Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UTS

TOPIK 1 DAN TOPIK 2

KAPITA SELEKTA EKONOMI

DOSEN PENGAMPU :

Nurmala Sari, S.Pd., MPd

DISUSUN OLEH

Nurani Mila Utami

NIM A1A119052

R002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
TOPIK 1

Tantangan Pembangunan Provinsi Jambi

Pasca Pemilihan Gubernur 2020

Oleh: Dr. Pahrudin HM, M.A *)

PILKADA Serentak 2020 yang sempat tertunda karena Pandemi Covid-19 akhirnya tetap jadi
dilaksanakan. Berdasarkan beberapa pertimbangan, 9 Desember akhirnya dipilih sebagai tanggal
pemungutan suara bagi pesta demokrasi lokal di tahun 2020.

Meskipun sempat terjadi pro dan kontra di kalangan publik, pesta demokrasi lokal tetap
dilaksanakan di tahun 2020 dengan mengikuti protokol kesehatan. Sebagaimana layaknya pesta
demokrasi pada umumnya, penyelenggara pemilu tetap melaksanakan serangkaian tahapan agar
tetap mengakomodasi prinsip-prinsip esensial demokrasi.

Berdasarkan perspektif politik, penyelenggaraan pemilu dimaksudkan untuk sarana legitimasi


kekuasaan, terciptanya keterwakilan politik, sirkulasi elit politik dan pendidikan politik. Salah
satu fungsi penting pemilu adalah munculnya pemimpin politik yang memiliki legitimasi untuk
mengelola pembangunan sebuah wilayah dalam kurun waktu tertentu.

Dalam konteks otonomi daerah, pemimpin politik yang lahir dari rahim pilkada justru semakin
signifikan urgensinya dan sangat ditunggu peranannya oleh publik.

Jambi merupakan salah satu dari 9 provinsi yang akan menyelenggarakan pemilihan gubernur di
Indonesia pada 9 Desember 2020. Artinya, publik Provinsi Jambi sangat berharap agar figur
yang berhasil memperoleh legitimasi politik nanti merupakan orang yang tepat membangun
Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Sosok terpilih tanggal 9 Desember nanti diharapkan memiliki
kapasitas untuk membangun Provinsi Jambi melalui serangkaian kebijakan inovatifnya.

Sebagai sosok yang dilegitimasi publik untuk mengelola wilayah provinsi, Gubernur Jambi
terpilih nanti akan menghadapi beberapa problem yang perlu diselesaikan. Kemiskinan masih
menjadi problem utama dan paling krusial untuk dapat diberikan solusinya oleh Gubernur Jambi
terpilih nantinya. Problem ini merupakan pekerjaan rumah utama juga di tingkat nasional dan
wilayahwilayah lainnya yang ada di seluruh Indonesia sampai saat ini.

Pengangguran merupakan fenomena yang berimplikasi terhadap mengemukanya kemiskinan,


termasuk di Provinsi Jambi. Merujuk data BPS (2020), Provinsi Jambi memiliki tingkat
pengangguran sebanyak 80.337 jiwa dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,41 %.
Berdasarkan data BPS (2020), jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jambi pada bulan Maret 2020 mencapai
277,80 ribu orang (7,58 %). Dengan demikian, terjadi penambahan jumlah penduduk miskin
sebanyak 4,4 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2019 yang
sebesar 273,37 ribu orang (7,51 %).

Masih terkait dengan kemiskinan di Provinsi Jambi, persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan pada September 2019 sebesar 9,75 % naik menjadi 10,41% pada Maret 2020.
Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada September 2019 sebesar 6,44 %
turun menjadi 6,23 % pada Maret 2020. Sementara itu, selama periode September 2019-Maret
2020, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 8,5 ribu orang dari 115,16
ribu orang pada September 2019 menjadi 123,64 ribu orang pada Maret 2020. Adapun di daerah
pedesaan turun sebanyak 4,0 ribu orang yaitu dari 158,20 ribu orang pada September 2019
menjadi 154,16 ribu orang pada Maret 2020.

Mengemukanya angka kemiskinan di Provinsi Jambi sebenarnya kontradiktif dengan potensi


sumberdaya alam yang dimiliki oleh Jantung Pulau Sumatera ini. Provinsi Jambi menempati
urutan ketujuh pemilik areal kelapa sawit terbesar di Indonesia (931.790 hektar), memiliki
557.844 hektar karet, memiliki 28.096 hektar kopi, kaya akan aneka ragam objek wisata dan
beragam sumber daya alam potensial lainnya.

Letak geografis Provinsi Jambi juga termasuk dalam potensi besar yang tidak dimiliki oleh
wilayah lainnya. Provinsi Jambi terletak pada Bagian Tengah Pulau Sumatera, berhadapan
dengan Selat Karimata dan Selat Berhala serta berada pada Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI) I dan lalu lintas internasional. Posisi ini menjadikan Provinsi Jambi masuk dalam
rencana pembangunan tol laut di Indonesia serta menjadi provinsi yang cukup strategis karena
langsung berhadapan dengan kawasan pertumbuhan ekonomi yaitu IMS-GT (Indonesia,
Malaysia, Singapura Growth Triangle).

Dengan demikian, Gubernur Jambi terpilih dalam pesta demokrasi lokal 9 Desember nanti
diharapkan memiliki kebijakan-kebijakan inovatif-solutif. Kebijakan-kebijakan yang mampu
mengelola beragam sumberdaya potensial tersebut untuk mengatasi problem-problem krusial,
utamanya kemiskinan.

*) Dosen Sosiologi Politik dan Kebijakan Publik STISIP Nurdin Hamzah Jambi Direktur
Eksekutif Public Trust Institute (PUTIN) Jambi

Sumber:https://metrojambi.com/read/2020/08/13/55861/tantangan-pembangunan-provinsijambi-
pasca-pemilihan-gubernur-2020
Pertanyaan:

Berdasarkan paparan pada atikel di atas, berilah tanggapan terkait tujuan, strategi dan sistem
pelaksanaan pembangunan yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan terkait tingginya
tingkat kemiskinan dan pengangguran di Provinsi Jambi oleh Gubernur terpilih yang akan
datang?

Jawab :

Tanggapan saya terkait tujuan,strategi dan system pelaksanaan pembangunan yang tepat untuk
mengatasi berbagai persoalan terkait tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran di Provinsi
Jambi oleh Gubernur terpilih yang akan datang tujuannya seharusnya mewujudkan kehidupan
maysyarakat yang maju dan berkualitas didukung sarana dan prasarana kehidupan yang layak
meningkatkan kualitas pendidikan angka partisipasi serta menumbukan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan informal , strategi membangun daerah harus
efektif dan efesien. Untuk itu perlu langkah-langkah Pemerintah hendaknya dapat membuka diri
dalam menjalankan pembangunan di daerah. Harapannya pelaksanaan pembangunan menjadi
efesien dan efektif, Perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan
keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan
memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, tertib dan aman. Perencanaan merupakan salah
satu fungsi pokok manajemen yang pertama harus dijalankan. Terdapat banyak definisi tentang
perencanaan karena perbedaan sudut pandang, fokus perhatian, serta perbedaan cakupan bidang
dalam perencanaan itu sendiri. Secara umum perencanaan merupakan proses penetapan suatu
tujuan setelah memperhatikan pembatas internal dan pengaruh eksternal, yang kemudian
mengartikulasikannya dengan jelas strategi atau langkah-langkah yang seharusnya dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, perencanaan dapat berarti mengetahui dan
menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor yang relevan,
memperkirakan faktorfaktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat
dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. pembangunan daerah
adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap
pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.
Pembangunan daerah diarahkan untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumber daya alam
dan mengembangkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian pembangunan daerah mempunyai tiga ciri pokok
yaitu meliputi seluruh aspek kehidupan, dilaksanakan secara terpadu, dan meningkatkan swadaya
masyarakat.

