OLEH
KELAS : 3.1
TAHUN 2020
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK JALANAN
KASUS
Seorang klien an.R berkegiatan di jalanan yang baru ditekuni semenjak satu tahun
terakhir.Klien yang masih duduk di bangku kelas 6 SD ini pada awalnya tidak menjadi anak
jalanan.Ayah yang bekerja serabutan dan ibu sebagai tukang cuci terkadang tidak cukup untuk
membiayai sekolah klien serta saudaranya.Klien merupakan anak ke emapat dari 5
bersaudara.Ia mengaku sering tidak ada bekal dan seragamnya agak kusang-kusang untuk ke
sekolah sehingga anak R memutuskan untuk mengamen dari angkot ke angkot. Awalnya ibu
melarang dengan alasan masih kecil, namun karena kondisi akhirnya anak R diperbolehkan
mengamen.Setelah muncul komunitas manusia silver, anak R ikut bergabung dan membalur
tubunya dengan cat silver. Kegiatan tersebut ia lakukan sepulang sekolah. Terkadang klien
merasa malu dengan keadaanya sekarang sehingga membuat anak tersebut menyerang kawan-
kawannya. Dia mulai menjauh dengan teman-teman sekolahnya karena minder dan mulai
memikirkan hal-hal lain yang tidak nyata. An.R memiliki gangguan dalam berpikir karena
anak tertekan dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga sempat berpikir untuk
tiada didunia ini.
I. HASIL PENGKAJIAN
Identitas Klien
Nama : An. R
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir : Bandung, 23 Januari 2003
Pendidikan terakhir : SD
Pekerjaan : manusia silver dan pengamen
Status perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Alamat : Citepus, Bandung
Tanggal Pengkajian :8-9 november 2020
Alasan menjadi anak jalanan :
Kegiatan di jalanan baru ditekuni klien R semenjak satu tahun terakhir.Klien yang
masih duduk di bangku kelas 6 SD ini pada awalnya tidak menjadi anak jalanan.Ayah yang
bekerja serabutan dan ibu sebagai tukang cuci terkadang tidak cukup untuk membiayai
sekolah klien serta saudaranya.Klien merupakan anak ke emapat dari 5 bersaudara.Ia
mengaku sering tidak ada bekal untuk ke sekolah sehingga anak R memutuskan untuk
mengamen dari angkot ke angkot. Awalnya ibu melarang dengan alasan masih kecil, namun
karena kondisi akhirnya anak R diperbolehkan mengamen.Setelah muncul komunitas manusia
silver, anak R ikut bergabung dan membalur tubunya dengan cat silver. Kegiatan tersebut ia
lakukan sepulang sekolah.
Komponen Psikososial
1. Konsep Diri
a. Citra Tubuh
- Persepsi klien terhadap tubuhnya:
Klien merasa tidak puas atas kondisi tubuhnya, karena bagian tubuhnya banyak yang
terkena luka akibat memakai cat terutama luka pada bagian kaki klien ada luka yang
sampai membuat sebagian kulit kakinya mengelupas.Selain itu, klien juga merasa bahwa
dirinya tidak ganteng dan tidak ada yang bisa dibanggakan dari bagian tubuhnya tersebut.
- Persepsi klien terhadap bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai :
Bagian tubuh yang tidak disukai klien adalah bagian wajah terutama mulut dan gigi,
karena menurut klien bagian mulutnya agak tonggos sehingga suka diejek oleh teman-
temannya.
b. Identitas Diri
- Status dan posisi klien dalam keluarga :
Status klien dalam keluarga adalah sebagai anak, klien merupakan anak ke 4 dari 6
bersaudara.
- Status dan posisi klien di lingkungan :
Anak R merupakan anak jalanan dan juga anggota dikomunitas silverman
- Kepuasan klien terhadap status dan posisinya :
Klien merasa tidak puas sebagai statusnya sebagai anak karena selama menjadi anak
klien belum bisa berbakti kepada kedua orangtuanya.Kondisi ekonomi yang kurang baik
membuatnya harus turun ke jalanan untuk mencari uang sebagai pengamen dan manusia
silver.Klien mengaku banyak memiliki kakak namun kondisi perekonomian kakak juga
tidak baik sehingga tidak ingin merepotkan kakaknya.
