Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PERILAKU (BI-3201)

PENGAMATAN PERILAKU CACING TANAH

Tanggal Praktikum : 10 Februari 2017


Tanggal Pengumpulan : 20 Februari 2017

Disusun oleh:
Hany Husnul Chotimah
10614025
Kelompok 9

Asisten:
Fran Muda Agung
10613001

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam suatu ekosistem, keberadaan organisme dipengaruhi oleh
berbagai faktor pembatas, baik itu faktor biotik maupun faktor abiotik.
Faktor-faktor ini mampu meregulasi ukuran populasi dengan mengubah
kondisi lingkungan sehingga kurang cocok untuk ditempati oleh organisme
tersebut. Sebagian besar organisme memberikan respon taktil terhadap
perubahan kondisi lingkungan yang terjadi. Respon taktil ini dapat bersifat
positif (mendekati lingkungan yang cocok) atau negatif (menjauhi
lingkungan yang tidak cocok). Secara umum, perpindahan organisme ke
lingkungan yang cocok dibedakan menjadi kinesis dan taksis. Perpindahan
ini dapat menunjukkan kebutuhan fisiologis, sejarah evolusi, dan sistem
saraf dari suatu organisme (Glase et al, 1992).
Cacing tanah merupakan salah satu organisme yang tidak memiliki alat
indera dan alat gerak, sehingga stimulus yang datang akan diterima oleh
reseptor sensorik yang tersebar di seluruh tubuhnya. Reseptor yang tersebar
ini menyebabkan cacing tanah sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan
sekitarnya. Pada bagian anterior terdapat ganglion cerebral, dan berbagai
macam saraf penting lainnya, sehingga sensitivitasnya pun lebih tinggi jika
dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya (Cronodon, 2017). Respon
terhadap perubahan kondisi lingkungan diwujudkan dalam perilaku taksis,
dimana cacing tanah akan menuju arah datangnya stimulus yang dapat
mempertahankan kesintasannya dan menjauhi stimulus yang dianggap
berbahaya. Pengamatan terhadap perilaku taksis cacing tanah menjadi
penting untuk dilakukan karena cacing tanah dapat dijadikan bioindikator
dari kesuburan tanah di suatu wilayah serta secara tidak langsung
memberikan sinyal apakah tanah tersebut mengandung zat-zat berbahaya
atau tidak.
1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
 Menentukan bagian-bagian utama pada morfologi cacing tanah.
 Menentukan perbedaan respon cacing tanah terhadap stimulus sentuhan
cotton bud dan jarum jara berdasarkan analisis Mann-Whitney U Test
dan Kruskal-Wallis H Test .
 Menentukan persentase dan jenis respon cacing tanah terhadap lendir
dari individu cacing tanah lainnya yang diberi deterjen.
 Menentukan persentase dan jenis respon dari stimulus mekanotaksis
pada cacing tanah.
 Menentukan perbedaan respon cacing tanah untuk bagian garam dan
deterjen pada avoidance test berdasarkan analisis Mann-Whitney U Test.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gerak pada Organisme


Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Gerak secara
umum dapat dibedakan menjadi gerak pasif dan gerak aktif. Tumbuhan
merupakan organisme yang melakukan gerak pasif, sedangkan hewan
merupakan organisme yang melakukan gerak aktif. Gerak pasif biasanya
dilakukan tanpa menimbulkan perpindahan posisi organisme, sedangkan
pada gerak aktif biasanya menyebabkan perpindahan posisi organisme, yang
disebut dengan lokomosi. Organisme selain tumbuhan umumnya memiliki
perilaku orientasi, yaitu yang menyebabkan organisme tersebut dapat berada
di tempat yang mendukung kelangsungan hidupnya melalui suatu gerak.
Gerak dalam perilaku orientasi ini dibedakan menjadi taksis dan kinesis.
Taksis merupakan suatu gerakan yang disengaja untuk mendekat atau
menjauhi stimulus, sedangkan kinesis merupakan pergerakan yang acak dan
tidak berarah sebagai respon tidak langsung terhadap suatu stimulus (Glase
et al, 1992).
2.2. Perilaku Taksis
Menurut Fraenkel dan Gunn (1961), berdasarkan tipe stimulus dan
orientasi yang dituju oleh organisme, perilaku taksis dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, contohnya yaitu fototaksis, geotaksis, dan
kemotaksis. Fototaksis adalah apabila stimulus yang diberikan kepada
organisme berupa cahaya, geotaksis apabila stimulusnya berupa gravitasi,
dan kemotaksis apabila stimulusnya berupa zat kimia. Berdasarkan
orientasinya, taksis dibedakan menjadi taksis positif dan taksis negatif.
Suatu respon organisme dikatakan taksis positif apabila menuju arah
datangnya stimulus dan dikatakan negatif apabila organisme menjauhi arah
datangnya stimulus (Glase et al, 1992). Jenis-jenis taksis dan tipe stimulus
lainnya dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2. 1 Jenis-jenis perilaku taksis
(SparksNotes Editors, 2017)
2.3. Taksonomi dan Habitat Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan salah satu organisme yang hidup di dalam
tanah dengan kondisi lembab dan berkadar air cukup tinggi. Sebagian besar
cacing tanah hidup pada kedalaman kurang dari 2 m. Kondisi tanah yang
optimum bagi pertumbuhan cacing tanah ialah memiliki tata udara yang
baik, hangat dengan suhu berkisar 21ᵒC, memiliki banyak kandungan
organik, memiliki kadar garam yang rendah, dan pH tanahnya antara 5,0 –
8,4 (Firmansyah et al., 2014). Taksonomi cacing tanah adalah sebagai
berikut.
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Order : Haplotaxida
Family : Lumbricidae
2.4. Anatomi Cacing Tanah
Cacing tanah (Lumbricus sp.) digolongkan ke dalam fillum annelida
karena seluruh tubuhnya tersusun atas beberapa segmen yang berbentuk
seperti cincin. Secara alamiah, morfologi dan antomi cacing tanah
berevolusi terhadap lingkungannya. Tubuh cacing dibedakan menjadi bagian
anterior dan posterior. Pada bagian anteriornya terdapat mulut, prostomium,
dan beberapa segmen yang agak menebal membentuk klitelum (Wolcott,
1946). Anatomi cacing tanah dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2. 2 Anatomi cacing tanah


(REAPS, 2017)
2.5. Sistem Sensorik Cacing Tanah
Perilaku adaptif penyebab motorik pada cacing adalah adanya
kumpulan saraf-saraf yang dikondisikan dengan keadaan lingkungan melalui
mekanisme umpan balik dari reseptor sensorik perifer. Stimulasi pada
permukaan tubuh menginduksi suatu refleks yang dilakukan oleh
mekanisme saraf yang kompleks. Hewan pada fillum annelida dapat
memberikan respon terhadap suatu stimulus dengan menggunakan struktur
sensorik epidermal dan subepidermal. Pada klitelum, sel sensori primernya
terletak di dinding tubuh. Sel sensori pada cacing dapat dibedakan menjadi
lima kelompok, yaitu phaosomal photoreceptors, sel sensori penetrative
uniciliate, penetrative multiciliate, sel nonpenetrative multiciliate, dan sel
basal ciliate. Sel-sel tersebut dapat membentuk sel tunggal ataupun
bergabung menjadi kelompok-kelompok membentuk organ sensorik (Mill,
1982).
Percabangan dari sel sensori membentuk dua proses utama, yaitu
proses pusat dan tepi. Proses pusat dari sel sensori memasuki sistem saraf
pusat melalui tiga pasang segmen saraf dan percabangan yang berbentuk T
serta Y membentuk 5 akson longitudinal, yaitu intermediolateral,
intermediomedial, ventrolateral, ventromedial, dan dorsolateral (lihat
gambar 2.3). Proses tepi dari sel sensori berlangsung didekat fiber motorik
sistem saraf pusat dan membentuk basiepidermal dan pembuluh darah otot
yang tidak bersegmen (Kiszler et al., 2012). Selain itu, sistem saraf pusat
pada cacing tanah berfungsi untuk menganalisis informasi sensorik yang
datang dari berbagai sensor dan menentukan rangkaian tindakan serta
mengirimkan instruksi kepada otot untuk memberikan respon (Cronodon,
2017).

Gambar 2. 3 Saraf sensoris bagian anterior cacing tanah


(Kiszler et al., 2012)
2.6. Mekanisme Komunikasi Cacing
Komunikasi pada makhluk hidup melibatkan dua unsur penting yaitu
pengirim dan penerima informasi. Informasi yang dikirim melalui
komunikasi umumnya disebut sebagai sinyal. Sebagian besar sinyal
komunikasi yang dikirim dan diterima oleh hewan merupakan informasi
mengenai status reproduksi dan informasi mengenai bahaya pada
lingkungan. Sinyal ini dibedakan menjadi empat macam yaitu, sinyal visual,
auditori, kimia, dan taktil. Cacing tanah merupakan salah satu hewan yang
menggunakan sinyal kimia sebagai alat komunikasi. Sinyal kimia berupa
lendir ini bersifat spesifik serta dapat dideteksi melalui bau dan rasanya.
Lendir cacing tanah mengandung senyawa tertentu yang hanya akan dikenali
oleh individu lain dari spesies yang sama dan biasanya dikeluarkan sebagai
respon terhadap adanya bahaya. Ketika terdapat respon bahaya, kelenjar
lendir pada bagian epidermal cacing tanah akan mengeluarkan lendir dengan
kandungan senyawa kimia yang bersifat spesies spesifik. Sinyal tersebut
akan dikenali oleh individu lainnya dan memberi informasi bahwa terdapat
bahaya sehingga individu tersebut akan menjauhi lendir (Haynes & Moore,
1996).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3. 1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
Mikroskop stereo Cacing tanah
Cawan petri Cotton bud
Jarum jara Deterjen
Gelas kimia Larutan deterjen
Stopwatch Larutan garam

3.2. Cara Kerja


3.2.1. Pengamatan Morfologi
Cacing tanah diletakkan di atas cawan petri. Kemudian diamati
morfologinya di bawah mikroskop stereo. Ciri-ciri morfologi dan
bagian-bagian tubuh cacing dicatat.
3.2.2. Efek dari Stimulasi pada Kemampuan Respon Cacing
Cacing tanah diletakkan pada cawan petri. Tubuh cacing tanah
diberi stimulus sentuhan pada bagian anterior, klitelum, dan posterior
menggunakan cotton bud, kemudian dicatat responnya. Dilakukan
langkah yang sama dimana cotton bud diganti dengan jarum jara.
Pengamatan dilakukan pada 3 individu cacing yang berbeda. Respon
cacing dicatat, 1 untuk merespon dan 0 untuk tidak merespon serta
dideskripsikan respon tersebut.
3.2.3. Komunikasi pada Cacing Tanah
Satu ekor cacing dimasukkan ke dalam cawan petri. Cacing
kemudian diberi stimulus sentuhan dengan cotton bud yang telah
diberi deterjen. Sentuhan dilakukan sampai cacing mengeluarkan
lendir. Cacing yang mengeluarkan lendir dipindahkan ke wadah lain.
Satu ekor cacing lainnya diletakkan didekat lendir pada cawan petri.
Respon cacing terhadap lendir dari cacing pertama dicatat. Jika
mendekati lendir maka responnya bernilai 0, jika menjauhi maka
responnya bernilai 1. Dicatat waktu latensi mulai terjadi respon pada
cacing selama pengamatan 2 menit. Perlakuan yang sama diulangi
pada cacing berikutnya hingga 3 kali pengamatan.
3.2.4. Mekanotaksis pada Cacing Tanah
Satu ekor cacing tanah dimasukkan ke dalam gelas kimia yang
telah diisi oleh tanah sebanyak 100 mL lalu ditutupi dengan tanah
hingga 200 mL. Gelas kimia diletakkan diatas permukaan meja yang
datar. Meja diketuk-ketuk hingga menghasilkan getaran, respon
cacing terhadap getaran diamati (latensinya) selama 2 menit. Apabila
cacing muncul ke permukaan maka respon bernilai 1, apabila cacing
tidak muncul ke permukaan responnya bernilai 0. Pengamatan
dilakukan pada 3 individu cacing dan masing-masing diulang
sebanyak 3 kali. Percobaan dilakukan pada kondisi ruangan yang
gelap.
3.2.5. Avoidance Test
Cawan petri berisi tanah dibagi menjadi dua bagian, satu bagian
kontrol dan lainnya bagian zat. Tanah pada bagian zat disemprot
dengan larutan deterjen atau larutan garam tanpa mengenai tanah
bagian kontrol. Penyemprotan dilakukan sebanyak 2 kali. Zat yang
telah disemprotkan didiamkan selama 10 menit hingga kering.
Bagian tanah kontrol lalu disemprotkan dengan air sebanyak dua kali
semprotan. Satu ekor cacing lalu diletakkan di bagian tengah cawan
petri. Respon pada cacing diamati. Latensi cacing mendekati atau
menjauhi ransang dicatat. Pengamatan dilakukan selama 2 menit,
apabila cacing menuju daerah kontrol atau tidak bergerak maka
responnya bernilai 1 sedangkan bila menuju bagian zat responnya
bernilai 0. Dilakukan 6 kali pengulangan dengan pengamatan
dilakukan setiap 20 menit selama 2 jam.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Morfologi Cacing Tanah