Perencanaan pembangunan daerah seperti yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 54 Tahun 2010 adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang
melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan
pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam
suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Dalam peraturan itu disebutkan
bahwa prinsip-prinsip perencanaan pembangunan daerah meliputi:

1. Merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional;


2. Dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran
dan kewenangan masing-masing;
3. Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah; dan
4. Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah,
sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.
5. Dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,
berkeadilan, dan berwawasan lingkungan.

Strategi pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Provinsi Jambi

1. Memberi bantuan beasiswa, dana pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat miskin untuk
mengembangkan pendidikan, keterampilan dan penguasaan teknologi, dimana pendidikan
yang dibiayai adalah pendidikan yang siap pakai untuk mengolah sumberdaya yang ada di
daerah mereka masing-masing.
2. Memberi biaya atau modal bagi masyarakat miskin untuk menciptakan usaha guna
mengolah sumberdaya yang dimiliki.
3. Memberikan pendampingan usaha bagi masyarakat miskin, sehingga usaha yang
dilakukan oleh masyarakat terarah dan bernilai bisnis atau bersifat inovasi.
4. Menyediakan dan memperbaiki kualitas infrastruktur  transportasi baik darat maupun
laut, sehingga mempermudah masyarakat miskin untuk menjual hasil usaha mereka ke luar
daerah.
5. Menyediakan tempat-tempat usaha dan pasar yang tepat bagi penduduk miskin sehingga
mereka dapat bekerja dan menjual hasil usaha mereka secara langsung.
6. Menjalinkan hubungan kerjasama antara pemiliik modal dan distributor, sehingga
produksi masyarakat misikin tetap laku atau ada pembelinya dan secara langsung
masyarakat miskin terikat dengan usahanya guna memenuhi perjanjian kerjasama mereka.  
TOPIK 2

Komoditas Pangan, Kebijakan Pertanian, dan Pembangunan Infrastruktur

Rifky Bagas Nugrahanto

Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar utama bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidup. Oleh karena itu, kecukupan pangan bagi setiap orang pada setiap waktu
merupakan hak asasi yang harus dipenuhi (Ismet, 2007, Suryana, 2008). Ketersediaan pangan
yang lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi
suatu negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu,
yang pada akhirnya dapat membahayakan stabilitas nasional.

Laju pertumbuhan penduduk menjadi tantangan karena produksi pangan stagnan, bahkan
cenderung turun. Pada tingkat global dan nasional, produksi pangan dihadapkan pada berbagai
persoalan besar. Di antaranya semakin terbatasnya lahan dan air untuk pertanian erosi dan intrusi
air laut, serta perubahan iklim yang memicu ledakan hama dan mengacaukan budidaya. Food
and Agriculture Organization (FAO) mengiyakan bahwa produksi pangan dunia harus meningkat
60 persen pada tahun 2050. Saat itu, jumlah penduduk diperkirakan 9.3 miliar orang
dibandingkan saat ini 7,7 miliar (FAO, 2015).

Komoditas Pangan Indonesia

Tahun 2050 penduduk Indonesia diperkirakan 366 juta jiwa, bandingkan dengan populasi
pada tahun 2019 sebesar 267 juta jiwa. Jumlah penduduk kelompok 15-64 tahun (usia produktif)
mencapai 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7 % dari total populasi (katadata, 2019). Sebuah
lonjakan yang cukup besar atas jumlah kepadatan penduduk di Indonesia yang menegaskan
diperlukannya strategi-strategi pangan yang responsif. Kebijakan-kebijakan pemerintah
diharapkan pula proaktif mendukung produktivitas komoditas pangan yang dikembangkan di
seluruh wilayah Indonesia.

