Anda di halaman 1dari 20

PRESEPTOR dr.YASMAR ALFA Sp.

A (K)
Notes by : Syifa Shafira

RESPIRATORY DISEASE

KU: SESAK NAFAS

1. BRONKOPNEUMONIA
 Adalah proses inflames/ Peradangan pada parenkim paru
 DASAR DIAGNOSIS:
o Anamnesis
- Sesak nafas (PF: PCH, Retraksi, Sianosis kl berat)
- Didahului ISPA yang tidak sembuh-sembuh sudah di obati
- Anamnesis ada yg merokok di rumahnya
- Tanya aja kea rah dd dan faktor risiko tp kl usia nya masih kecil jgn tanya asma
atau alergi atau atopik
o PF
- Rhonci basah sedang (Patognomonis)
- Retraksi
o PP
- Darah Rutin yang diliat banget Leukositnya
o DD/
- DD/ BP dengan etiologinya aja, dan jangan lupa masukin Covid di anamnesis
- DD/ tergantung dari hasil leukositnya
 Leukositosis 15rb-40rb DD/ BP ec Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, haemophilus influenza
 Leukopenia <15rb DD/ BP ec RSV/Common cold/ virus influenza
 Klasifikasi BP gak terlalu di pake sama dr yas
 Patfis:
o Mekanisme daya tahan saluran pernafasan sebutin:
 Mucociliary clearance
 Secretory IgA
 Refleks Batuk
 Makrofag pada alveoli/ Bronkiolus
 bakteri/virus melewati barrier saluran nafas masuk ke alveolus dan
menyebabkan inflamasi parenkim paru
o Patfis BP gaada proses hepatisasi yaaa krn hepatisasi tjd pada pneumonia
lobaris bukan pada BP
 Terapi
o Nonfarmako : Oksigen, cairan infus, nutrisi
o Farmako :
 Antibiotik:
 Betalaktam  Ampisilin 100mg/kgBB IV 3-4 dosis dan di
kombinasikan dengan Gentamisin 5-6mg/kgBB IV krn untuk
gram negatifnya
 Cephalosporin  ceftriaxone 75 mg/kgbb / cefotaxime
Kl karena virus harus dikasih untuk mencegah infeksi sekunder
 Antipiretik
 Mukolitik
(terapi simptomatik boleh diberikan JANGAN DIBERIKAN NEBU)
 Komplikasi
- Intratorakal 
o Empiema (adanya pus pada pleura)  tidak ada gambaran klinisnya harus
dilakukan thorax foto sehingga akan ditemukan pus dengan gambaran
radiologis Pleural infusion
Kalau mau cari tau penyebab infeksinya apa pada empyema harus
dilakukan Punksi pleura  analisis cairan paru
- Ekstratorakal
o Bisa menyebar secara hematogen menyebabkan  meningitis, sepsis,
osteomyelitis
 Pencegahan :
Hindari faktor predisposisi asap rokok
Vaksin PCV/ HiB
 Usul Pemeriksaan:
o Foto thorax bukan sebagai diagnostic tapi untuk tau sejauh apa infeksinya
o Kalau etiologinya krn bakteri lakukan aspirat bronkoskopi  lalu di kultur
( dilakukan tp invasive soalnya gbs dari sputum, krn pd anak sulit untuk
mengeluarkan sputumnya juga)
 Prognosis : Ad bonam

