Weber lahir pada tahun 1864 di Erfurt, Jerman. Weber tumbuh di lingkungan borjuis; Ayah Weber
merupakan anggota dewan kota, sekaligus politisi yang cukup terkenal. Sejak remaja, Weber sudah
menunjukkan ketertarikannya terhadap dunia akademis. Weber mempelajari ilmu ekonomi, hukum, serta
filsafat di Universitas Heidelberg, Berlin, dan Goettingen.
Terlepas dari karir akademis Weber yang gemilang, kematian ayahnya membuat Weber jatuh ke dalam
depresi berkepanjangan di tahun 1897. Ketertarikan Weber terhadap ilmu sosial, khususnya sosiologi,
muncul setelah kondisi kejiwaanya berangsur-angsur pulih beberapa tahun kemudian.
Dalam Basic Sociological Terms, Weber membahas tentang fokus kajian sosiologi menurut dirinya:
tindakan sosial. Weber menyatakan bahwa setiap tindakan individu yang ditujukan kepada individu, atau
kelompok lain memiliki makna yang bersifat subjektif. Tujuan utama dari sosiologi — menurut Weber —
adalah memahami secara mendalam (verstehen) makna subjektif dari tindakan sosial yang dilakukan oleh
individu tersebut.
Weber membagi tindakan sosial menjadi empat tipe. Tipe pertama, rasional-instrumental
(zweckrational), mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh rasionalitas sang aktor demi mencapai
tujuan tertentu, seperti transaksi ekonomi. Tipe kedua, rasional nilai (wertrational), mengacu pada
tindakan yang dilandasi oleh kepercayaan terhadap nilai-nilai tertentu, seperti berdoa bersama yang
dilandasi oleh nilai agama.
Tipe ketiga, afeksi, mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh perasaan seorang individu, seperti
menangis di pemakaman. Tipe terakhir, tradisional, mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh tradisi,
atau dengan kata lain, telah dilakukan berulang-ulang sejak zaman dahulu, seperti mudik.
Tiga karya Weber yang lain membahas topik yang cukup beragam, mulai dari objektivitas, kapitalisme,
hingga sumber legitimasi seorang pemimpin.
Tipe ideal membantu ilmuwan sosial agar tetap objektif dalam mengkaji sebuah fenomena. Terlepas dari
fungsinya untuk menjaga ilmuwan sosial agar tetap objektif, Weber menyatakan bahwa tipe ideal
berbeda dengan realitas sosial yang terjadi di lapangan.
Sebagai contoh, seorang sosiolog bisa saja menyatakan bahwa penggunaan atribut keagamaan oleh
individu merupakan bentuk tindakan sosial rasional nilai, karena tindakan tersebut dilandasi oleh nilai-
nilai agama. Namun pada kenyataannya, penggunaan atribut keagamaan pasti melibatkan faktor-faktor
eksternal lain seperti faktor emosi dan tradisi.
Hal ini menunjukkan bahwa tipe ideal hanya dapat digunakan untuk menjelaskan satu aspek spesifik dari
sebuah fenomena, dan seorang ilmuwan sosial harus mampu menjelaskan secara detail mengapa ia
memilih untuk menggunakan tipe ideal (terminologi) yang bersangkutan.
Weber lalu melakukan investigasi dan menemukan bahwa salah satu cabang ajaran Kristen Protestan,
yaitu Calvinisme, memiliki doktrin yang kompatibel dengan semangat kapitalisme. Menurut Weber,
doktrin Calvinisme yang dibawa oleh Richard Baxter, penerus John Calvin, sarat dengan “etos
keduniawian” yang mendorong pemeluknya untuk berkerja, dan mengumpulkan kekayaan sebanyak-
banyaknya.
Doktrin Calvinisme mengajarkan bahwa aktivitas ekonomi merupakan bentuk pelayanan kepada Tuhan.
Selain itu, doktrin Calvinisme juga menyatakan bahwa kekayaan seorang individu menandakan kecintaan
Tuhan terhadap individu tersebut. Hal inilah yang menyebabkan pemeluk ajaran Calvinis berlomba-lomba
mengumpulkan kekayaan, untuk membuktikan rasa cinta Tuhan atas dirinya.
Lewat The Protestant Ethic, Weber menyatakan bahwa selain hasrat untuk menjadi kaya dan
perkembangan teknologi, motivasi internal yang berasal dari nilai-nilai tertentu (dalam kasus ini, agama)
juga turut berperan dalam mengembangkan semangat kapitalisme.
Lebih lanjut, Weber membahas tentang karakteristik kelompok yang dipimpin oleh masing-masing
pemimpin, dengan basis legitimasi yang berbeda. Dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan
basis legitimasi rasional, baik anggota kelompok maupun pemimpin kelompok diwajibkan untuk tunduk
pada hukum yang berlaku. Hubungan antara pemimpin dan anggota kelompok bersifat impersonal.
Artinya, anggota kelompok hanya dituntut untuk patuh kepada pemimpin, selama anggota tersebut
memiliki tugas, atau kewajiban yang diatur oleh hukum. Selebihnya, anggota kelompok dipandang
sebagai individu yang bebas.
Dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi tradisional, anggota kelompok
merupakan “bawahan” atau “subyek” dari pemimpin kelompok. Hubungan antara anggota dan pemimpin
kelompok dilandasi oleh kesetiaan sang anggota terhadap pemimpinny.
Terakhir, dalam kelompok yang dipimpin oleh pemimpin dengan basis legitimasi karismatik, anggota
kelompok (yang disebut sebagai “pengikut”) memberikan seluruh jiwa dan raganya kepada sang
pemimpin, yang umumnya dianggap sebagai utusan Tuhan, atau individu dengan kekuatan gaib.
Karya-karya Weber membawa dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan sosiologi. Pemikiran
Weber yang berfokus pada ide dan nilai menjadi alternatif, sekaligus kritik bagi pemikiran Marx yang
sangat materialistis. Selain itu, tulisan-tulisan Weber juga kerap dijadikan rujukan utama ketika
membahas topik-topik dalam ranah sosiologi politik, hukum, dan ekonomi.
Secara akademis, pemikiran Weber turut mempengaruhi karya-karya sosiolog kontemporer seperti
Anthony Giddens dan Pierre Bourdieu. Pemikiran Weber juga turut berpengaruh terhadap lahirnya
diskusi-diskusi terkait modernitas dan post-modernitas.