Anda di halaman 1dari 119

PERENCANAAN TULANGAN GESER DENGAN VARIASI

END BLOCK PADA BETON PRATEGANG

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh


ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh:

ASAFIN AULIA PUTRI BUNGA NAPITUPULU


13 0404 074

Disetujui Oleh:

Ir. BESMAN SURBAKTI, MT


NIP. 19541012 198003 1 004

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017/2018

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas setiap berkat dan
kemurahannya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terimakasih Allah
yang turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan dalam segala aspek kehidupan saya.

Penulisan Tugas akhir ini berjudul “Perencanaan Tulangan Geser Dengan


Variasi End Block Pada Beton Prategang” ini dimaksudkan untuk melengkapi
persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik
Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatra Utara.

Dengan rendah hati saya mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini
masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Saya juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca dalam penyempurnaan tugas akhir
ini.
Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar
memberi bimbingan, arahan, dan saran kepada saya untuk menyelesaikan Tugas
Akhir ini.
2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST ,MT , selaku ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
3. Bapak Ir. Andy Putra Rambe, MBA , selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
4. Bapak Prof.Ing.Johannes Tarigan dan Bapak Agung Putra Handana, ST, MT,
selaku Dosen Pembanding dan penguju Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatra Utara.
5. Bapak/Ibu Dosen Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama
saya menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatra Utara.
6. Kepada pegawai administrasi dan pegawai-pegawai Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara.
7. Orang tua saya, Almarhum Pandapotan Ebenezer Napitupulu ,Ibu Dahlia
Siahaan , Namboru Verenice Napitupulu dan Uda Luhut Napitupulu terima kasih

ii

Universitas Sumatera Utara


untuk cinta dan dukungannya, atas setiap doa, harapan, materi dan didikan yang
baik untuk saya.
8. Saudara-saudara saya: Febe Mawar Nurindah, Gloria Patria Melati, Gabriel
Nehemia, Melki Marganda Mardaulat, adik-adik yang selalu memotivasi saya.
Kakak dan Abang saya, Priscilla Ebenanncy dan Panguluan Michael beserta
keluarga mereka yang selalu mendukung saya dalam setiap keputusan saya.
9. Teman-teman terdekat saya selama masa perkuliahan : Meriani, Artika, Cicilia,
Dea, Elisa, Maylisa, Rizka Amalia , Rizka Meylani, Soraya yang selalu
memotivasi dan mendukung saya.
10. Keluarga saya IMPERATIF; Vitania, Airin, Aridanu, Dicky, Yunus, Norma Eka,
Risda, Tania, Desi Rut, Monalisa, Sapsen terima kasih untuk motivasi dan masih
tetap berjuang, Tuhan memberkati kalian.
11. Teman-teman angkatan 2013; Andrew Agaton, Doni, Delvin, Firmansyah, Roni,
Ary, Anugrah, Juanda, Angelina, Jeremy, terkhusus untuk panitia natal 2014 dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebut namanya satu per satu.
12. Junior-junior saya: Adik-adik natal 2014 terkhusus Feranita dan Cindy, Adik-
adik angkatan 2016 Evalina, Popo, Brenda dan adik-adik lainnya.
13. Millenium Private Les; Edwina, Farrel, Rafael, beserta staff dan pengajar
14. Seluruh pihak yang membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan Tugas
Akhir ini,

Saya menyadari Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari Bapak dan Ibu staff
pengajar dan rekan-rekan mahasiswa dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata saya mengucapkan terima kasih, saya berharap semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Desember 2017

Asafin Aulia P B Napitupulu


13 0404 074

iii

Universitas Sumatera Utara


PERENCANAAN TULANGAN GESER DENGAN VARIASI END BLOCK
PADA BETON PRATEGANG

ABSTRAK

Daerah end block atau Anchorage zone memiliki konsentrasi tegangan yang sangat
tinggi dan sangat berpotensi terjadinya bahaya retak. Diperluakan analisa khusus
pada penulangan ujung balok untuk memikul gaya pencar (bursting), belah dan
pecah (spalling) yang timbul akibat pengangkuran tendon. Tendon yang ditinjau
merupakan tendon lurus dan tendon melengkung (drapped). Untuk mengukur
tegangan-tegangan yang cukup rumit, metode analisis linear yang diberikan oleh
Guyon, Magnel, dan Zeilensky dan Roe cukup dapat digunakan untuk memahami
tingkat tegangan yang terjadi pada end block. Namun, metode-metode seperti
diberikan T.Y Lin dan SNI dapat memberikan desain yang lebih aktual. Penulangan
pada landasan ujung berdasarkan PCI girder turut memperkuat perencanaan
tulangan geser pada variasi ujung solid maupun dapped. Pada pengaplikasiannya
T.Y Lin dapat memberikan jumlah tulangan geser yang lebih efisien dibandingkan
metode SNI (strut and tie), Penulangan pada landasan berujung Dapped juga
memerlukan tulangan yang lebih rumit dibandingkan ujung solid. Penulangan geser
pada landasan ini merupakan penjumlahan gaya lintang akibat pembebanan total
ditambah gaya proyeksi kabel prategang terhadap arah sumbu Y vertical.

