Anda di halaman 1dari 13

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

A. IDENTITAS MATA KULIAH


1. Program Studi : Pendidikan Kimia (S1)
2. Nama dan Kode Mata Kuliah : Kimia Umum
3. Semester : Ganjil Tahun Ajaran 2020/2021
4. Jumlah SKS : 2 SKS
5. Dosen Pengampu : Dr.Ayi Darmana, M.Si
6. Pertemuan Ke : 11
7. Materi Kajian : Larutan, Sifat Koligatif Larutan, dan Sistem Koloid
8. Waktu : 2 x 50 menit

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Mampu menjelaskan konsep dasar pembentukan larutan, menghitung konsentrasinya
dan menerapkannya dalam rangka memahami sifat larutan
C. INDIKATOR CAPAIAN PEMBELAJARAN (ICP)
Keberhasilan capaian pembelajaran diukur dengan indikator berikut:
1. Mahasiswaa mampu menjelaskan konsep dasar larutan
2. Mahasiswa dapat menghitung konsentrasi larutan dalam (a) perseratus (%); (b) persejuta
ppm; (c) Molaritas; (d) Normalitas; (e) Molalitas; (f) Fraksi mol
3. Mahasiswa mampu menjelaskan energi pembentukan larutan
4. Mahasiswa mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sifat koligatif larutan
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang koloid
D. BAHAN KAJIAN
1. Larutan
Definisi dari larutan ialah suatu zat/materi yang didalamnya tercampur materi/zat
lainnya. Di dalam larutan, terdapat pelarut (solvent) dan zat terlarut (solutes). Pelarut
merupakan zat yang jumlahnya lebih banyak, dan zat dengan jumlah yang lebih sedikit
ialah zat terlarut.
Suatu larutan dengan jumlah maksimum zat terlarut pada temperatur tertentu disebut
larutan jenuh. Sebelum mencapai titik jenuh, larutan tidak jenuh (Achamd. H, 2001:1)
2. Konsentrasi Larutan
a. Perseratus (%)
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Contoh: Larutan gula 5% dalam air, artinya: dalam 100 gram larutan terdapat:
 gula = 5/100 x 100 = 5 gram
 air = 100 - 5 = 95 gram
b. Persejuta (PPM)
Part per million (ppm) atau juga bagian per juta (bpj) yaitu satuan dari konsentrasi
yang dapat menyatakan sebuah perbandingan bagian dalam 1 juta bagian yang lain.
ppm ini dinyatakan dengan satuan mg/kg atau juga mg/L.
Contoh:
Suatu air minum yang mengandung besi sebesar 2 ppm artinya bahwa pada setiap 1
liter air minum tersebut (massa jenis air = 1) ini mengandung 2 mg besi.
c. Molaritas
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh: Berapakah molaritas 9.8 gram H2SO4 (Mr= 98) dalam 250 ml larutan ?
 molaritas H2SO4 = (9.8/98) mol / 0.25 liter = (0.1 x 4) mol / liter = 0.4 M
d. Normalitas
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan. Untuk
asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+. Untuk basa, 1 mol
ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-.
Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:
N = M x valensi
e. Molalitas
Molalitas menyatakan mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
Contoh: Hitunglah molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air !
 molalitas NaOH = (4/40) / 500 gram air = (0.1 x 2 mol) / 1000 gram air = 0,2 m
f. Fraksi mol
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah
mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
Contoh: Suatu larutan terdiri dari 3 mol zat terlarut A den 7 mol zat terlarut B.
maka:
XA = nA / (nA + nB) = 3 / (3 + 7) = 0.3
XB = nB /(nA + nB) = 7 / (3 + 7) = 0.7
 XA + XB = 1
3. Energi Pembentukan Larutan
Perubahan energi dalam proses pelarutan adalah sebagai berikut:
a. Partikel solut harus terpisah sati sama lain
b. Beberapa partikel solven harus terpisah untuk memberi ruang bagi partikel solut
c. Partikel solut dan solven harus bercampur menjadi satu.
Gambar 1. Pembentukan dari Interaksi Solut dan Solven
(Sumber: https://slideplayer.info/slide/11888069/)
d. Energi akan diserap saat terjadi pemisahan parikel. Sebaliknya energi akan dilepas
ketika partikel bergabung dan tertarik satu sama lain.
e. Kesimpulannya pelarutan akan disertai perubahan entalpi.