Berdasarkan pengamatan terhadap morfologi cacing tanah, diketahui
bahwa tubuh cacing tanah secara umum dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu
anterior, posterior, dan bagian tubuh bersegmen. Di bagian anterior terdapat
mulut, prostomium, dan bagian menebal yang disebut klitelum. Pada bagian
tubuh bersegmen terdapat struktur menyerupai rambut halus yang berperan
sebagai kemoreseptor dan pada bagian posterior terdapat anus untuk saluran
pembuangan (Wolcott, 1946). Hasil pengamatan morfologi cacing tanah
dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4. 1 Hasil pengamatan morfologi cacing tanah

Hasil Pengamatan Literatur

(McLintock, 1966)

4.2. Respon Cacing Tanah terhadap Stimulus Sentuhan


Pada percobaan respon cacing tanah, diberikan dua jenis stimulus
sentuhan yaitu menggunakan jarum jara dan cotton bud. Masing-masing
stimulus ini dilakukan pada tiga bagian tubuh cacing tanah, yaitu anterior,
posterior, dan klitelum. Jumlah respon cacing tanah pada masing-masing
stimulus disetiap bagian yang diamati dalam 42 kali pengulangan (untuk
masing-masing stimulus dan bagian tubuhnya) dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut.

23
39 Jarum jara anterior
Jarum jara posterior
29
Jarum jara klitelum
27 Cotton bud anterior
Cotton bud posterior
36 Cotton bud klitelum
26

Gambar 4. 1 Grafik jumlah respon cacing tanah untuk setiap jenis stimulus pada bagian
tubuh berbeda

Dari uji statistik dengan analisis Mann-Whitney U Test (lihat lampiran


A), diketahui bahwa nilai U sebesar 7686 dan nilai W sebesar 15687, apabila
dikonversikan ke dalam nilai z maka besarnya adalah -0,557. Nilai p-value
dari data tersebut adalah 0,578 yang lebih besar dari batas kritisnya yaitu
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa respon terhadap benda tumpul
(cotton bud) dan benda tajam (jarum jara) yang ditunjukkan oleh cacing
tanah tidak memberikan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat terjadi diduga
karena jarum jara yang digunakan memiliki ujung yang cukup tumpul
sehingga tekanan yang dihasilkan pada tubuh cacing tidak terlalu besar.
Pada umumnya, cacing tanah akan memberikan respon yang lebih agresif
ketika disentuh dengan benda yang tajam. Hal ini dikarenakan benda yang
tajam menyebabkan suatu stimulus terpusat di satu titik dan kuantitasnya
terasa lebih besar akibat luas permukaan benda tajam yang lebih kecil.
Sebaliknya, benda tumpul memiliki luar permukaan yang lebih besar
sehingga tekanan yang diberikan akan lebih tersebar dan kuantitasnya
menjadi tidak sebesar benta tajam (Hart, 2006).
Berdasarkan analisis dengan Kruskal-Wallis H Test (lihat lampiran A),
diketahui bahwa nilai p-value untuk setiap stimulus sentuhan benda tajam
dan benda tumpul di tiga bagian tubuh berbeda (anterior, posterior, dan
klitelum) adalah 0,0. Nilai ini tentunya lebih kecil dari nilai batas kritis 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan respon yang nyata
apabila sentuhan diberikan pada bagian anterior, posterior, atau klitelum.
Jumlah nilai respon sentuhan terbesar terjadi apabila sentuhan dilakukan
pada bagian anterior, hal ini dikarenakan pada bagian tersebut terdapat lebih
banyak saraf dibandingkan pada bagian tubuh lainnya seperti yang terlihat
pada gambar 2.3. Bagian-bagian saraf ini diantaranya saraf prostomial, saraf
peristomial, cerebral ganglion, saraf simpatik sebanyak 6 pasang, dan
lainnya (Cronodon, 2017).
Cacing tanah termasuk ke dalam filum hewan yang memiliki escape
response. Escape response merupakan salah satu perilaku cacing tanah
untuk melarikan diri dari berbagai stimulus yang membahayakannya
sehingga sangat berpengaruh terhadap kesintasan hidup cacing tanah.
Escape response dapat terjadi karena adanya asosiasi antara kontraksi otot
yang dimediasi dari ujung anterior median giant fibre (MGF) dan ujung
posterior lateral giant fibre (LGF). Pengamatan terhadap respon dari
stimulus sentuhan pada cacing tanah dilakukan selama 2 menit karena sistem
saraf pada cacing tanah tidak terlalu kompleks sehingga stimulus akan cepat
diproses. Selain itu, cacing tanah tergolong ke dalam hewan yang cepat
beradaptasi sehingga waktu pengamatan yang terlalu lama dapat
menyebabkan gerakan yang ambigu (Moore, 1979).