Namun, sebuah fakta miris terangkat ketika ada upaya dari pemerintah untuk melakukan
keseragaman pangan. Sebuah resiko yang dapat mengakibatkan bencana jika hal ini dilakukan,
mengingat bahwa budaya-budaya Indonesialah yang menciptakan bervariasinya jenis pangan.
Hanya 30 jenis tanaman pangan yang dibudidayakan untuk memenuhi 95 % kebutuhan pangan
global. Empat di antaranya beras, gandum, jagung, dan kentang.

Contohnya jenis pangan yang terlihat tidak populer seperti sagu? Di manakah posisi sagu
yang menjadi sumber makanan pokok terutama di wilayah timur Indonesia? Keberadaan sagu
khususnya di Papua pun memerlukan perhatian yang serius. Sebagian besar tanaman sagu di
Papua, siap panen namun dibiarkan di alam sehingga terancam mati sia-sia. Ironisnya sebagian
besar sagu berada di kabupaten Asmat yang rentan terkena bencana kesehatan dan gizi buruk.
Sebagai salah satu sumber pangan potensial, sagu harus dipertahankan di masyarakat yang masih
mengkonsumsinya. Keunggulan sagu sebagai sumber pangan masa depan yang dirangkum dalam
buku Sago Palm : Multiple Contributions to Food Security and Sustainanble Livelihood
(Springer, 2018).

Sagu mampu tumbuh di rawa-rawa dan lahan gambut. Ketika tanaman lain tidak bisa
tumbuh. Sagu juga memiliki produktivitas sangat tinggi, 150-300 kg tepung sagu per tanaman.
Sebagai perbandingan, untuk menghasilkan 30 juta ton padi, dibutuhkan 1 juta hektar lahan sagu.
Lebih lanjut, kasus kelaparan dan kurang gizi menjadi ancaman terbesar di berbagai belahan
dunia. Ada banyak studi dan laporan yang mengarah pada kurang tersedianya suplai pangan,
mahalnya harga pangan, dan adanya beragam tantangan ketahanan pangan (Henk Breman dan
Stringer Kofi Debrah, 2003).

Sejarah juga telah mendokumentasikan bahwa umumnya pemerintah kolonial mewarisi


jenis lembaga pengatur harga pangan yang mirip, yakni badan negara urusan logistic (state
marketing board). Lembaga ini berfungsi membeli seluruh produk pangan yang laku dipasaran
global (cash crops), menentukan harga beli dan jualnya. Selain itu mengekspornya serta
mendistribusikan ke pelosok negeri.

Sudut pandang lainnya, pada saat yang sama para petani di pedesaan hidup secara
terbatas pada tingkat subsisten. Apalagi karena sejumlah komoditas pangan dibeli dengan harga
sangat rendah oleh pemerintah. Akibatnya petani enggan untuk menanam komoditas tersebut dan
beralih ke produk pertanian yang harga jualnya lebih tinggi dan disubsidi penanamannya oleh
pemerintah.

Pembangunan Infrastruktur Pertanian

Dalam konteks global, pembangunan pertanian Indonesia memiliki keterkaitan dengan


pembangunan pertanian negara tetangga seperti ASEAN (The Association of Southeast Asian
Nations) dan Asia bahkan dunia (ASEAN Sectretariat, 2008; Plummer, 2009). Kebijakan yang
diimplementasikan di negara lain akan memengaruhi dan berkaitan baik langsung maupun tidak
langsung dengan pertanian di Indonesia, dan sebaliknya.

Bahkan belakangan ini, fenomena daya saing akibat kebijakan (policy-induced


competitiveness) sudah semakin diperhatikan, sehingga kebijakan yang tepat (right policy) harus
menjadi perhatian serius juga. Oleh karena itu, analisis pembelajaran atas pengalaman terbaik
dari negara lain merupakan salah satu langkah strategis dalam membahas dan menganalisis serta
merumuskan arah dan kebijakan pembangunan pertanian Indonesia.

Jepang salah satunya, negara dengan pertumbuhan nilai tambah pendapatan petani
tertinggi jika dibandingkan dengan negara di India, Thailand, dan Indonesia (World Bank 2013
dan FAO 2014). Kelebihan lainnya, ialah secara mendasar arah dan sasaran kebijakan pertanian
Jepang meliputi; pengembangan strategi ekspor sesuai dengan spesifikasi khusus dan negara
tujuan, pengembangan budaya dan industri pangan, dan aliansi strategis berbagai industri. Selain
itu, pengembangan dan promosi teknologi baru dan varietas, pengembangan strategi regional
untuk reformasi strukturisasi pertanian, dan konsolidasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan
pertanian (peningkatan skala usaha) (Frans B.M. Dabukke dan Muhammad Iqbal, 2014).

Sumber :
https://www.kompasiana.com/rifkybagnu/5ce040256b07c520877c788a/komoditaspangan-
kebijakan-pertanian-dan-pembangunan-infrastruktur

PERTANYAAN

Berdasarkan pemaparan pada artikel di atas, berilah komentar/ tanggapan Saudara terkait strategi
kebijakan pangan dan pembangunan pertanian bila dikaitkan dengan permasalahan
kependudukan dan komoditas pangan yang beragam di Indonesia?

Jawab :

Menurut saya strategi kebijakan pangan dan pembangunan pertanian bila dikaitkan
dengan permasalahan kependudukan dan komoditas pangan yang beragam di Indonesia
Pembangunan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan
masyarkat untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam menyediakan pangan bagi seluruh
penduduk, terutama yang berasal dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan keragaman yang
cukup, aman, dan terjangkau. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, maka diperlukan suatu
strategi dalam meningkatkan ketahanan pangan. Pemerintah Kabupaten Malang melalui Badan
Ketahanan Pangan Pelaksana dan Penyuluhan (BKP3) telah berupaya dalam meningkatkan
ketahanan pangan daerah melalui pengembangan lumbung pangan, mempercepat
penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi, mementuk Dewan Ketahanan Pangan,
pengembangan desa mandiri pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang
dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Malang dalam meningkatkan ketahanan pangan daerah
sesuai aspek-aspek ketahanan pangan komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi
ketahanan pangan, yaitu :

1. Kecukupan ketersediaan pangan

2. Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga Diukur berdasarkan frekuensi makan
anggota rumah tangga dalam sehari yaitu makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan dapat
menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga.

3. Aksesbilitas atau keterjangkauan terhadap pangan Dilihat dari kemudahan rumah tangga
memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (misalkan sawah atau ladang) serta cara
rumah tangga memperoleh pangan
4. Kualitas atau keamanan pangan

Pembangunan Pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk selau menambah produksi
pertanian untuk menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus
mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah
modal dan skill untuk memperbesar turut campur tangannya manusia di dalam perkembangan
tumbuh-tumbuhan dan hewan.

Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak
dipenuhi maka “malapetaka”; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan
revolusioner”
“Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia dengan potensi produksi yang
tinggi, seharusnya Indonesia bisa menikmati berkah ekonomi (windfall profit) dari melonjaknya
permintaan dan harga sejumlah komoditas pangan secara fenomenal itu

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih menghadapi permasalahan pertanian,
khususnya masalah penyediaan bahan pangan. Dalam piramida Maslow “pangan menjadi
kebutuhan mendasar manusia yang harus dipenuhi ketersediaanya”. Selama manusia tidak
tercukupi kebutuhan dasar ini, maka motivasi hidup lainnya sulit untuk dikerjakan. Oleh pakar
pangan, disebut “stomach cannot wait”. Ini berarti bahwa urusan kecukupan pangan adalah
sesuatu hal yang tidak dapat ditunda. Pangan menjadi komoditas yang sangat strategis dan
menjadi ukuran keamanan dan kenyamanan hidup suatu negara, wilayah atau daerah.