Perubahab entalpi pelarut antara lain:


a. Partikel solut terpisah satu sama lain
Solut (agregat) + kalor → solut (terpisah ∆Hsolut > 0
b. Partikel solven terpisah satu sama lain
Solven (agregat) + kalor → solven (terpisah ∆H solven > 0
c. Partukel solut dan solven bergabung
Solut (terpisah) + solven (terpisah) → larutan + kalor ∆H zamp < 0
d. Perubahan entalpi total pelarutan (∆Hlar) adalah jumlah seluruh entalpi yang ada
yaitu:
∆Hlar = ∆Hsolut + ∆Hsolven + ∆Hcamp

Gambar 2. Perubahan Energi


Perubahan entalpi terjadi selama proses pelarutan dan tergantung pada
energi yang dibutuhkan atau dilepaskan pada masing-masing zat saat
pencampuran.

Gambar 3. Perubahan Entalpi

Proses terpisahnya molekul air dan bergabungnya dengan solut adalah


proses hidrasi dan ∆Hsolven + ∆Hzamp = ∆Hhidrasi
Sehingga: ∆Hlar = ∆Hsolut + ∆Hhidrasi
Dimana, kalor hidrasi selalu negatif karena energi yang dibutuhkan untuk
memisahkan molekul air jauh dilampaui oleh energi yang dilepas ketika ion
bergabung dengan molekul air (interaksi ion-dipole).

Dialam terdapat kecenderungan sebagian besar sistem menjadi lebih tidak


teratur dalam istilah termodinamik entropi sistem cenderung meningkat. Dimana,
entropi merupakan ukuran ketidakteraturan sistem.
Dalam konteks larutan, peembentukan larutan secara alamiah terjadi, tetapi
pembentukan solut murni atau solven murni tidak terjadi secara alami. Pelarutan
melibatkan perubahan entalpi dan juga entropi sistem.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
Kelarutan suatu zat cair berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor
kelarutan. Berikut beberapa faktor dari kelarutan.
a. Suhu
Tingkat suhu larutan mempengaruhi proses pelarutan zat terlarut. Pada suhu yang
lebih tinggi, zat terlarut akan mudah melarut dalam pelarut.
Hal tersebut terjadi karena partikel-partikel zat padat pada suhu yang lebih tinggi
akan bergerak lebih cepat, sehingga memungkinkan terjadinya tumbukan yang lebih
sering dan efektif.
b. Ukuran zat terlarut
Semakin kecil butiran zat terlarut, maka semakin mudah larut dalam pelarut.
Kecilnya butiran zat terlarut menyebabkan luas permukaan zat tersebut semakin luas
dan tersebar dalam suatu larutan. Semakin luas permukaan zat, maka semakin
banyak partikel yang saling bertumbukan satu sama lain. Hal inilah yang
menyebabkan proses pelarutan berlangsung semakin cepat.
c. Volume pelarut
Besarnya jumlah volume pelarut mempengaruhi proses pelarutan zat. Hal ini karena
semakin banyak partikel zat pelarut yang bereaksi dengan zat terlarut. Semakin
banyak volume pelarut yang digunakan, maka akan semkain cepat pula proses
pelarutan zat terlarut.
d. Kecepatan pengadukan
Proses pelarutan akan semakin cepat jika ditambahkan dengan faktor pengadukan.
Dengan mengaduk, maka partikel zat terlarut semakin bercampur dengan pelarut
sehingga reaksi pelarutan semakin cepat dibandingkan dengan pelarutan tanpa
pengadukan.
5. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif adalah sifat fisik suatu larutan yang tergantung pada jumlah zat
terlarut tetapi tidak pada sifat zat terlarut. Ini berarti jumlah zat terlarut yang sama sekali
berbeda dapat mengubah sifat fisik ini dalam jumlah yang sama. Oleh karena itu, sifat
koligatif tergantung pada rasio jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut. Tiga sifat koligatif
utama adalah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih dan depresi titik beku.
Untuk rasio massa pelarut-pelarut yang diberikan, semua sifat koligatif berbanding
terbalik dengan massa molar terlarut. Elektrolit adalah zat yang dapat membentuk solusi
yang mampu menghantarkan listrik melalui solusi ini. Solusi semacam itu dikenal
sebagai solusi elektrolitik. Nonelektrolit adalah zat yang tidak mampu membentuk
larutan elektrolit. Kedua tipe ini (elektrolit dan nonelektrolit) memiliki sifat koligatif.
Perbedaan utama antara sifat koligatif elektrolit dan nonelektrolit adalah bahwa efek
elektrolit pada sifat koligatif sangat tinggi dibandingkan dengan nonelektrolit.
Pada dasarnya, sifat koligatif larutan non-elektrolit dan larutan elektrolit adalah
sama, yang membedakan hanyalah ion-ion dalam larutan elektrolit. Namun ada suatu
masalah dimana pada konsentrasi yang sama, jumlah zat pada larutan elektrolit lebih
banyak dibanding pada larutan non-elektrolit. Seorang ilmuan belanda bernama Jacobus
Henricus van’t Hoff menciptakan faktor van’t Hoff untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
Dilansir dari Chemistry Education Purdue University, faktor van’t Hoff (i)
bergantung pada jumlah ion larutan(n), dan derajat ionisasinya (α) sebagai beriku:

Pada larutan non-elektrolit faktor van’t Hoff nya bernilai 1 karena tidak memiliki
ion, sehingga tidak diperlukan faktor van’t Hoff dalam perhitungan sifat koligatifnya.
Sifat koligatif pada larutan elektrolit sama dengan sifat koligatif non-elektrolit yaitu
penurunan tekanan uap jenuh, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan
osmotik. Namun karena mengandung jumlah zat yang lebih banyak, sifat koligatifnya
menjadi lebih tinggi.
Kenaikan titik didih larutan elektrolit akan lebih besar dibandingkan yang terjadi
pada larutan non-elektrolit, begitu pula pada penurunan titik didih, penurunan tekanan
uap jenuh, dan juga tekanan osmotiknya.
a. Penurunan Titik Uap
Penurunan tekanan uap jenuh pada larutan elektrolit sangat bergantung pada zat
terlarutnya dan juga faktor van’t Hoff. Penurunan tekanan uap jenuh larutan
elektrolit dirumuskan dengan persamaan:

b. Kenaikan Titik Didih


Kenaikan titik didih pada larutan elektrolit sangat bergantung pada zat terlarutnya
dan juga faktor van’t Hoff sebagai berikut:

c. Penurunan Titik Beku


Penurunan titik beku pada larutan elektrolit sangat bergantung pada zat terlarutnya
dan juga faktor van’t Hoff sebagai berikut:

d. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik pada larutan elektrolit sangat bergantung pada zat terlarutnya
dan juga faktor van’t Hoff sebagai berikut:
6. Sistem Koloid
a. Pengertian Koloid
Pengertian koloid adalah campuran heterogen dari dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi (tersebar)
merata dalam medium zat lain. Zat yang terdispersi sebagai partikel disebut fase
terdispersi, sedangkan zat yang menjadi medium mendispersikan partikel disebut
medium pendispersi.
Secara makroskopis, koloid terlihat seperti larutan, di mana terbentuk
campuran homogen dari zat terlarut dan pelarut. Namun, secara mikroskopis,
terlihat seperti suspensi, yakni campuran heterogen di mana masing-masing
komponen campuran cenderung saling memisah.
b. Jenis-jenis Koloid
Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan fase terdispersi dan fase
pendispersinya. Berdasarkan fase terdispersi, jenis koloid ada tiga, antara lain sol
(fase tersispersi padat), emulsi (fase terdispersi cair), dan buih (fase terdispersi
gas). Koloid dengan fase pendispersi gas disebut aerosol.
Berdasarkan fase terdispersi dan pendispersinya, jenis koloid dapat dibagi
menjadi 8 golongan seperti pada tabel berikut.