4.3. Mekanisme Komunikasi pada Cacing Tanah


Pada percobaan ini dilakukan pengamatan terhadap komunikasi antar
cacing tanah, dimana satu individu cacing tanah diolesi dengan deterjen
hingga mengeluarkan lendir, kemudian diletakkan individu cacing tanah
lainnya didekat lendir tersebut dan diamati responnya serta dicatat latensi
dari masing-masing individu cacing. Dari 14 pengulangan dengan masing-
masing digunakan 3 ekor cacing tanah pada setiap pengulangan, diketahui
bahwa setiap cacing tanah memberikan respon dengan waktu latensi yang
berbeda-beda (lihat lampiran B). Rataan latensi tiga individu cacing tanah
pada 14 kali pengulangan dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut.
31
30

Rataan latensi (detik)


29
28
27
26 Rataan
25 Latensi
24
23
1 2 3
Individu ke-

Gambar 4. 2 Grafik rataan waktu latensi 3 urutan individu cacing tanah pada 14 kali
pengulangan

Latensi merupakan waktu saat cacing tanah memberikan respon


pertama terhadap kedatangan stimulus. Latensi dipengaruhi oleh posisi
peletakkan cacing tanah kedua terhadap daerah dimana lendir dari cacing
tanah pertama berada. Berdasarkan gambar 4.2 dapat dikatakan bahwa setiap
individu cacing memiliki waktu latensi yang tidak terlalu berbeda.
Perbedaan latensi ketiga urutan individu hanya sekitar 1-4 detik. Selain itu,
respon ketiga urutan individu pada masing-masing latensinya pun berbeda-
beda (lihat lampiran B), ada yang mendekati lendir, menjauhi lendir atau
bahkan tidak merespon sama sekali. Nilai respon pada percobaan
komunikasi cacing tanah dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
2%
7%

Menjauhi lendir
Mendekati lendir
NA

90%

Gambar 4. 3 Persentase nilai respon cacing tanah

Mekanisme komunikasi cacing tanah dilakukan dengan menggunakan


sinyal kimia berupa lendir. Lendir yang dikeluarkan oleh cacing tanah
bersifat spesies spesifik sehingga hanya akan dikenali oleh individu-individu
yang masih tergolong dalam spesies yang sama. Lendir ini dihasilkan oleh
kelenjar lendir yang ada pada bagian epidermal tubuh cacing tanah. Ketika
kondisi lingkungan tidak memungkinkan, maka lendir ini secara otomatis
akan dikeluarkan oleh cacing sebagai suatu sinyal bahaya bagi cacing yang
lainnya (Haynes & Moore, 1996). Beberapa cacing pada percobaan ini
memberikan nilai respon 0 pada lendir yang dihasilkan oleh cacing
sebelumnya, diduga hal ini dapat terjadi karena cacing yang memberi dan
menerima sinyal lendir tersebut berasal dari spesies berbeda.

