Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SYARIAH ISLAM
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Agama Islam

Disusun oleh:
Lafha Lawwamah Malaika (2006592442)
Meisy Salsabiela Hamdi (2006522234)
Yhara Marine Darmadi (2006525532)
Sabiela Ikrima (2006468195)
Siti Badriah (2006467715)

PROGRAM SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA


TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan
nikmat Islam, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Syariah Islam” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Agama Islam.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang syariah Islam
dan implementasinya di kehidupan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Levi, selaku dosen Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Agama Islam yang telah memberikan tugas ini, sehingga
pengetahuan dan wawasan kami mengenai Islam bertambah. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan dan
menantikan segala kritik dan saran yang membangun demi kebenaran makalah ini.

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
1. Pengertian Syariah Islam 3
2. Ruang Lingkup Syariah Islam 3
3. Perbedaan Syariah Islam dan Fikih Islam 4
4. Implementasi Syariah Islam 4
A. Ibadah Mahdhah dalam kehidupan 4
B. Ibadah Muamalah dalam kehidupan 7
a) Implementasi Muamalah dalam Bidang Ekonomi 9
b) Implementasi Muamalah dalam Bidang Sosial 12
c) Implementasi Muamalah dalam Bidang Politik 15
d) Implementasi Muamalah dalam Bidang Hukum 16
e) Implementasi Muamalah dalam Bidang Kesehatan 18
KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21

2
1. Pengertian Syariah Islam
Syariat secara bahasa adalah jalan yang harus diikuti, jalan ke tempat
pengairan, jalan menuju kemenangan, al-Mai’dah [5]: 48, al-Syura’ [42]: 13, al-
Jatsiyah [45]: 18. Kemudian secara istilah syari’at adalah segala perintah Allah yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia. Menurut Zurinal Z. dan Aminuddin
(2008) dalam jurnal Moh Bakir (2019). Menurut Syekh Ahmad Sirhindi, syariat
dalam artian sederhana, yaitu undang-undang dan peraturan yang berasal dari al-
Qur’an dan sunnah yang berhubungan dengan ibadah, moral, masyarakat, ekonomi,
dan pemerintahan. Kemudian, syariat dalam artian luas, yaitu dalam kaitannya
dengan aturan hukum juga termasuk kepercayaan dan keimanan, dan ideal dan juga
tindakan rasul dalam upaya mencari keridhaan ilahi. Syariat adalah hukum yang
ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya (hukum Islam yang murni dan bersifat
tetap tidak bisa diubah oleh siapapun kecuali oleh Allah sendiri). Dapat disimpulkan
bahwa syariat adalah perintah yang telah diwajbkan oleh Allah kepada makhluk
melalui nabi Muhammad supaya selalu dikerjakan dan larangan-Nya ditinggalkan.
(Bakir, M. 2019).
2. Ruang Lingkup Syariah Islam
Syariah Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat, dalam hubungan dengan diri sendiri,
manusia lain, alam lingkungan maupun hubungan dengan Tuhan. Secara umum
syariah terbagi menjadi dua bagian, yaitu ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah
khusus sering disebut dengan istilah ibadah saja atau ibadah mahdhah, sedangkan
ibadah umum sering diungkapkan dengan istilah muamalah atau ibadah ghairu
mahdhah.
a. Ibadah Khusus
Ibadah Khusus atau Ibadah Makhdah yaitu peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, meliputi:
1) Rukun Islam, yaitu mengucap Syahadat, mengerjakan shalat wajib, berpuasa
di bulan Ramadhan, zakat, serta menunaikan haji jika mampu.

3
2) Ibadah badani (bersifat fisik) seperti; bersuci, adzan, iqamat, itikad, doa,
shalawat, umrah, dll. Dan ibadah mali (bersifat harta) seperti; zakat, infak,
sedekah, kurban, dll.
b. Ibadah Umum
Ibadah Umum atau dalam arti luasnya mu’amalah yaitu ketetapan Allah
yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, seperti ekonomi,
pernikahan, hutang piutang, kesehatan, politik dan sebagainya. Ruang lingkup
muamalah sangat luas. Jenis dan macamnya tidak ditentukan dalam Alquran
maupun Sunnah. Mu’amalah dalam arti khusus yaitu; munakahat (Pernikahan),
jinayat (Pidana Islam), siyasah (Masalah Kema syarakatan) dan peraturan-
peraturan lain yang seperti makanan, minuman, berburu dan lain-lain.
3. Perbedaan Syariah Islam dan Fikih Islam
a. Syariah adalah wahyu Allah SWT dan hadits- hadits Nabi Muhammad SAW,
sedangkan fikih adalah pemahaman manusia tentang syariat tersebut.
b. Syariah bersifat fundamental dan memiliki ruang lingkup yang lebih luas,
sedangkan fikih bersifat instrumental dan ruang lingkupnya terbatas pada hukum
yang mengatur perbuatan manusia.
c. Syariah yang pada dasarnya adalah ketetapan Allah SWT dan ketentuan Nabi
Muhammad SAW sehingga bersifat abadi, sedangkan fikih adalah karya
manusia yang dapat berbah dari masa ke masa.
d. Syariah hanya satu, sedangkan fikih beracam- macam, seperti yang dapat dilihat
dari banyaknya jenis mazhab.
e. Syariah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fikih menunjukkan
keberagamannya.
4. Implementasi Syariah Islam
A. Ibadah Mahdhah dalam Kehidupan
Ibadah merupakan bentuk implementasi dari pengakuan seorang hamba
akan eksistensi dzat yang menguasai diri dan seluruh dimensi kehidupannya,
yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab lahir dan batin (Nasihin,
2015). Kehadiran manusia di muka bumi ini, tiada lain adalah untuk beribadah
kepada Allah (Amin, 2019). Allah berfirman bahwa “Aku tidak menciptakan jin