Fase
Fase Terdispersi Jenis Koloid Contoh Koloid
Pendispersi
Kabut, awan, hair
Cair Gas Aerosol
spray
Padat Gas Aerosol Asa, debu di udara
Buih sabun, krim
Gas Cair Buih
kocok
Susu, santan,
Cair Cair Emulsi
mayonnaise
Sol emas, tinta, cat,
Padat Cair Sol
pasta gigi
Karet busa,
Gas Padat Buih padat Styrofoam, batu
apung
Emulsi padat Margarin, keju, jelly,
Cair Padat
(gel) mutiara
Gelas berwarna,
Padat Padat Sol padat
intan hitam
c. Sifat-sifat Koloid
1) Efek Tyndall
Ketika seberkas cahaya diarahkan kepada larutan, cahaya akan diteruskan.
Namun, ketika berkas cahaya diarahkan kepada sistem koloid, cahaya akan
dihamburkan. Efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid ini disebut efek
Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dari
larutan. Penghamburan cahaya ini terjadi karena ukuran partikel koloid hampir
sama dengan panjang gelombang cahaya tampak (400 – 750 nm).
2) Gerak Brown
Secara mikroskopis, partikel-partikel koloid bergerak secara acak dengan jalur
patah-patah (zig-zag) dalam medium pendispersi. Gerakan ini disebabkan oleh
terjadinya tumbukan antara partikel koloid dengan medium pendispersi.
Gerakan acak partikel ini disebut gerak Brown. Gerak Brown membantu
menstabilkan partikel koloid sehingga tidak terjadi pemisahan antara partikel
terdispersi dan medium pendispersi oleh pengaruh gaya gravitasi.
d. Muatan Koloid
1) Adsorpsi
Partikel koloid dapat menyerap partikel-partikel lain yang bermuatan maupun
tidak bermuatan pada bagian permukaannya. Peristiwa penyerapan partikel-
partikel pada permukaan zat ini disebut adsorpsi. Partikel koloid dapat
mengadsorpsi ion-ion dari medium pendispersinya sehingga partikel tersebut
menjadi bermuatan listrik. Jenis muatannya bergantung pada muatan ion-ion
yang diserap. Sebagai contoh, sol Fe(OH)3 dalam air bermuatan positif karena
mengadsorpsi ion-ion positif, sedangkan sol As2S3 bermuatan negatif karena
mengadsorpsi ion-ion negatif.
2) Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan
bahwa partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam
medan listrik di mana partikel bermuatan bergerak ke arah elektrode dengan
muatan berlawanan ini disebut elektroforesis. Koloid bermuatan positif akan
bergerak ke arah elektrode negatif, sedangkan koloid bermuatan negatif akan
bergerak ke arah elektrode positif. Oleh karena itu, elektroforesis dapat
digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid dan juga untuk memisahkan
partikel-partikel koloid berdasarkan ukuran partikel dan muatannya.
3) Koagulasi
Muatan listrik sejenis dari partikel-partikel koloid membantu menstabilkan
sistem koloid. Jika muatan listrik tersebut hilang, partikel-partikel koloid akan
menjadi tidak stabil dan bergabung membentuk gumpalan. Proses pembentukan
gumpalan-gumpalan partikel ini disebut koagulasi. Setelah gumpalan-gumpalan
ini menjadi cukup besar, gumpalan ini akhirnya akan mengendap akibat
pengaruh gravitasi. Koagulasi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
a) mekanik, yakni dengan pengadukan, pemanasan atau pendinginan;
b) menggunakan prinsip elektroforesis, di mana partikel-partikel koloid
bermuatan negatif akan digumpalkan di elektrode positif dan partikel-
partikel koloid bermuatan positif akan digumpalkan di elektrode negatif
jika dialirkan arus listrik cukup lama;
c) menambahkan elektrolit, di mana ion positif dari elektrolit akan ditarik
partikel koloid bermuatan negatif dan ion negatif dari elektrolit akan
ditarik partikel koloid bermuatan positif sehingga partikel-partikel koloid
dikelilingi oleh lapisan kedua yang memiliki muatan berlawanan dengan
lapisan pertama. Apabila jarak antara kedua lapisan tersebut cukup dekat,
muatan partikel koloid akan menjadi netral sehingga terjadilah koagulasi.
Semakin besar muatan ion dari elektrolit, proses koagulasi semakin cepat
dan efektif;
d) menambahkan koloid lain dengan muatan berlawanan, di mana kedua
sistem koloid dengan muatan berlawanan akan saling tarik-menarik dan
saling mengadsorpsi sehingga terjadi koagulasi.
Koagulasi dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung, yakni suatu
koloid yang berfungsi menstabilkan partikel koloid yang terdispersi dengan
membungkus partikel tersebut sehingga tidak dapat saling bergabung
membentuk gumpalan.
E. PENDEKATAN/METODE PEMBELAJARAN
1. Pendekatan Pembelajaran
Jenis pembelajaran yang diterapkan dalam perkuliahan ini adalah pembelajaran daring,
pembelajaran mandiri dalam kajian teori, jurnal, buku-buku untuk melahirkan ide kreatif
mahasiswa.
2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajarannya adalah diskusi, pemecahan masalah, dan tanya jawab.
3. Skenario Pembelajaran
PERT
KEGIATAN MAHASISWA (S1) PPL KEGIATAN MAHASISWA WAKTU
KE
13 a. Mempersiapkan proses pembelajaran a. Mempersipakan diri untuk 25 menit
melalui daring mengikuti pembelajaran
b. Meriview pembelajaran sebelumnya b. Merespon riview yang
untuk mengetahui penguasaan indicator didesain dosen
capaian pembelajaran pada materi
Hukum-hukum dasar kimia