Kata Kunci : endblock, Tulangan geser, Tendon melengkung, Tendon lurus, ujung
solid, dapped end, Magnel, Guyon, Zielinsky and Rowe, Strut and
Tie, T.Y lin, PCI girder

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….. ii

Abstrak……………………………………………………………………........... iv

Daftar Isi………..………………………………………………………………... v

Daftar Tabel……………………………………………………………………… viii

Daftar Gambar ………………………………………………………….............. x

Daftar Notasi…………………………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 7

1.3. Tujuan ………………………………………………………………... 8

1.4. Manfaat ………………………………………………………………. 8

1.5. Batasan Masalah ……………………………………………………… 8

1.6. Metodeologi ………………………………………………………….. 9

BAB II STUDI PUSTAKA ………………………………………………….. 11

2.1. Umum ……………………………………………………….. 11

2.1.1. Keuntungan Beton Prategang …………………………….. 11

2.1.2. Kelemahan Beton Prategang ……………………………… 12

2.2. Sistem Beton Prategang ……………………………………………... 13

2.3. Sistem Perencanaan End block ……………………………………….. 16

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Transfer Prategang pada Batang Pratarik …………………. 17

2.3.2. Sistem pascatarik daerah pengangkuran…………………… 18

2.3.3. Profil Baja Prategang ……………………………………… 20

2.3.4. Distribusi Tegangan pada Beton Pascatarik ………………. 22

2.3.5. Penulangan Daerah Ujung ………………………………... 28

2.3.6. Dapped-end ……………………………………………….. 29

2.3.7. Pembebanan pada Ujung Balok …………………………... 29

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 30

3.1. Umum ……………………………………………………………….... 30

3.2. Metode SNI 2012 …………………………………………………….. 30

3.2.1 Analisis Tegangan Linear …………………………………. 31

3.2.2. Model Strut and Tie ……………………………………….. 40

3.2.3. Penulangan pada Daerah Angkur …………………………. 42

3.3. Metode T.Y Lin …………………………………………………….. 45

3.4. Penampang Beton Prategang ……………………………………… 46

3.5. Baja Prategang ……………………………………………………… 47

3.5.1 Tata Letak Tendon Prategang …………………………….. 48

3.5.2. Daerah limit kern ………………………………………….. 48

3.5.3. Daerah aman kabel ………………………………………... 50

3.6. Perencanaan Tulangan Geser pada End Block………………………. 52

3.7. Perencanaan Tulangan Geser Dapped End ………………………… 55

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………… 58

4.1. Perencanaan End block dengan Tendon Melengkung ………………... 62

4.2. Analisis End block berdasarkan Metode SNI dan T.Y Lin …………... 71

4.2.1 Perencanaan Metode SNI 2002 …………………………… 71

4.2.1.1 Analisis Tegangan Linear …………………………... 71

4.2.1.2 Model Keseimbangan Strut and Tie ………………... 75

4.2.2 Perencanaan Metode T.Y Lin …………………………… 78

4.3 Desain Penulangan Geser Dapped End………………………………. 80

4.4 Penulangan Geser pada beberapa Variasi penampang End block …… 84

4.4.1 Pada balok konvensional dengan tendon melengkung ……. 84

4.4.2 Pada balok konvensional dengan tendon lurus ……………. 87

4.4.3 Pada Dapped End dengan Tendon Lurus …………………. 89

4.5 Penulangan Geser pada beberapa Variasi lengkung Tendon ……….. 92

4.5.1 Tendon Lengkung 20o……………………………………… 92

4.5.2 Tendon Lengkung 30o……………………………………… 95

4.5.3 Tendon Lengkung 45o……………………………………… 97

4.6 Diskusi Hasil Perencanaan …………………………………………... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 103

5.1. Kesimpulan ………………................................................................... 103

5.2. Saran …………...................................................................................... 104

Daftar Pustaka ………………………………………………………………….. xv

Daftar Lampiran ……………………………………………………………….. xvi

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

BAB I

Tidak tedapat tabel

BAB II

Tabel 2.1 Nilai-nilai konstanta 𝛽 ………………………………………………. 19

BAB III

Tabel 3.1 Koefisien untuk Tegangan pada Balok Ujung (Magnel)……………... 33

Tabel 3.2 Tegangan-tegangan vertical sepanjang sumbu pada ujung-ujung balok

Prategang (guyon) …………………………………………………… 37

Tabel 3.3 Koefisien shear-friction yang disyaratkan ………………………………. 53

BAB IV

Tabel 4.1 Keterangan angkur ……………........................................................... 59

Tabel 4.2 Perhitungan section properties ………………………………………. 59

Tabel 4.3 Perhitungan persamaan daerah aman kabel atas dan bawah serta asumsi

ekivalen ………………………………………………………………. 67

Tabel 4.4 Perhitungan tulangan bursting metode magnel……………………….. 72

Tabel 4.5 Perhitungan tulangan bursting metode zeilinski and Rowe …………. 74

Tabel 4.6 Daftar perbandingan analisis tulangan bursting ………………………… 74

Tabel 4.7 Detail Pelat angkur strut and tie……………………………………… 75

Tabel 4.8 Tegangan tumpu strut and tie ………………………………………... 76

Tabel 4.9 Tumpu pada beban kerja perencanaan T.Y Lin ……………………... 79

viii

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10 Tumpu pada beban peralihan perencanaan T.Y Lin ……………........ 79

Tabel 4.11 Tinjauan geser di atas garis netral …………….................................... 85

Tabel 4.12 Tinjauan geser di bawah garis netral ……………................................ 85

Tabel 4.13 Jarak sengkang sepanjang balok beton prategang …………………… 86

Tabel 4.14 Tinjauan geser dan jarak sengkang yang digunakan ………………… 88

Tabel 4.15 Perbandingan beberapa variasi tendon ………………………………. 100

Tabel 4.16 Perbandingan tulangan geser pada beberapa variasi end block ……... 101

BAB V

Tidak tedapat tabel

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

BAB I

Gambar 1.1 Balok Beton Prategang (a) End Block pada Ujung kiri (b) Detail
End Block [Winarni Hadipratomo, 2008] ……………………………….. 1

Gambar 1.2 Zona Lokal dan Zona Global pada Endblock (Songwut Hengpratanee,
2004) ……………………………………………………………….. 2

Gambar 1.3 Transmisi Gaya pada Blok ujung (Pelat Angkur Tunggal) (Nawy, 1996).. 3

Gambar 1.4 Contoh Model Penunjang dan Pengikat ………………………………. 5

Gambar 1.5 Isobar tegangan transfer di endblock ……………................................. 6

Gambar 1.6 Balok berujung persegi,balok berujung Dapped dan Balok I Girder……... 7

Gambar 1.7 Diagram Alir Studi Analisis dan Desain End Block pada Beton Prategang .. 10