4.4. Mekanotaksis pada Cacing Tanah


Mekanotaksis merupakan suatu respon menjauh atau mendekati
stimulus yang berupa getaran atau sentuhan fisik (Illinois Edu, 2012). Pada
percobaan ini, cacing tanah dimasukkan ke dalam gelas kimia berisi tanah,
kemudian ketika cacing tanah telah masuk maka tanah ditambahkan lagi.
Setelah itu diberi stimulus berupa getaran dan dilihat apakah cacing tanah
akan muncul ke permukaan tanah atau tetap di dalam tanah. Berdasarkan
hasil yang didapat, diketahui bahwa masing-masing cacing tanah
memberikan respon pada latensi yang berbeda-beda (lihat lampiran C).
Rataan latensi cacing tanah dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut.
60
50
Rataan latensi (detik)

40
30
20 Rataan
Latensi
10
0
1 2 3
Individu ke-

Gambar 4. 4 Grafik rataan latensi mekanotaksis cacing tanah

Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa individu 3 memiliki rataan


waktu latensi terlama. Pengukuran waktu latensi dan jenis respon cacing ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran cacing tanah yang
diuji, tekstur lapisan tanah yang menutupi tubuh cacing, dan seberapa kuat
stimulus getaran yang diberikan. Ukuran cacing tanah yang kecil
menyebabkan cacing akan lebih susah untuk menembus lapisan tanah,
sedangkan dengan volume yang sama cacing tanah berukuran lebih besar
akan lebih mudah menembus tanah karenan memiliki massa tubuh yang
lebih berat. Ketebalan dan tekstur tanah juga mempengaruhi latensi serta
respon yang ditunjukkan cacing tanah. Tanah yang terlalu tebal dan
bertekstur padat menyebabkan cacing kesulitan untuk muncul ke permukaan
tanah. Selain itu, pada percobaan ini getaran yang diberikan memiliki
kualitas yang tidak sama sehingga dapat menghasilkan latensi dan respon
dengan variasi cukup besar. Ketiga faktor di atas juga mempengaruhi respon
cacing tanah untuk muncul atau tidak muncul ke permukaan. Nilai respon
cacing tanah terhadap stimulus mekanik dapat dilihat pada gambar 4.5
berikut.

Muncul ke
43% permukaan
57% Tetap di dalam
tanah

Gambar 4. 5 Persentase nilai respon cacing pada percobaan mekanotaksis

4.5. Avoidance Test


Avoidance test merupakan suatu uji untuk mengetahui pengaruh
adanya zat kimia terhadap suatu individu (Hart, 2006). Pada percobaan ini,
digunakan dua jenis zat kimia yaitu larutan garam dan larutan deterjen.
Cacing diletakkan pada cawan petri yang memiliki dua bagian tanah, yaitu
tanah yang mengandung zat dan tanah kontrol yang disemprot dengan air.
Pengamatan dilakukan selama dua jam dengan pembagian interval waktu 20
menit. Pengulangan untuk masing-masing zat dilakukan sebanyak tujuh kali.
Latensi respon cacing tanah terhadap larutan garam dan larutan deterjen
secara berturut-turut dapat dilihat pada gambar 4.6 dan 4.7 berikut.
70
60

Rataan latensi (detik)


50
40
30 Rataan Latensi
Garam-
20 Kontrol
10
0
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Interval (menit)

Gambar 4. 6 Grafik rataan latensi percobaan larutan garam-kontrol

80
Rataan latensi (detik)

60
40
Rataan Latensi Deterjen-
20 Kontrol
0
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Interval (menit)

Gambar 4. 7 Grafik rataan latensi percobaan larutan deterjen-kontrol

Sementara itu, nilai respon untuk percobaan larutan garam-kontrol dan


larutan deterjen-kontrol dapat dilihat pada gambar 4.8 dan 4.9 berikut.

120%

100% 0%
14% 14% 14% 14%
29%
80%
Nilai respon (%)

43% NA
60% 86% 57%
71% Menuju Kontrol
40% 86% Menuju Garam
71%
20% 43%
29%
14% 0% 0% 14%
0%
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Interval (menit)

Gambar 4. 8 Grafik persentase nilai respon larutan garam-kontrol


120%

100% 0% 0%
14% 14% 14%
29%
80%
Nilai respon (%)

29%
71%
60% 86% NA
71% 71% Menuju Kontrol
40% 57%
Menuju Deterjen
57%
20%
29%
14% 14% 14% 14%
0%
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Interval (menit)

Gambar 4. 9 Grafik persentase nilai respon larutan garam-kontrol

Berdasarkan gambar 4.8 dan 4.9 dapat diketahui bahwa cacing


memberikan respon yang berbeda pada larutan garam dan larutan deterjen
pada interval yang berbeda pula. Sedangkan dari analisis menggunakan
Mann-Whitney U Test didapatkan bahwa nilai U sebesar 840 dan nilai W
sebesar 1743. Apabila dikonversikan ke nilai z maka besarnya adalah
-0,460. Sehingga nilai p-value dari data tersebut adalah 0,645. Nilai ini lebih
besar dari nilai kritis yaitu 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara respon pada larutan garam-kontrol
dengan respon pada larutan deterjen-kontrol.
Keberadaan zat kimia seperti garam dan deterjen dapat mengganggu
tekanan osmosis pada sel cacing tanah. Ketika cacing berada di tempat yang
mengandung zat kimia, maka konsentrasi air di dalam tubuhnya akan lebih
tinggi dibandingkan dengan tempat tersebut, sehingga cairan dari dalam
tubuh cacing dapat keluar dan kelangsungan hidup cacing dapat terancam.
Untuk menghindari hal tersebut, cacing memiliki respon kemotaksis negatif,
sehingga cacing akan cenderung menuju daerah yang normal (tidak
mengandung banyak zat kimia) (Hart, 2006).
Respon tersebut menyebabkan cacing dapat menjadi salah satu
bioindikator kondisi tanah. Respon ini didukung dengan keberadaan reseptor
yang tersebar di sepanjang tubuh cacing, sehingga stimulus berupa zat kimia
pada tanah dapat direspon dengan perilaku avoidance. Apabila tanah
tersebut tidak mengandung zat kimia berbahaya maka akan ditemukan
banyak populasi cacing tanah, namun apabila tanah tersebut mengandung
banyak zat kimia berkonsentrasi tinggi maka populasi cacing dapat
berkurang bahkan tidak akan menempati tanah tersebut (Marques et al.,
2009).
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:


 Bagian-bagian utaman yang terdapat pada morfologi cacing tanah adalah
bagian anterior (mulut, prostomium), tubuh bersegmen (terdapat klitelum),
dan bagian posterior (anus).
 Stimulus sentuhan dengan benda tajam dan benda tumpul tidak memberikan
perbedaan respon yang nyata, sedangkan stimulus pada bagian tubuh berbeda
(anterior, posterior, klitelum) memberikan perbedaan respon yang nyata.
 Pada percobaan komunaksi cacing, persentase nilai respon cacing yang
menjauhi lendir adalah 91%, cacing mendekati lendir 7%, dan cacing yang
tidak merespon adalah 2%.
 Pada percobaan mekanotaksis, diketahui bahwa 57% cacing muncul ke
permukaan dan 43% cacing tetap berada dalam tanah.
 Hasil analisis Mann-Whitney U Test menunjukkan tidak adanya perbedaan
respon yang nyata antara percobaan larutan garam-kontrol dan larutan
deterjen-kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

Cronodon. 2017. “Earthworm-Nervous System”. [Online]


http://cronodon.com/BioTech/Earthworm_NS.html diakses pada 18 Februari 2017
pukul 15:47 WIB.
Firmansyah, M. A., Suparman, Harmini, Wigena, I. G. P., & Subowo. 2014.
“Karakterisasi Populasi dan Potensi Cacing Tanah untuk Pakan Ternak dari Tepi
Sungai Kahayan dan Barito”. Berita Biologi, 13 (3) : 333-341.
Fraenkel, G. S., & Gunn, D. L. 1961. The Orientation of Animals. Oxford: Clarendon
Press.
Glase, J. C., Zimmerman, M. C., & Waldvogel, J. A. 1992. Investigation in Orientation
Behavior. New York: Cornell University.
Hart, A. C. 2006. “WormBook, The C. elegans Research Community”. [Online]
http://www.wormbook.org/chapters/www_behavior/behavior.html diakses pada 19
Februari 2017 pukul 12:17 WIB.
Haynes, M. & Moore, C. 1996. “ansc 455 Animal Behavior Laboratory Exercise 8
Communication”. [Online]
http://terpconnect.umd.edu/~wrstrick/secu/ansc455/lab8.htm diakses pada 19
Februari 08:42 WIB.
Illinois Edu, 2012. “How Do Planarians React to Their Environtment?”. [Online]
http://neuron.illinois.edu/sites/default/files/U2_L2_LessonPlan.pdf diakses pada
19 Februari 2017 pukul 19:21 WIB.
Kiszler, G., Varhalmi, E., Berta, G., & Laszlo, M. 2012. “Organization of the Sensory
System of the Earthworm Lumbricus terrestris (Annelida, Clitellata) Visualized
by Dil”. Journal of Morphology, 273 : 737-745.
Marques, C., Pereira, R., & Goncalves, F. “Using Earthworm Avoidance Behavior to
Assess the Toxicity of Formulated Herbicides and Their Active Ingredients on
Natural Soils”. Journal of Soil and Sediment, 9 (2) : 137-147.
McLintock, H. 1966. “External Features of a Typical Megascolecid”. [Online]
http://www.teara.govt.nz/mi/1966/27014/external-features-of-a-typical-
megascolecid diakses pada 19 Februari 2017 pukul 09:33 WIB.
Mill, P. J. 1982. “Recents Developments in Earthworm Neurobiology”. Comp Biochem
Physiol, 73A : 641-661.
Moore, M. J. 1979. “The Rapid Escape Response of The Earthworm Lumbricus terrestris
L. : Overlapping Sensory Fields of The Median and Lateral Giant Fibres”. J. Exp.
Biol, 83 : 231-238.
REAPS. 2017. “Worm Anatomy 101”. [Online]
http://www.reaps.org/compost/anatomy101.html diakses pada 19 Februari 2017
pukul 00:09 WIB.
SparksNotes Editors. 2017. “Animal Behavior: Orientation and Navigation”. [Online]
http://www.sparknotes.com/biology/animalbehavior/orientationandnavigation/sec
tion1.rhtml diakses pada 18 Februari 2017 pukul 19:46 WIB.
Wolcott, R. H. 1946. Animal Biology 3rd Edition. USA: Mc Graw-Hill Book Company,
Inc.
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Respon Cacing Tanah terhadap Stimulus Sentuhan

 Hasil uji statistik dengan analisis Mann-Whitney U Test

Keterangan:
Metode 1 (jarum jara)
Metode 2 (cotton bud)

 Hasil uji statistik dengan analisis Kruskal-Wallis H Test

Keterangan:
Posisi 1 (anterior)
Posisi 2 (posterior)
Posisi 3 (klitelum)
LAMPIRAN B
Mekanisme Komunikasi pada Cacing Tanah

 Rataan latensi cacing tanah

Individu Ke- Rataan Latensi (detik) Standar Deviasi

1 29,77692308 20,97292516
2 26,67857143 16,5710674
3 25,44285714 19,25236107

 Nilai respon cacing tanah


Jenis Respon Nilai Respon Persentase
Menjauhi lendir 38 91%
Mendekati lendir 3 7%
NA 1 2%

LAMPIRAN C
Mekanotaksis pada Cacing Tanah
 Rataan latensi cacing tanah
Individu Ke- Rataan Latensi Standar Deviasi
1 46,9 35,238
2 53,57 36,587
3 56,82 29,352

 Nilai respon cacing tanah pada percobaan mekanotaksis


Jenis Respon Nilai Respon Persentase
Muncul ke permukaan 72 57%
Tetap di dalam tanah 54 43%

LAMPIRAN D
Avoidance Test
 Perhitungan rataan latensi
Garam-Kontrol
Interval Rataan Latensi Garam-Kontrol Standar deviasi
20' 37 33,586
40' 42 36,453
60' 25,6 30,493
80' 50,6 32,876
100' 59,3 41,596
120' 50,3 32,191

Deterjen-Kontrol
Interval Rataan Latensi Deterjen-Kontrol Standar deviasi
20' 50,571 26,844
40' 42,6 13,259
60' 68,714 31,191
80' 58,5 31,879
100' 43,4 24,419
120' 54 42,727

 Perhitungan persentase nilai respon


Interval 
Jenis Respon
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Menuju Garam 14% 0% 29% 0% 14% 43%
Menuju Kontrol 86% 86% 57% 71% 71% 43%
NA 0% 14% 14% 29% 14% 14%

 Interval
Jenis Respon
20' 40' 60' 80' 100' 120'
Menuju Deterjen 29% 57% 14% 14% 14% 14%
Menuju Kontrol 71% 29% 86% 71% 57% 71%
NA 0% 14% 0% 14% 29% 14%
 Hasil uji statistik dengan analisis Mann-Whitney U Test
Keterangan:
1 (Garam-kontrol)
2 (Deterjen-kontrol)

Anda mungkin juga menyukai