Anda di halaman 1dari 3

Profil:

Indische Partij adalah salah satu wadah perjuangan pertama yang berwujud partai politik dan
berlandaskan pada ideoloogi nasionalisme. Walaupun namanya masih menggunakan bahasa Belanda,
Indische Partij adalah partai yang terbuka bagi semua orang Hindia Belanda (Indonesia).

Sejarah:

Indische Partij secara tertulis berdiri pada 25 Desember 1912. Namun, sebenarnya jauh sebelum itu
Indische Partij sudah lahir. Douwes Dekker, atau yang lebih dikenal sebagai Danudirja Setiabudi lah yang
mendirikan partai ini. Pada tanggal 8 Agustus 1912, ia mendirikan partai dan mulai 15 September 1912
hingga 3 Oktober 1912 ia bepergian untuk tur propaganda di tanah Jawa, mempromosikan Indische
Partij. Di kota tujuan pertamanya, Jogjakarta, ia berhasil mengumpulkan 60 tandatangan dukungan
untuk Indische Partij. Di kota tujuan yang kedua, yaitu Surabaya, ia kembali berasil mengumpulkan
banyak tandatangan dukungan. Ia berhasil mendapatkan 70 dukungan dan sampai dengan Oktober
1912, Indische Partij berhasil menjaring anggota sebanyak 7000an orang.

Setelah mengumpulkan dukungan, pada 25 Desember 1912 Indische Partij baru mulai aktif beroperasi
dan maka tanggal itu ditetapkan menjadi tanggal berdirinya Indische Partij

Sejak itu, Indische Partij banyak mengeluarkan tulisan kritikannya terhadap pemerintah Hindia
Belanda melalui surat kabar yang sering dipublikasikan. Kegiatan-kegiatan organisasi ini keras
menentang pemerintah kolonial Belanda, yang hingga dapat membuat pemerintah kolonial
Belanda kewalahan.

Pada 1913, IP mengajukan permohonan untuk diakui sebagai badan hukum, namun ditolak. Bahkan
partai ini dinyatakan sebagai partai terlarang karena pemerintah merasa terancam.

Tidak berhenti, IP mendirikan “Komite Bumipuetra” untuk terus memperjuangkan kebebasan


berpendapat dan menyuarakan kepentingan rakyat Hindia. Pemerintah menganggap kegiatan komite ini
berbahaya sehingga Douwes Dekker, dr. Cipto, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap dan diasingkan ke
Belanda.

Namun, ketiga tokoh ini malah disambut penuh hormat puluhan kader Partai Buruh Belanda, Social
Democratische Arbeider Partij. Para pengikut SDAP ternyata juga keberatan dengan pelanggaran hak
sipil yang telah dilakukan oleh pemerintah kolonial dan mendukung kegiatan Indische Partij. Namun
mereka tidak bisa menyelamatkan Indische Partij dan tidak didapatnya pengakuan badan Hukum dari
pemerintah Kolonial Belanda ini mengakibatkan dibubarkanya Indische Partij pada 31 Maret 1913.

Ketiga tokoh itu terus menggelorakan pandangan anti kolonialisme dan pemikiran para orang terbuang
ini dapat mempengaruhi gagasan kebangsaan di tanah jajahan maupun di negara induk. mem-paving
kemunculan gagasan Indonesia yang lebih modern pada tahun 1920an, yang berpuncak pada dua ide
besar, yaitu Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia 1925 dan Sumpah Pemuda 1928.
Latar Belakang:

Douwes Dekker mendirikan Indische Partij ini karena sebagai seorang Indo (kaum campuran Indonesia –
Belanda), ia telah lama merasakan keganjilan dan melihat begitu banyak diskriminasi dalam kehidupan
masyarakat. Ia merasa bahwa untuk membuat perubahan yang signifikan, kaum Indo dan bumiputera
harus saling bekerja sama.

Dr. Cipto dan Suwardi Suryaningrat, keduanya merupakan mantan anggota Budi Utomo. Mereka
akhirnya memutuskan keluar dan bergabung dengan Indische Partij setelah organisasi itu tidak
mendukung pentingnya perjuangan politik. Saat itu Budi Utomo menjadi organisi yang lebih banyak
memperjuangkan kemajuan budaya Jawa. Dr. Cipto dan Suwardi Suryaningrat setuju untuk terlibat aktif
di Indische Partij karena mereka melihat kesamaan visi misi untuk mewujudkan kemerdekaan bagi
Hindia-Belanda.

Tujuan:

menghapuskan dominasi kolonial dan menyadarkan kelompok indo dan bumiputera bahwa meraka
harus bersatu menghadpi musuh yang sama, yaitu berbagai eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial

“Hindia untuk Hindia”, kemerdekaan Hindia dari tangan Belanda

Hindia bukan milik orang Belanda saja, tetapi menjadi rumah bagi semua kelompok yang ada, yaitu
orang-orang 6 bumiputera, indo, Arab, Tionghoa, Belanda dan mereka semua yang mengaku dirinya
sebagai orang Hindia

Tjipto dan Soewardi Suryaningrat yang berjudul “Als ik eens nederlander Was” atau “Seandainya saya
seorang Belanda” isinya menghujat dan mengolok-olok pemerintah kolonial yang merayakan
kemerdekaan di tanah jajahan.

Nasionalisme Hindia adalah menghapuskan dominasi kolonial dan menyadarkan kelompok indo dan
bumiputera bahwa meraka harus bersatu menghadpi musuh yang sama, yaitu berbagai eksploitasi yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial. Nasionalisme hindia ini didasari pada solidaritas bersama atas
penindasan dari kolonialisme.

Rachman, Yudhi, Gerakan Anti-Kolonialisme Menuju Indonesia Merdeka dalam Perspektif


Smelserian, Madura, 2018, hal 196 – 198.
Utomo, Wildan Sena, Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Soewardi
Suryaningrat, Tjiptomangoenkusumo dan Douwes Dekker 1912-1914, Leiden, 2014, hal 64 – 68.

Kanumoyoso, Bonda, Kaum Nasionalis Dalam Dunia Pergerakan, Jakarta, 2018, hal 4 – 6.

Wulandari, Sri, Perjuangan Danudirja Setiabudi dalam Bidang Pendidikan di Hindai-Belanda 1912-1914
dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sejarah Kelas Xi SMA, Surakarta, 2015, hal 113 – 118.
(masih mentah, disaring lagi, dibenerin juga penulisan e nek ada yg salah, semangat!)

Anda mungkin juga menyukai