Nama Kelompok:
Agus kurniasi
Helnika
Linda Rahmawati
Nufitasari
Nur Afifah Fitriana
Putri Shaumi Ramadhaniah
Urai Nurbaiti
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu upaya sosial-budaya manusia yang paling tua. Ketika manusia
berkembang, memiliki keturunan dan memiliki keinginan agar keturunan tersebut memiliki apa yang
sudah dimiliki manusia tersebut, maka terjadilah proses komunikasi dan proses pendidikan. Dalam
komunikasi tersebut, segala aspek kehidupan (budaya, sosial, teknologi, kepercayaan, ilmu, cara
berfikir, cara bersikap, cara bertindak, cara berbicara) diwariskan ke keturunan tersebut. Maka,
keturunan yang dihasilkan tidak saja memiliki berbagai warisan dari aspek fisik tetapi juga aspek
intelektual, emosional, sikap, nurani, dan ketrampilan. Melalui pendidikan terjadi proses pewarisan
dan orangtua merasa yakin bahwa anaknya dapat melanjutkan kehidupan keluarga, dan masyarakat
yakin bahwa anggota barunya dapat meneruskan keberlangsungan hidup kelompoknya. Ketika
masyarakat tersebut berkembang menjadi bangsa maka bangsa itu yakin pula bahwa melalui
pendidikan generasi keturunan itu dapat meneruskan kehidupan bangsa.
Proses pendidikan pada masa-masa awal dilakukan oleh keluarga dan oleh masyarakat.
Proses pendidikan keluarga dilakukan sampai seorang anakdianggap dewasa. Demikian pula dengan
pendidikan di masyarakat dimana kedewasaan menjadi ukuran untuk seseorang dapat dianggap
sebagai anggota masyarakat dewasa dan produktif. Upacara inisiasi menjadi petanda bagi seseorang
untuk memasuki masa dewasa tersebut. Berbeda dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di
masyarakat masih berlangsung terus meski pun seseorang sudah dianggap dewasa dan telah
dianisiasi. Sebagai anggota masyarakat dia tunduk dengan berbagai tata krama, dan bersama
dengan anggota lain yang dianggap lebih dewasa, arief, dan berkualitas kepemimpinan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Indonesia, pemerintah terus berupaya
melakukan berbagai reformasi dalam bidang pendidikan. Dan sebagai sarana untuk meningkatkan
mutu pendidikan diperlukan sebuah kurikulum. Menurut Sukmadinata (2008:5), “Kurikulum
(curriculum) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses
kegiatan belajar mengajar”. Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum
memiliki empat komponen, yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian
tujuan dan komponen evaluasi. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus saling berkaitan satu
sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak
berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan terganggu pula. Dalam
sebuah kurikulum memuat suatu tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem pendidikan. Untuk itu
tujuan dalam suatu kurikulum memegang peranan yang sangat penting, karena tujuan mengarahkan
semua kegiatan pengajaran dan mewarnai komponen-komponen kurikulum lainnya (Sutisna, 2011:
1).
Kurikulum 1984 dikembangkan sebagai penyempurnaan kurikulum 1975 berdasarkan tiga
pertimbangan. Pertama adalah adanya perubahan dalam kebijakan politik dengan ditetapkan TAP
MPR nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan perlunya adanya Pendidikan Sejaah Perjuangan Bangsa
sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang pendidikan. Secara operasional TAP MPR tersebut
dijabarkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 0461/U/1983 tertanggal 22
Oktober 1983. Yang menyatakan perlunya perbaikan kurikulum. Kedua adalah hasil penilaian
kurikulum 1975 antara tahun 1979 sd 1981 yang juga mencakup perkembangan kehidupan
masyarakat. Perkembangan yang cepat dalam kehidupan masyarakat terutama dalam bidang ilmu
dan teknologi menghendaki adanya penyempurnaan kurikulum. Ketiga adalah hasil- hasil yang
dicapai oleh Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1973-1984), hasil studi kognitif, keberhasilan
perintisan Bantuan Profesional Kepada Guru yang menekankan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
(1978-1990) dan hasil penelitian (1979-1986) dan pengembangan.
Ketrampilan Proses (1980-1984). Pengembangan kurikulum 1984 juga didasarkan pada
tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam TAP MPR nomor IV/MPR/1978 dan dan nomor
II/MPR/1983 yaitu “Pendidikan Nasional berdasarkan azas Pancasila dan bertujuan untuk
meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Untuk mengetahui bagaimana
pengembangan kurikulum 1984 dilaksanakan, maka berikut ini akan dijelaskan tentang model
perencanaan dan pengembangan kurikulum 1981-1988, kegiatan perencanaan dan pengembangan
kurikulum 1981-1988, dan proses perencanaan dan pengembangan kurikulum 1984 (Soedirdjo, dkk,
2010: 39-40).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kurikulum?