BAB II

Gambar 2.1 Metode Penarikan Kabel Pratarik ……………………………………... 14

Gambar 2.2 Metode penarikan kabel Pascatarik ………………………………... 15

Gambar 2.3 Sistem Freyssinet Voorspan Sistem Losinger (VSL) …………………... 19

Gambar 2.4 Reaksi kabel terhadap balok ……………………………………….. 21

Gambar 2.5 Daerah Terganggu (daerah yang diarsir merupakan daerah terganggu) 22

Gambar 2.6 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Tunggal)……............... 24

Gambar 2.7 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Ganda) ………………. 25

Gambar 2.8 Isobar dari tegangan Tarik Transversal ………………………………... 26

Gambar 2.9 Transmisi angker ujung untuk tendon terlekat (a) Transisi ke daerah solid
di tumpuan (b)Zona ujung dan retak dan spalling ……............................ 27

Gambar 2.10 Distribusi Teoritis dari tegangan Tarik ..................................................... 28

Universitas Sumatera Utara


BAB III

Gambar 3.1 Gaya-gaya yang bekerja pada blok ujung …………………………………. 33

Gambar 3.2 Sistem Gaya terbagi Rata (Guyon) ……………………………………. 35

Gambar 3.3 Sistem gaya terbagi rata dengan prisma ekivalen (Guyon) ………………. 35

Gambar 3.4 Distribusi Gaya-gaya Normal dan Geser ………………………………. 37

Gambar 3.5 Distibusi tegangan tarik pada balok ujung (Zielinski-Rowe) ……………. 39

Gambar 3.6 Contoh Model Penunjang dan Pengikat) ……......................................... 40

Gambar 3.7 Skema jejak gaya tekan pada model tekan-dan-tarik …………………… 42

Gambar 3.8 Susunan tulangan pada balok ujung …………………………………… 43

Gambar 3.9 Kantong-kantong dibelakang angkur ………………………………….. 44

Gambar 3.10 Susunan kurungan baja di daerah angkur .................................................. 44

Gambar 3.11 Penyebaran gaya tekan pada pelat angker ................................................. 45

Gambar 3.12 Limit kern dan daerah aman kabel ............................................................ 49

Gambar 3.13 Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel ...................................... 50

Gambar 3.14 Bentuk tipikal daerah aman kabel (a) Desain normal (b) Desain optimum
(hanya ada satu solusi P dan eo) (c)Penampang tidak kuat (preliminary).. 51

Gambar 3.15 Beban penyeimbang untuk melawan gerak vertical. (a) Balok dengan ten-
don berbentuk harped (b) Balok dengan tendon berbebtuk Drapped. (c)V-
ektor geser internal Vp akibat gaya prategang P pada elemen yang sangat
kecil dx. (d) Vektor geser internal V akibat beban eksternal W pada elem-
en yang sangat kecil dx ………………………………………………… 52

Gambar 3.16 End block yang diberi penulangan ……………………………………… 53

Gambar 3.17 Retak dan penulangan pada sambungan balok dapped-end............... 56

BAB IV

Gambar 4.1 Potongan Melintang Balok ………………………………………………... 58

xi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.2 Detail Angkur………………………………………………………… 59

Gambar 4.3 Diagram tegangan pratekan penuh ………………………………………... 61

Gambar 4.4 Penulangan balok prategang ………………………………………….. 63

Gambar 4.5 Daerah Aman Kabel …………………………………………………. 66

Gambar 4.6 Tata letak tendon …….......................................................................... 70

Gambar 4.7 Tata letak tendon pada ujung balok dan tengah bentang ………………… 70

Gambar 4.8 Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung …………………………….. 72

Gambar 4.9 Model Tekan dan Tarik ………………………………………………. 77

Gambar 4.10 Penulangan angker ujung (a) zona angker. (b) Penampang balok ............. 78

Gambar 4.11 Daerah pengangkuran di ujung balok......................................................... 78

Gambar 4.12 Penulangan geser pada perencanaan T.Y Lin ............................................ 80

Gambar 4.13 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End ........................................................ 81

Gambar 4.14 Detail penulangan Dapped-End ................................................................ 84

Gambar 4.15 Detail penulangan End Block Solid tendon melengkung............................ 87

Gambar 4.16 Detail penulangan End Block Solid tendon lurus....................................... 89

Gambar 4.17 Detail penulangan Dapped-End ................................................................ 92

Gambar 4.18 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End ........................................................ 93

Gambar 4.19 Detail penulangan Dapped-End lengkung 20° ........................................... 95

Gambar 4.20 Detail penulangan Dapped-End lengkung 30° ........................................... 97

Gambar 4.21 Detail penulangan Dapped-End lengkung 45° ........................................... 99

Gambar 4.22 Gaya geser Ultimit yang digunakan untuk perhitungan tulangan geser…. 102

BAB V

Tidak tedapat gambar

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

A Luas penampang balok

𝐴1 Luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara


geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya

𝐴2 Luas bruto plat tumpu

𝐴𝑏 Luas netto efektif plat tumpu yang dihitung sebagai luas 𝐴𝑔 dikurangi
dengan luas lubang-lubang di plat tumpu

At Luas penampang daerah tulangan geser yang terdistribusi secara merata


1/5 panjangnya dari tinggi girder.

T Tegangan efektif total

fs Tegangan ijin penulangan geser

fc Kuat tekan balok

fc ′ Tegangan Tekan

fy Tegangan leleh baja

lt Panjang daerah transfer diasumsikam 50 kali diameter strand

𝑑𝑏 Diameter baut

𝐿𝑑 Panjang penyaluran pada penampang kritis

𝛽 konstanta yang tergantung pada rincian strand dan kawat

h Tinggi penampang

F Gaya prategang aksial total pada ujung balok

M Momen lentur

xiii

Universitas Sumatera Utara


H Gaya langsung (Horizontal)

V Gaya geser (Vertikal)

𝑉𝑢 Gaya geser Ultimit/Netto

𝑊𝑏 Modulus penampang serat bawah

𝑌𝑡 Nilai eksentrisitas serat atas

𝐾𝑏 Jarak pusat serat bawah kern

𝐹𝑏𝑠𝑡 Tarikan memecah

𝑓𝑏 Beban tendon terfaktor maksimum 𝑃𝑢 dibagi dengan luas tumpu efektif 𝐴𝑏

𝑓𝑐 Tegangan tekan rata − rata dari prisma

𝑓′𝑐𝑖 Kuat tekan beton pada saat diberi tegangan

𝑓𝑣 Tegangan vertical

𝑓𝑡 Kekuatan tarik beton yang diperkenankan

𝑓ℎ Tegangan langsung

γ Tegangan geser

k Koefisien

𝑒 eksentrisitas alat angker atau sekelompok alat yang berjarak dekat diukur
dari pusat berat penampang balok

𝑃 Gaya angkur/pendongkrakan (Gaya tekan pada balok Ujung)

2𝑦𝑝𝑜 Tinggi pelat angkur

2𝑦𝑜 Tinggi prisma ekivalen

xiv

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Elemen struktur yang akan dianalisis pada studi ini adalah daerah
pengangkuran (anchorage zone) atau end block pada beton prategang Pemindahan
gaya dari tendon kepada beton dilakukan dengan mentransfer gaya pada beton atau
dengan pengangkuran. Daerah di ujung balok sepanjang h yaitu tinggi balok,
merupakan daerah terganggu yang merupakan daerah peralihan dari gaya prategang
terpusat menjadi tegangan normal di daerah EF, sedangkan daerah CDEF disebut
daerah end block.

Gambar 1.1 Balok Beton Prategang (a) End Block pada Ujung Kiri (b) Detail End Block [Winarni
Hadipratomo, 2008]

Distribusi tengangan disekitar endblock pada dasarnya sangat kompleks,


Berdasarkan prinsip Saint Venant’s, bahwa tegangan menjadi seragam dilokasi
sejauh kira-kira sama dengan tinggi penampang (h) diukur dari lokasi
pengangkeran

Universitas Sumatera Utara


Daerah dengan konsentrasi tegangan yang sangat tinggi dan sangat berpotensi
terjadinya bahaya retak pada bagian ujung balok posttension disebut dengan
“anchorage zone” atau “end zone”. (Antoine E. Naaman: 1976)

Secara umum zona ini terdiri atas dua bagian:

1. Zona global/umum :
Zona ini identik dengan zona angker total. Panjangnya sama dengan tinggi
penampang h untuk kondisi standar.
2. Zona lokal:
Zona ini mempunyai bentuk prisma persegi dan berada disekitar angkur dan
tulangan-tulangan kekangan. Panjang zona lokal ini harus ditinjau sebagai
yang terbesar diantara lebar maximum atau panjang alat angker yang
mengekang penulangan agar pengaruh tegangan tumpuan kecukupan tulangan
kekangan yang tersedia meningkatkan kapasitas tumpu beton.

Gambar 1.2 Zona Lokal dan Zona Global pada Endblock (Songwut Hengpratanee, 2004)

Distribusi Tegangan pada EndBlock

Pemusatan tegangan tekan yang besar dalam arah longitudinal terjadi dipenampang
tumpuan pada segmen kecil di muka ujung balok, baik pada balok pratarik maupun
pada balok pascatarik, akibat dari gaya prategang yang besar. Plat angker yang
terletak pada ujung balok beton prategang akan menerima gaya pratarik, besarnya

Universitas Sumatera Utara


gaya prategang yang diberikan pada plat angker, daerah yang berada pada zona
tersebut akan menerima tegangan tekan yang sangat besar yang diikuti dengan
tegangan normal tarik disekitar tendon.

Baja mutu tinggi diperlukan dalam beton prategang untuk menghasilkan dan
menjamin pemberian baja prategang,yang memuaskan pada batang. Ada tiga
bentuk gaya prategang yang digunakan: Kawat tunggal kawat puntir (wire strand)
dan batang baja. Pada pekerjaan pascatarik,sejumlah besar kawat dikelompokkan
secara pararel membentuk tendon.

Penggunaan tendon ini sendiri ada yang berbentuk lurus seperti gambar 1.2
dan berbentuk melengkung. Penggunaan tendon ini mempengaruhi tegangan tarik
yang kemudian mempengaruhi perencanaan tulangan geser pada endblock.

Beton kurang dapat menahan tegangan tarik dengan efektif, oleh karena itu
penulangan brusting dibutuhkan pada tempat dimana tegangan tarik tersebut
terjadi. Berdasarkan analisis yang dilakuakan pada endblock terdahulu, perilaku
endblock dapat diprediksi dengan menganalisa distribusi tegangan yang dapat
digambarkan melalui isobar dan trayektori tegangan. Gaya-gaya yang bekerja pada
balok ujung suatu beton prategang pascatarik seperti yang terlihat pada gambar 1.3,
untuk plat angker tunggal dengan penampang berbentuk persegi.

Gambar 1.3 Transmisi Gaya pada Blok ujung (Pelat Angkur Tunggal) (Nawy, 1996)

Berdasarkan konsep tersebut maka analisa terhadap distribusi tegangan pada End
Block menjadi penting untuk dilakukan guna mendapatkan disain yang tepat untuk
menahan gaya yang terjadi pada daerah angker tersebut. Beberapa metode analisis

Universitas Sumatera Utara


elastis dapat dipergunakan untuk mengukur tegangan-teganagan ini seperti metode
yang diberikan oleh Guyon (1953), Magnel, dan Zeilensky dan Roe.

Walaupun metode-metode ini cukup dapat digunakan untuk memahami tingkat


tegangan yang terjadi pada end block, namun metode ini tidak dapat memberikan
kondisi aktual secara akuarat (Antonie E. Naaman-1982). Kita akan
membandingkan dengan Model keseimbangan berdasarkan teori plastisitas seperti
model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat),

Pada dasarnya kita dapat menerapkan Metode desain untuk zona umum pada
beton prategang dengan metode-metode berikut :

Metode perencanaan SNI

Dalam metode perencanaan SNI ditentukan beberapa persayaratan yang digunakan


dalam mendisain daerah angker. Ketentuan-ketentuan tersebut dijelasakan sebagai
berikut:

1. Metode berikut diperbolehkan untuk desain zona pengangkuran global yang


asalkan prosedur khusus yang digunakan menghasilkan perkiraan kekuatan
yang sangat sesuai dengan hasil pengujian yang komprehensif :
a) Analisis tegangan linier (termasuk analisis elemen hingga),
b) Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti model
Strut and Tie (model penunjang dan pengikat), atau
c) Persamaan-persamaan yang disederhanakan.

2. Persamaan-persamaan yang disederhanakan tidak boleh digunakan bilamana


komponen struktur berbentuk bukan persegi, di mana diskontinuitas pada atau
di sekitar zona pengangkuran global menyebabkan deviasi pada lintasan aliran
gaya, bila jarak tepi minimum kurang dari 1-1/2 kali dimensi lateral angkur
pada arah tersebut atau mempunyai angkur majemuk. Salah satu metode
perhitungan yang dapat digunakan untuk perencanaan daerah pengangkuran
global diperlihatkan pada Gambar 1.4, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


𝑎
𝑇𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.25 ∑ 𝑃𝑆𝑈 (1 − )

𝑑𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.5 (ℎ − 2𝑒)

Gambar 1.4 Contoh Model Penunjang dan Pengikat

3. Urutan penarikan tendon harus dicantumkan dalam gambar rencana dan


diperhitungkan dalam perencanaan.
4. Pengaruh tiga dimensi harus diperhitungkan dalam desain dan dianalisis
dengan menggunakan prosedur tiga dimensi atau di dekati dengan
memperhitungkan penjumlahan untuk dua bidang ortogonal.
5. Untuk alat angkur yang ditempatkan jauh dari ujung komponen struktur,
tulangan dengan lekatan harus dipasang untuk menyalurkan gaya tidak kurang
gaya dari 0,35 Ppu ke penampang beton yang berada di belakang angkur.
Tulangan tersebut harus dipasang simetris mengelilingi angkur dan harus
mempunyai panjang penyaluran yang memadai baik di depan maupun di
belakang angkur.
6. Bila mana digunakan tendon melengkung pada zona pengangkuran global,
maka tulangan dengan lekatan harus diberikan untuk menahan gaya radial dan
splitting, kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila analisis
mmperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan.
7. Tulangan minimum dengan kuat tarik nominal sama dengan 2 % dari masing-
masing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah ortogonal yang
sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran untuk membatasi

Universitas Sumatera Utara


spalling (pecah), kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila
analisis memperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan
8. Kekuatan tarik beton harus diabaikan dalam perhitungan kebutuhan tulangan.

Metode Perencanaan T.Y. Lin

Metode analisis yang dilakukan oleh T.Y Lin didasari atas metode elastis linear,
dengan menggunakan analisis elemen hingga untuk memvisualisasikan distribusi
tegangan yan terjadi pada endblock, seperti pada Gambar 1.5. `

Penulangan web pada penampang prategang dilakukan dengan cara yang


sama dengan balok beton bertuang konvensional. Pada perencanaan ini kita akan
membahas perencanaan dan penulangan endblock dengan Metode Analisis linear,
strut and tie dan dengan gaya geser dengan metode perencanaan T.Y Lin.

Gambar 1.5 Isobar tegangan transfer di end block

Suatu tendon dengan eksentrisitas yang berbeda agaknya bekerja sebagai


suatu kabel gantung, meringankan sebagian pada beton tidak hanya karena
tegangan lentur tetapi juga karena tegangan geser. Jadi gaya lintang yang ditahan

Universitas Sumatera Utara


oleh tendon dapat dihitung baik sebagai komponen vertical dari tarikan tendon atau
sebagai geseran yang ditimbulkan oleh beban ekivalen suatu tendon lengkung yang
mengalami tarikan yang berat memerlukan beban vertical untuk melenturkannya,
sengkang dapat ditambahakan untuk mendapatkan kapasitas geser ultimit.

Peraturan ACI tidak memperbolehkan sengkang miring atau tulangan yang


dibengkokkan keatas pada batang prategang

1.2. Rumusan Masalah


Pada Latar Belakang kita telah membahas dasar-dasar perhitungan tegangan hingga
desain perencanaan berdasarkan gaya geser yang terjadi pada balok persegi, pada
tugas akhir ini kita akan melihat perencanaan pada beberapa variasi endblock.
Adapun rumusan masalah yang akan dianalisis berdasarkan latar belakang meliputi

a. Bagaimana Fenomena yang terjadi pada endblock dengan beberapa variasi


ditinjau dengan metode perencanaan SNI dan perencanaan T.Y Lin
b. Bagaimana Pengaruh dari efek variasi end blok tersebut pada perencanaan
dimensi dan tulangan yang akan digunakan?

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1.6 Balok berujung persegi,balok berujung Dapped dan Balok I Girder

1.3. Tujuan
a. Mengevaluasi fenomena yang terjadi karena variasi kabel dan dimensi end
block baik berujung persegi,dapped maupun I Girder yang paling ekonomis.
b. Mengetahui efek dari variasi end block terhadap desain dari beton prategang
dan jumlah tulangan tarik dan penulangan geser

1.4. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah

a. Tulisan ini dapat menambah wawasan tentang perancangan end block yang
ekonomis dan efisien untuk digunakan pada bangunan konstruksi.
b. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan referensi pembelajaran teoritis
tentang End Block pada beton prategang.