4
dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adzariyat
[51]:56).
Arti mahdhah adalah murni atau tidak tercampur. Ibadah dapat
dikategorikan menjadi dua yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.
Kedua kategori tersebut didasarkan pada dapat atau tidaknya suatu ibadah
diwakilkan oleh orang lain. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang secara
keseluruhan tidak dapat diwakili oleh siapapun, atau dalam artian setiap pribadi
bertanggung jawab atas kewajiban mengamalkan ibadah tersebut, dalam hal ini
adalah salat dan puasa. Sedangkan Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang
dalam pelaksanaannya dapat diwakili atau terdapat campur tangan oleh orang
lain, yang meliputi zakat dan haji (Abidin, 2019).
Seperti yang dikemukakan oleh Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha
dalam Kitab Hasyiyah ‘lanatut Thalibin, bahwa ibadah terbagi atas tiga macam,
ada kalanya berupa ibadah badaniyah madhah, maka jenis ibadah demikian tidak
bisa diwakilkan orang lain, kecuali salat sunnah tawaf dengan cara mewakilkan
pula pelaksanaan tawaf. Ada kalanya ibadah maliyah mahdhah, ibadah jenis ini
boleh untuk diwakilkan pada orang lain secara mutlak. Ada kalanya ibadah
maliyah ghairu mahdhah, seperti ibdaha haji, maka ibadah jenis ini boleh untuk
diwakilkan pada orang lain dengan syarat-syarat yang telah dijelaskan (Abidin,
2019).
Ibadah mahdah yang telah disebut di atas, hampir menyebutkan keseluruhan
rukun islam, kecuali syahadat. Hal ini karena, syahadat merupakan kajian
akidah, yaitu menyangkut pernyataan keyakinan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Syahadat merupakan hal yang sangat penting karena jika tanpa syahadat
seluruh ibadah akan sia-sia dihadapan Allah (Mujilan, 2020, hlm. 61). Setiap
orang yang beriman, dituntut untuk memberi kesaksian kepada orang lain bahwa
ia percaya tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasul-Nya.
Pernyataan ini harus diungkapkan agar ia mendapat hak-haknya sebagai seorang
muslim (Shihab, 2017, hlm. 218)
Melaksanakan salat lima waktu adalah kewajiban setiap muslim yang
didahului dengan bersuci (thaharah). Thaharah yaitu bersuci dari hadas, baik
kecil maupun besar. Bersuci dalam islam sangat diperhatikan. Hal ini merujuk

5
pada hadits Rasulullah SAW., bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Sehingga, tata cara bersuci benar-benar diatur dalam islam. Salat yang
sebelumnya didahului oleh dengan thaharah adalah salah satu bentuk perhatian
dalam aturan islam mengenai pelaksaan ibadah. Salat sendiri merupakan tiang
agama dalam islam. Salat adalah kebutuhan manusia, kebutuhan jiwanya.
Substansi salat adalah bentuk penghormatan dan pengagungan kepada Allah
serta ketundukan dan permohonan kepada-Nya. Tentu saja pelaksanaan salat
tidak terbatas pada bentuk-bentuk lahiriyahnya, namun juga penghormatan dan
pengagungan itu harus pula lahir dan didorong oleh pikiran serta hati yang
melaksanakannya (Shihab, 2017, hlm. 224).
Zakat dalam pengertian hukum islam adalah kewajiban yang dibebankan
agama kepada muslim atas kepemilikan sejumlah harta dengan syarat-syarat
tertentu (Shihab, 2017, hlm. 235). Zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir,
egois, dan tamak. Zakat merupakan wujud rasa syukur seorang muslim terhadap
karunia-Nya. (Mujilan, 2020, hlm. 62). Dengan berzakat seorang muslim akan
sadar tentang makna kepemilikan harta. Karena harta yang kita miliki di dunia
ini hanyalah titipan dari Allah. Allah menegaskan bahwa sebagian dari yang Dia
titipkan itu merupakan hak bagi yang miskin dan membutuhkan (QS. Adzariyat
[51]: 19).
Dalam Islam, shiyam (puasa) adalah menahan diri untuk tidak makan, tidak
minum dan tidak berhubungan seks sejak fajar terbit sampai matahari terbenam.
Namun, dalam pelaksanaannya, untuk mencapai kesempurnaan dari esensi
berpuasa adalah niat berpuasa yang disematkan sungguh-sungguh dari hati. Niat
yang bertujuan untuk menahan diri dari segala hal yang tidak disenangi agama.
Sehingga, tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, namun berpuasa
juga melatih setiap muslim agar mampu mengendalikan hawa nafsunya atas
kesenangan duniawi yang tidak disenangi agama. (Shihab, 2017, hlm. 243)
Dalam bahasa agama haji adalah kehadiran atau kunjungan ke arah atau
tempat tertentu dengan tujuan beribadah. Haji dalam ajaran Islam adalah
“berkunjung ke Mekkah dan sekitarnya pada hari-hari tertentu untuk
melaksanakan aneka kegiatan tertentu demi Allah SWT.” (Shihab, 2017, hlm.

6
243). Ibadah haji dalam pelaksanaannya mempunyai peran penting dalam
pembentukan akhlak mulia (Mujilan, 2020, hlm. 62)
Ibadah mahdhah adalah ibadah murni yang diperintahkan oleh Allah kepada
manusia yang beriman sebagai bentuk permohonan, penghormatan, tanggung
jawab, dan rasa syukur, seorang muslim atas karunia-Nya. Beribadah adalah
tujuan utama manusia hadir di persada dunia. Melaksanakan salat, bersuci, zakat,
puasa, serta haji adalah serangkaian ibadah pembentuk identitas setiap muslim
yang beriman. Ibadah yang Allah perintahkan, kesemuanya memiliki aturan
yang sama sekali tidak membebankan, tetapi justru memberikan kebaikan dan
manfaat bagi manusia itu sendiri.
B. Ibadah Muamalah dalam Kehidupan
Pengertian muamalah terbagi menjadi dua segi, pertama dari segi bahasa
yang berasal dari kata ‘amala – yu’amilu – mu’amalatan yang berarti saling
bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan. Kedua dari segi istilah
muamalah dibagi dua yaitu muamalah dalam arti luas dan sempit, Muamalah
dalam arti sempit adalah aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia
dengan urusan duniawi, sedangkan dalam arti luas muamalah adalah peraturan-
peraturan Allah swt yang wajib diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh
dan mengembangkan harta benda.
Asas muamalah
a. Asas ‘Adalah
Asas ‘Adalah (Keadilan) atau pemerataan merupakan penerapan prinsip
keadilan dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta tidak hanya
dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan secara
merata diantara masyarakat, baik kaya maupun miskin, dengan dasar
tujuan ini maka dibuatlah hukum zakat, sedekah, dan infaq.
b. Asas Mu’awanah
Asas ini mewajibkan seluruh umat muslim untuk tolong menolong dan
membuat kemitraan dengan melakukan muamalah, yang dimaksud
dengan kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua

7
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
c. Asas Musyarakah
Asas ini menghendaki bahwa setiap bentuk muamalah kerjasama antar
pihak yang saling menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat,
melainkan bagi keseluruhan masyarakat. Maka dari itu harta muamalah
diperlakukan sebagai harta milik bersama bukan perorangan.
d. Asas Manfaat (Tabadulul manafi’)
Asas ini berarti bahwa segala bentuk muamalah harus memberikan
keuntungan dan manfaat bagi pihak yang terlibat. Asas ini bertujuan
menciptakan kerjasama dalam rangka saling memenuhi kebutuhannya
demi kesejahteraan bersama.
e. Asas Antaradhin
Asas Antaradhin atau suka sama suka ini menyatakan bahwa setiap
bentuk muamalah berdasarkan kerelaan masing-masing. Kerelaan
dalam arti menerima atau menyerahkan harta yang dijadikan objek
perikatan dan bentuk muamalah lainnya.
f. Asas Adamul Gharar
Asas adamul gharar berarti bahwa pada setiap bentuk muamalath
tidak boleh ada gharar atau tipu daya atau sesuatu yang
menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak
lainnya sehingga mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu
pihak dalam melakukan suatu transaksi.
g. Kebebasan membuat akad
Asas ini menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad
jenis apapun tanpa terikat pada nama-nama yang telah ditentukan
dalam undang-undang syariah dan memasukkan klausul apa saja
dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh
tidak berakibat makan harta bersama dengan jalan batil.
h. Asas Al-Musawah
Asas Al-Musawah atau kesetaraan ini memiliki makna setiap pihak
yang melakukan muamalah itu berkedudukan sama.

8
i. Asas Ash-Shiddiq
Asas Ash-Shiddiq atau kejujuran ini sangat penting. Karena apabila
dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan, maka
akan berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian.
a) Implementasi Muamalah dalam Bidang Ekonomi
Islam adalah ajaran yang bersifat mencakup seluruh aspek kehidupan
(rahmatan lil’alamin). Islam memiliki ajaran yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia. Oleh karena itu kita harus menerapkan ajaran Islam ke
seluruh aspek kehidupan kita, termasuk dalam bidang ekonomi, kita harus
tetap berada dalam bingkai akidah dan syari’ah Islam.
Aktivitas ekonomi dalam bingkai akidah maksudnya adalah usaha yang
dilakukan oleh seorang muslim harus dimaknai dalam rangka ibadah dan
sarana mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt. Kesadaran dan
kemampuan memaknai segala aktivitas ekonomi sebagai taqarrub ialllah
akan melahirkan sikap tawakal, ikhlas, sabar, qana’ah dan isti’anah
(memohon pertolongan Allah) baik dengan solat maupun berdoa, sehingga
segala usaha yang dilakukannya tidak pernah terputus dangan Allah. (Mursal
dan Suhadi, 2015:68)
Sedangkan aktivitas ekonomi dalam bingkai syari’ah maksudnya adalah
dalam melakukan aktivitas ekonomi (‘Amal al-Iqtishadi) seseorang harus
menyesuaikan diri dengan aturan al-Quran dan hadis. Memang harus diakui,
bahwa al-Quran tidak menyajikan aturan yang rinci tentang norma-norma
dalam melakukan aktivitas ekonomi. Tetapi hanya mengamanatkan nilai-
nilai (prinsip-prinsip)-nya saja. Sedangkan hadis Nabi saw. pun hanya
menjelaskan sebagian rincian operasionalisasinya, sementara aktivitas
ekonomi dengan segala bentuknya senantiasa berkembang mengikuti
perkembangan zaman dan tingkat kemajuan kebudayaan manusia. Sehingga,
semakin berkembang kebudayaan manusia semakin banyak jenis muamalah
yang muncul. Meskipun demikian, tentu tidak berarti bahwa nilai-nilai atau
norma Islam luput dari persoalan ekonomi yang berkembang di zaman
kontemporer, sekarang dan yang akan datang.(Mursal dan Suhadi, 2015:69)

9
Lalu apakah yang dimaksud dengan muamalah? Muamalah adalah
sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri.
Muamalah dalam ekonomi yang dimaksud disini adalah aturan hukum Islam
tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli,
hutang piutang, jasa penitipan dsb. Ekonomi Islam bersifat ke-Tuhanan. Hal
itu tercermin pada dasar yang harus dianut yaitu Al- Quran dan Hadits.
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, ekonomi Islam mepunyai empat ciri khas
atau karakteristik. Empat karakteristik tersebut adalah : Rabbaniyyah
(ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan, dan Pertengahan.
1. Ekonomi Rabbaniyyah, yaitu ekonomi Islam sebagai ekonomi Ilahiah.
Contohnya ketika seorang muslim berusaha, berdagang, bertani, dan
mencari nafkah semata- mata sbagai ibadah pada Allah SWT.
2. Ekonomi Akhlak, artinya tidak adanya pemisahan antara kegiatan
ekonomi dengan akhlak. Islam tidak mengizinkan mengutmakan
ekonomi diatas aturan agama.
3. Ekonomi Kemanusiaan, yaitu kegiatan ekonomi yang tujuan utamanya
adalah merealisasikan kehidupan yang baik bagi umat manusia dengan
segala unsur dan pilarnya. Contohnya seperti kegiatan amal untuk
saling tolong menolong antar umat manusia.
4. Ekonomi Pertengahan, yaitu nilai pertengahan atau nilai
keseimbangan. Sistem ekonomi kita harus berdiri ditengah dan adil
diantara dua system agar tercapai kesejahteraan Negara.
Untuk menjalankan ekonomi Islam secara tepat dan tetap terjaga didalam
syari’ah, maka kita memerlukan prinsip. Berikut prinsip- prinsip dalam
ekonomi Islam:
1. Prinsip tauhid, ayat-ayat al-Quran yang terkait dengan prinsip
tauhid dalam menjalankan kegiatan ekonomi antara lain adalah
surat al-Ikhlash, dimana disitu menerangkan bahwa setiap usaha
manusia harus tetap bergantung pada Allah.
2. Prinsip amanah, maksudnya adalah dalam dunia ekonomi sifat
amanah atau dapat dipercaya sangat diperlukan demi

10
mengembangkan ekonomi itu sendiri dan menjalin relasi dengan
pihak- piha yang menguntungkan.
3. Prinsip kebolehan, menunjukkan bahwa hal apapun yang akan
dilakukan harus sesuai Al- Quran dan Hadits.
4. Prinsip kerelaan, maksudnya adalah rasa sama- sama senang dan
rela atas barang yang dijual dan yang dibeli antara penjual dan
pembeli.
5. Prinsip mashlahat, maksudnya ekonomi yang dijalankan harus
memberikan dampak atau hasil yang baik bagi pelaku ekonomi.
6. Prinsip keadilan, dalam buku Quraish Shihab, maksud adil disini
adalah adil baik dalam hal manfaat dan adil dalam timbangan.
7. Prinsip kejujuran, maksudnya adalah kejujuran dalam segala hal
itu adalah poin yag sangat penting dan tidak boleh dianggap
sepele.
Setelah membahas tentang karakteristik dan prinsip ekonomi Islam
diatas, maka berikut beberapa contoh hal hasil penerapan muamalah dalam
ekonomi
1. Syirkah. Syirkah dalam arti bahasa adalah kerjasama, kongsi,
atau bersyarikat. Syirkah pada prakteknya dalam kegiatan
ekonomi merupakan suatu usaha untuk menggabungkan
sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan bersama,
sumberdaya yang dimaksud bisa berupa modal uang, keahlian,
bahan baku, jaringan kerja, dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih
2. Mudharabah, adalah akad untuk mengikat kerjasama antara dua
pihak yaitu pemodal (shahib al-mal) dan pelaksana usaha
(mudharib), akad mudharabah juga disebut bagi hasil bagi
sebagian orang. Caranya dengan menentukan berapa persen
bagian keuntungan yang akan diterima oleh kedua pihak.
3. Jual beli, adalah akad yang berlaku untuk mengikat penjual dan
pembeli dengan adanya penyerahan kepemilikan antara
pedagang dan pembeli.

11
4. Titipan (Wadi’ah), adalah akad dimana seseorang menitipkan
barang berharganya kepada seseorang yang ia percaya dan
memberikan biaya atas jasa simpanan yang ia lakukan, pada akad
ini kita dapati juga pada ekonomi konvensional semisal deposit
box.
5. Perwakilan (Wakalah), transaksi ini berupa pemberian kekuasaan
untuk menyelesaikan transaksi tertentu, semisal penyerahan
rumah atau transaksi jual beli surat berharga yang dilakukan oleh
manajer investasi yang dilakukan pada bank kustodian.
Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi
muamalah dalam ekonomi sangat sesuai dengan prinsip ekonomi
konvensional, malah lebih baik dari itu. Ajaran ekonomi syariah melarang
pelaku ekonomi untuk melakukan hal yang nantinya akan merugikan
banyak orang. Beberapa contoh penerapan ekonomi syariah jua sangat
bagus dan menguntungkan apabila benar- benar diterapkan pada kehidupan
ekonomi karena dasarnya yang jelas, tatacara yang sesuai dengan Al- Quran
dan Hadits.

b) Implementasi Muamalah dalam Bidang Sosial


Dari perspektif kebahasaan, "muamalah" berasal dari kata aamala,
yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau perilaku terhadap orang lain.
Sedangkan dari arti harfiah, muamalat dapat diartikan sebagai transaksi atau
persetujuan, dalam konteks tukar- menukar manfaat.
Bersosialisasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia,
karena pada hakikatnya, manusia adalah makluk sosial yang membutuhkan
satu sama lain dan tidak dapat melangsungkan hajat hidupnya sendiri.
Islam pun telah menggariskan batasan dan ketentuan yang jelas
mengenai aturan dan larangan dalam bersosialisasi, batasan dan ketentuan
tersebut pun telah dituliskan dalam Al-Quran dan Hadits mengatur jalannya
cara bersosialisasi yang sopan dan santun untuk para umat Nabi Muhammad
SAW. Berikut adalah Implementasi muamalah dalam bidang sosial:
Bersosialisasi dengan lawan jenis

12
Islam memiliki batasan-batasan yang sangat jelas dalam hal mengatur
pergaulan dengan lawan jenis. Mulai dari adab melihat dan menatap, hingga
berkumpul dengan lawan jenis. Berikut adalah eksplanasi tentang beberapa
adab dalam bergaul dengan lawan jenis;
1. Menutup aurat bagi seorang wanita yang ingin melakukan komunikasi
dengan pria yang bukan mahramnya, maka hendaknya ia selalu menjaga
auratnya tetap tertutup. Sebagaimana Allah berfirman,

Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu


dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Ahzâb/33:59]
2. Larangan untuk tidak berduaan dengan lawan jenis. Sebetulnya, tidak
ada larangan untuk bergaul dengan lawan jenis, namun dibutuhkan
banyak kewaspadaan dalam melakukannya. Hal ini demi mencegah
terjadinya fitnah apalagi terjerumusnya keduanya dalam dosa besar.
Salah satu adab yang perlu dipatuhi adalah tidak berduaan. Dari Umar
bin Khattab, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang
wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya,
maka barangsiapa yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan
keburukannya, maka dia adalah seorang mukmin.” (HR. Ahmad)
3. Anjuran untuk menundukkan pandangan. Bagi pria maupun wanita,
islam memiliki adab untuk menundukkan pandangan terhadap lawan
jenis. Hal tersebut dilakukan demi menghindari zina mata. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Telah ditentukan bagi anak adam (manusia) bagian zinanya.
Dimana ia pasti mengerjakannya. Zina kedua mata adalah melihat, zina