2. Apa yang dimaksud dengan kurikulum 1984?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Kurikulum 1984?
4. Bagaimana Karakteristik dari Kurikulum 1984?
5. Apa Saja Kelebihan dan Kekurangan Dari Kurikulum 1984?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui apa itu kurikulum 1984
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan kurikulum 1984
4. Untuk mengetahui karakteristik kurikulum 1984
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kurikulum 1984
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan kurikulum sebagai berikut:
1. Sockett mengatakan bahwa kurikulum adalah the curriculum is look upon as being composed of
all actual experience pupils have under school direction, writing a ourse of study became but
small part of curriculum program. (Kurikulum tersusun dari semua pengalaman murid yang
bersifat aktual di bawah bimbingan sekolah, sedangkan mata pelajaran yang ada hanya sebagian
kecil dari program kurikulum).
2. Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
3. Ronald C. Doll mengatakan bahwa kurikulum adalah all the experince which are offered to
learners under the auspices or direction of the school (Kurikulum meliputi semua pengalaman
yang disajikan kepada peserta didik di bawah bantunan atau bimbingan sekolah).
Definisi Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses,
tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada
yang lebih luas. Jadi, pengalaman tersebut dapat berlangsung di sekolah, di rumah ataupun di
masyarakat, bersama guru atau tanpa guru, berkenaan langsung dengan pelajaran ataupun
tidak. Definisi tersebut juga mencakup berbagai upaya guru dalam mendorong terjadinya
pengalaman tersebut serta sebagai fasilitas yang mendukungnya.
4. Mauritz Johnson mengatakan bahwa kurikulum adalah a structured series of intended learning
outcomes. Definisi Mauritz Johson ini merupakan bentuk pengajuan keberatan terhadap konsep
pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh Ronald C Doll. Lebih lanjut menurutnya bahwa
pengalaman hanya akan muncul apabila terjadi interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya. Interaksi seperti itu bukan kurikulum, tetapi pengajaran. Johson membedakan
antara kurikulum dengan pengajaran. Semua yang berkenaan dengan perencanaan, dan
pelaksanaan, seperti perencanaan isi, kegiatan belajar mengajar, evaluasi, termasuk pengajaran,
sedangkan kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh
siswa.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap pendapat Muaritz Johnson, Mac Donald memandang
kurikulum sebagai rencana pendidikan atau pengajaran. Menurut dia, sistem persekolahan
terbentuk atas empat subsistem, yaitu:
a) Mengajar merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang diberikan oleh guru.
b) Belajar merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa sebagai respon terhadap kegiatan
mengajar yang diberikan oleh guru.
c) Pembelajaran merupakan keseluruhan kegiatan yang memungkinkan dan berkenaan dengan
terjadinya interaksi belajar mengajar.
d) Kurikulum merupakan suatu perencanaan yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses
kegiatan belajar mengajar.
Dari sejumlah pendapat tersebut dapat di simpulkan bahwa kurikulum adalah semua
pengalaman, kegiatan, dan pengetahuan peserta didik di bawah bimbingan dan tanggung jawab
sekolah atau guru. Dengan demikian semua kegiatan yang dilakukan peserta didik memberikan
pengalaman belajar, yang selanjutnya akan menjadi kristal nilai yang akan dipraktikkan dalam
kehidupan yang lebih luas di masyarakat.
B. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 berlaku berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 0461/U/1983 tanggal 22 oktober 1983 tentang perbaikan kurikulum. Kurikulum ini disusun
karena kurikulum terdahulu dianggap memiliki banyak kekurangan,
Ada 4 aspek yangdi sempurnakan dalam kurikulum 1984 yakni
1. Pelaksanaan PSPB
2. Penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum
3. Pemilihan kemampuan dasar serta keterpaduan dan keserasian antar ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik
4. Pelaksanaan pelajaran berdasarkan kerundatan belajar yang di sesuaikan dengan kecepatan
belajar masing-masing peserta didik
Kurikulum 1984 banyak dipengaruhi oleh aliran Humanistik, yang memandang anak didik
sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah, dan meneliti lingkungannya.
Pada kurikulum ini posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta). Konsep CBSA yang elok secara teoretis dan bagus
hasilnya disekolah-sekolah yang di uji cobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat
diterapkan secara nasional.
Pendekatan CBSA menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari kegiatan
belajar yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi dan
sebagainya. Pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran sesuai
dengan tingkat dan jenjang pendidikan. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan
latihan. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Melalui pendekatan
konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif.
Kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada
tujuan. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Metode pembelajaran menggunakan konsep CBSA atau dengan kata lain siswa menjadi
subjek dalam pembelajaran karena siswa diberikan kesempatan untuk aktif secara fisik, mental,
intelektual dan emosional.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA