Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti halnya bahasa, wacana juga mempunyai bentuk (form) dan
makna (meaning). Kepaduan makna dan kerapian bentuk merupakan faktor
penting untuk menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana.
Kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi) merupakan unsur yang turut
menentukan keutuhan wacana. Dalam kata kohesi, tersirat pengertian
kepaduan dan keutuhan, dan pada kata koherensi terkandung pengertian
pertalian dan hubungan. Jika dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna,
kohesi mengacu kepada aspek bentuk, dan koherensi kepada aspek makna
wacana. Koherensi mengacu kepada aspek ujaran.
Alasan penulis mengambil judul tersebut karena di dalam setiap
wacana selalu ada unsur-unsur yang mendukungnya. Salah satunya adalah
kohesi dan koherensi. Tetapi tidak semua paragraf mengandung kedua unsur
tersebut. Kadang hanya memiliki salah satu dari keduanya, sehingga kita
harus lebih cermat untuk menyempurnakan kalimat tersebut agar menjadi
kalimat yang logis dan tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi pembeda antara kohesi dan koherensi?
2. Sarana apa saja yang termasuk ke dalam unsur koherensi?
3. Jenis-jenis sarana apa yang ada di dalam unsur koherensi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari kohesi dan koherensi.
2. Untuk mengetahui aneka sarana kohesi yang terdapat dalam sebuah
wacana.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis sarana koherensi yang terdapat dalam sebuah
wacana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Koherensi
Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh (Brown
dan Yule dalam Mulyana, 2005: 30). Para ahli menyatakan bahwa
Selanjutnya menurut Eriyanto (242:2003), koherensi adalah pertalian atau
jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Disamping itu, menurut Ramlan
(1984:10) menyatakan bahwa informasi yang dinyatakan dalam sejumlah
kalimat yang berbentuk paragraf berhubungan erat atau sangat padu,
kepaduan itu merupakan syarat keberhasilan suatu paragraf.
Koherensi (Kepaduan),Kepaduan dalam sebuah paragraf akan
terpenuhi apabila kalimat-kalimat yang menyusun paragraf itu terjalin secara
logis dan gramatikal, dan berkaitan satu sama lain untuk mendukung gagasan
utama. Dengan demikian, kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf itu
terpadu, berkaitan satu sama lain, untuk mendukung gagasan utama. Untuk
membangun kepaduan kalimat-kalimat dalam paragraf, penulis dapat
menggunakan kata kunci dan sinonim, pronomina, kata transisi, dan struktur
yang paralel (Alwi (ed.): 2001:10).
a. Kata Kunci dan Sinonim
Kepaduan paragraf dapat dibangun dengan tidak mengulang kata
atau ungkapan yang sama setiap kali diperlukan. Kata atau ungkapan
yang sama itu sesekali dapat disebut kembali dengan menggunakan kata
kuncinya atau dengan menggunakan kata lain yang bersinonim dengan
kata ungkapan itu. Misalnya Virus HIV, dapat disebut virus penyebab
AIDS, virus yang memataikan, virus yang sulit ditaklukan. Cara ini
disebut penyulihan.

b. Pronomina
Membangun kepaduan juga dapat ditempuh dengan menggunakan
pronomina untuk menyebutkan nomina atau frasa nomina yang telah
disebutkan lebih dahulu. Yang dilakukan sebenarnya adalah mengacu

2
pada nomina atau frasa nomina itu dengan pronominanya. Frasa
pengusaha-pengusaha yang sukses selain sesekali dapat disebut
pengusaha-pengusaha itu, dapat pula disebut mereka. Cara ini disebut
pengacuan.

c. Kata transisi
Kata transisi adalah konjungtor atau perangkai, baik yang
digunakan untuk menghubunghan unsur-unsur dalam sebuah kalimat
maupun untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf.
Melalui penggunaan kata ini hubungan antar asatu gagasan dengan
gagasan yang lain dalam sebuah paragraf dapat dinyatakan secara tegas
Contoh:
1. Saya makan soto karena saya suka.
2. Saya makan soto kalau saya suka.

d. Struktur yang Paralel


Keparalelan struktur kalimat dapat pula membangun ciri-ciri
kepaduan kalimat-kalimat di dalam sebuah paragraf. Banyak cara yang
bisa dilakukan, misalnya menggunakan kata kerja yang sama atau
menggunakan majas repetisi. Perhatikan paragraf berikut :

Setelah mendapat izin dari pemerintah daerah, warga mulai


membangun fasilitas umum di tanah itu. Konon, untuk membangun
fasilitas umum berupa gedung olah raga itu, warga harus mengeluarkan
tidak kurang dari 500 juta rupiah yang digali dari dana swadaya murni.
Awalnya tidak ada yang mempersoalkan hal itu, tetapi setelah daerah itu
berkembang menjadi pemukiman yang maju amat pesat, banyak pihak
menjadi yang mulai mengungkit status tanah dan bangunan itu. Bahkan,
dengan dalih bahwa karena sudah tidak sesuai dengan kemajuan dan
keadaan sekitarnya, pemerintah daerah akan memugar dan mengambil
alih pengelolaannya.