c. Menjelaskan materi Larutan, Sifat c. Mengikuti pembelajaran


Koligatif Larutan, dan Sistem Koloid 65 menit
d. Memberikan waktu mahasiswa untuk d. Berdiskusi dan bertanya
berdiskusi dan tanya jawab tentang tentang materi yang belum
materi yang belum jelas jelas

e. Mendiskusikan tugas rutin mengenai


soal-soal Larutan, Sifat Koligatif e. Melakukan diskusi
Larutan, dan Sistem Koloid mengenai latihan soal

f. Melakukan refleksi sebelum menutup f. Melakukan refleksi sebelum 10 menit


pembelajaran pembelajaran ditutup

F. TAGIHAN
 Quiz Larutan, Sifat Koligatif Larutan, dan Sistem Koloid
 Tugas Rutin
 CBR
G. SISTEMATIKA PELAPORAN TUGAS
1. RUBRIK TUGAS RUTIN
a. Tujuan
Tujuan penggunaan rubrik ini adalah sebagai pedoman bagi dosen untuk menilai
tugas-tugas rutin yang diberikan kepada mahasiswa.
b. Petunjuk
1. Objek penilaian adalah hasil pekerjaan tugas dari mahasiswa
2. Bapak/Ibu dapat memberikan penilaian, dengan cara memberi tanda cek (√ )
pada lajur yang tersedia.
3. Makna nilai/kualitasindikator penilaian tugas
 1 adalah sangat rendah
 2 adalah rendah
 3 adalah sedang
 4 adalah tinggi
 5 adalah sangat tinggi
c. Tabel Rubrik Tugas Rutin
Skala Penilaian
No. Aspek Penilaian Indikator Penilaian 1 2 3 4 5
1. Penguasaan Materi a. Keakuratan pemilihan konsep dan penerapannya
b. Keakuratan pemilihan prinsip (Rumus, aturan,
Ajar
dalil) dan penerapannya
c. Keakuratan prosedur (uraian/elaborasi penyelesaian
masalah)
d. Kecermatan dalam perhitungan atau interpretasi
gambar atau penjelasan
e. Ketajaman dalam pemberian alasan atau pemberian
contoh atau penjelasan penyelesaian masalah
f. Keakuratan hasil pemecahan masalah
2. Sikap a. Kesungguhan melaksanakan tugas
b. Tepat waktu menyerahkan tugas
c. Jujur dalam penyelesaian tugas
d. Kerjasama dalam penyelesaian tugas
e.