2. BRONKHIOLOTIS
 Dasar Diagnosis:
o Sesak nafas
o Usia <2th
o Wheezing
o Didahului ISPA
 Etiologi 90 % karena RSV  jadi gausah di DD/ jangan sama sekali di dd dengan
asma !!
 Tapi tetep di awal tanyain ada kontak covid ga?
 Patofisiologi bronkiolitis:
Didahului oleh batuk pilek, panas badan tidak terlalu tinggi selama 4 – 6 hari. Timbulnya
bronkhiolitis ditandai dengan adanya: wheezing, nafas cepat dan sesak. Suhu tubuh biasanya
tetap febris, gelisah dan tidak mau makan/minum sehingga dapat menyebabkan dehidrasi.
(Bronkhiolitis merupakan “self limited disease”).
Pada P.D: frekuensi napas > 50x/menit , Suhu tubuh normal atau naik sampai 41° C
Pada 50% penderita ada conjunctivitis & otitis media
Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing, dan “crackles” di seluruh paru
Akibat edema dinding bronkioli, timbunan mucus dan “celluler debris” à lumen bronkioli
tersumbat total, dan sebagian lagi tersumbat partial à pada beberapa tempat terjadi atelektasis
(akibat sumbatan total), sedangkan pada tempat-tempat lain terjadi “over-distention”
(hiperinflasi, atau emfisema) akibat sumbatan partial.
Mekanisme respirasi jadi abnormal à bayi bernapas pada volume-paru-tinggi, dan fungsional
residual capacity (FRC) meningkat. Kelenturan paru (dynamic recoil) menurun. Penurunan
kelenturan paru, dan peningkatan resistensi terhadap aliran udara menyebabkan “breathing
work” meningkat.
Akibat obstruksi bronkioli (yang total dan partial) à gangguan pertukaran gas à hipoksemia
akibat “mismatching” pulmonary ventilation: perfusion (V:Q ratio bertambah)  sesak nafas
Nilai PaCO2 bervariasi: menurun ~ normal ~ meningkat. Pada sebagian besar pasien menjadi
metabolic asidosis dengan PaCO2 menurun atau normal
Kelainan patologi anatomi : Kerusakan alveoli (emfisema dan microatelectasis) : hipoksemia
(hipoksia/anoksia) dan hiperkarbia : Asidosis metabolic dan respiratorik : Nafas cepat dan
kemudian sesak nafas : Gagal nafas
Wheezing terjadi karena adanya penyumbatan bronkioli akibat oedem pada mukosa

 Tatalaksana:
Oksigen
 nebulizer adrenalin epinefrin 1 amp + dilarutkan dalam 4ccNaCl 0,9% dan NaCl 3%
(lakukan nebulizer seperti asma)  Hal ini berfungsi yaitu sebagai anti inflamasi
yang akan menurunkan mukus dari saluran napas  sumbatan hilang dan sesak
napas bisa hilang sampai 8-12 jam. (ada di PKM)
 Alfa adrenergic (epinefrin) kelebihan efeknya bukan bronkodilatornya: relaksasi otot
bronkhilos, efek fisiologi anti histamin, mengurangi sekresi (anti inflamasi)
 Kenapa tidak diberikan salbutamol beta adrenergic: kl pada asma terjadi spasme
bronkiolus tapi pd bronkiolitis penyempitan lumennya karena edema

Terapi Kontroversi yang tdk diberikan :


- Bronkodilator
- Steroid
- Antibiotic
- Palivizumbab
 Komplikasi :
o Infeksi sekunder bakteri  jadi Bronkopneumonia
o Kalau udh komplikasi gini nanti tulis di DK/ jadi Bronkhiolitis + BP harus di
tulis keduanya krn berbeda
o Dan klinis pasiennya jd ada rh +/+ dan wh +/+

TROPICAL INFECTION
KU: DEMAM

1. DEMAM TIFOID
 Anamnesis:
- Demam >7hr, naik pada sore hari kadang terus menerus, bisa ada diare dan
konstipasi, bisa ada mimisan
- Tanyakan semua DD/ demam : dengue, isk, malaria, oma, keganasan leukimia,
sle, tb, chikungunya, covid
 PF:
- Febris, tifoid tongue, bradikardi relatif, rose spot
 PP:
- Darah rutin : bisa mengalamu anemia, trombositopenia, aneosinofilia
- IgG IgM anti dengue
 Usul pemeriksaan :
- Gall kultur : BP urine, feses, darah, sumsum tulnag  gold standar
- Tes widal  peningkatan titer antigen O (dapat membedakan typhi/paratyphii)
 DD/ kalau DD tifoid dan dhf liat aja klinis yang banyaknya banyak ke tifoid atau dhf
kl dr salah satu yg banyak tulis dd nya di paling atas
 Patofisiologi  Checkpoint : Bakteriemia 1 dan Bakteriemia 2
 Komplikasi
• Komplikasi intestinal: Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis
• Komplikasi ekstra-intestinal.
- Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis. tromboflebitis.
- Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis.
- Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
- Komplikasi hepatobilier: hepatitis tdk ada marker untuk periksa hep
tifosa jd untuk memastikan brrt sebelumnya psien ada icterus,
typoidnya + , sgot sgpt meningkat, kolesistitis.
- komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
- komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis
- komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik tjd karena enterotoksin menembus
BBB menyebabkan ensefalopati ditandai dengan demam delirium penurunan
kesadaran  Keadaan nya Delirium

Tatalaksana
Antibiotik
1.Kloramfenikol : 50-100mg/kgbb/hari bawa dosis nya yg 100 karena IV
Dibagi 4 dosis maksimal dose 2 gram diberikan selama 10-14 hari
Syarat : Leukosit < 3000
- Kontraindikasi jika ada leukopenia kare ESO  anemia aplastic krn tjd depresi sumsum
tulang .
- Bagaimana tjd nya anemia aplastic? Apa keluhannya saat datang ke dokter?
o Anemia aplastik: pucat sering tjd perdarahan krn despresi sumsum
tulang jd turun semua

2.Kalau pada yang leukopenia  data diberikan Antibiotik lain


o Cephalosporin : cefixime 15-20mg/kgBB/hr di bagi 2 dosis selama 10 hari
o Atau quinolone tp pada anak <18 th akan menyebabkan gangguan pertumbuhan
Cuma boleh saja diberikan tp hanya sekali aja jangan setiap sakit
- Pertimbangan antipretik  dapat menurunkan demam, tp dapat membingungkan apakah
demam nya yg turun efek obatnya berhasil atau tidak  kecuali diberikan pada anak yang
kejang demam antipiretik wajib diberikan
3.Terapi komplikasi Perforasi usus:
Tanda peritonitis : nyeri perut, kembung, ileus paraliti, febris, leukositosis, defanse
muscular dr perforasi usus
 Foto abdomen harus sudah di lakukan NGT  gambaran air fluid level
Tatalaksana akut abdomen sebelum dirujuk : ABC
1. Hentikan pemberian oral apapun
2. Cairan IV
3. NGT  untuk nutrisi (secara umum) ukuran tube yang kecil, dan untuk dekompresi
pakai yang besar (tadinya tegang)mdan menilai apa yang keluar dr gastric juice,
warna apa? Kehijauan jika perforasi
4. Antibiotic  sephalosporin: Ceftriaxon dan metronidazole mencegah infeksi
7mg/kgbb dibagi 4 dosis (diberikan sebelum operasi laparotomi karena di saluran
cerna banyak bakteri anaerob (klostridium) dan antiparasit,)
5. Oksigen
Rujuk ke bedah  laparatomi
Pem: elektrolit , ureum kreatinin
Bagaimana terjadinya tifoid carier
- Gimana terjadinya carier? Di tinjanya positif tp gejala negative bahayanya sumber
penyakt
- Gmn bisa jd carier hidup di fesica velea bakteri dpt hidup (gall kultur)  diberikan
antibiotic tdk sampai kesana krn anatomi dr vesica felea ductus koledoktus
keluar dari tinja
- Terapi antibiotic tdk sampe krn sturktur anatomi tapi tdk menyebabkan bakterimia
- Anti tifoid:
- Kultur tinja sampe negative  tanda carienya hilang

 Prognosis : ad bonam

2. DF/DHF
 Anamnesis:
- Demam >7hr, naik pada sore hari kadang terus menerus, bisa ada diare dan
konstipasi, bisa ada mimisan/ tanda perdarahan spontan/ tanda plasma leakage/
tnda diuresis/ ada tanda syok akral dingin
- Tanyakan semua DD/ demam : dengue, isk, malaria, oma, keganasan leukimia,
sle, tb, chikungunya, covid
 PF:
o Manifestasi perdarahan, tanda efusi pleura, asites, tanda syok, kussmaul resp
 PP:
Darah rutin serial
IgG IgM anti dengue  jangan dulu NS1 !!!

 Usul pemeriksaan
- Foto thorax : efusi
- AGD  kl di PICU dan syok

 Patofisiologi  Checkpoint : ADE  tombopati, vaskulopati, plasma leakage


 Tatalaksana: sesuai alur banget
 Observasi tanda syok
 Setelah 1 jam di infus 20 cc RL, syok tdk teratasi knp? Karena setelah kita infus
cairannya keluar lagi ke interstitial  lakukan thoraks foto
 Bolus lg yg kedua koloid ( lama bertahan di intravaskuler unutk balance cairan)
 Kristaloid : cepat masuk tp cepat merembes
 Harus diberikan bolus yang kedua karena pd syok nya diatasi dengan pemberian
cairan menyebabkan kematian
 Sesaknya tdk akan menimbulkan kematian berikan oksigen aja
Atasi dulu syoknya smp brp kali pemberian cairan
 Setelah syok teratasi cairan interstitial akan di absorbs lagi jd tidak perlu
antidiuretic
 Jika sudah 3 kali infus syok teratasi  ht turun, nadi teraba, sesak mungkin belum
hilang (bkn krn asidosis metabolic tp krn pleural infusion) dibiarkan sj efusinya dlm
1-2 hr cairan pleuranya akan di absorbs lg
 Apa yang perlu di monitoring : hb(12-15), trombosit dan ht\\
 Overload yg trjd ke jaringan interstitial tp pada intravaskularnya tdk terpenuhi
cairannya

 observasi cairan dan syok teratasi atau tidak 30/45 menit -1 jam

 Pemberian transfusi :

- Perdarahan sangan masif  FFP


- Perdarahan aja  PRC
- Trombositopenia <10rb  Trombosit 5kg/ 1 unit
 Prognosis : adbonam
 Komplikasi :
DF tdk ada komplikasi krn tdk ada hemokonsentrasi tp mungkin bisa tjd DHF

KEJANG PADA ANAK

1. KEJANG DEMAM
 Anamnesis:
Bedakan KDK/KDS
gaperlu bedain pola kejang krn sulit nana ibunya
Cari etiologi demam
Tanyakan Riwayat di keluarga dengan kejang demam
 PF :
Tanda yang menunjnag ke etiologi demamnya !
Inget kalau pasien tonsilofaringitis cek Tonsild an faringnya membesar atau hiperemis
ga
 PP :
Tergantung etiologi
 Diagnosis:
Tulis dulu etiologi demam nya + KDK/KDS
(c/ demam dengue + KDK)
DD/ etiologi demamnya aja  jangan dd KDK dan KDS nya
 Etiologi :
o Tonsilofaringitis : ingat pada anak banyak Beta streptokokus bisa risiko
terjadi demam reumatik  ingat tanda RHD (kriteria jones mayor dan
minorth/ harus eradikasi kuman dengan benzatin penisilin sampai dengan
usia 25thn) selain ke jantung bakteri tsb jg bisa menyebakan GNAPS
(hematuri air cucian daging BAK nya, hipertensi, anuri, edema palpebra th/
diuretic dan antihipertensi)
o Morbilli /campak  penyebab yang punya risiko menyebabkan kejang karena
saat demam suhunya kan sangat tinggi mencapai 40 derajat, ada gejala 3C, dan
kolpik spot Komplikasi tersering krn sgt infeksius bs menyebabkan Bp dan
protein loss enteropati (diare)
o Dan penyebab demam yg lainnya
 Epidemiologi dan kejadian Epilepsi
 Kenapaa tidak semua org yg demam timbul kejang  1. Risiko Riwayatkejang demam pada keluarga,
dan tidak semua anak rentan thdp suhu tinggi, tergantung ambang suhu pada anak tsb
 Sampai usia brp kejang demam  <6bln-6th
 Kl usia 8 th ada kejang demam  epilesi trigger by fever lakukan pemeriksaan EEG untuk tau jadi
keadaan epilepsy atau tidak :  terapi jika sudah di lihat pada lobus temporalis tanda epilepsy obat
anti epilepsy smp 2 tahun bebas kejang konsultasi dr saraf (TIDAK ADA BATASAN USIA ANAK
MENDERITA EPILEPSI BISA TJD DI SEMUA USIA BAHKAN SEJAK BAYI)
 Kl anak datang kejang demam  segera berikan diazepam rektal atau IV (SAAT KEJANG) kl sudah
tidak kejang tidak di berikan diazepam, setelah berhenti pasang infus jadi nanti kl ada kejang bisa
berikan diazepam

 TERAPI: sesuai alur tatalaksana


- Diazepam rektal <10kg : 5mg >10kg :10mg
- Diazepam IV lebih efektif dr pd rectal krn lebih cepat tapi bahaya jadi depresi
pernapasan(kematian mendadak) diberikannya pelan2
Cnt bb 15 kg 0,3-0,5mg 5mg diberikan pelan 3-5 menit tapi jika dalam dosis 2mg kejang sudah
hilang, sisa obat tidak perlu di teruskan karena efek IV sangat cepat
- Kenapa tidak diberikan oral? Kl diberikan oral diazeapam efeknya jadi hipnosedatif tidak berefek
sebagai antikonvulsan
- Antipiretik dibeerikan : pct 10-15mg/kgBB (harus diberikan)
- Semua penyakit yang menimbulkan demam bisa berpotensi  kejang demam
- Dirawat : karena risiko rekuren simpleks kompleks cukup sehari
- Kalau di rawat jalan bekali diazepam rektal
- Antibiotik : ampisilin 100mg/kgBb 4dosis
Sering krn OM
- Setiap anak kejanag penigkatan kebutuhan oksigen di otak  hipoksia otak

