NPM : 2006467715 Mata Kuliah : Teori Sosiologi bagi Kesejahteraan Sosial Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kelas :A
MAX WEBER DAN MASALAH RASIONALITAS
I. Tindakan Individu dan Arti Subyektif Tekanan dalam definisi Weber itu berbeda dari pendirian Durkheim bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta sosial yang bersifat eksternal, memaksa individu, dan bahwa fakta sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya. Weber melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan- tindakan sosial. Durkheim memiliki posisi yang umumnya berhubungan dengan realisme sosial. Artinya, masyarakat dilihat sebagai sesuatu yang riil, berada secara terlepas dari individu-individu yang kebetulan termasuk di dalamnya dan bekerja menurut prinsip- prinsipnya sendiri yang khas, yang tidak harus mencerminkan maksud-maksud individu yang sadar. Posisi Weber berhubungan dengan posisi nominalis. Kaum nominalis berpendirian bahwa hanya individu-individu lah yang riil secara obyektif, dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu-individu. Perbedaan lainnya adalah pandangannya mengenai proses-proses subyektif. 1. Menjelaskan Tindakan Sosial Melalui Pemahaman Subyektif Pemikiran weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanan pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subjektif tindakan sosial. Proses itu menunjuk pada konsep “mengambil peran” yang terdapat dalam interaksionisme simbolik. Weber berpendirian bahwa sosiologi haruslah merupakan suatu ilmu empirik, sosiologi harus menganalisa perilaku actual manusia individu menurut orientasi subjektif mereka sendiri. Objektivitas dan netralitas nilai masih diakui sebagai bagian dari warisan Weber untuk sosiologi masa kini. II. Tipe Ideal Disamping idealisme, aliran historis Jerman juga mempengaruhi pemikiran sosial Jerman. Dalam ekonomi, misalnya kaum sejarawan menolak ekonomi klasik Inggris. Weber setuju dengan pendapat bahwa perilaku sosial ekonomi harus dihubungkan dengan situasi institusionalnya. Weber mengemukakan bahwa suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih, atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual konkret, yang sangat tersebar, memiliki sifatnya sendiri- sendiri, yang kurang lebih ada dan kadang-kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan secara berat sebelah kedalam suatu bentuk konstruk analisis yang terpadu. Tipe ideal yang paling terkenal dari Weber adalah birokrasi. III. Rasionalitas Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Perbedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan nonrasional. 1. Rasionalitas Instrumental (Zweckrationalitat) Tingkat rasionalitas yang paling tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Individu dilihat sebagai memiliki macam-macam tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria menentukan satu pilihan diantara tujuan-tujuan yang saling bersaingan ini. 2. Rasionalitas yang berorientasi Nilai (Wertrationalitat) Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan objek pertimbangan dan perhitungan yang sadar. Tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. 3. Tindakan Tradisional Tindakan tradisional merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non rasional. Kalau seorang individu memperlihatkan perilaku karena kebiasaan, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan, perilaku seperti itu digolongkan sebagai tindakan tradisional. 4. Tindakan Afektif Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yangs edang mengalami perasaan meluap-meluap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. IV. Struktur Sosial Struktur sosial dalam perspektif Weber didefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabibilistik dan bukan sebagai suatu kenyataan empirik yang ada terlepas dari individu- individu. 1. Stratifikasi: Ekonomi, Budaya, dan Politik Weber mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Bagi Weber, kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kelompok-kelompok status berlandaskan pada ikatan subyektif yang sama, nilai serta kebiasaan yang sama, dan sering pula oleh perkawinan di dalam kelompok itu sendiri, serta oleh perasaan-perasaan akan jarak sosial dari kelompok- kelompok status lainnya. Selain posisi ekonomis dan kehormatan kelompok status, dasar yang lain untuk stratifikasi sosial adalah kekuasaan politik. Bagi Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak seorang meskipun mendapat tantangan dari orang lain. 2. Tipe Otoritas dan Bentuk Organisasi Sosial Weber mengidentifikasi tiga dasar legitimasi yang utama dalam hubungan otoritas sebagai berikut: a. Otoritas Tradisional Tipe otoritas ini berlandaskan pada suatu kepercayaan yang mapan terhadap kekudusan tradisi-tradisi zaman dahulu serta legitimasi status mereka yang menggunakan otoritas yang dimilikinya. b. Otoritas Karismatik Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki pemimpin itu sebagai seorang pribadi. Otoritas seperti itu lain daripada bentuk otoritas yang biasa. Istilah “karisma” digunakan dalam pengertian yang luas untuk menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada orang sebagai pemimpin. c. Otoritas Legal-Rasional Otoritas yang didasarkan pada komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara resmi dan diatur secara impersonal disebut Weber dengan istilah otoritas legal-rasional. Tipe ini sangat erat kaitannya dengan rasionalitas instrumental. Orang yang sedang melaksanakan otoritas legal-rasional adalah karena dia memiliki suatu posisi sosial yang menurut peraturan yang sah dia didefinisikan sebagai memiliki posisi otoritas. 3. Bentuk Organisasi Birokratis Otoritas legal-rasional diwujudkan dalam organisasi birokratis. Analisa Weber yang sangat terkenal mengenai organisasi birokratis berbeda dengan sikap yang umumnya terdapat di masa kini yang memusatkan perhatiannya pada birokrasi yang tidak efisien, boros, dan nampaknya tidak rasional lagi. Weber melihat birokrasi modern sebagai satu bentuk organisasi sosial yang paling efisien,sistematis, dan dapat diramalkan. 4. Tipe-tipe Otoritas Campuran Penggunaan konsep-konsep ini dalam analisis empiric harus meliputi usaha menentukan pola yang dominan dan juga cara dimana ketiga tipe ini saling berhubungan dan tingkat dimana ketiganya saling mendukung atau saling merusakkan. V. Orientasi Agama, Pola Motivasi, dan Rasionalisasi 1. Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide Agama Menurut Marx, perjuangan kelas merupakan kunci untuk mengerti perubahan sejarah serta transisi dari satu tipe ke tipe struktur sosial lainnya. Dalam suatu periode yang stabil, apabila kesadaran kelas itu rendah tingkatnya, maka agama dilihat sebagai “candu bagi manusia”. Perubahan revolusioner lalu menuntut supaya ilusi dan institusi agama itu dihancurkan, demikian pandangan Marx. 2. Kepercayaan Protestan dan Perkembangan Kapitalisme Baik Protestanisme maupun kapitalisme menyangkut pandangan hidup yang rasional dan sistematis. Etika Protestan memberi tekanan pada usaha menghindari kemalasan atau kenikmatan semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas dalam semua segi kehidupan, khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada umumnya. 3. Etika Protestanisme sebagai Protes terhadap Katolisisme Menurut Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu orientasi agama yang bersifat asketis dalam dunia (inner-worldly) yang jauh lebih lengkap daripada agama besar apapun lainnya, termasuk Katolisisme. 4. Etika Protestan dan Proses Sekularisasi Etik Protestan membawa sukses dalam bidang materi, godaan untuk menikmati hasil materi itu membantu hilangnya motivasi agama untuk mengikuti gaya hidup asketis yang dituntut oleh protestan. 5. Protestanisme Dibandingkan dengan Agama-agama Dunia Lainnya Dalam membandingkan berbagai agama di dunia dengan Protestantisme, tekanannya adalah pada pengaruh sistem kepercayaan agama-agama itu terhadap pola motivasi dan tindakan dalam dunia sekuler, khususnya dalam dunia ekonomi. 6. Etika Kerja Masyarakat Modern Dalam memenuhi tuntutan pekerjaan rutin yang sangat tinggi spesialisnya, sistematis, dan dapat diperhitungkan dalam organisasi yang dikontrol secara impersonal, orang harus mengorbankan spontanitasnya, hubungan personalnya, kesempatan untuk mengungkapkan emosi, dan kemampuan untuk menjadi manusia yang utuh.
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya