Anda di halaman 1dari 15

REVIEW ARTIKEL JURNAL

TOPIK KHUSUS : AGAMA DAN MASYARAKAT


Max Weber : Religion and Modernization

Oleh :
1. Lalu Pradipta Jaya Bahari (21200012039)
2. Miftahl Ulum (21200012026)
3. Salsabila Ramadani (21200002062)
4. Vera Sari (21200012046)
5. Raras Rachmatul Husna (21200012055)

INTERDICIPLINARY ISLAMIC STUDIES


PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2022
Nama Mahasiswa : Lalu Pradipta Jaya Bahari
NIM : 21200012039
Mata Kuliah : Topik Khusus : Agama dan Masyarakat
Dosen Pengampu : Dr. Sunarwoto, S.Ag, MA,

Judul Artikel : Max Weber : Religion and Modernization


Penulis : Hans G. Kippenberg
Nama Jurnal : The Oxford Handbook of the Sociology of Religion
Tahun, Halaman : Tahun 2011 Print Publication
Tahun 2009 Online Publication
Hal. 77
Tujuan Penelitian : Tujuan Artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang sosiologi
agama yang dikemukakan oleh Max Weber
Kerangka Pemikiran : Agama → Sosiologis Agama → Teori Sosiologi → Sekularisasi
Hasil dan : Artikel ini membahas tentang pemikiran Max Weber terkait
Pembahasan Agama dan Modernisasi dari agama tersebut. Abstrak pada artikel
ini berbicara terkait biografi dari Max Weber itu sendiri kemudian
disusul dengan pembahasan terkait dengan teori-teori sosial,
Sosiologi Agama, Sekularisasi dan Konsep Kekecewaan.
Point pertama membahas terkait munculnya paham-paham
kapitalisme di negara-negara barat. Max Weber mulai melakukan
survey secara empiris pada tahun 1891. Hal ini dibuktikan dengan
munculnya wirausahawan modern yang dapat menjadi titik bahaya
bagi para petani jerman yang masih berpegang teguh terhadap cara
tradisional.
Pada point kedua Max Weber mengutarakan terkait Etika
Keagamaan dan semangat Kapitalisme. Pada point ini Max Weber
mulai mempelajari terkait Sosiologi Agama serta etika eknomi
dari orang-orang timur seperti Cina, Jepang, India, dll. Setelah
mempelajari Sosiologi agama daerah tersebut, Max Weber Mulai
Mempelajari terkait sosiologi agama Islam dan Yahudi. Pada point
ini pun Max Weber mengemukakan Gagasan “Kekecewaan”
gagasan ini muncul pada tahun 1913 dalam sebuah Essay yang
dimana dalam Essay Tersebut menjelaskan Teori tentang Kategori
Sosiologi Interpretatif.
Pada point ketiga. Maksud dari kekecewaan itu sendiri merupakan
perubahan dari sistem sosial masyarakat dari sistem tradisional
yang masih terpengaruh dengan keyakinan-keyakinan masyarakat
menjadi sistem modern yang notabene mengandung unsur-unsur
kapitalisme. Perubahan tersebut ditandai dengan berkurangnya
daya magis yang disebabkan karena pemikiran yang berdasarkan
intelektual yang menekan kepercayaan pada sihir.
Pada point keempat ini menjelaskan terkait dengan sejarah agama.
Dalam Tesisnya Weber menjelaskan bahwa kebangkitan budaya
modern tidak dapat dijelaskan tanpa mempertimbangkan sejarah-
sejarah keagamaan, hal ini dimungkinkan oleh dua paradigma
baru yang telah diterima dalam studi keagamaan sejak tahun 1900.
pertemuan resmi pertama sosial Jerman, yang diadakan di
Frankfurt pada tahun 1910, Ernst Troeltsch berpendapat bahwa
Kekristenan telah menghasilkan tiga bentuk sosial: pertama,
gereja, sebuah organisasi yang mengelola sarana keselamatan
( untuk Troeltsch, tipe yang paling kuat); kedua, sukarelawan
sekte komunitas – (sungguh berkomitmen); dan ketiga,
mistisisme, perwujudan individualisme radikal.
Point selanjutnya membahas terkait dengan silsilah agama dari
institusi dan sikap modern. Pendekatan ini khususnya cukup
menarik bagi para cendekiawan jerman, yang, pada umumnya,
menolak gagasan bahwa sejarah diatur oleh hukum alam yang
objektif, dan lebih suka berfokus pada dimensi subjektif dan
kultural. Dari sudut pandang mereka, tidak hanya kapitalisme,
namun institusi dan praktek modern lainnya, perlu penjelasan
berdasarkan para tokoh dan kepercayaan mereka. Oleh karena itu,
mereka memasukkan sejarah agama ke dalam analisis modernisasi
mereka.
Point selanjutnya membahas terkait dengan Agama Sebagai
Tindakan Komunal. Pada point ini dijelaskan bahwa, Weber
membutuhkan gagasan yang menjelaskan terkait dengan
keabsahan rasionalitas tanpa merujuk baik itu untuk kebenaran
maupun untuk motivasi psikologis pribadi. Di sini ia
memperkenalkan gagasan tindakan komunal. Tindakan komunal
memiliki struktur dan hukum mereka sendiri. Mereka terkait
dengan interaksi sosial sebagai "hubungan menyeluruh" dan
mempengaruhi pertukaran barang dan kepatuhan terhadap aturan
dan orang.
Point selanjutnya membahas terkait dengan Jenis Komunitas
Agama. Pada point ini Max Weber menjelaskan bahwa ketika
manusia mencari jawaban terhadap “Makna Hidup di dunia”.
Ternyata berjalan beriringan dengan munculnya berbaai macam
spesialis agama. Yang dimana Max Weber ini menjelaskan bahwa
ia telah mengidentifikasi beberapa orang dengan latar belakang
yang berbeda terkat pemahaman dan ekspektasi antara mereka dan
para pengikutnya masing-masing.
Pada Point terakhir ini membahas terkait dengan Agama Bekerja
didunia yg dikecewakan. Pada point ini dijelaskan bahwa Semakin
sedikit penduduk budaya modern yang mampu menemukan
makna dari alam maupun dalam sejarah, Semakin banyak
pencarian untuk makna dilemparkan kembali kepada individu.
Dalam konteks ini, agama yang diturunkan dari masa lalu diubah
menjadi sumber perilaku hidup, berdasarkan keputusan pribadi
subjektif. Sesuai dengan konteks “kekecewaan” agama-agama
tersebut hanya sekedar agama yang tidak terlalu mempengaruhi
tatanan ekonomi masyarakat
Kesimpulan : Selama bertahun-tahun, sosiologi agama Weber dibaca sebagai
teori sekularisasi: dengan meningkatnya modernarisasi, lembaga-
lembaga sosial dipisahkan dari orang-orang religius, dan
kepercayaan dan praktik keagamaan menurun dan dipinggirkan ke
lingkungan pribadi. Tapi pembacaan ini tidak sesuai dengan
hubungan yang Weber asumsikan antara agama dan modernisasi.
Menurutnya, proses kekecewaan sewaktu menetapkan aturan
sekuler sebagai bola - bola yang otonomis menjadi pendorong
bagi jenis - jenis agama baru; "Makna" bergerak dari sisi tujuan
sejarah dan alam ke sisi keyakinan subjektif; Institusional agama p
76) berserah pada pemelajaran agama individu baru-baru ini dari
kebangkitan kontemporer dan penyebaran apokaliptisme dan
esoterakan mendapat manfaat dari sosiologi agama Weber, jika
mereka memperhatikan konsepnya tentang kekecewaan.
Keunggulan : Max Weber menjelaskan dengan detail terkait teori-teori sosial,
kemudian menjelaskan pemikiran dan gagasan-gagasan dengan
alur yang cukup jelas
Kekurangan : Max Weber kurang menjelaskan terkait dengan pemahaman-
pemahaman konsep sosiologi agama secara detail dari beberapa
agama didunia termasuk agama islam.
Nama : Miftahul Ulum

NIM : 21200012026

Max Weber: Religion and Modernization (Agama dan Modernisasi)

Max Weber merupakan seorang ilmuwan yang memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan sosiologi. Max Weber, lahir di Erfurt Jerman pada tahun 1864. Di samping itu,
ayahnya juga seorang ahli hukum yang terlibat aktif dalam partai liberal nasional. sedangkan
ibunya merupakan seorang Calvinis yang taat dan berusaha untuk tidak banyak terlibat dengan
urusan duniawi. Dengan perbedaan karakter orang tuanya itu, akhirnya memberikan pengaruh
terhadap psikologis kepribadian Weber sendiri
Tercatat pada tahun 1882 Max Weber memfokuskan dirinya pada bidang
yurisprudensi (sarjana hukum), dan tepat pada tahun 1884, Max Weber melanjutkan studinya
di Berlin, pada saat itu juga, Max Weber menyandang gelar doktor dan bekerja di pengadilan
Berlin. Tepat pada tahun 1893 Weber diangkat sebagai profesor ekonomi di Freiburg Jerman
dan tiga tahun kemudian ia mendapat kursi serupa di Heidelberg, sampai pada tahun 1918
Weber pensiun dari tugas profesor karena alasan Kesehatan, tepat pada tahun 1920 Weber
menghembuskan nafas terahirnya.
Mengenai agama, Max Weber memberi pendapat bahwa agama merupakan
kepercayaan yang pada akhirnya muncul dan memengaruhi kehidupan kelompok masyarakat
yang ada. Ia juga mengatakan bahwa agama beraneka ragam, diantaranya Islam, Kristen,
Hindu, Budha, Yudaisme dan Jainiseme, dan diantara agama tersebut merupakan agama-
agama keselamatan, meskipun dalam pengaplikasiannya menggunakan cara-cara yang
berbeda sesuai dengan tradisi yang dianutnya.

Weber lebih menekan kajiannya pada tindakan sosial. Yang mana, sesuatu yang
dilakukan tersebut memberikan sebuah pengaruh terhadap orang lain dan tidak lepas dari
adanya keterkaitan dengan orang-orang yang ada di sekitar, serta akan mempengaruhi
terhadap pandangan-pandangannya tentang agama.

Tindakan sosial juga merupakan suatu perilaku, perbuatan seorang individu atau
kelompok dalam upaya pencapaian tujuan dirinya. Tindakan tersebut juga bisa dilakukan
secara berkelompok, sehingga memberikan pengaruh bagi lingkungannya. Max Weber
mengatakan bahwa tindakan sosial berarti sebuah aksi yang dilakukan seseorang yang pada
akhirnya juga memberikan keterkaitan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya tersebut.

Salah satu karya Weber yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirite of Capitalism.
Mengungkapkan bahwa kapitalisme ialah adanya suatu orientasi pemikiran rasional di
kalangan masyarakat terhadap keuntungan-keuntungan ekonomis. Menurut Weber, suatu
masyarakat dapat disebut masyarakat kapitalis apabila warga masyarakatnya secara sadar
bercita-cita untuk mendapatkan keuntungan atau kekayaan, dan hal ini dianggap sebagai
sesuatu yang bersifat etis. Artinya masyarakat memberikan legitimasi atau pengakuan bahwa
hal itu sifatnya etis dan baik, sehingga menjadi nilai yang Legitimated atau disepakati sebagai
faktor pengikat integrasi kehidupan masyarakat mereka. Dan kapitalisme dipengaruhi oleh
semangat agama itu sendiri. Semangat agama Protestan-lah yang telah mendasari negara Barat dalam
membangun kapitalisme. Dalam bahasa lain, tidak tepat kalua dikatakan bahwa Peradaban Barat saat
ini dibangun di atas reruntuhan nilai-nilai agama, justru nilai-nilai agama itulah yang menjadi pondasi
peradaban Barat yang sebenarnya.
Tesis Weber tersebut terus menjadi inspirasi bagi lahirnya penelitian-penelitian di
Barat dalam konteks relasi antara agama dengan kapitalisme. Hingga kini di Barat riset
tentang etika kerja (khususnya dalam sistem kapitalisme) banyak memfokuskan pada etika
kerja Protestan.
Weber menyimpulkan bahwa semangat kapitalisme modern menjelma karena adanya
etika agama yang lahir dari kandungan agama Kristen Protestan. Agama Protestan dalam hal
ini telah menempati posisi terhormat dan menentukan. Weber ingin memperlihatkan tuntutan
peristiwa tersebut sebagai perpaduan yang harmonis antara nilai-nilai yang rasional dan
irrasional, dua unsur ini saling menemukan dan saling memperkuat. keduanya menemukan
kesesuaian

Weber menganggap bahwa Etika Protestan menghasilkan kekuatan kerja dengan


disiplin serta motivasi tinggi. Kekayaan merupakan petunjuk keberhasilan, sedangkan
kemiskinan adalah tanda kegagalan secara moral. Kalau seseorang miskin maka dia itu
pemalas, lemah, dan pada umumnya kurang bermoral. Oleh karena itu, Etika Protestan
merupakan pembenaran (legitimasi) etis terhadap berkembangnya kapitalisme modern.
Proses perubahan nilai dasar keagamaan inilah yang oleh Weber dijadikan penjelasan
terhadap perubahan sosial yang terjadi secara besar-besaran di kalangan masyarakat Eropa
yang dikenal sebagai konsentrasi pengamat agama-agama Kristen di dunia.
Di balik itu semua, Weber melihat bahwa kaum pedagang kaya tidak mempercayai
yang namanya etika pembalasan, ini berbeda sekali dengan keyakinan yang dipercayai oleh
kelas menengah rendah. Weber menilai bahwa kelas pedagang kaya tidak mempercayai yang
namanya agama penyelamat. Akhirnya, Weber menyimpulkan bahwa semakin tinggi keadaan
suatu kelas atau kaum, maka semakin tidak terlihat perjuangan mereka dalam
mengembangkan agama keduniawaian lainnya Di sisi yang lain, Weber melihat bahwa para
kesatria dalam kesehariannya tidak memperlihatkan etika yang tepat dalam berperilaku di
bawah keyakinan adanya Tuhan, sehingga tidak memahami apa itu dosa, pentingnya
keselamatan dan kerendahan hati dalam menjalankan agama. Ketika kaum ini menghadapi
kematiannya, mereka tidak memperlihatkan sikap yang rasional dan tidak bisa diterima dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka hanya cenderung memainkan moment agama sebagai sebuah
pelindung dari roh jahat, berdoa hanya untuk sebuah kemenangan dan meyakini bahwa kelak
telah ada surga buat kaum kesatrian dengan sendirinya. Keadaan inilah yang membuat kaum
kesatria jauh dari makna sebuah agama dan hanya mengedepankan kebutuhan duniawi
semata.
Selain melihat gaya kehidupan kaum kesatria, Weber juga mengamati kaum elit
lainnya dan kelas yang tidak mempunyai hak yang istimewa. Akan tetapi, kaum elit diketahui
juga tidak mengembangkan gagasan keselamatan, akibatnya mereka hanya memanfaatkan
fungsi agama sebagai pemenuhan kebutuhan hidupnya di dunia. Di sisi yang lain, kelas-kelas
yang tidak mampu atau kelas bawah tidak akan dapat bertindak membawa panji-panji agama
tertentu seperti para budak dan buruh harian, sehingga terjadi ketidakadilan dalam kehidupan
antara kaum elit dengan kaum bawah.
Nama : Salsabila Ramadani

NIM : 21200002062

Max Weber ; Religion and Modernization

Abstrack:

Artikel ini menjelaskan bahwa teori sosiologi agama bisa disebut dengan teori sekularisasi
yaitu keyakinan Ketika masyarakat sudah mulai berkembang. Max Weber yang dilahirkan di
Enfurt (Jerman) pada 1864, dalam diskusinya ia berpendapat tentang proses membangun
sekuler menjadi katalis untuk kepercayaan yang baru daripada adanya kemunduran dalam
keberagamaan.

Conditions for the Rise of Capitalizations

Pada tahun 1891 Weber melakukan survey empiris tentang situasi para petani di perkebunan
Russia Timur. Dalam meganalisis data ia mendapati dilema dari pemilik kebun. Mereka yang
menjadi pengusaha modern mempekerjakan burhh dengan upah yang murah, tetapi Ketika
merka hidup dengan gaya tradisional akan mempengaruhi ekonomi.

Para pakar menyatakan bahwa jatuhnya Roma disebabkan oleh migrasi massal yang
membawa bencana, sedangkan Weber melihatnya sebagai hasil perubahan sosial secara
bertahap di kerjaan Roma sendiri. Maka para masyarakat dipekerjakan sebagai budak karena
akan menguntungkan dalam bidang industry dan perdagangan.

Religious Ethics and the Spirit of Capitalism

Untuk sebuah kapitalis kondisi ekonomi politik saja tidak cukup. Apalagi jika ditammbahkan
dengan esai Weber yang terkenal, The Protestan Ethic and the Spirit of Capitalism. Weber
bukanlah yang pertama yang melihat adanya koneksi antara protestan dan kapitalisme. Tapi
dialah yang pertama menginginkan penjelasan yang serius.
Bukanlah secara alami apabila seseorang ingin menghasilkan loebih banyak uang, melainkan
hanya untuk hidup. Untuk hidup dengan cara yang biasa ia lakukan dan dan untuk
memperoleh pengahasilan yang diperlukan untuk hidup.

Disenchantment as a Particular Religious Path to Modernity

Weber membuat penemuan menarik selama studinya tentang Konfunsianisme, Hindu, Budha,
Yudaisme, dan Islam. Hal ini dijelaskan oleh Marianne Weber:

Agama berubah dari sihir menjadi doktrin. Setelah hancurnya citra primitive dunia muncul
juga kecenderungan: kecenderungan ke arah rasional penguasa dunia dan satu menjuju mistik
pengalaman. Tapi tidak hanya agama yang menerima batasan dari perkembangan pemikiran
yang meningkat, proses rasionalisasi juga berkembang di beberapa jalur yaitu ekonomi,
negara, hukum, sains dan seni.

Maka dari titik ini proses “kekecewaan” menjadi pusat pemikiran Weber tentang agama.

Weber menyimpulkan bahwa konsep kekecewaan menunjukkan adanya hubungan timbal


balik antara agama dan modernisasi. Konsep kekecewaan jelas berbeda dengan konsep
sekularisasi. Konsep dari kekecewaan tidak menunjukkan dunia tak bertuhan, tetapi
merupakan agama yang ranahnya teoritis.

Constructing Religious History

Dalam tesis Weber menyatakan bahwa kebangkitan budaya modern tidak dapat dijelaskan
tanpa memperhitungkan sejarah agama, hal itu dibenarkan oleh dua paradigma yang telah
diterima dalam agama sejak tahun 1900. Dua rekonstruksi data agama yaitu pra animisme
dan historiografi sangant membantu Weber untuk memahami modernisasi dalam hal agama.

Religious Genealogies of Modern Institutions and Attitudes

Pendekatan ini terbukti sangat menarik bagi beberapa sarjana Jerman, yang sebagian besar
menolak gagasan bahwa sejarah diatur oleh hukum alam objektif dan lebih suka focus pada
dimensi subjektif, budayanya.
Dissecting “Action”: Motivation Versus Meaning, Rationality Versus Correctness

Weber membedah kategori tindakan untuk memasukkan paradigma baru sejarah agama ke
dalam proyeknya. Weber juga mengatakan bahwa Tindakan termasuk pelanggaran dan
persetujuan dan merupakan perilaku yang dapat dijangkau suatu objek. Simmel juga
membedakan pemahaman makna Tindakan dari pemahaman motif seseorang.

Religious as Communal Action

Yang dimaksud Weber dari komunitas dan kebalikannya, masyarakat, sudah diklarifikasi
oleh Klaus Lichtblau. Weber membutuhkan gagasan yang menjelaskan validitas dan
rasionalitas tanpa mengacu pada kebenaran atau motivasi psikologi pribadi. Weber juga
berpendapatr bahwa pemahaman tentang perilaku keagamaan “hanya dapat mencapai sudut
pandang pengalaman subjektif, ide dan tujuan individu yang bersangkutan, singkatnya dari
sudut pandang perilaku keagamaan”

Types of Religious Communities

Dalam pandangan Weber, komunitas agama berjalan beriringan dengan munculnya berbagai
pakar agama. Seperti para pendeta, nabi, dan orang-orang pintar lain yang akan menengahi,
memahami dan membangkitkan harapan bagi para pengikut mereka. Kebutuhan tiap
komunitas harus terpenuhi, maka agama menyediakan variasi “apa yang harus disediakan
oleh agama untuk berbagai strata sosial”.

Religious Operating in the Disenchanted World

Weber untuk pertama kali ,membuat sketsa analisis agama yang benar-benar membantu
unutk revolusi di bagian komunitas keagamaan dalam bukunya “Economy and Society”.
Yang kemudian ia revisi dan dan memperluas garis besarnya di “Intermediate Reflections”.
Weber menyadari bahwa budaya modern bukanlah budaya yang yang tak bertuhan, seperti
yang dikatakan Marianne Weber dalam bukunya.
Nama : Raras Rahcmatul Husna