Selain itu klien juga tidak merasa cukup puas sebagai anak jalanan, karena klien
ingin seperti anak-anak yang lain yang dapat bermain dengan bebas, berada di rumah
untuk belajar. Namun, klien R harus ke jalanan sepulang sekolah untuk mencari
tambahan bekal sekolah.Kegiatan ini sudah dilakukannya selama satu tahun. Awalnya
ibu klien melarang untuk menjadi manusia silver karena masih kecil. Namun karena
keadaan akhirnya sang ibu yang hanya sebagai tukang cuci di rumah tetangga dengan
terpaksa membiarkan anaknya untuk menjadi manusia silver dan pengamen.
c. Peran diri
- Tugas yang diemban didalam keluarga/kelompok/masyarakat :
Tugas klien adalah mencari uang untuk membantu keluarga dan juga komunitasnya
(manusia silver).
- Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran tersebut :
Klien merasa mampu untuk melakukan tersebut, asalkan tidak tertangkap oleh dinas
sosial. Ketika razia biasanya anak R sering lari karena jika itu tidak dilakukan ia akan
ditangkap dan tidak bisa mencari uang.
Perasaan klien terhadap perannya :
klien terkadang merasa malu sebagai anak jalanan jika bertemu dengan teman-
temannya yang bukan anak jalanan. Selain itu, ada sedikit kekhawatiran dalam diri klien
karena sebenarnya dalam melaksanakan tugasnya mencari uang dijalanan ini masih
kejar-kejaran dengan petugas dari dinas sosial. Beberapa kali klien R pernah tertangkap
razia sehingga ia tidak bisa mencari uang. Pengasilannya menurut klien sudah lumayan
untuk sekolah dan jajan hanya saja ketika sedang sedikit mendapat uang terkadang klien
sering sedih karena pengahasilan Rp 40.000 hingga Rp 60.000 harus ia bagi dengan
komunitas manusia silver. Klien juga sering khawatir serta cemas terhadap masa
depannya, ia ingin sekali menjadi polisi dan membanggakan kedua orang tuanya namun
apakah dengan kondisi ekomoni seperti ini ia dapat terus bersekolah sedangkan biaya
sekolah tidaklah murah.
Klien bercerita terkadang sedih karena ia berbeda dengan teman-temannya. Dia
mulai menjauh dan menyerang teman-temannya yang meledek dia. Disekolah keampuan
untuk berpikir terganggu, tidak focus dalam belajar. Ketika sepulang sekolah ia harus
pergi ke jalanan untuk mengamen dan menjadi manusia silver, kegiatan ini ia lakukan di
beberapa tempat tidak hanya di lampu merah pasteur tetapi juga di BIP, Dago, dan
daerah Ciwalk.Ia mengaku jika tidak mencari uang ia mungkin harus keluar dari sekolah.
Beberapa tahun lalu pernah berhenti sekolah karena terkendala biaya.
d. Ideal Diri
Harapan Klien terhadap Tubuh, status, tugas/peran
An.R sempat berkeingginan untuk tiada didunia ini. Namun perlahan klien berharap
agar dapat menjadi anak jalanan yang baik dan bisa mengangkat derajat anak jalanan
sehingga anak jalanan tidak selalu diberi stigma negatif oleh masyarakat.Untuk
kedepannya anak R ingin terus bersekolah hingga bisa bekerja di tempat yang layak tidak
sebagai anak jalanan.
e. Harga Diri
Hubungan klien dengan teman-temannya di jalanan cukup baik, namun hubungan
klien dengan orang-orang disekitar rumahnya tidak begitu dekat karena klien dan kakaknya
memang jarang dirumah.