3
B. Jenis-Jenis Koherensi
1. Koherensi Berpenanda
a. Hubungan Makna Adisi
Hubungan makna adisi (penambahan) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti dan, juga, lagi, pula, lagipula.
Contoh:
“Pak dwijo mempunyai dua orang anak. Dua orang anak ini sedikit-
sedikit mempunyai pegangan kepandaian. Lagipula, Pak Dwijo
selalu menuntun anak –anaknya ke perilaku yang baik. Sudah sesuai
jika dua anak itu  menjadi anak baik”.

b. Hubungan Makna kontras


Hubungan makna kontras (perlawanan) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti akan tetapi, padahal, sebaliknya.
Contoh:
“Parjoko sekarang sudah bekerja  dan gajinya sudah dapat untuk
hidup. Akan tetapi, dia belum memikirkan rumah tangganya.
Sebaliknya, Karsono, adiknya Parjoko yang masih merepotkan orang
tua sudah merengek-rengek dinikahkan”.

c. Hubungan Makna Kausalitas


Hubung an makna kausalitas (sebab-akibat) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti karena itu, oleh sebenarnya, karena.
Contoh:
“Pasukan andalan kerajaan Sigaluh dapat diboyong pulang. Yang
dapat memboyong ialah seorang Manggala Yuda Sigaluh. Oleh
karena itu, raja Sigaluh sangat senang hatinya. Manggala Yuda itu
mendapat hadiah dari raja Sigaluh”.

d. Hubungan Makna Kondisi


Hubungan makna kondisi( pengandaian ) ditndai oleh
penggunaan kata-kata seperi andai kata, asal seperti itu.

4
Contoh:
“Dua orang kesatria tadi hatinya sangat panas. Keduanya sangat
tidak dapat  menerima bahwa pangkat Manggala Yuda sampai
terpegang oleh Guntur Geni. Oleh karena itu, pada malam kesatria
kembar itu ingin berhadapan dengan Guntur Geni. Andai kata, jika
dua kesatria itu kalah, mereka dapat menerimanya, sebab mereka
merasa mempunyai kesaktian yang tangguh dari pemberian
gurunya”.

e. Hubungan Makna Instrument


Hubungan makna instrument (alat) ditandai oleh penggunaan
kata-kata seperti dengan begitu, dengan itu.
Contoh:
“Sudah lama Sugondo ingin mempunyai sepeda motor. Dia lebih
sungguh-sungguh mencari. Jika ia mendapat uang, sebagian uangnya
ditabung. Dengan begitu, Sugundo dapat membeli sepeda motor
setelah menabung dua tahun lamanya”.

f. Hubungan Makna Konklusi


Hubungan makna konklusi ( kesimpulan ) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti jadi, akhirnya.
Contoh:
“Ada sedikit ketenangan karena Pambudi ternyata luhur budinya.
Walaupun adiknya  nakal dan dia sangat marah, cintanya terhadap
saudaranya tidak hilang. Jadi, seandainya ada kejadian yang tidak
menyenangkan, Pambudi pasti mau memikirkanya”.

g. Hubungan Makna Kata Tempo


Hubungan makna tempo (waktu) ditandai  oleh penggunaan
kata-kata seperti setelah itu, kemudian.
Contoh:
“Ratni menangis terisak-isak. Air matanya mengalir di pipinya. Dia

5
segera melipati pakaian yang perlu dibawa untuk diganti. Setelah
itu, Ratni lalu beristirahat walau kenyataanya tidak tidur sepanjang
malam”.

h. Hubungan Makna Intensitas


Hubungan makna intensitas (penyangatan) ditandai oleh
penggunaan kata-kata bahkan, malahan (justru), terlebih.
Contoh:
“Kadarwati memang sedang sakit. Dia enggan duduk-duduk karena
badanya terasa lemas. Oleh karena itu, sudah beberapa hari dia tidak
tampak berjalan-jalan. Justru, sudah tiga hari ini Kadarwati tidak
dapat bangun”.

i. Hubungan Makna Komparasi


Hubungan makna komparasi (perbandingan) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti dari pada.
Contoh:
“Hubungan Lestari dengan Pujana tidak disetujui orang tuanya.
Setiap Pujana akan bertemu Lestari pasti dihadang-hadangi orang
tuanya Lestari. Hal yang demikian itu menjadikan jengkelnya Lestari
kepada orang tuanya. Dari pada begitu, Lestari nekat sering datang
ke rumah Pujana untuk melepaskan rindunya kepada Pujana”.

j. Hubungan Makna Similaritas


Hubungan makna similaritas (kemiripan/kesamaan) ditandai
oleh penggunaan kata-kata seperti serupa dengan sepertinya.
Contoh:
“Wardana sedang sedih karena istrinya meninggal dunia. Setelah itu,
anaknya sakit. Belum ada seratus hari, ibunya juga dipanngil Yang
Maha Kuasa. Ayah Wardana  jatuh terpeleset ketika  hari
meninggalnya ibunya. Serupa dengan, perahu terapung yang sedang
digoyangkan keadaan oleh nasibnya Wardana”.

6
k. Hubungan Makna Validitas
Hubungan makna validitas (pengesahan) ditandai oleh
penggunaan kata-kata seperti benar, sesungguhnya, sebenarnya.
Contoh:
“Darwati sering bertemu dengan Sulistiya. Kadang-kadang ia
tampak menyandari Sulistiya. Jika sedang bercakap-cakap keduanya
saling mengasihi dan tampak rukun. Sebenarnya, Darwati tertarik
dengan pria tampan itu”.

2. Koherensi tidak Berpenanda


Contoh:
“Danarsih sudah menjadi isteri Sudirman. Sudirman lebih tentram
hatinya. Sudirman sering tidak pulang. Danarsih menjadi susah.
Badannya menjadi kurus. Danarsih menjadi sakit.
1 dan 2           kausalitas (oleh karena itu)
2 dan 3           kontras (akan tetapi)
3 dan 4           intensitas atau penyangangatan (bahkan)
5 dan 5           kausalitas (oleh karena)
5 dan 6           adisi (dan)
6 dan 7           tempo (akhirnya)

C. Unsur-unsur Koherensi
1. Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan,
juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
“Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja
bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami.
Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan
meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh
pemerintah kita”.

7
2. Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana
koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
“Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa
dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak.
Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan saya.
Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu
menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi
saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya seumur
hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan”.

3. Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada
contoh berikut ini:
“Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga.
Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak
murah. Dia memang bernasib baik”.

4. Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi
wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
“Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo.
Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan
sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak
dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung badan”.

5. Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru
kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya.
Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan, terlihat pada
contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan yang
berpola umum-khusus.

8
“Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab
terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa
paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat.
Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata. Semua itu harus
dipahami dari sudut pengajaran wacana”.

6. Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta
meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk
membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
“Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan
rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas
itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas
mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama, takkan lebih dari
itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas yang bertingkat, kita akan
membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak perlu mendirikan
rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas”.

7. Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat
kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang
dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
“Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini
hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan
kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah selesai kita
kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung, berjalan lebih
lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat
kedua kampung”.

9
8. Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat
menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti
ini terlihat pada berikut ini.
“Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin
sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian,
dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh.
Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin belajar”.

9. Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun,
kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan
sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
“Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan
kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan
sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi
penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan
kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena
itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu”.

10. Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula
menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut
ini.
“Halaman rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di
pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya:
bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan
rumah yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu
ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya: kumis kucing,
lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-
hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai
contoh: bayam, cabai, jahe, dan sirih”.

10
11. Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau
paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran
tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa
subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
“Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang
tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya
tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di
kursi mengamati saya”.

12. Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat
meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh
berikut ini.
“Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa
kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan
menaruhnya di atas lemari”. 

11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Koherensi dan kohesi merupakan unsure wacana yang penting. Kedua
unsur itu digunakan untuk membangun teks yang baik. Wacana yang baik
ditandai dengan adanya hubungan semantic antar unsure bagian dalam
wacana. Hubungan tersebut disebut hubungan koherensi. Hubungan
koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi.
Hubungan kohesi dapat dilihat dengan penggunaan piranti kohesi. Piranti
kohesi ada bermacam-macam. Piranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

B. Saran
Setelah menguraikan permasalahan tersebut semoga makalah yang
berjudul “Konsep Koherensi” dapat berguna bagi semua pihak. Tidak hanya
berguna bagi kami selaku pembuat makalah tetapi juga berguna bagi
pembaca. Pembaca dapat mempergunakannya untuk menambah wawasan dan
pengetahuan.

12
DAFTAR RUJUKAN

Kanzunnudin, Mohammad. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.


Rembang: Yayasan Adhigama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Rani, Abdul. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian.
Malang: Bayumedia Publishing.
Sudaryat, Yayat. 2008. Makna Dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.

13

Anda mungkin juga menyukai