembab dan
panas atau aktivitas berlebihan. Akan tetapi, adanya ductal
blockage menyebabkan keringat keluar dari duktus ke epidermis
atau dermis, dan menyebabkan proses inflamasi.

MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan letak sumbatannya dalam saluran ekrin, gambaran klinis
miliaria dibagi menjadi 3 grup :
1. Miliaria Kristalina (Sudamina)

Bintil merah pada kulit Page 27


Lesi superficial berupa vesikel subkorneal yang jernih, mudah
pecah dan asimtomatik karena letak kebocorannya di stratum
korneum. Dapat berkoalesensi dan tidak terjadi proses inflamasi.
Biasanya terjadi pada neonatus (usia 4 minggu) walaupun pernah
dilaporkan 3 kasus dengan kongenital miliaria kristalina. Cairan
vesikel yang menjadi turbid disebut miliaria pustulosa. Pada
pemeriksaan histopatologi, terlihat vesikel intra atau subkorneal
yang berhubungan dengan duktus kelenjar ekrin tanpa ada sel
inflamasi di sekitarnya

2. Miliaria Rubra (Prickly-heast)

Miliaria jenis ini sumbatannya terjadi dilapisan dalam


epidermis, keringatnya bermigrasi ke lapisan epidermis atau dermis
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi. Lesi ditandai dengan
makula atau papul eritematosa (1-4 mm) dengan vesikel punktata
di atasnya, dan ekstrafolikuler. Pada kasus yang lebih luas dan

Bintil merah pada kulit Page 28


kronis, lesi dapat menjadi pustul. Miliaria rubra disertai keluhan
rasa panas atau perih dan gatal.
Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat adanya spongiosis
dan vesikel spongiotik dalam stratum malpigi yang berhubungan
dengan duktus kelenjar ekrin. Ditemukan inflamasi periduktal.

3. Miliaria Profunda

Sumbatan terletak dalam sehingga kebocoran keringat


terjadi di papila dermis. Akibatnya, timbul lesi papul yang “flesh-
colored” mirip goose-flesh (kulit belibis). Lesi terdapat di daerah
badan, leher, dan di daerah lipatan. Biasanya, terjadi pada bayi usia
1 tahun, walaupun juga dapat terjadi pada orang dewasa setelah
mengalami keringat berlebihan di lingkungan yang panas dan
lembab. Erupsi dapat menghilang atau berkurang setelah penderita
berada kembali di lingkungan yang sejuk.
Erupsi miliaria profunda lebih transien daripada miliaria
rubra. Biasanya, bertahan kurang dari 1 jam setelah keadaan panas
yang berlebihan berakhir. Miliaria profunda cenderung berbatas di
anggota badan, ekstremitas dan berhubungan dengan lokal
hipohidrosis atau anhidrosis. Seringkali, ada kompensasi
hiperhidrosis di fasial dan axilla yang relatif tidak disadari oleh
penderita.

Bintil merah pada kulit Page 29


Keringat yang tidak keluar dapat menyebabkan
hiperpireksia dan gejala heat-exhaustion berupa kelemahan,
kelelahan, pusing dan sampai kolaps. Gejala ini sering terjadi pada
tentara yang bertugas di iklim tropis sehingga dikenal dengan
istilah tropical anhidrotic asthenia. Miliaria profunda lebih sering
terjadi pada usia dewasa dibandingkan bayi dan anak.
Pemeriksaan histopatologi dari lesi awal, ditemukan
infiltrat limfosit periduktal dalam papiladermis dan epidermis
bagian bawah. Terlihat adanya PAS + diastase eosinophilic cast
dalam lumen duktus. Pada lesi lanjut, terjadi spongiosis sekitar
epidermis dan parakeratotik hiperkeratosis akrosyringium. Sel
inflamasi ditemukan di dermis bagian bawah dan terdapat limfosit
di dalam duktus ekrin.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis miliaria ditegakkan berdasarkan cukup dengan
manifestasi atau gambaran klinis. Diagnosis banding miliaria
kristalina impetigo vesikobulosa.
Diagnosis banding miliaria rubra adalah eritema toksikum
neonatorum.
Lesi mengenai dada, punggung, wajah, ekstremitas
proksimal, serta telapak tangan dan kaki. Kelainan ini timbul pada
hari ketiga atau empat sampai hari ke 14 kehidupan, tidak
memerlukan terapi karena dalam usia 2 minggu akan mengalami
resolusi spontan. Juga didiagnosis banding dengan folikulitis dan
akne infantil.
Diagnosis banding miliaria profunda adalah papular
musinosis yang berupa papul berbentuk kubah, diskret, sewarna
kulit, dan dengan diameter 2-4 mm. Umumnya, kelainan ini
mengenai orang dewasa pada usia 30-70 tahun. kelainan ini lebih