Klien merasa bahwa selain teman-temannya yang dijalanan, klien sering dipandang
sebelah mata, diremehkan oleh orang lain atau teman-teman sekolahnya, hal ini membuat
klien merasa tidak nyaman dan malu. Klien juga malu jika bertemu dengan teman-teman
sekolahnya.
2. Hubungan Sosial
Kelompok masyarakat yang diikuti klien hanya kelompok anak jalanan saja, di
lingkungan rumah klien tidak mengikuti kegiatan atau kelompok apapun. Menurut klien
kelompok anak jalanan ini sudah seperti keluarga baginya, klien merasa bisa saling berbagi
suka dan duka dengan kelompok anak jalanan ini.
3. Pendidikan dan Pekerjaan
Klien masih bersekolah kelas 5 SD dan disamping sebagai siswa, klienpun sebagai
pengamen dan manusia silver di jalanan.
- Gaya Hidup
Klien mengatakan bahwa iatidak memiliki kebiasaan ngelem. Namun, sekitar
lingkungan anak jalanan saudaranya memiliki kebiasaan ngelem.Ia juga khawatir akan
terbawa kebiasaan tersebut karena banyak sekali anak jalanan yang lebih tua darinya
memiliki kebiasaan ngelem.
- Budaya
Klien bersuku sunda, dan dalam kesehariannya klien menggunakan bahasa sunda
4. Spiritual
Nilai, keyakinan dan kegiatan ibadah
Klien beragama Islam, kegiatan ibadah yang bisa dilakukan oleh klien adalah sholat
dan mengaji.Menurut penuturan klien, jika klien tidak capek sepulang mengamen ia pergi
mengaji ke mushola dekat rumahnya.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Defisit Perawatan Diri
3. Harga Diri Rendah
4. Isolasi Sosial
5. Halusinasi
6. Waham
7. Risiko Bunuh Diri
1. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan
(panik) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau
konsep diri (Stuart & Laraia; 2005, 2009). Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni (2012)
menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan . Perasaan
terancam ini dapat berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti
dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak
mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi generalis maupun terapi spesialis
memberikan hasil yang signifikan untuk menurunkan perilaku kekerasan. Tindakan
keperawatan generalis pada pasien dan keluarga dapat menurunkan lama rawat klien (Keliat,
dkk 2009). Demikian pula penelitian berikut menunjukkan bahwa tindakan keperawatn
generalis dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan (Wahyuningsih, Keliat dan
Hastono, 2009 ; Pardede, Keliat dan Wardani, 2013).
Objektif
a) Mata melotot/ pandangan tajam
b) Tangan mengepal dan Rahang mengatup
c) Wajah memerah
d) Postur tubuh kaku
e) Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
f) Suara keras
g) Bicara kasar, ketus
h) Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/ orang lain
i) Merusak lingkungan
j) Amuk/ agresif
3. Diagnosa Keperawatan
Tindakan keperawatan
1. SP 1 : Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
serta melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
b) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas
dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
c) Melatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas
dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
d) Melatih klien memasukkan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal ke dalam
jadwal kegiatan harian.
1. Pengertian:
Defisit perawatan diri adalah kelemahan kemampuan untuk melakukan atau melengkapi
aktifitas mandi/kebersihan diri (NANDA 2012-2014).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar
(BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri (WHO & FIK UI, 2006).
3. Diagnosa keperawatan
Tujuan Umum :Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kebersihan diri,
berdandan, makan, BAB/BAK.
Tujuan Khusus :
Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1.1 Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
1.2 Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
1.3 Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
1.4 Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
2.1 Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
2.2 Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a. Berpakaian
b. Menyisir rambut
c. Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
3.1 Menjelaskan cara mempersiapkan makan
3.2 Menjelaskan cara makan yang tertib
3.3 Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
3.4 Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
4.1 Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
4.2 Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
4.3 Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Tindakan Keperawatan
1. SP 1 : Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri
serta melatih klien merawat diri: mandi
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri
b) Menjelaskan cara perawatan diri : mandi (tanyakan alasan tidak mau mandi, berapa
kali mandi dalam sehari, manfaat mandi, peralatan mandi, cara mandi yang benar)
c) Melatih klien cara perawatan diri: mandi
d) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
2. SP 2 : Menjelaskan dan melatih klien perawatan kebersihan diri: berhias
a) Mendiskusikan tentang cara perawatan diri berdandan (alat yang dibutuhkan, kegiatan
berdandan, cara berdandan, waktu berdandan, manfaat berdandan, kerugian jika tidak
berdandan
b) Melatih cara berdandan
c) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
1. Pengertian
Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan
kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus (NANDA, 2012-2014). Menurut Stuart
(2009) Harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan perasaan yang
lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan tidak memadai.
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk,
2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan gejala dan peningkatan
kemampuan klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah diberikan tindakan
keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013)
Data Subjektif
a) Sulit tidur
b) Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna
c) Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif
d) Merasa menilai diri negatif
e) Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun
f) Merasa malu
Data Objektif
a) Kontak mata berkurang dan Murung
b) Berjalan menunduk dan Postur tubuh menunduk
c) Menghindari orang lain
d) Bicara pelan dan Lebih banyak diam
e) Lebih senang menyendiri dan Aktivitas menurun
f) Mengkritik orang lain
3. Diagnosa Keperawatan
Tindakan Keperawatan
1. SP 1 : Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
a) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan lingkungan
adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien
penilaian yang negatif.
2. TAK Sosialisasi
Sesi 1 : kemampuan memperkanalkan diri
Sesi 2 : kemampuan berkenalan
Sesi 3 : kemampuan bercakap – cakap
Sesi 4 : kemampuan bercakap – cakap topik tertentu
Sesi 5 : kemampuan bercakap – cakap masalah pribadi
Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
1. Pengertian :
Kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang
lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA, 2012). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi baik verbal dan nonverbal pada klien yang menarik diri di Rumah
Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor dan RSJP Jakarta (Keliat dkk, 1999). Penelitian lainnya
menunjukkan bahwa terapi generalis dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi klien
(Jumaini, Keliat, Hastono, 2010; Surtiningrum, Hamid, Waluyo, 2011; Nyumirah, Hamid,
Mustikasari, 2012).
Subyektif
a) Tidak berminat
b) Perasaan berbeda dengan orang lain
c) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
d) Merasa sendirian
e) Menolak interaksi dengan orang lain
f) Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
g) Merasa tidak diterima
Obyektif
a) Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
b) Afek tumpul
c) Adanya kecacatan ( missal fisik, mental)
d) Tindakan tidak berarti
e) Tidak ada kontak mata
f) Menyendiri / menarik diri
g) Tindakan berulang
h) Afek sedih
i) Tidak komunikatif
3. Diagnosa Keperawatan
Isolasi social
4. Intervensi keperawatan pada klien Isolasi sosial
a) Terapi Individu : Sosial Skill Training (SST), Cognitive Behavior Sosial Skill Training
(CBSST)
b) Terapi keluarga : Family Psychoeducation (FPE)
c) Terapi Kelompok : Supportif Therapy, Self Help Group Therapy
1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005; Laraia, 2009). Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Caroline ,
Keliat, BA, Sabri, L (2008) meneliti bahwa dengan pelaksanaan standar asuhan keperawatan
(SAK) halusinasi, maka kemampuan kognitif klien meningkat 47%, psikomotor meningkat
48%. Pelaksanaan standar asuhan keperawatan SAK halusinasi juga menurunkan tanda dan
gejala halusinasi sebesar 14%.
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien.
Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Obyektif
a) Bicara atau tertawa sendiri.
b) Marah-marah tanpa sebab.
c) Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
d) Menutup telinga.
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah.
j) Muntah.
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit.