Aspek penting memahami situasi pangan, harus diawali dengan akurasi data yang baik sehingga
perdebatan tentang “impor pangan” yang kerap terjadi akibat beda data antar lembaga sejatinya
tidak lagi terjadi. Perseteruan data antara Kementerian Pertanian dengan Kementerian
Perdagangan di awal tahun 2018 adalah potret buram, betapa pentingnya akurasi data dan
komunikasi antar lembaga memetakan potensi, produksi dan ketersediaan pangan di tanah air,
termasuk di Jambi. Untuk itu, pemerintah mesti segera melalukan upaya percepatan penyediaan
data dan peningkatan kualitas data pangan secara berkesinambungan. Terkait data pangan
khususnya beras, pemerintah mestinya mampu memastikan data terkini dan akurat. Data yang
dimaksud mestinya adalah data realisasi, bukan estimasi dan data faktual di lapangan, bukan data
kesepakatan.

Merespon isu tentang data, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan
(DPTPH) Provinsi Jambi, mulai saat ini komitmen melakukan pendataan perbulan/mingguan
mengenai siatuasi komoditi Padi, Jagung, Kedelai (PAJALE), sebagai early warning system
mengatasi masalah pangan yang sangat krusial. Pada Tahun 2018, rerata indeks pertanaman (IP)
padi sawah di Jambi adalah 1,49 dengan capaian tertinggi yakni Kota Sungai Penuh (2,54) dan
Kabupaten Sarolangun (2,36). Perkembangan luas tanam dalam lima tahun terakhir berfluktuatif,
sempat mengalami penurunan di tahun 2014 (-10,52%) dan 2015 (-7,80%), meningkat signifikan
pada tahun 2016 (41,54%) tetapi sedikit menurun di tahun 2017 (3,31%). Dari sisi produksi dan
produktivitas juga fluktuatif, sempat menurun di tahun 2015 (-2,69%) tetapi kembali meningkat
di tahun 2016 (2,85%) dan 2017 (0,90).
Untuk terus meningkatkan produksi dan produktivitas pangan, DPTPHP kini fokus melakukan
perluasan Areal Tanam Baru (khususnya PAJALE) termasuk pemetaan sumber-sumber
pertumbuhan baru produksi, pemetaan dukungan sarana dan prasarana, pemetaan potensi varietas
yang akan dikembangkan, termasuk waktu tanam, pemetaan tingkat produktivitas, deregulasi
sistem perbenihan, mendukung pengembangan padi gogo dan pasang surut, peningkatan
intensifikasi dan pengamanan produksi, pengurangan losses, peningkatan nilai tambah produk
dan pengembangan pasar.

Aspek penting berikutnya adalah memahami penawaran (supply) dan permintaan (demand) akan
pangan. Dari sisi permintaan (demand), situasi pangan kita dihadapkan pada tantangan jumlah
Penduduk Indonesia yang relatif besar (>265 juta jiwa). Angka ini merupakan jumlah ke-4
terbesar penduduk dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat dan telah membawa
konsekuensi terhadap total permintaan pangan yang besar. Tantangan berikut adalah
pemanfaatan berbagai komoditas pangan yang tidak hanya untuk konsumsi “food” saja, tetapi
juga untuk feed, fuel dan fiber. Dari sisi demand tantangannya adalah pertambahan penduduk
yang terus bertumbuh sementara ketergantungan terhadap konsumsi beras yang masih tinggi
(111,7 kg/tahun). Sementara dari sisi supply, lahan-lahan produktif untuk pangan semakin
menyusut akibat konversi lahan yang masih tinggi dan tidak terkendali yang mencapai 3,83%
atau 6.493 hektar per tahun, Alih fungsi lahan (konversi) dari lahan pangan ke komoditi non
pangan; sebaran produksi tidak merata, baik antar daerah maupun antar waktu, dampak
perubahan iklim. Untuk mengatasi masalah penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Kebijakan peningkatan produksi pangan baik melalui ekstensifikasi pangan (percetakan sawah
baru) maupun intensifikasi pangan masih relevan untuk menjawab tantangan tersebut. Tentu
dengan evaluasi dan perbaikan-perbaikan pada tataran implementasi.