Universitas Sumatera Utara


1.5. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Struktur balok dalam batas elastis, hal ini berarti bahwa material akan kembali
kebentuk semula setelah pembebanan dilepaskan.
b. Analisa untuk mendapatkan efek dari variasi kabel,dimensi terhadap gaya
lintang pada end blok beton prategang
c. Gaya yang terjadi adalah gaya prategang langsung yang bekerja pada angker
d. Penampang yang dianalisa adalah balok persegi, balok berujung dapped, balok
I girder .
e. Hubungan antara balok dengan kolom struktur tidak ditinjau
f. Beban yang dipikul adalah beban berdasarkan RSNI-T-02-2005 Standar
Pembebanan Untuk Jembatan.

1.6. Metodeologi

Metodeologi dan tahapan pelaksanaan yang dibuat penulis dalam pengerjaan tugas
akhir ini menggunakan beberapa pendekatan antara lain :

a. Analisa Perhitungan secara Teoritis yaitu menghitung trayektori tegangan pada


balok tepi/ endblock untuk menentukan tegangan geser actual dengan metode
analisis elastis
b. Membandingkan variasi dari end block terhadap Gaya geser yang terjadi pada
beton Prategang.

Universitas Sumatera Utara


Diagram Alir :

Mulai

Perumusan Masalah

Tujuan dan Manfaat

Studi Literatur

Perencanaan Variasi bentuk End Block

Analisis dan Desain End Block

Metode perencanaan SNI dan T.Y. Lin

Distribusi Tegangan Dimensi End Block Penulangan Geser

Kontrol End Block

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1.7 Diagram Alir Studi Analisis dan Desain End Block pada Beton Prategang.

10

Universitas Sumatera Utara


BAB II
STUDI PUSTAKA.

2.1 Umum

Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal


dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikinan rupa sehingga
tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu
tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang pada umumnya
diberikan dengan menarik baja tulangannya.

Prategang terutama digunakan pada balok beton untuk menahan tegangan


tarik yang disebabkan oleh berat batang dan beban beton untuk menahan tegangan
taruik yang disebabkan oleh berat batang dan beban yang diterapkan kepadanya.
Jika beban-beban ini menghasilkan momen-momen positif pada balok, prategang
memungkinka pemberian momen negatif yang dapat menahan sebagian atau semua
momen positif tersebut. Balok biasa harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk
menopang berat sendirinya dan juga beban-beban lain, tetapi prategang
memungkinkan kita untuk mengasilkan pembebanan negatif yang akan mengurangi
pengaruh berat balok, dan menghasilkan “balok ringan”.

Pengamatan-pengamatan penting yang dihasilkan dari kerja penelitian yang


mempelopori pada beton prategang ialah :

1. Perlunya pemakaian baja dan beton berkekuatan tinggi.


2. Pengetahuan tentang kehilangan pategang yang disebabkan oleh berbagai
hal.

2.1.1 Keuntungan Beton Prategang

Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis besar dibandingkan


dengan bentuk-bentuk konstruksi lainnya, seperti beton bertulang dan baja.

a. Prategang memungkinkan kita unuk memanfaatkan seluruh penampang


melintang batang dan menahan beban.

11

Universitas Sumatera Utara


Batang yang lebih kecil dapat digunakan untuk menahan beban yang sama,
atau batang yang berukuran sama dapat digunakan untuk bentang yang
lebih panjang.

Berat batang memberikan keuntungan yang cukup besar dalam desain total
struktur beton.
b. Batang prategang bebas retak walau menerima beban kerja
c. Batang Prategang lebih kedap air sehingga memberikan perlindungan
korosi yang lebih baik untuk baja.
d. Tidak memerlukan perawatan yang rumit dan berumur lebih panjang
daripada batang beton bertulang yang mudah retak
e. Momen negatif yang disebabkan pemberian prategang menghasilkan
lengkungan/lendutan ke atas (camber) pada batang, sehingga total
lendutan yang terjadi akan berkurang.
f. Berkurangnya tegangan tarik diagonal
g. Penampang memiliki kekakuan yang lebih besar dalam menahan beban
kerja
h. Meningkatkan daya tahan terhadap benturan dan lelah bila dibandingkan
dengan beton bertulang biasa.

2.1.2 Kekurangan Beton Prategang

Beton Prategang memerlukan penggunaan beton dan baja mutu tingi dan cetakan
beton yang lebih rumit sehingga mengakibatkan biaya tenaga kerja yang tinggi.

Kekurangan lainnya meliputi hal-hal berikut :

a. Diperoleh control yang lebih ketat dalam proses pembuatan


b. Kehilangan tegangan pada pemberian gaya prategang awal.
c. Ketika gaya tekan karena prategang diterapkan pada beton, beton akan
sedkit memendek, yang mengakibatkan kabel mengendur. Akibatnya,
tegangan tarik kabel bekurang dan gaya prategang ikut berkurang dan gaya
prategang ikut berkurang bahkan hilang
d. Susut dan rangkak pada beton juga mempengaruhi kehilangan prategang ini.

12

Universitas Sumatera Utara


e. Desain kondisi tegangan tambahan lainnya harus diperiksa, seperti tegangan
yang terjadi ketika gaya prategang pertama kali diterapkan dan kemudian
setelah terjadi kehilangan prategang. Pemeriksaan tegangan-tegangan ini
sama seperti ketika kita melakaukan pemeriksaan tegangan yang terjadi
pada berbagai kondisi pembebanan.
f. Diperlukan biaya tambahan untuk alat pengangkuran dan pelat pada ujung
balok.

2.2 Sistem Beton Prategang

Ada beberapa macam sistem beton prategang ditinjau dari beberapa segi:

1. Keadaan Distribusi tegangan pada Beton


a. Full Prestressing
Suatu sistem yang dibuat sedemikian rupa,sehingga tegangan yang terjadi
adala tekan pada selurih tampang. Scara teoritis sistem ini tidak memerlukan
tulangan pasif..
b. Partial Prestressing
Dalam memikul beban, kabel baja prategang bekerja bersama tulangan pasif
dengan tujuan agar strukturnya berperilaku lebih daktil

2. Cara Penarikan Baja Prategang

Pada umumnya dua metode prategang yang sering digunakan adalah pratarik
dan pascatarik, yaitu pemberian tekanan pada beton pratekan sebelum atau
setelah beton dicetak/dicor.

a. Pratarik

Pratarik adalah keadaan di mana tendon prategang ditarik dan diangkur pada
abutmen tetap. Beton dicor pada cetakan yang sudah disediakan dengan
melingkupi tendon yang sudah ditarik tersebut. Setelah beton cukup keras,
tendon dipotong atau angkurnya dilepas dan gaya prategang disalurkan ke
beton melalui lekatan. Metode ini terutama sangat cocok bagi produksi

13

Universitas Sumatera Utara


massal karena panjang bantalan pencetakan (casting beds) dapat dibuat
sampai beberapa ratus kaki.

Jika kekuatan beton mencapai kekuatan rencana, maka tendon/kabel


dipotong. Saat baja mengalami kontraksi, maka beton akan tertekan. Metode
ini tidak menggunakan duct,yaitu saluran kabel dalam besi. Metode ini hanya
dapat digunakan untuk tendon yang lurus saja, dan tidak memungkinkan
untuk tendon berbentuk kurva karena pengerjaannya yang sulit. Tendon dapat
diletakkan memanjang pada seluruh panjang bantalan dan digunakan untuk
mencetak beberapa balok pada satu garis di saat bersamaan.

a. Kabel di tarik dan diangkur

b.Beton di cor bersamaan dengan kabel dan dibiarkan mengeras

c. Kabel dipotong dan beton akan mengalami gaya tekan

Gambar 2.1 Metode penarikan kabel Pratarik

b. Pascatarik
Dalam konstruksi pascatarik, tendon ditegangkan setelah beton dituang
dan mencapai kekuatan yang diinginkan. Dengan metofe ini
memungkinkan untuk kabel dibentuk menjadi kurva karena sebelum
beton dicor, terlebid dahulu disediakan duct ,yaitu saluran plastik atau
logam, conduit, pipa, atau peralatan yang hampir sama, beserta tendon
yang belum ditegangkan yang berada di dalamnya (atau dimasukkan
kemudian) ditempatkan pada cetakan dan beton dituang. Setelah beton

14

Universitas Sumatera Utara


cukup keras, tendon ditegangkan dan diangkur secara mekanis pada
peralatan pengangkuran di ujung balok untuk menjaga agar tendon tetap
berada pada posisi tegang. Kemudian pascatarik, gaya prategang
disalurkan ke beton tidak melalui lekatan, tetapi melalui dukungan ujung.

a. Kabel di masukkan ke dalam duct setelah beton mengeras

b.kabel di tarik

c. Kabel di angkur dan di-grouting

Gambar 2.2 Metode penarikan kabel Pascatarik

3. Posisi penempatan Kabel


a. Internal Prestressing
Kabel prategang ditempatkan di dalam tampang beton.
b. External Prestressing
Kabel prategang ditempatkan di luar tampang beton.

4. Lekatan Kabel
a. Bounded Tendon
Setelah penarikan kabel, dilakukan grouting atau injeksi pasta semen
jedalam selubung kabel. Setelah bahan grouting mengeras terjadilah
lekatan antara tendon dan beton disekelilingnya.

15

Universitas Sumatera Utara


b. Unbounded Tendon
Kabel prategang hanya dibungkus agar tidak terjadi lekatan dengan
beton.

5. Bentuk geometri lintasan kabel


a. Lurus,banyak dijumpai pada sistem pratarik (pre-tensioning)
b. Lengkung (draped), biasanya digunakan pada sistem pascatarik (post-
tensioning)
Mempunyai alinyemen lengkung secara gradual, seperti bentuk
parabolic, yang digunakan pada balok yang mengalami beban eksternal
terbagi rata.
c. Patah (harped), dijumpai pada sistem balok pracetak
Tendon miring dengan diskontinuitas alinyemen di bidang-bidang
dimana terdapat beban terpusat, digunakan pada balok yang terutama
mengalami beban transversal terpusat.

2.3 Sistem Perencanaan End block (Daerah Ujung balok)

Daerah pengangkuran merupakan salah satu contoh daerah terganggu, sebagaimana


teori balok tradisional seperti teori Bernoulli mengenai bidang datar akan tetap datar
setelah lentur, tidak berlaku pada daerah terganggu.

Panjang daerah zona angkur adalah sama dengan dimensi terbesar


penampang. Sedangkan, untuk perangkat angkur tengah, zona angkur mencakup
daerah terganggu di depan dan di belakang perangkat angkur tersebut. Secara
umum, zona angkur dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Zona angkur lokal, yang berbentuk prisma persegi yang berada di sekitar
angkur dan tulangan-tulangan pengekang.
2. Zona angkur global, yang merupakan daerah pengangkuran sejauh dimensi
terbesar penampang yang juga mencakup zona angkur global.

16

Universitas Sumatera Utara


Untuk perencanaan daerah pengangkuran lokal dan global, hal-hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Didasarkan pada gaya tendon terfaktor, p𝑠𝑢
2. Faktor beban = 1.2 terhadap gaya penarikan tendon maksimum
3. Faktor reduksi untuk zona pengangkuran pascatarik= 0.85
4. Pada zona pengangkuran harus dipasang tulangan untuk memikul gaya pencar
(bursting), belah dan pecah (spalling) yang timbul akibat pengangkuran
tendon.
5. Tulangan minimum dengan kuat Tarik nominal sama dengan 2% dari masing
–masing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah ortagonal yang
sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran untuk membatasi
spalling (pecah).

2.3.1 Transfer Prategang pada Batang Pratarik

Pada sistem pratarik, apabila suatu kawat dilepaskan dari angkur sementara pada
alas prategangnya, maka ujung kawat tersebut akan memuai. Hal ini
memungkinkan gaya prategang berkurang sampai nol pada ujung kawat
mengakibatkan tekanan-tekanan radial yang besar pada beton, menaikkan gaya-
gaya gesekan (frictional forces) untuk membantu mentransfer gaya dari baja ke
beton. Hal ini disebut efek Hoyer.
Panjang transfer gaya prategang ini disebut panjang pengangkuran. Panjang
Pengangkuran (L) terdiri dari panjang transfer (𝐿𝑡 ) dan panjang lekatan (𝐿𝑏 ).