2. RUBRIK TUGAS MINI RESEARCH


a. Tujuan
Tujuan penggunaan rubrik ini adalah sebagai pedoman bagi dosen untuk menilai
tugas CBR yang diberikan kepada mahasiswa.
b. Petunjuk
 Objek penilaian adalah hasil pekerjaan tugas dari mahasiswa.
 Bapak/Ibu dapat memberikan penilaian sesuai skor yang sudah ada kemudian
memberikan komentar pada tabel komentar.
c. Tabel Rubrik CBR
NO ASPEK KRITERIA SKOR KOMENTAR
Lengkap (judul, data publikasi, foto
cover, garis besar isi buku,
kelebihan dan kekurangan, (25 – 30)
rekomendasi) dan dideskripsikan
secara jelas.
ISI
1. Kurang lengkap (ada beberapa
(15 – 30)
bagian yang tidak ditulis) dan (21 – 24)
dideskripsikan secara kurang jelas
Tidak lengkap (banyak bagian yang
tidak ditulis) dan dideskripsikan (15 – 20)
secara tidak jelas
STRUKTUR Struktur atau sistematika urutan dan (16 – 20)
penempatan bagian-bagiannya
benar, tidak ada yang letaknya
2. terbalik
Struktur atau sistematika urutan dan
penempatan bagian-bagiannya ada
(13 – 15)
(10 – 20) yang tidak tepat, ada yang letaknya
terbalik
Struktur atau sistematika urutan dan
penempatan bagian-bagiannya
(10 – 12)
salah total, banyak bagian yang
letaknya terbalik
Menggunakan bahasa baku, kalimat
efektif dan komunikatif, diksi
(25 – 30)
variatif, tepat, dan menarik, tidak
BAHASA ada kalimat yang ambigu,
3
(10 – 30) Bahasa kurang baku, ada kalimat
yang tidak efektif dan komunikatif,
(21 – 24)
diksi kurang variatif, tepat , dan
menarik, ada kalimat.
Tidak ada kesalahan ejaan sama
sekali, tidak ada  salah  ketik
pemilihan jenis dan ukuran huruf (16 – 20)
sesuai, margin sangat pas format
pengetikan benar dan kosisten
FORMAT Ada beberapa kesalahan ejaan, ada
DANMEKAN beberapa salah ketik, penentuan
4. (13 – 15)
IK jenis, ukuran huruf, dan margin pas,
(10 - 20) format pengetikan  tidak jelas
Mengabaikan ejaan, banyak sekali
salah ketik, penentuan jenis, ukuran
huruf, dan margin semaunya (10 – 12)
sendiri, asal ketik tanpa
menggunakan format.
Jumlah

Komponen Defenisi
F1 Tugas Rutin
F2 Critical Book Riview (CBR),Critical Juornal Review
(CJR) ,Critical Research Review (CRR) dan Rekayasa Ide dengan
ketentuan
F2 = 0,2 CBR + 0,3 (CJR/CRR) + 0,5 RI
F3 Mini Riset MR), Projek (PR) dengan ketentuan
F3= 0,4 MR + 0,6 PR
F4 a. Ujian Pengetahuan dan Ketrampilan (Tengah Semester)
b. Ujian Pengetahuan dan Ketrampilan (Akhir Semester)
Dengan ketentuan
F4 = 0,5 F4a + 0,5 F4b

Nilai Akhir (NA) = 0,1F1 + 0,2,F2 + 0,15 F3 + 0,65 F4


Nilai Mahasiswa
Nilai A, Jika 90  SA  100
Nilai B, Jika 80  SA  89
Nilai C, Jika 70  SA  79
Nilai E, Jika 0  SA  69 (tidak lulus)

H. SUMBER BACAAN
Berbagai sumber bacaan yang digunakan sebagai referensi dalam mata kuliah ini adalah :
1. Tim Dosen Kimia Umum. 2019. Bahan Kuliah Kimia Umum 1. FMIPA UNIMED:
Medan.
2. Tim Dosen Kimia Umum. 1999. Kimia Dasar. FMIPA UNP: Padang.
3. Achmad, Hiskia. 2001. Kimia Larutan. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.

Medan, November 2020

Dr.Ayi Darmana, M.Si


NIP. 196608071990101001

Anda mungkin juga menyukai