13
kedua telinga adalah mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan
adalah memukul, zina kaki adalah berjalan, serta zina hati adalah
bernafsu dan berangan-angan, yang semuanya dibuktikan atau tidak
dibuktikan oleh kemaluan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bersosialisasi dengan gender sejenis
Dalam melangsungkan pergaulan dengan sesama jenis, islam pun telah
mengatur ketentuannya, seperti;
1. Tidak boleh melihat kemaluan satu sama lain
2. Pria tidak boleh satu selimut dengan pria, begitu pun wanita dengan
wanita.
Bersosialisasi dengan non islam
Nabi besar Muhammad SAW selalu mengajarkan untuk selalu menebar
kebajikan dan menjaga toleransi dalam hidup berdampingan dengan umat
beragama lain. Hal tersebut terlihat pada Quran surat Al Mumtahanah ayat
8-9. Dalam surat tersebut, Alla SWT berfirman agar setiap Muslim
berperilaku baik kepada umat beragama lain selama tidak ada sangkut
pautnya dalam agama. Hal ini juga menjelaskan bagaimana batasan
toleransi dalam Islam.

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir
kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu
dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan
mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.s. Al-
Mumtahanah 8-9).

14
c) Implementasi Muamalah dalam Bidang Politik
Pengimplementasian muamalah dalam bidang politik dapat dilakukan
sesuai prinsip-prinsip politik Islam seperti dalam bukunya Muhammad S.
El. “On The Political System Of Islamic State” yang menyatakan bahwa
prinsip politik Islam terbagi atas:
1. Musyawarah
Dalam prinsip perundang-undangan Islam, musyawarah dinilai
sebagai lembaga yang amat penting artinya dalam penentuan keputusan.
Sebab kebijaksanaan pemerintah dalam sistem pemerintahan Islam
haruslah didasarkan atas kesepakatan musyawarah. Karena itu
musyawarah merupakan salah satu prinsip yang mendasar, karena pada
musyawarah dapat mengakomodasi segala kepentingan demi
terwujudnya kemaslahatan yang lebih besar. (Ikhlas, Pendidikan Agama
Islam:255)
2. Keadilan
Islam menempatkan aspek keadilan pada posisi yang amat tinggi
dalam sistem perundang-undangan. Keadilan yang dimaksud disini di
antaranya seperti asas keadilan perlindungan hak atas warga negara, asas
persamaan derajat di muka hukum, asas praduga tak bersalah dan hak
pembelaan diri dan juga keadilan dalam menentukan kebajikan. Seperti
dalam Al Qur’an Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. 4:58)
3. Kebebasan
Dalam suatu sistem pemerintahan yang baik, setiap orang diberi
kebebasan hidup tanpa tekanan dari orang lain, kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat, kebebasan memeluk keyakinan, kebebasan
memiliki tanpa gangguan dari orang lain. (Syam, Jurnal Sosial Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin, Juli 2015:170)

15
4. Persamaan
Prinsip persamaan berarti bahwa setiap individu dalam masyarakat
mempunyai hak yang sama, juga mempunyai hak yang sama, juga
mempunyai persamaan mendapatkan kebebasan dalam berpendapat,
kebebasan dalam berpendapat, kebebasan tanggung jawab, dan tugas-
tugas kemasyarkatan tanpa diskriminasi rasial, asal usul, bahasa dan
keyakinan. (Ikhlas, Pendidikan Agama Islam:258)
5. Tanggung Jawab dan Wewenang
Tanggung jawab adalah suatu perbuatan yang sangat penting
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Wewenang serta tanggung jawab
manusia yang paling utama adalah bagaimana manusia mampu
memposisikan dirinya di hadapan Allah dan kehidupan sosialnya. Maka
kita sebagai manusia harus bisa menggunakan wewenang kita dengan
baik agar kelak dapat bertanggung jawab atas semua perbuatan yang
telah kita lakukan di dunia.
d) Implementasi Muamalah dalam Bidang Hukum
Islam adalah agama rahmatal lil alamin yang menjadi rahmat, kasih
sayang Allah kepada semua makhluk-Nya (Mujilan, 2019: 39). Islam pun
datang dengan mengatur hubungan antar sesama makhluk, seperti
muamalah atau jual beli, nikah, warisan, dan lainnya agar manusia hidup
bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.
Manusia sebagai makhluk individu yang memiliki berbagai keperluan
hidup, dimana Allah swt telah menyediakan beragam benda untuk
memenuhi kebutuhan makhluknya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup tersebut, manusia membutuhkan orang lain sehingga terjadi interaksi
dan kontak sesama manusia lainnya yang diatur oleh islam dalam bentuk
ilmu yaitu ilmu fiqih muamalah.
Pengertian dan pembagian hukum islam
Hukum berasal dari bahasa arab ‘hukm’ yang berarti norma atau
kaidah ukuran, tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk
menilai tingkah atau perbuatan manusia dan benda. Hukum Islam adalah

16
hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama islam. Hukum islam
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hukum Perdata, diantaranya; (1) munakahat mengatur segala sesuatu
yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-
akibatnya; (2) wirasah mengatur segala masalah yang berhubungan
dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan.
Hukum Kewarisan Islam ini disebut juga hukum fara’id, (3) muamalat
dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, tata hubungan manusia dalam soal jual-beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, perserikatan, dan sebagainya.
2. Hukum Pidana, diantaranya; 1) jinayat yang memuat aturan-aturan
mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman jarimah
hudud yaitu perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumannya dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. dan
hukuman Jarimah ta’zir yaitu perbuatan pidana yang bentuk dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi
pelakunya, (2) ah-ahkam as-sulthaniyah yang berhubungan dengan
struktur pemerintahan, (3) siyar yang mengatur urusan perang dan
damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain, (4)
mukhasamat yang mengatur peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Ciri-ciri hukum islam
1. Bersumber dari agama Islam,
2. Mempunyai hubungan yang erat dengan iman (Akidah) dan kesusilaan
(Akhlak) Islam,
3. Mempunyai dua istilah kunci yaitu syariat (wahyu Allah dan Sunnah
Nabi Muhammad saw) dan fiqih (pemahaman manusia tentang syariah)
4. Terdiri dari dua bidang utama yakni ibadah dan muamalah
5. Strukturnya berlapis, terdiri dari teks Alquran, Sunnah Nabi
Muhammad SAW, hasil ijtihad manusia, dan pelaksanaannya dalam
praktik
6. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala

17
7. Dapat dibagi menjadi hukum taklifi atau hukum al-ahkam al-khamsah
yang terdiri dari mubah, sunnat, makruh, wajib dan haram. Dan hukum
wadh’i yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau
terwujudnya hubungan hukum
8. Bersifat universal
9. Menghormati martabat manusia dan memelihara kemuliaan manusia
secara keseluruhan
10. Pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan
akhlak umat Islam.
Tujuan Hukum Islam
1. Memelihara agama Islam
2. Memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya
3. Memelihara akal manusia
4. Memelihara keturunan umat manusia
5. Memelihara harta manusia, dimana harta tersebut merupakan pemberian
Allah SWT.

e) Implementasi Muamalah dalam Bidang Kesehatan


1. Anjuran menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan begitu dianjurkan dalam ajaran Islam,
sebagaimana pepatah yang sering muncul yaitu mencegah lebih baik
daripada mengobati. Ada sandaran yang dapat kita jadikan dasar dalam
hal ini, yaitu terdapat anjuran Nabi Muhammad kepada Ibnu Abbas :
“Rasulullah! Ajarkan padaku suatu doa yang akan kubaca dalam doaku.
Nabi menjawab, mintalah kepada Allah ampunan dan kesehatan.
Kemudian aku menghadap lagi pada kesempatan yang lain, aku
bertanya, Ya Rasulullah! Ajarkan aku sutu doa yang akan kubaca. Nabi
menjawab, Wahai Abbas! Wahai paman Rasulullah!, mintalah pada
Allah kesehatan di dunia dan di akhirat” (HR Ahmad, Al- Tirmidzi, dan
Al- Bazzar). Hadits diatas menunjukkan bahwa Rasul menyuruh kita
untuk menjaga kesehatan dengan salah satu cara yang kita percayai dan

18
paling mudah dilakukan adalah dengan meminta kesehatan itu kepada
Allah tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
2. Nilai Sehat dalam Ajaran Islam
Dalam rumusan WHO dipahami bahwa sehat adalah suatu keadaan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang baik, tidak berpenyakit maupun
cacat. Lalu pada tahun 1984 WHO menambahkan unsur sehat agama/
spiritual. Maka dari itu makna dari sehat adalah suatu keadaan jasmaniah,
rohaniah, sosial, dan keimanan yang baik, tidak berpenyakit maupun
cacat.
3. Menjaga Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam
Dalam ajaran Islam, hal yang berkaitan dengan kebersihan disebut
Al- Thaharah. Al- Thaharah adalah tindakan preventif , yang gunanya
adalah menghindari bakteri dan kuman. Dalam Islam kebersihan dan
kesucian juga bagian dari ibadah. Nabi bersabda “Kunci sholat adalah
bersuci” (HR Ibnu Majah, Ahmad), dan hadits lain dari Abu Malik al-
Asy’ari, ia berkata Rasulullah bersabda “bersuci termasuk bagian dari
iman” (HR Muslim dan Al- Darimi). Berikut beberapa poin dalam ajaran
Islam tentang kesehatan seluruh aspek..
1. Thaharah dari Hadas dan Najis
2. Sarana Bersuci
3. Siwak
4. Kebersihan Linkungan
5. Pengobatan dalam ajaran Islam