Bintil merah pada kulit Page 30


sering terdapat di dorsal tangan dan jari, tungkai bawah, lipat
aksila, dan bahu.

TATA LAKSANA
Tujuan pengobatan pada miliaria adalah menghilangkan gejala
dan mencegah terjadinya hiperpireksia dan gejala heat exhaustion.
Dengan demikian, harus menghindari hal-hal yang menyebabkan
tersumbatnya muara kelenjar keringat ekrin. Misalnya, mengontrol
panas dan kelembaban serta pembatasan aktivitas terutama pada
udara panas sehingga tidak merangsang keluarnya keringat, regular
showering, memakai pakaian tipis yang menyerap keringat, berada
di lingkungan yang dingin agar tidak timbul keringat yang
berlebihan, dan hindari pemakaian obat topical dengan heavy
cream atau powder. Dapat diberi losio yang mengandung kalamin,
asam borat, atau mentol. Pada neonatus, dianjurkan memakai super
absorbent disposable diaper yang mengandung gel absorben.

- Untuk miliaria kristalina, tidak perlu diberikan pengobatan. Hal ini


disebabkan kondisi itu asimptomatik dan dapat sembuh sendiri.

- Untuk miliaria rubra, dapat diberikan krim atau losio klorhediksin


dengan atau tanpa asidum salisilikum 1% 3x sehari. Untuk kasus
dengan gatal berat, diberikan topical kortikosteroid (beta-metason
0,1% 2 x sehari selama 3 hari), acid packs dan antihistamin. Kasus
dengan infeksi dapat diberikan antibiotic topical atau sistemik atau
stafilokokus.

- Untuk profunda, dapat diberikan antihidrous lanolin dan


isotretinoin.

Bintil merah pada kulit Page 31


PENCEGAHAN
Mengusahankan memilih tempat yang tidak panas atau
menghindari melakukan aktivitas yang akan menyebabkan
banyaknya produksi keringat

KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada miliaria adalah infeksi
sekunder dan heat intolerance. Infeksi sekunder sebagai impetigo
atau abses multipel yang diskret. Umumnya, heat intolerance
berkembang pada pasien dengan miliaria profunda dan dalam
bentuk berat yang dikenal sebagai tropical anhydrotic asthenia.

PROGNOSIS
Kebanyakan pasien dengan miliaria membaik dalam beberapa
minggu setelah berada dalam lingkungan yang sejuk.

C. DERMATITIS PERIORAL3
DEFINISI

Dermatitis perioral merupakan bentuk inflamasi kulit yang


terlihat sebagai papuloeritema, vesikel dan pustula yang timbul
terlokalisasi disekitar mulut, hidung ataupun mata. Dermatitis perioral
merupakan sinonim dari Rosacea - like dermatitis

EPIDEMIOLOGI

Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 1% di


negara industri, tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman
didapatkan 6% wanita
yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit meng
alami dermatitis perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang
mengalami dermatitis perioral. Berdasarkan hasil penelitian

Bintil merah pada kulit Page 32


sebelumnya, pada anak-anak yang menderita asma angka kejadian
dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3% berasal darikelompok
umur 6 bulan - 18 tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian terhadap
lokasi lesi dermatitis perioral didapatkan sekitar 20% dari kasus tiak
terjadi pada perioral

Gambar Lokasi dermatitis pada perinasal dan periorbital

ETIOPATOGENESIS

Penyebab pasti dermatitis perioral belum diketahui dengan jelas.


