Anda di halaman 1dari 9

Keutamaan Shadaqah

Secara bahasa shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi abu bakar bin
Arabi, benar disini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannnya perbuatan dan ucapan serta
keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadist : “ Dan shadaqah itu
merupakan Burhan (Bukti)”.(HR. Muslim).

Shadaqah adalah pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan
jumlah (Haul dan Nisab) sebagai kebaikan yang dilakukan seorang muslim.

Bershadaqah merupakan aktifitas seorang muslim yang memiliki sifat utama. Bahkan ketinggian
derajatnya ditentukan oleh sebesar dan sejauhmana memiliki kepedulian dan kepekaan sosial kepada
muslim lainnya.

Ada beberapa hal penting dan keutamaan yang perlu diperhatikan berkenaan dengan shadaqah.
Pertama, bershadaqah mesti dalam keadaan sehatdan keingininan yang kuat,sebab jika dilaksanakan
pada keadaan menjelang kematian tidak ada gunanya. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah
disebutkan, ada seseorang berkata pada Nabi Saw : “ Sedekah yang mana yang lebih utama itu”? nabi
bersabda :”engkau bershadaqah dalam keadaan sehat (shahih) dan berkeinginan(harish)”. Kedua ada
jaminan syurga dari Allah karena shadaqah akan melindunginya di hari perhitungan. Dalam riwayat Ibnu
Hibban dan Hakim dari Uqbah ia mendengar rasulullah bersabda :”setiap orang bernaung dibawah
perlindungan shadaqah hingga ditetapkan hisab (perhitugan) di antar manusia di yaumil akhirat”. Ketiga,
jika kita berikan dibulan ramadhan maka ganjarannya sebanyak orang yang berpuasa. Hadits dari Zaid
bin Khalid Al-Juhny yang diriwayatkan oleh turmudzi, bahwa rasulullah bersabda :” Barangsiapa
memberi makan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa, maka ia mendapat ganjaran sebanyak orang
yang berpuasa, tidak kurang sedikitpun.

Meski shadaqah baik seluruhnya, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya,
tergantung kondisi orang yang bershadaqah dan kepentingan sasaran shadaqah tersebut, Di antara
shadaqah yang utama menurut islam antara lain :
1. Shadaqah Sirriyah

Yaitu shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini lebih utama karena lebih
mendekati ikhlas dan selamat dari sifat pamer (ingin diliaht orang lain), Allah subhannahu wata’ala telah
berfirman, “ jika kamu menampakan shadaqahmu, maka itu baik sekali, dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang – orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih
bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Al-baqarah[2]:271).

Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat di atas adalah, bahwa yang utama untuk disembunyikan
terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini karenakan ada banyak jenis shadaqah
yang mau tidak mau harus tampak, seperti dalam membangun sekolah, jembatan, membekali pasukan
jihad dan lain sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan shadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara
yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak di ketahui kekurangan
dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada dibawah, bahwa dia orang papa yang tak punya
sesuatu apapun. Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang faqir.

2. Shadaqah dengan kemampuan Maksimal

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,”shadaqah yang paling utama adalah (infak)
maksimal orang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.”(HR. Abu Dawud).

Al-Imam al-Baghawi rahimhullah berkata, “Hendaknya seseorang memilih untuk bershadaqah dengan
kelabihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir,
sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi
separuh harta) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri
manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak mengingkari Abu Bakar rhadiyallahu anhu yang
keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tehu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran
tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi kahawatir
terhadap selain Abu Bakar. Bershadaqah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau
dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari shadaqah itu.
Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah
lebih utama. Kecuali memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski
sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar radhiyalluhu ‘anhu dan juga
itsar (mendahulukan orang lain)yang dilakukan kaum anshar terhadap kaum muhajirin”(syarhus
sunnah).

3. Shadaqah Jariyah

Yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bershaaqah telah meninggal dunia.
Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,” Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal
yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan
anak (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendoakannya” (HR. Muslim).

Itulah beberapa shadaqah yang utama, dan tentu masih banyak yang lainnya. Islam juga mengajarkan
bahwa shadaqah tidak mesti dengan hanya mengeluarkan sejumlah materi atau uang, tetapi semua
amal kebajikan yang dilakukan seorang muslim seperti : menciptakan kebersihan lingkungan, bersikap
santun, memberikan pendidikan agama kepada anak dan istri dan bahkan dengan memberikan
senyuman pun adalah shadaqah…

Makna Shadaqah

dakwatuna.com - Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw. berkata
kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah pergi membawa banyak pahala. Mereka
shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat
bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan
untukmu sesuatu yang dapat disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan adalah sedekah, melarang
kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya dan dia
mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana pendapat kalian jika ia melampiaskan
syahwatnya pada yang haram, apakah ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal,
maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Sanad Hadits

Hadits di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim, Kitab Al-
Zakat, Bab Bayan Anna Ismas Shadaqah Yaqa’u Ala Kulli Nau’ Minal Ma’ruf, hadits no 1006).

Gambaran Umum Tentang Hadits

Hadits ini memberikan gambaran luas mengenai makna shadaqah. Karena digambarkan bahwa
shadaqah mencakup segenap sendi kehidupan manusia. Bukan hanya terbatas pada makna
menginfakkan uang di jalan Allah, memberikan nafkah pada fakir miskin atau hal-hal sejenisnya. Namun
lebih dari itu, bahwa shadaqah mencakup segala macam dzikir (tasbih, tahmid dan tahlil), amar ma’ruf
nahi mungkar, bahkan hubungan intim seorang suami dengan istrinya juga merupakan shadaqah. Oleh
karena itulah, Rasulullah saw. secara tersirat meminta kepada para sahabatnya untuk pandai-pandai
memanfaatkan segala aktivitas kehidupan agar senantiasa bernuansakan ibadah. Sehingga tidak perlu
‘gusar’ dengan orang-orang kaya yang selalu bersedekah dengan hartanya. Karena makna shadaqah
tidak terbatas hanya pada shadaqah dengan harta.

Asbabul Wurud Hadits

Hadits ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa Muhajirin yang fakir, dimana mereka
‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka di Mekah, sehingga mereka merasa tidak dapat
bershadaqah. Ketika pertanyaan mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau memberikan jawaban yang
dapat menenangkan jiwa dan pikiran mereka.

Makna Hadits

Hadits ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’ para sahabat, manakala mereka merasa tidak
dapat optimal dalam beribadah kepada Allah swt.. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat
yang memiliki kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya tersebut, tentulah akan
mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt.. Sebab mereka melaksanakan shalat, puasa,
namun mereka bersedekah, sedangkan kami tidak bersedekah, kata para sahabat ini.

Akhirnya Rasulullah saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan agar
mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi para sahabat ini. Jalan keluarnya
adalah bahwa mereka dapat bershadaqah dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim
suami istri. Oleh karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar padai-pandai
mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas
terhitung sebagai shadaqah.

Pengertian Shadaqah

Secara umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah swt.. Baik ditujukan
kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk kepentingan jihad fi sabilillah. Makna shadaqah
memang sering menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah swt.,
sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah Al-Baqarah
(2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.

Kedua ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan uang di jalan Allah
swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak
sekali ayat maupun hadits yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.

Secara bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi Abu Bakar
bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta
keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah itu
merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)

Antara zakat, infak, dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam bahasan kitab-kitab fiqh. Zakat
yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu dan untuk kelompok tertentu.

Infak memiliki arti lebih luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak ada yang
wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat, kafarat, infak untuk keluarga dan
sebagainya. Infak sunnah adalah infak yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak
menjadi kewajiban, seperti infak untuk dakwah, pembangunan masjid dan sebagainya. Sedangkan infak
mubah adalah infak yang tidak masuk dalam kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara
tekstual ayat maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan sebagainya.

Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena shadaqah tidak hanya berarti
mengeluarkan atau mendermakan harta. Namun shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik.
Dalam sebuah hadits digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah shadaqah.”

Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas adalah mengacu pada makna shadaqah di atas.
Bahkan secara tersirat shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits adalah segala macam bentuk kebaikan
yang dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka mencari keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk ibadah
atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub kepada Allah swt., maupun dalam
bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak tampak seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan
intim suami istri, bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.

Macam-Macam Shadaqah

Rasulullah saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang cakupan shadaqah yang begitu luas, sebagai
jawaban atas kegundahan hati para sahabatnya yang tidak mampu secara maksimal bershadaqah
dengan hartanya, karena mereka bukanlah orang yang termasuk banyak hartanya. Lalu Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa shadaqah mencakup:

1. Tasbih, Tahlil dan Tahmid

Rasulullah saw. menggambarkan pada awal penjelasannya tentang shadaqah bahwa setiap tasbih, tahlil
dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karenanya mereka ‘diminta’ untuk memperbanyak tasbih, tahlil dan
tahmid, atau bahkan dzikir-dzikir lainnya. Karena semua dzikir tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah
swt. Dalam riwayat lain digambarkan:

Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw. berkata, “Bahwasanya diciptakan dari setiap anak cucu
Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih,
beristighfar, menyingkirkan batu, duri atau tulang dari jalan, amar ma’ruf nahi mungkar, maka akan
dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang berjalan pada hari itu, sedangkan ia
dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)

2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Setelah disebutkan bahwa dzikir merupakan shadaqah, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa amar ma’ruf
nahi mungkar juga merupakan shadaqah. Karena untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi mungkar,
seseorang perlu mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan perasaannya. Dan semua hal tersebut
terhitung sebagai shadaqah. Bahkan jika dicermati secara mendalam, umat ini mendapat julukan ‘khairu
ummah’, karena memiliki misi amar ma’ruf nahi mungkar. Dalam sebuah ayat-Nya Allah swt. berfirman:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” [QS. Ali Imran (3): 110]

3. Hubungan Intim Suami Istri

Hadits di atas bahkan menggambarkan bahwa hubungan suami istri merupakan shadaqah. Satu
pandangan yang cukup asing di telinga para sahabatnya, hingga mereka bertanya, “Apakah salah
seorang diantara kami melampiaskan syahwatnya dan dia mendapatkan shadaqah?” Kemudian dengan
bijak Rasulullah saw. menjawab, “Apa pendapatmu jika ia melampiaskannya pada tempat yang haram,
apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya pada yang halal, ia akan
mendapat pahala.” Di sinilah para sahabat baru menyadari bahwa makna shadaqah sangatlah luas.
Bahwa segala bentuk aktivitas yang dilakukan seorang insan, dan diniatkan ikhlas karena Allah, serta
tidak melanggar syariah-Nya, maka itu akan terhitung sebagai shadaqah.

Selain bentuk-bentuk di atas yang digambarkan Rasulullah saw. yang dikategorikan sebagai shadaqah,
masih terdapat nash-nash hadits lainnya yang menggambarkan bahwa hal tersebut merupakan
shadaqah, diantaranya adalah:

4. Bekerja dan memberi nafkah pada sanak keluarganya


Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits: Dari Al-Miqdan bin Ma’dikarib Al-Zubaidi ra, dari
Rasulullah saw. berkata, “Tidaklah ada satu pekerjaan yang paling mulia yang dilakukan oleh seseorang
daripada pekerjaan yang dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahkan
hartanya terhadap diri, keluarga, anak dan pembantunya melainkan akan menjadi shadaqah.” (HR. Ibnu
Majah)

5. Membantu urusan orang lain

Dari Abdillah bin Qais bin Salim Al-Madani, dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, “Setiap
muslim harus bershadaqah.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai
Rasulullah, jika ia tidak mendapatkan (harta yang dapat disedekahkan)?” Rasulullah saw. bersabda,
“Bekerja dengan tangannya sendiri kemudian ia memanfaatkannya untuk dirinya dan bersedekah.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau
bersabda, “Menolong orang yang membutuhkan lagi teranaiaya.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Mengajak pada yang
ma’ruf atau kebaikan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai
Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Menahan diri dari perbuatan buruk, itu merupakan shadaqah.”
(HR. Muslim)

6. Mengishlah dua orang yang berselisih

Dalam sebuah hadits digambarkan oleh Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ruas-ruas persendian setiap insan adalah shadaqah. Setiap hari di
mana matahari terbit adalah shadaqah, mengishlah di antara manusia (yang berselisih adalah
shadaqah).” (HR. Bukhari)

7. Menjenguk orang sakit

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Ubaidah bin Jarrah ra berkata, Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah swt., maka
Allah akan melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali lipat). Dan barangsiapa yang berinfak untuk
dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit, atau menyingkirkan duri, maka mendapatkan
kebaikan dan kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan
barangsiapa yang Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu akan menjadi penggugur (dosa-
dosanya).” (HR. Ahmad)

8. Berwajah manis atau memberikan senyuman

Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Janganlah kalian menganggap remeh satu kebaikan pun. Jika ia tidak mendapatkannya, maka
hendaklah ia ketika menemui saudaranya, ia menemuinya dengan wajah ramah, dan jika engkau
membeli daging, atau memasak dengan periuk/kuali, maka perbanyaklah kuahnya dan berikanlah pada
tetanggamu dari padanya.” (HR. Turmudzi)

9. Berlomba-lomba dalam amalan sehari-hari (baca: yaumiyah)

Dalam sebuah riwayat digambarkan: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Siapakah di antara kalian yang pagi ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah hari ini yang mengantarkan jenazah orang yang meninggal?” Abu
Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah di antara kalian yang
hari ini memberikan makan pada orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah saw. bertanya kembali, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah menengok orang sakit?”
Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua
amal di atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari)

Anda mungkin juga menyukai