4. Intervensi Keperawatan
Tujuan Umum : klien mampu mengontrol halusinasinya
Tujuan khusus :
Klien mampu membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengenal halusinasinya
Klien dapat mengotrol halusinasinya
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
TUK 1
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
1.1 Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
1.2 Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
1.3 Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai
1.4 Buat kontrak yang jelas
1.5 Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta menerima apa
adanya
1.6 Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
1.7 Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
1.8 Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada ekspresi perasaan
pasien.
2. Pasien dapat mengenal halusinasinya
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)
2.3 Bantu mengenal halusinasi
2.4 Jika pasien tidak berhalusinasi, klarivikasi tentang adanya halusinasi , diskusikan
dengn pasien isi, waktu, dan frekuensi halusinasi pagi,siang,sore, malam atau sering,
jarang)
2.5 Diskusikan tentang apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi
2.6 Diskusikan tentang dampak yang dialami jika pasien menikmati halusinasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
3.1 Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan pasien
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol halusinasi
3.4 Bantu pasien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
3.5 Pantau pelaksanan tindakan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
4. Pasien dapat menggunakan obat dengan benar
4.1 Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis, nama, frekuensi,
efek samping minum obat.
4.2 Pantau saat pasien minum obat (pasien harus minum obat didepan perawat, dan
benar-benar meminum obat)
4.3 Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
4.4 Beri reinforcmen jika pasien menggunakan obat dengan benar
Tindakan Keperawatan
1. SP 1 : Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon terhadap halusinasi.
Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi:
Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta
pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku
pasien.
1. Pengertian :
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni, 2012).
Subyektif
a) Mudah lupa dan sulit konsentrasi
b) Tidak mampu mengambil keputusan
c) Berpikir tidak realistis
d) Pembicaraan sirkumstansial
Obyektif
a) Bingung
b) Inkoheren
c) Flight of idea
d) Sangat waspada
e) Khawatir
f) Sedih berlebihan atau gembira berlebihan
g) Perubahan pola tidur
h) Kehilangan selera makan
i) Wajah tegang
j) Perilaku sesuai isi waham
k) Banyak bicara
l) Menentang atau permusuhan
m) Hiperaktif
n) Menarik iri
o) Tidak bisa merawat diri
3. Diagnosa Keperawatan
Waham
Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan proses fikir yang berhubungan dengan
gangguan konsep diri (harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya)
Tujuan khusus :
Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
1. Dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.2 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.3 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.4 Jangan membantah dan mendungkung waham klien, katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima,
katakana perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
1.5 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan individu secara
sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati (Yosep, 2007). Bunuh diri
menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah tindakan pembinasaan yang disadari
dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan
individual yang menyebabkan suatu masalah di mana tindakan yang dirasakan sebagai
pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan
ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan yang
tidak dapat ditanggung, menyempitkan pilihan yang dirasakan dan kebutuhan meloloskan diri;
orang bunuh diri menunjukkan tanda-tanda penderitaan (Kaplan & Saddock, 2010)
Perilaku yang muncul meliputi
1.1 isyarat, Ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri Pada
kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
1.2 ancaman, Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan
untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai percobaan bunuh diri.
1.3 percobaan Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi.
.
Percobaan Bunuh Diri
Subyektif:
a) Mau mati
b) Jangan tolong saya
c) Biarkan saya
d) Saya tidak mau ditolong
e) Emosi labil
Obyektif
a. klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi , membenturkan kepala
3. Diagnosa keperawatan;
Resiko bunuh diri
Tindakan Keperawatan
1. SP 1: - Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat, ancaman,
percobaan (jika percobaan segera rujuk)
- Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
2. SP 2 : Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek
positif diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
6. Intervensi Spesialis
a) Cognitive Therapy
b) Cognitive Behavior Therapy
c) Terapi supportif
d) 7.4 Family Psychoeducation (FPE)
PENUTUP
A. SIMPULAN
Berdasarkan laporan di atas, anak jalanan adalah anak yang berusia5 – 18 tahun
yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkahdan atau berkeliaran
di jalanan maupun ditempat – tempat umum. Munculnya anak jalanan disebabkan
adanya beberapa faktor di antaranya kesulitan ekonomi,ketidakharmonisan keluarga,
suasana lingkungan yang kurang mendukung, danrayuan kenikmatan kebebasan
mengatur hidup sendiri. Permasalahan anak jalananini dapat ditanggulangi dengan 3
jenis model yaitu family base, institutional base dan multi-system base. Tindakan
penanganan permasalahan anak jalanan ini dapatdilakukan melaui kerjasama antara
pihak pemerintah dan masyarakat.