NIM : 2120012055

Max Weber: Religion and Modernization

Kondisi Bangkitnya Kapitalisme


Awal mula bangkitnya kapitalisme ditandai dengan runtuhnya Roma. Namun Weber
melihat runtuhnya Roma ini sebagai awal mula yang baru. Terjadi pergeseran ekonomi
masyarat dari yang awalnya tadisional menuju kehidupan yang lebih modren. Kehidupan
perekonomian tradisional ditandai dengan tenaga kerja/budak, yang kemudian fokus ekonomi
tradisional bergeser menuju perekonomian perkotaan yang berfokus pada perkebunan dan
terletak di pedalaman.
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman pada tahun 1864. Max Weber memandang bahwa
dunia kehidupan penuh dengan makna (meaning), tindakan sosial (social actions) dan
hubungan sosial (social relationships) tidak bisa dipisahkan dari makna. Salah satu teori
penting dari Max Weber ialah rasionalisasi, beliau mencoba menyangkal pemikiran Marx
yang menyatakan bahwa ide ditentukan oleh materi (ekonomi), namun sebaliknya Weber
beranggapan bahwa ide mempengaruhi sikap terhadap materi (ekonomi). Dalam karyanya
Max Weber Etika P rotestan dan Semangat Kapitalisme menjelaskan bahwa dalam agama
Protestan terdapat sebuah aliran yakni Calvinis, yang mencoba menafsirkan ulang mengenai
arti dari bekerja. Sehingga muncullah istilah etika, penyebutan etika dalam bahasa ekonomi
membahasakannya sebagai etos. Pemahaman Weber mengenai etos kerja ini sangatlah
berguna dalam mengubah cara berpikir masyarakat, terutama mengenai bekerja. Ketika
masyarakat berpikir bahwa bekerja merupakan ibadah dan kaya adalah salah satu kewajiban
yang harus dicapai oleh manusia, ketika menjadi kaya maka kebaikan akan jauh lebih mudah
untuk dilakukan. Semangat kapitalisme dikalangan protestan inilah yang kemudian disebut
sebagai “Calling” atau panggilan dari Tuhan untuk mencari keuntungan sebanyak mungkin.
Karena sekte Calvanis beranggapan orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang
sebagai pemalas atau orang yang tidak diberkati Tuhan. Maka kerja keras adalah ciri orang
yang selamat, itulah yang dimaksud dengan semangat kapitalisme oleh Max Weber.
Menurut Weber dalam tesisnya, kebangkitan dunia modern tidak terlepas dari
agama. Herman Sieback dalam bukunya, membagi agama-agama menjadi tiga kategori:
agama alam, yang menganggap dewa sebagai penyelamat dari kejahatan eksternal; agama
moralitas, yang memandang dewa sebagai penjamin norma sosial dan menjunjung tinggi
sikap positif terhadap dunia; dan agama-agama keselamatan yang mengendalikan kontradiksi
antara keberadaan Tuhan dan realitas kejahatan di dunia. Untuk memasukkan paradigma baru
sejarah agama-agama ke dalam proyeknya, Weber membedah kategori Tindakan. Dalam
catatan kakinya Weber bermaksud untuk memisahkan makna yang dimiliki secara subjektif
secara tajam dari makna yang valid secara objektif. Inti dari teori tindakan sosial Weber
adalah bahwa tidak ada individu atau masyarakat yang tidak rasional; semua tindakan mereka
rasional; tinggal terkategori dalam tipe rasionalitas manakah Tindakan-tindakan itu. Weber
memahami agama sebagai “jenis tindakan komunal. Tindakan komunal ini sebaga bentuk
gagasan Weber untuk menjelaskan validitas rasionalitas tanpa mengacu pada kebenaran atau
motivasi pribadi. Tindakan komunal memiliki struktur dan hukumnya sendiri; mereka
melekat pada interaksi sosial sebagai “hubungan menyeluruh” dan mempengaruhi kepatuhan
pada aturan dan orang. Kondisi ekonomi sering kali menjadi penyebab penting dalam yang
menentukan komunitas dan tindakan komunal, sebaliknya, ekonomi biasanya juga
dipengaruhi struktur otonom dari tindakan komunal. Untuk menyajikan berbagai jenis
tindakan komunal agama ke fokus yang lebih tajam, Weber menarik pada konsep “represntasi
simbolik”, dengan tujuan untuk menjawab pencarian manusia dalam hidup di dunia yang
bermakna. Weber ingin menunjukkan bahwa komuitas dan masyarakat saling bergantung.
Sementara ketika orang-orang awam tidak percaya akan agama tetapi mulai melihat dunia
sebagai kosmos yang tertaur dan bermakna, disiniliah peran nabi dibutuhkan untuk
memberikan penjelasan atas pengalaman yang tidak bisa dijawab oleh para dewa. Kebutuhan
akan mereka harus dicukupi, oleh karena itu agama-agam hadir dan menunjukkan variasi
mereka sesuai dengan kebutuhan berbagai strata sosial. Weber memahami budaya modern
bukanlah budaya tak bertuhan. Semakin sedikit penduduk budaya modern dapat menemukan
makna di alam dan sejarah, semakin banyak pencarian makna yang dikembalikan kepada
individu. Karena objek kajian sosiologi menurut Weber ialah tindakan individu yang penuh
artii dan makna terhadap individu lain.
Nama : Vera Sari
NIM : 21200021406

Max Weber : Agama dan Modernisasi


Max Weber lahir di jerman pada tahun 1864. Menurut Max Weber sebagian besar
sudah dibaca sebagai teori sekularisasi ketika persepsi dari weber mengenai hubungan yang
berbeda antara agama dan modernisasi. Keandaan untuk bangkit kapitalisme pada tahun 1891
max weber melakukan survey empiris tentang kondisi buruh tani di dalam dunia perkebunan
di daerah prusia timur. Dalam hasil data max weber mengenali permasalahan dari pemeliki
mulia itu menjadi seorang pengusaha modern yang mengelola untuk pasaar dan
mempekerjakan sorangan buruh polandia yang murah secara tidak langsung dapat
menurunkan perekonomian di wilayah itu sendiri. Max weber merasa tidak melihat
munculnya kapitalis sebagai bukti dengan sendirinya seperti yang dia kemukakan dalam
perkuliahan mengenai penyebab sosial dari peradaan kuno pada tahun 1896. Sebagian besar
sarjana menganggap jatuhnya roma sebagai bencana migrasi massal, namun dibalik hal ini
max weber melihat sebagai hasil dari perubahan sosial bertahap di dalam kekaisaran.
Awalnya komunitas sipil kuno dilihat dari melalui ekonomi pada tenaga kerja budak. Karena
mereka terkenal dan banyak terlibat di dalam indsustri perdagangan setelah abad kedua. Etika
keagamaan dan semangat kapitalisme dalam perekonomian saja tidak cukup untuk
meningkatkan kapitalis sehingga dalam kapatlisme di butuhkan sebuah dukungan dari
kekuatan internal karena yang pertama harus menjatuhkan lawan yang kuat. Perlawanan yang
gigih ini, yang hampir duanggap max weber sebagai sifat manusia tidak hilang dengan
sendirinya. Membangun sejarha agama bahwa dalam sebuah kebangkitan budaya yang
modern tidak dapat dijelaskan tanpa mengetahui sejarah agama karena dengan adanya sejarah
maka itu bisa menjadi sebuah pondisi jalan untuk bisa membangun kebangkitan agama yang
lebih baik lagi dari sebelumnya. Agama sebagai tindakan komunal dalam hal ini menjelaskan
minat max weber dalam komunitas agama sebagai matriks untuk sikap yang praktis terhadap
dunia. semua seluruh struktur tatanan dari ekonomi dan juga masyarakat dengan refrensi
siang bolak-bali antara bagian yang berbeda, bertumpu pada model yang mencari hubungan
antara jenis tindakan komunal dan tatanan sosial untuk menghindari tugas yang sulit untuk
mengartikan agama sevcara umum max weber mengemukakan bahwa pemahaman tentang
perilaku keagamaan hanya dapat dilihat dari berbagai sudut kacamata dari pengalaman
subjektif, ide dan tujuan individu yang bersangkutan, dalam artian dari kacamata perilaku
keagagamaan berarti bentuk paling dasa dari perilaku yang dimotivasi oleh faktor religi atau
magis yang berorientasi pada dunia ini, dalam pandangan max weber pencarian itu berjalan
beriringan dengan munculnya berbagai jenis pakar agama, yamg dispesifikasikan weber
menurut metode mereka menengahi, ketika komunitas di sekitar jenis ini termasuk orang
yang belum paham, maka kebutuhan mereka harus dipenuhi, karenanya agama-agama
menunjukan jenis menurut apa yang harus disediakan oleh agama untuk berbagai strata
sosial. Berbagai strata sosial yang ideal biasanya mengambil kacamata dari dunia dan doktrin
etika yang sesuai dengan keadaan ekonomi dan politik mereka.

Anda mungkin juga menyukai