Penyebab tersering yang sering teridentifikasi adalah penggunaan
kortikosteroid topikal pada wajah. Dermatitis perioral juga bisa
disebabkan karena penggunaan obat kortikosteroid inhalasi dan
kortikosteroid sistemik. Penyebab lain yang memungkinkan dapat

Bintil merah pada kulit Page 33


menyebabkan dermatitis perioral adalah kulit kering. Penggunaan
kosmetik, moisturizing cream, dan pasta gigi yang mengandung fluoride.

Dermatitis perioral timbul akibat reaksi penolakan dari kulit


wajah terhadap iritasi. Kelainan yang sama juga dapat timbul pada daerah
lain, terutama periokular (periocular dermatitis). Penggunaan kosmetik
wajah seperti pembersih ataupun krim kulit wajah dapat menyebabkan
iritasi kulit wajah. Bersamaan dengan itu, kebanyakan dari pasien
memiliki kelainan atopi.

Pada fase awal, akibat penggunaan obat topikal pada wajah akan
menginduksi gangguan fungsi lapisan epidermis. Hal ini akan
menyebabkan pembengkakan stratum korneum yang disertai gangguan
minimal pada fungsi lapisan kulit dan meningkatnya kehilangan cairan
transepidermal (transepidermal water loss). Kemudian dapat
menyebabkan lapisan kulit menjadi lebih tegang dan kering yang
mendesak jaringan sekitarnya akibat kompensasi penggunaan obat
topikal.

Penggunaan kortikosteroid, terutama topikal kortikosteroid,


sangat berkaitan erat dengan perubahan pada struktur epidermis dan
permeabilitas membran epidermis, termasuk juga berefek pada
penurunan densitas dan maturasi pembentukan badan lamellar, efek lain
yang terjadi adalah penurunan sintesis enzim oleh lapisan epidermal,
penurunan keratinosit dan penipisan lapisan epidermal.

Perubahan pada epidermal dan dermal termasuk penipisan


stratum korneum ditandai dengan hilangnya matriks pada lapisan
epidermal, pengecilan granular, peningkatan TEWL, penurunan kolagen
dermal, penipisan bagian atas serat elastin dermal, penguraian lemak
epidermal termasuk ceramid dan adanya respon hipersensitivitas tipe IV.

Pada pasien dengan kasus dermatitis perioral dan riwayat


dermatitis atopik, memiliki tanda abnormalitas pada stratum korneum

Bintil merah pada kulit Page 34


yang berhubungan dengan dermatitis atopik dan kulit atopik yang berefek
terjadinya penurunan subfraksi ceramid spesifik dan lemak lainnya dan
dalam beberapa kasus, terjadi mutasi pada gen fillagrin menyebabkan
terjadinya penurunan faktor pelembab alami, peningkatan TEWL wajah
yang merupakan karaktristik utama dari dermatitis perioral dengan atopik
diatesis yang diyakini sebagai faktor resiko yang mungkin pada
perkembangan dermatitis perioral. tanda dan gejala dari akibat
sensititivitas dari kulit wajah yang ada termasuk kulit kering, skuama,
edema, priritus, sensasi panas, rasa terbakar dan nyeri.

Penggunaan topikal kortikosteroid berkepanjangan menyebabkan


beberapa perubahan fungsional dan biologi pada kulit, hal ini dapat
menyebabkan respon pada kulit sehingga menimbulkan penurunan
sintesis kolagen dan elastin serta menyebabkan degradasi matriks dermal
dengan penurunan struktur pendukung pembuluh darah superfisial yang
menyebabkan vasodilatasi pada kulit, gambaran ini dapat dilihat secara
klinis sebagai telangietaksis dan eritema diffusa. Penggunaan topikal
kortikosteroid juga dapat mengganggu keseimbangan homeostasis dari
mediator kimiawi yang merubah aliran darah kutaneus yang merupakan
faktor patogenesis utama dari dermatitis perioral.

GAMBARAN KLINIS

Karakteristiknya adalah keterlibatan daerah sekitar mulut dengan


lesi kecil. Sering juga melibatkan lipatan nasolabial, pipi serta kedua
kelopak mata yang terlihat simetris. Tergantung pada derajat klinis,
dermatitis perioral dapat meluas hingga ke dagu, glabela, bagian lateral
kelopak mata bawah, kelopak mata atas, pipi dan dahi. Diagnosis dibuat
secara klinis, akan terlihat eritema dengan tepi tidak rata disertai papula
vesikel yang berbentuk seperti kerucut, kadang disertai pustula dengan

Bintil merah pada kulit Page 35


diameter 1 – 2 mm serta pada daerah kulit yang tidak terkena dapat terlihat
kering.

Gejala khas yang sering terlihat adalah sensasi nyeri atau terbakar.
Kadang pasien juga merasakan sensasi tegang pada kulit. Pada dermatitis
perioral yang lama dapat terjadi kolonisasi bakteri yang ditandai adanya
papulopustul.

Faktor yang dapat memperberat dermatitis perioral adalah paparan


sina matahari, sering mencuci wajah dengan sabun pembersih atau
penggunaan kosmetika secara berlebihan serta pemakaian kortikosteroid
dengan potensi menengah dan tinggi.

Suatu bentuk khusus dari dermatitis perioral adalah lupoid


dermatitis perioral dimana papul terlihat lebih padat dan besar berwarna
merah kecoklatan disertai dengan skuama dan infiltrat. Bentuk granuloma
dari lupoid dermatitis perioral pada anak-anak dinamakan sebagai Facial
Afro-Caribbean Childhood Eruption (FACE). Bila keadaan ini sembuh
tidak akan menyisakan bekas akibat lesi tersebut

Bintil merah pada kulit Page 36


DIAGNOSIS

Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesis, gambaran klinis dan


distribusi lesi, Diagnosis kunci adalah lokasi pada bibir dan daerah lipatan
nasolabial dan ada pemicu seperti alergi terhadap sinar matahari, acne,
rosasea, infeksi dermodex, kandidiasis, jamur, pityrosporum, penggunaan
pasta gigi yang mengandung flouride tinggi, penggunaan kortikosteroid
(elocon, lotrisene, lidex, termovate sering pula dipicu oleh kortikosteroid
untuk tetes hidung dan pemakaian cream moisturizer.

Penegakan diagnosa didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan


fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.

TATALAKSANA

Jika pasien menggunakan steroidm maka langkah pertama


pengobatan adalah segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus
diperingatkan untuk tidak menggunakan steroid karena akan menyebabkan
dermatitis perioral. Edukasi pasien untuk menghentikan pemakaian krim
pelembab, krim malam, make-up serta pasta gigi berfluoride.

Terapi pada dermatitis perioral dapat diberikan tetrasiklin,


doxysiklin, dan minosiklin oral dalam 8 hingga 10 minggu kemudian
tappering off pada 2 hingga 4 minggu setelahnya. Pada kasus berat lebih
baik diberikan minosiklin atau doksisiklin atau tetrasiklin dosis tinggi.
Pada anak dibawah 8 tahun eritromisin oral direkomendasikan. Terapi
antibiotik topikal yang paling sering diberikan adalah metronidazole.
Pilihan lain termasuk klindamisin atau eritromisin, sulfur topikal, dan
asam azelaik serta foto terapi dengan asam 5-aminolevulinic.

PENCEGAHAN
Dapat dilakukan dengan cara membersihkan wajah minimal 2x
sehari menghidari faktor-fsktor yang dapat memicu kembali
penyakit dermatitis perioral seperti menghentikan pemakaian

Bintil merah pada kulit Page 37


kosmetik, obat kortikosteroid, dan bahan yang mengandung
flouride
PROGNOSIS

Tanpa pengobatan, dermatitis perioral dapat berlangsung lama


hingga menahun. Pengobatan dengan antibiotik topikal maupun oral yang
tepat dapat memberikan hasil dalam 6 sampai 10 minggu. Dermatitis
perioral dapat sembuh tanpa pengobatan dengan menghindari penggunaan
kortikosteroid, pelembab, make-up dan pasta gigi berfluoride

KOMPLIKASI

Dapat berupa problem emosional psikologis karena sifat lesi


hilangnya lama dan lesi di wajah mempengaruhi kepercayaan diri
penderita. Dan timbulnya rebound effect karena penggunaan
kortikosteroid dan dapat timbul jaringan parut atau skar.

H. INTEGRASIKEISLAMAN TERKAIT SKENARIO 14

“sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri”

“kesucian sebagian dari iman”

Bintil merah pada kulit Page 38


Islam mengutamakan peningktan derajat kesehatan dalam upaya
meningkatkan hal tersebut dengan cara menjaga kebersihan . baik kebersihan
sendiri maupun kebersihan lingkungan kita. Berungkali nabi SAW menganjurkan
memberi teladan dalam hidupnya tentang penjagaan dan peningkatan kebersihan.
Contohnya mandi, terutama dalam keadaan tertentu

I. KESIMPULAN
Setelah dilakukan diskusi pada 2 pertemuan PBL untuk
memecahkan skenario masalah maka kelompok kami mendapatkan DD
sebagai berikut:

GEJALA ACNE MILIARIA DERMATITIS


VURGARIS PERIORAL
Laki2 20 thn + +/- +/-
Bintil merah
(wajah dan + + +/-
leher)
Onset 3 + + -
minggu
Genetik + - -
stres + - -
Dapat dilihat dari tabel diatas mana yang paling mendekati
dan mendukung untuk mendiagnosis keluhan yang di derita berupa bintil
merah pada wajah dan leher yang muncul selama 3 minggu dan juga
muncul pada saat ujian serta riwayat keluarga yang menjadi faktor
pendukung untuk terjadinya hal yang sama pada keluarga yang lainnya.

SARAN :
Kami harapakan agar PBL berikutnya lebih banyak membaca
serta tetap menkondusifkan diskusi serta lebih berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah dan memperbaiki serta meningkatkan tata krama
berdiskusi.

DAFTAR PUSTAKA

Bintil merah pada kulit Page 39


1. Lawley PL, Parker RS. Peroral Dermatitis. In: Fitzpatricks color atlas and
synopsis of clinical dermatology. 8th ed. United States: Mc Grawe Hill
Education;
2. Leslie P.Garthner,James L.Hiatt.Atlas Berwarna Histologi edisi ke 5 . bab
11 hal-262.Tahun 2012.
3.  2013Rosso JD. Management of papulopustular rosacea and perioral
dermatitis with emphasis on iatrogenic causation or exacerbation of
inflammatory facial dermatoses. Journal of Clinical Aesthetic and
Dermatology 2011
4. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editor. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: The McGraw-Hill Companies Inc; 2012.

5. Djuanda A, M Hamzah & S Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007:125-57.
6. Marks R, A Plunkett, K Merlin & N Jenner. Atlas of Common Skin
Disease in Australia. Department of Dermatology, St Vincent’s Hospital,
Melbourne. 1999. www.dermatology.svhm.org.au 28 Januari 2009 pkl.
12.05.
7. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM,dkk. Acne vulgaris and
acneiform eruptions. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008.
8. Majestha RP, Puguh R. Pengaruh Pemakaian Sabun Sulfur Terhadap
Jumlah Lesi Akne Vulgaris: Penelitian Klinis Pada Mahasiswi Penderita
Akne Vulgaris Yang Diberi Terapi Standar Tretinoin 0,025% + TSF 15.
Semarang: FK Universitas Dipenogoro; 2016. 6 (4).
9. Buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin Edisi 7, Cetakan pertama.2015.
Badan penerbit FKUI : Jakarta
10. Fitzpatrick’s color atlas and synopsis of clinical dermatology 7 th
Edition.2013. Mc Graw Hill : USA

Bintil merah pada kulit Page 40


11. Levin NA, Wilson BB, Miliaria. 2007 Jan 25. Available from;
http;//www. Emedicine. Com/derm/topic266.htm.
12. Mowad CM, McGinley KJ,Foglia A, Leyden JJ. The Role of extracellular
polysaccharide susbstance produced by Staphylococcus epidermidis in
miliaria. J Am AcadDermatol. 1995;33;729-33.
13. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5, Cetakan Tiga
dengan perbaikan. Tahun 2008. Penerbit : Badan Penerbit FKUI.
14. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya.Jakarta: Yayasan
Penyelenggaraan Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an; 2017.
15. Wahid S, Miskad AU, PrimamitraD. Imunologi Lebih Mudah Dipahami.
Surabaya:Brilian Internasional;2016

Bintil merah pada kulit Page 41

Anda mungkin juga menyukai