 Patofisiologi
2. Epilepsi
Bisa pada semua usia
Anamnesis  cari etiologi epilepsy/Riwayat keluarga/ Riwayat asfiksia
PF Neurologis
PP lakukan EEG untuk memastikan epilepsy
Th/ Asam Valproat  stop jika 2 th bebas kejang

GASTROHEPATOLOGI
1. DIARE
Anamnesis :
- Frekuensi diare/ lama diare/ konsistensi/ warna/ darah atau lender/ muntah/flu like syndrome yang
mendahului/ tanda dehidrasi/ demam
- Check point rotavirus : kembung, kemerahan sekitar anus
- Check point shigella atau disentri : BAB awalnya cair  jadi BAB berdarah dan lender krn
patfisnya awalnya di usus halus diare osmotic  colon jd invasive
- Check point tanda komplikais gangguan elektrolit/ asidosis metabolic
PF:
Tanda Dehidrasi
Tanda Infeksi Rotavirus

PP:
Darah rutin
Feses rutin 9makroskopis dan mikroskopis)

Diagnosis:
Kalau rotavirus 
- Diare akut (<14hr) +
- Ec Rotavirus (gausah di dd/ kl usianya <3th kecuali gaada flu like syndrome boleh dd dengen
EPEC bab cair tdk berdarah dan tidak demam) +
- Tanda malabsorbsi KH (perut kembung H+) / di tambah asidosis metabolk kalau ada tanda
kussmaul +
- Derajat dehidrasinya tambahin
Kalau Disentri 
- Disentri dd/ etiologinya (EIEC/EHEC/Shigella/campylobacter/yersinia/salmonella)
Kalau noninfeksi 
Laktosa intolerance, alergi susu sapi, keracunan makanan

Usul pemeriksaan :
- ELISA tinjan untuk rotavirus
- Klini test
- BHT
- Elektrolit

Tatalaksana:
- Rencana terapi AB C
- Probiotik adalah mo komensal biasanya diare berlangsung 10-14 hari tp kl pake
probiotik diarenya akan 4-5 hari
Tujuannya : memperpendek lama diare

o kompetitif menghambat perlekatan/adhesi dengan bakteri pathogen pada


mukosa usus

o kompetitif nutrisi dgn mikroorganisme pathogen

o menghasilkan produk/komponen yang menghambat pertumbuhan atau


menghancurkan MO

o merangsang igAsecretory dari mukosa ke dalam usus

o menghasilkan enzim lactase

(Prebiotik : adalah makanan utuk mikroorganisme probiotik)

- Zinc
<10kg :10 mg
>10kg : 20mg
Ø Meningkatkan daya imunitas sal cerna
Ø Meningkatkan reepitelisasi sel usus yang rusak

Komplikasi
- Dehidrasi berat
- Syok hipovolemik
- Gg sirkulasi
- Gg asam bas
- Gg elektrolit hypernatremia >150 meq (kejang) hyponatremia <135meq bisa simptomatik dan
asimptomatik, hiperkalemia >5meq (ileus paralitik) hipokalemia <3,5meq (gg iram jantung)
dialysis

 Patofisiologi Rotavirus
Rotavirus hanya satu satunya yang menyebabkan kerusakan mukosa usus  tp digantikan
dengan sel yang imatur sehingga BAB nya tidak berdarah dan berlendir
 Tonjolan bagian luar akan mengawali suatu infeksi
 Berikatan dengan vili yang ada pada usus
 Enzim proteolitik (Tripsin) menyebabkan perubahan struktur tonjolan dan
menyebabkan timbulnya ko-reseptor pada vili.
 Virus masuk dan melepaskan RNA
 Terjadi replikasi dan pelepasan virus baru

• Mekanisme rotavirus menyebabkan diare diwali dengan infeksi enterosit (mulai virus
masuk sampai dilepaskan
• NSP4 akan menginduksi pelepasan Ca2+ internal ke intrasel.
• NSP4 juga merusak tight junction sehingga memicu pelepasan air dan elektrolit
• NSP4 dari sel yang terinfeksi akan berikatan dengan reseptor spesifik dan akan
merangsang signaling cascade
- phospholipase C (PLC)
- inositol phosphatase (IP)
Menyebabkan pelepasan Ca2+ dan menyebabkan peningkatan Ca2+ dan menyebabkan
kerusakan
microvillar cytoskeleton.
• NSP4 dapat juga merangsang enteric nervous system (ENS), yang akan meningkatkan
Ca2+ dan menginduksi sekresi Cl-
• integrin α2β1 juga berikatan dengan NSP4 yang akan menginduksi diare.
• NSP4 merusak SGLT1 transporter(sodium-glucose linked transporter): gangguan
reabsorpsi air dan menurunkan aktivitas brush-border membrane disaccharidases.
• Enterosit yang sehat akan mensekresi lactase ke dalam lumen usus halus, infeksi
rotavirus akan menyebabkan lactose intoleran.
• NSP4 mengaktivasi calcium ion-dependent secretory reflexes dari enteric nervous
system.
• Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan sejumlah besar
virus yang kemudian terdapat dalam tinja (sampai 1010 partikel per gram faces).
• Sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum matang yang tidak
menyerap.
• Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan fungsi kembali ke normal.

2. HEPATITIS
KU: IKTERIK

 Hepatitis adalah proses inflamasi pada sel hati yang ditandai dengan penigkatan
enzim aminotransferase yang disebabkan oleh beberapa macam virus yang tidak
selalu terjadi icterus
 HEPATITIS A
 HVA dijumpai hampir diseluruh dunia secara endemis , epidemis maupun sporadis .
HVA paling sering terjadi dinegara berkembang termasuk Indonesia karena keadaan
sosioekonomis dan sanitasi lingkungan yang kurang memadai , hal ini disebabkan
penularan HVA secara orofekal . Sebagian besar HVA pada anak bersifat asimtomatik
dan hanya sekitar 5-10% bersifat simtomatik dengan gejala klini yang jelas terutama
usia 5-14 tahun.
 Virus hepatitis A adalah virus RNA yang tahan panas , asam dan ether. Virus ini
bersifat sitopatik pada sel-sel hati yang berperan dalam proses terjadinya penyakit dan
tidak terjadi karier dan viremia yang menetap. Virus hepatitis A yang tahan asam
dapat melewati lambung lalu sampai diusus halus bereplikasi dihati dan selanjtnya
melalui traktus biliaris sampai diusus halus selanjutnya dikeluarkan melalui tinja ,
yang akirnya terjadilah transmisi fekal-oral , virus dapat bertahan lama dalam tinja
sampai 3-6 bulan. Makanan dan minuman merupakan bahan yang paling sering
menjadi transmisi sehinga dapat menimbulkan kedaan luar biasa (KLB) .HVA
sembuh sendiri dan tidak menimbulkan kronisitas atau keganasan , komplikasi yang
mungkin tejadi hanyalah ikterus yang berkepanjangan dapat sampai 12 minggu dan
akan sembuh tanpa berubah manjadi penyakit hati kronis. Hanya kurang dari 1%
HVA yang menjadi hepatitis fulminan yang menimbulkan kematian.
 Gejala klinis
Pada umumnya pada anak sering bersifat asimtomatis dan hanya sekitar 20% bersifat
simtomatis .
 Gejala dapat dibagi menjadi 3 fase : -2-
1.Fase preikterik
 Pada fase ikterus belum terjadi anak tampak lesu , anoreksia , mual muntah ,sakit
kepala ,rasa tidak enak diperut kanan atas , demam biasanya kurang dari 39 derajat C
atau gejala seperti flu , pada masa ini urine seperti teh pekat . tinja agak pucat .
2.Fase ikterik
 Pada fase ini gejala-gejala diatas mulai berkurang , ikterik sudah mulai terlihat dan
kadang-kadang terjadi pruritus , SGOT dan SGPT sudah mulai meningkat yang
mencapai puncaknya setelah 1 minggu gejalaklinis peningkatan ini dapat lebih dari 10
kali angka normal.
3.Fase konvalesen ( penymbuhan )
 Pada fase ini gejala klinik / keluhan mulai hilang , ikterus makin berkurang , nafsu
makan sudah membaik dan SGOT / SGPT mulai turun sampai normal.
 Diagnosa
Dignosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik diatas dan pemeriksaan kadar bilirubin ,
SGOT – SGPT dan IgM anti VHA . IgM anti VHA dapat menetap sampai 3 bulan.
 Tatalaksana
Tidak ada obat kusus berupa anti virus untuk penderita VHA , pengobatan hanya
bersifat simptomatis dan supotif saja untuk mengurangi keluhan. Tirah baring harus
dilakukan untuk masa akut walaupun tidak dirawat dirumah sakit . Diet tinggi KH
dan rendah lemak bila penderita merasa mual yang berlebihan dan vitamin.

 HEPATITIS VIRUS B
 Merupakan penyakakit endemis diseluruh dunia , penyebab HVB adalah virus DNA
(partikel Dane) yang bersifat hepatotropik .
 Transmisi terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang terdiri dari
transmisi ebaya l (perinatal) dan horizontal . Transmisi perinatal terjadi dari ibu
ebaya , sedang transmisi horizontal terjadi kontak antar individu /keluarga .
Transmisi ebaya l dari ibu ebaya paling sering terjadi saat intra partum 98%,
sedangkang transplasental jarang sekali kurang dari 2 %.
 Besarnya resiko terjadinya penularan dari ibu kebayi sangat ditentukan oleh status
serologis ibu , bila HbsAg dan HbeAg ibu positif maka resiko transmisi vertikal
sangat tinggi kira-kira 70-90%, sedangkan bila hanya HbsAg yang positif resiko
transmisi vertikal hanya 10-67%.
 Prevalensi HbsAg positif diberbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20% dan
prevalensi diluar Jawa lebih tinggi . HVB pada bayi dan anak sering tidak dikenali
karena umumnya bersifat asimtomatis berbeda dengan dewasa. Bila terinfeksi
sebelum usia 1 tahun resiko kronisitas 90% , usia 2-5 tahun menurunmenjadi 50% dan
bila terinfeksi lebih dari usia 5 tahun resiko kronisitasnya 5-10%. Resiko untuk
berkembang menjadi sirosis hepatis atau karsinoma hepatoseluler pada kasus kronik
adalah 25-30%.
 Gejala klinik infeksi akut
Pada umunya gejala infeksi akut sama dengan HVA susah dibedakan , hanya masa
inkubasinya lebih lama 4 – 16 minggu (rata-rata 80 hari) gejala ini dapat berlangsung selama
1 bl dan biasanya infeksi akut ini jarang bermanifestasi berat , kadar SGOT dan SGPT juga
meningkat seperti HVA .
 Dignosa
Untuk menegakkan diagnosa selain gejala klinik , pemeriksaan SGOT/SGPT dipelukan
pemeriksaan serologis HbsAg dan IgMantiHBc. Dalam perjalanan penyakit HbsAg akan
bertahan dalam darah selama 12 minggu kemudian akan diikuti terbentuknya Anti HBs
beberap minggu kemudian . Masa antara hilangnya HbsAg dalam darah sampai terbentuknya
AntiHBs disebut window period . Bila pada pemeriksaan dalam perjalanan penyakit disertai
dengan HbeAg positif menandakan penyakit sangat infeksius. Apabila HbsAg menetap dalam
darah selama lebih dari 6 bulan maka penyakit suda menjadi HBV kronis.
 Tata laksana sama dengan tatalaksana HVA.
 Pencegahan .
Bayi yang lahir dari ibu HbsAg posistif diberikan vaksinasi aktif dan pasif dengan
imunoglobulin HVB sebelumusai 24 jam . Imunisasi diberikan pada dua tempat yang berbeda
misalnya ektrimitas kanan dan kiri.
Jadwal imunisasi HVB adal 0, 1. 6 bulan yang dimulai pada usia sebelum 1 bulan.

 HEPATITIS C
 Istilah hepatitis nonA nonB telah dikenal sejak tahun1974 , akan tetapi penyebab nya
virus hepatitis C baru ditemukan pada tahun 1989. Virus hepatitis C merupakan virus
RNA dengan rantai tunggal ,berselubung dan bersifat sitopatik merusak sel-sel hati
melalui mekanisme imunologis. Anak yang terinfeksi VHC umumnya melalui trnsfusi
darah yang terkontaminasi dengan VHC , paling sering terjadi pada penderita
talasemia , hemofili, leukemia atau pada penderita yang babnyak membutuhkan
transfusi darah.
 Gejala klinik
Gejalan klinik sangat bervariasi , masa inkubasi 2minggu sp 6 bulan (rata-rata 6-7 minggu)
pada stadium akut sama dengan gejala HVA atau HVB . Terjadi penigkatan SGOT dan SGPT
seperti pada HVA dan HVB.
 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik . pemeriksaan SGOT-SGPT dan pemeriksaan
serum Anti HCV yang positif.
 Tatalaksana
Belum ada keseragaman pendapat tentang terapi HCV pada anak , akan tetapi berlainan
dengan terapi HVA danHVB pada terapi HVC akut diberiran obat-obat anti viral seperti alfa
interfero dan ribavirin.
 Pencegahan
Perlu pemeriksaan darah sebelum transfusi untuk mencegah penularan . Belum ada vaksin
untuk pencegahan HVC.

 PEMERIKSAAN MARKER UNTUK DIAGNOSTIK


1. HEP B periksa  IgM anti HbC dan HbsAg
2. Hep C  IgM anti HCV
3. Hep A  IgM anti HAV

IKTERUS NEONATORUM

NEONATAL HIPERBILIRUBINEMIA

KU : IKTERUS

Anamnesis:
Anamnesis onset, progresifitas, Riwayat kehamilan, Riwayat persalinan, tanda kelainan
prehepatic, hepatic, dan post hepatic

PF :
Cek Kremer berapa
Tanda icterus

PP:
Darah Rutin

Usul Pemeriksaan:
Bilirubin total. Dan direk
SGOT/SGPT
G6PD enzim
Alkali fosfatase.  pada kolestasis
USG Hepar
IgM CMV

DD/
1. Icterus fisiologis  yang etiologinya ada 6
a. Peningkatan sel darah merah
b. Usia pendek eritrosit
c. Peningkatan Bglukoronid siklus
d. enterohepatic
e. Usus steril tdk ada flora usus
f. Defisiensi UDPGT krn maturitas hepar belum matur
g. Defisiensi albumin
2. Icterus patologis  harus dijabarin
 Indirek  G6PD/ABO
 Direk  Hepatik (Neonatal Hepatitis ec TORCH )
 Post hepatic (Atresia bilier (BAB dempul) , Kista koledokus)

Terapi
 Terapi BLT jika kadar bilirubin >12mg/dL harus ditulisnya kaya gini
 Terapi Transfusi tukar jika kadar bilirubin indirek >25mg/dL

Komplikasi
Bilirubin ensefalopati krn Indirek akan menembus BBB  dan menyebabkan kern icterus
harus di sebutkan

 PREMATURITAS
CHECKPOINT:
Harus tau ada 6 bahaya pada bayi Prematur
1. RDS
2. HIPOTERMIA
3. REFLEKS HISAP KURANG
4. NH
5. INFEKSI
6. NEC

 COVID
Adanya ACE2 reseptor dalam tubuh yag akan berikatan dengan spike pada sturktur virus 
gejala GIT, pernapasan, hidung, mulut

 IMUNISASI
- Imunisasi Dasar
Hep B  penting tau yang HbIg
Polio
BCG  hanya 1 x krn akan bertahan seumur hidup antibodinya  di lengan kanan
karena memudahkan kl ada BCGitis pembesaran kelenjar axilla
DTP
 Difteri
Apa itu difteri, gejala tanda, komplikasi
 Infeksi saluran pernapasan e.c Corynebacterium diphteriae. Tanda : pseudomembran
yg klau dilepas keluar darah.
 Bahaya pseudomembran?  obstruksi pernapasan.
 Kalau obstruksi diapain?  trakeostomi
 Komplikasi lain : miokarditis

 Pertusis
apa itu pertussis? Gejala tanda, infeksi sampai mana? Bisa ga sampai
bronkopneumoni?
 Infeksi saluran pernapasan hanya sebatas faring. Tidak bisa smpai bronkopneumonia
 Obat pertussis?  golongan makrolide : eritromisin

 Tetanus
kalau tetanus bakterinya gmn, ada berapa jenis tetanus?
Bakteri anaerob, basil
 tetanus neonatorum, tetanus dewasa.
 Kalau di neonatorum tandanya gmn? (ada lengkap ini yah guys : kejang, rhesus
sardonikus, opistotonus, fotofobia, LUKA DALAM, trismus)
 Sifat bakteri?
 Kenapa bisa tetanus neonatorum? krna pemotongan tali pusat tidak steril,
perawatan juga tidak higenis.
 Kalau ada org dewasa kena tetanus, apa yg dilakukan? Debridemen berikan H2O2,
ATS (td ga ditnya lanjut ttg ATS. Tp pelajari yah guys krna ga semua dikasih ATS)
Kenapa dikasih H2O2?  karena bakterinya kan anaerob jadi dikasih yg mngndung
O2
CAMPAK
 Kenapa campak 9 bulan? Karena ada antibodi maternal usia 0-9 bulan
 cegah dengan cara memberikan ASI terus menerus karena banyak mengandung
antibodi yg efektif untuk melindungi bayi sampai usia 9 bulan.
 Gejala campak? 3C + koplik’s spot. (3 C sebutin : coryza, cough, counjunctivitis)
 komplikasi bisa BP, protein loosing enteropathy (bikin hipoproteinimun menurun)

Anda mungkin juga menyukai