B. SARAN
Berbagai pihak perlu melaksanakan program integratif yang diarahkan tidak saja
bagi anak jalanan, tetapi juga keluarga dan lingkungan di mana mereka tinggal.Bagi
anak jalanan, mereka perlu dilibatkan dalam program pendidikan khusus yangdapat
membuka wawasan mereka mengenai masa depan. Bagi keluarga, terutama orang tua,
perlu diberikan penyuluhan yang dapat meluruskan persepsi mereka mengenai
kedudukan anak di dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat. Disamping itu program
pengembangan sentra ekonomi di daerah asal mereka perlu dikembangkan agar mereka
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan tidak memposisikan kota sebagai satu-satunya
tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Jakarta : Rineka
cipta
Daryo, Agoes, 2011, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Refika Aditama Riyadi, S.
2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
NANDA. (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Keliat, B. A., Akemat., Helena C. D., Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri:
Mosby.
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course.
Jakarta: EGC
Nanda. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014. Philadelphia:
NANDA international
Pardede, J.A., Keliat, B.A., & Wardani, I.Y.(2013) Pengaruh Acceptance And Commitment
Therapy dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala,
Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan dan Kepatuhan Klien Skizofrenia Di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan. Tesis FIK-UI. Tidak
Dipublikasikan.
Stuart, Gail W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed) Philadelphia:
Elsevier Mosby
Jumaini, Keliat, B.A, Hastono, S.P (2010). Pengaruh Cognitive Behavior Social Skill
Tarining (BCSST) terhadap peningkatan kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial di
BLU RS. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Keliat, B. A, dkk. (1999). Pengaruh Model Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
terhadap kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal pada klien menarik diri di
Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, II (8), 277-283.
Keliat, B.A, Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa :
CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustika sari. (2012). PengaruhTerapi Perilaku KOgnitif
terhadap kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr. Amino Gonhutomo
Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Stuart, G.W., (2013). Principles and practice of psychiatric nursing. (9th edition). St Louis:
Mosby.
Surtiningrum, A., Hamid, A.Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh Terapi Supportif Terhadap
Kemampuan Sosialisasi klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Carolina, Keliat, BA, Sabri, L (2008). Pengaruh Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Halusinasi terhadap Kemampuan Klien Mengontrol Halusinasi di RS Dr.Soeharto
Heerdjan Jakarta.
NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri:
Mosby.
Townsend, M.C., (1998). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatrik
pedoman untuk pembuatan rencana perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC
Doenges, M.E, Townsend, M.C dan Moorhouse, M.F. (2007). Rencana Asuhan
Keperawatan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Keliat, B.A dan Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Cetakan I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Cetakan
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Arif, I.S. (2006). Skizofrenia memahami dinamika keluarga pasien. Cetakan I. Jakarta :
penerbit Refina Aditama
Carpenito, L.J., (2000). Diagnosa keperawatan aplikasi pada praktik klinis (terjemahan).
Edisi 6. Jakarta : EGC
FKUI dan WHO., (2006). Modul praktek keperawayan profesional jiwa (MPKP Jiwa).
(Cetakan I). Fakultasi Kedokteran Universitasi Indonesia dan WHO.
Hawari, D., (2006). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi kedua.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusumawati, F dan Hartono, Y. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. Cetakan I. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Townsend, M.C., (1998). Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatrik
pedoman untuk pembuatan rencana perawatan (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC
Yosep, I. (2007), Keperawatan jiwa. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Refika Aditama