19
KESIMPULAN
Syariah adalah segala perintah Allah kepada makhluknya yang wajib dikerjakan,
begitupun dengan segala yang dilarang. Syariah adalah aturan hukum yang harus
dipatuhi, dijalankan, dan diamalkan oleh setiap manusia yang beriman atau muslim.
Syariah mencangkup pada aturan ibadah murni dan ibadah umum. Ibadah murni atau
khusus berupa ibadah yang secara substansi adalah bentuk murni sebuah ibadah sebagai
sebuah penghormatan, rasa tunduk, dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan
Sang Pencipta, Allah SWT. Ibadah umum adalah segala ketetapan Allah mengenai
segala tindakan manusia yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, seperti
ekonomi, sosial, politik, hukum, hingga kesehatan. Syariah Islam adalah segala aturan
atau tuntutan bagi setiap muslim untuk dijalankan sepenuh hati. Karena, hal inilah yang
membentuk identitas seorang muslim. Syariah Islam mengatur seorang muslim
mengenai hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia.
Semua ketetapan Allah adalah untuk kebaikan hidup manusia di dunia dan di akhirat.

20
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M.A. (2019. Juli 19). Perbedaan Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah.
Diambil kembali dari NU Online: https://islam.nu.or.id/post/read/108808
/perbedaan-ibadah-mahdhah-dan-ghairu-mahdhah
Amin, H. (2018). Memakmurkan Bumi dalam Perspektif Teologi Pendidikan.
Raudhah Proud to be Professional; Jurnal Tarbiyah Islamiyah. Volume 3 Nomor
2 Edisi Desember 2018.
Nasihin, S. (2015). Menata Ibadah Meniti Shirotal Mustaqiem. Palapa. Volume 3
Nomor 1: 2015 Mei.
Mujilan, dkk. (2020). Modul/Materi Ajar Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian Agama Islam; Membangun Pribadi Muslim Moderat. Versi
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Depok.
Shihab, M. Q. (2017). Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam.
Tangerang: PT. Lentera Hati.
Muhammad S. El, (1984). On The Political System Of Islamic State: Penerbit Penamas
Al-Quran dan Terjemahannya. (2014). Jakarta: Departemen Agama RI.
Syam, Basir. (2015). “Jurnal Islam 2” dalam: Kebijakan dan Prinsip Kenegaraan Nabi
Muhammad SAW di Madinah (622-632 M) Volume 1 (hlm. 170). Universitas
Hasanuddin.
Ikhlas, Al. Pendidikan Agama Islam. (hlm: 255 & 258): Zizi Publisher.
Shomad, Abdul. (2012). Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum
Indonesia Jakarta: Kencana.
Munib, Abdul. (2018). Hukum Islam dan Muamalah, Jurnal Penelitian dan Pemikiran
Islam. (n.d.). Retrieved September 23, 2020, from
http://journal.uim.ac.id/index.php/alulum/article/view/363/266
Nurhayati, N. (2018). Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih.
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(2), 124-134.
Mursal dan Suhadi. (2015). Implementasi Prinsip Islam dalam Aktifitas Ekonomi.
9(1),68-69.
Mursal. (2015). Implementasi Prinsip- Prinsip Ekonomi Syariah. 1(1), 76-83.

21
Yuli. (2017). 5 Macam Macam Muamalah Dalam Ekonomi Islam.
https://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/ekonomi-syariah/macam-macam-
muamalah (diakses tanggal 24 September 2020)
Citra, dkk. (2016). Implementasi Muamallah.(n.d.). Retrieved September 24th,
2020,from https://www.academia.edu/30552533/IMPLEMENTASI_MUAMALAH
Abdul, Karim Sa‟dawi Amru. (2009). Wanita dalam Fiqh Al-Qardhawi. Pustaka
Al-Kautsar, Jakarta.
Mardiah, Rodiatam, (2019). Sistem Pergaulan Pria dan Wanita Menurut
Perspektif Alquran Jurnal: Penelitian Medan Agama Vol. 10, No. 2.
Ayatullah, Jawadi. (2005). Keindahan Dan Keagungan Perempuan. Sadra Press,
Jakarta.
Darwis, Kadir. (1993). al-Ziyarah baina al-Nisa, terj. Kathur Suhardi,
Bagaimana Muslimah Bergaul. Cet IV; Pustaka al-Kautsar, Jakarta.
Bakir, Moh. (2019, Aug 1). Relasi Syari'at dan Hakikat Perspektif Al-Ghazālī.
Kaca, vol. 9, no. 2, , pp. 98-139.

22

Anda mungkin juga menyukai