Diversifikasi Pangan dan Agroindustri Kreatif Provinsi Jambi sesungguhnya memiliki


potensi pangan yang sangat besar untuk bisa dikembangkan, seperti produk olahan hasil laut di
wilayah pesisir Jambi (Kabupaten Tanjab dan Tanjab Timur, produk olahan Tanaman Pangan
dan Hortikultura di wilayah tengah dan barat Jambi, seperti kentang, jagung, nenas, pisang, kopi,
singkong gula tebu dan beragam produk olahan lain.

Pengembangan bisnis dan industri pangan di level lokal dapat dilakukan melalui fasilitasi kepada
UMKM untuk pengembangan bisnis pangan segar, industri bahan baku, pangan olahan, dan siap
saji yang aman berbasis sumber daya lokal. Secara praksis, peran Disperindag Provinsi Jambi
dalam pengembangan Produk Pangan yang telah dilakukan adalah BIMTEK Divesifikasi
Pangan, Desain kemasan, fasilitasi perizinan IKM termasuk sertifikasi halal, pemberian bantuan
peralatan IKM, penyuluhan good manufacturing practice, workshop E-Smart dengan marketable
Bukalapak, pembentukan sentra IKM untuk one village one product (OVOP) dan fasilitasi
promosi untuk penjualan produk IKM se Provinsi Jambi di berbagai event.

Tantangan terhadap beragam industri olahan dan diversifikasi pangan secara umum agar menjadi
maju, berkembang dan menjanjikan adalah melalui “Agroindustri Kreatif”. Agroindustri kreatif
mampu memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan perekonomian, terutama jika ada
dukungan SDA (terutama SDA lokal); mampu menjadi pintu keluar sektor pertanian
(transformasi bahan mentah menjadi bahan siap konsumsi), basis sektor manufactur dan
memiliki prospek pasar global, terutama menjawab isu ketahanan pangan dan energi.

Alternatif Solusi Kendati di aspek ketersediaan pangan, terutama beras di Provinsi Jambi saat
ini masih cukup (surplus), yang disumbang oleh produksi yang cukup baik di Kabupaten Kerinci,
Merangin dan Tanjabtim. Akan tetapi beberapa daerah yang selama ini menjadi penyumbang
pangan dari komoditi beras maupun non beras di Jambi terus mengalami penurunan, dan harus
disikapi dengan beberapa alternatif solusi berikut:

• Penyediaan data base ketahanan pangan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi


• Mengefektifkan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam bentuk Perda
dan implementasinya (saat ini baru 2 kabupaten yang sudah menerbitkan Perda yaitu Tanjab
Timur dan Bungo)

• Rehabilitasi sarana irigasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan terlantar yang selama ini
tidak dapat akses terhadap sumber air/pengairan

• Mengefektifkan dan memperluas program Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM)


dan Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM),

• Mengembangkan inovasi pemanfaatan pangan lokal sebagai upaya meningkatkan diversifikasi


pangan
• Peningkatan pengawasan keamanan pangan segar dan olahan melalui dukungan dana APBD
Kabupaten/kota di Provinsi Jambi.

• Mendorong pengembangan Agroindustri Kreatif dalam pengelolaan beragam pangan lokal di


Provinsi Jambi agar mampu memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat dengan terus meningkatkan kompetensi SDM pelaku usaha agribisnis dalam hal
teknologi proses, manajemen industri dan menciptakan lingkungan industri kreatif; Integrasi
Hulu-Hilir; Integrasi Green Agroindustri Kreatif dan Integrasi IT dengan agroindustri kreatif
(terutama dalam menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0).

Anda mungkin juga menyukai