Menurut desain Aid 11.2.9 , strand yang digunakan untuk struktur beton
prategang pratarik yang terdiri dari tiga atau tujuh kawat harus ditanam di luar
daerah penampang kritis dengan panjang penyaluran 𝐿𝑑 tidak kurang dari :

𝑑𝑏
𝐿𝑑 = 3000
√𝑓′𝑐
di mana:

𝑑𝑏 = Diameter baut

17

Universitas Sumatera Utara


Suatu analisis perbandingan atas berbagai usulan menunjukkan bahwa
hubungan semi-empiris yang dianjurkan Marshall (1969) dapat dipakai baik untuk
kawat yang polos dan rata maupun strand dan hasil-hasil eksperimenalnya didapati
secara umum sesuai dengan perkiraan untuk panjang tansmisi yang didasarkan pada
rumus empiris.

√𝑓𝑐𝑢 𝑥 103
𝐿𝑡 = √
𝛽
Di mana,

𝑓𝑐𝑢 = kekuatan kubus beton pada saat transfer yang dinyatakan dalam N/𝑚𝑚2
𝐿𝑡 = panjang penyaluran/transmisi dalam mm
𝛽 = konstanta yang tergantung pada rincian strand dan kawat

Nilai-nilai konstanta 𝛽 untuk beberapa kawat dan strand yang khas dirangkum
dalam tabel 2.1

No. Rincian kawat atau strand 𝛽


1 Kawat dia. 2 mm 0.144
2 Kawat dia. 5 mm 0.0235
3 Kawat dia. 7 mm 0.0174
4 Strand 7 kawat, dia. 10 mm 0.144
5 Strand 7 kawat, dia. 12.5 mm 0.058
6 Strand 19 kawat, dia. 18 mm 0.0235
7 Strand 7 kawat, dia. 19 mm 0.0235
8 Dua kawat dipuntir strand 7 kawat, dia. 6.25 0.077
mm
Tabel 2.1 Nilai-nilai konstanta 𝛽

2.3.2 Sistem pascatarik daerah pengangkuran

Sistem-sistem prategang yang paling banyak dipraktekkan dalam perdagangan


didasarkan pada prinsip-prinsip pengangkuran tendon berikut (Krisna N Raju,1986)
:
1. Aksi pasak yang menghasilkan suatu gesekan.
2. Dukungan langsung dari paku keeling atau kepala baut yang dibentuk
oleh ujung kawat.
3. Melingkartakan kawat pada sekeliling beton.

18

Universitas Sumatera Utara


Sistem pascatarik Freyssinet yang dikembangkan dalam tahun 1939 telah
mendorong dikembangkannya berbagai sistem baru yang ditemukan bertahun-
tahun kemudian dan pada saat sekarang ini terdapat lebih dari 64 sistem pascatarik
yang telah dipatenkan menurut Abeles, seperti BBR Vdan BBR CONA, CCL,
Macalloy, PSC, VSL, Dywidag, SCD, dll.

Sistem pascatarik yang akan kita gunakan adalah Sistem pengangkuran Freyssinet
standar VSL (Voorspan Sistem Losinger)

Gambar 2.3. Sistem Freyssinet Voorspan Sistem Losinger (VSL)

Secara ideal pascatarik cocok untuk pekerjaan yang dilaksanakan di tempat


dengan bentang menengah (medium) sampai panjang di mana biaya penarikan
hanya merupakan sebagian kecil dari seluruh pekerjaan dan dalam hal ini lebih
ekonomis untuk memamkai sedikit kabel dengan gaya yang kecil. Pascatarik dapat
dipakai secara menguntungkan untuk membuat batang-batang besar, seperti lantai
jembatan yang berbentang panjang dengan dengan tipe gelagar kotak dengan
memberikan prategang secara bersama-sama sejumlah unit pracetak yang lebih
kecil. Selain keuntungan ini, manfaat utama dari pascatarik adalah bahwa ia
memungkinkan pemakaian kabel – kabel melengkung atau yang berubah-ubah
arahnya yang membantu perancang untuk mengubah distribusi prategang potongan
demi potongan sehingga dapat mengimbangi beban-beban luar secara efisien.

19

Universitas Sumatera Utara


Selain itu, aspek-aspek material yang harus diperhatikan adalah :

1. Kuat tekan nominal beton pada daerah pengangkuran global dibatasi


sebesar 0.7λ𝑓′𝑐𝑖 .
2. Tendon pasca Tarik tidak boleh ditegangkan sampai nilai kuat tekan
contoh silinder yang dirawat sesuai dengan komponen strukturnya
mencapai 28 MPa untuk tendon majemuk atau paling sedikit 17.5 MPa
untuk tendon atau batang tunggal.

2.3.3. Profil Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umumuntuk menghasilkan gaya prategang
dan mensuplai gaya tarik pada beton prategang, Baja mutu tingi pada sistem
prategang biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk kawat (wire), untaian
kawat (strand), batang (bars). Untuk sistem pascatarik banyak digunakan
kawat,yang digabungkan secara pararel menjadi kabel.Tndon untuk tulangan
prategang yang akan kita gunakan harus memenuhi spesifikasi berikut :
a. Kawat baja, disesuaikan dengan spesifikasi ASTM A-421 untuk “
Uncoated Stressed-Relieved Wire for Prestressed Concrete” .
b. Kawat baja dengan relaksasi rendah, disesuaikan dengan spesifikasi
ASTM A-421 untuk “Spesification for Uncoated Stressed-Relieved
Steel Wire for Prestressed Concrete”
c. Untaian Kawat (strand) baja, disesuaikan dengan spesifikasi ASTM A-
416 untuk “ Uncoated Seven Wire Stressed-Relieved for Prestressed
Concrete”
d. Tulangan,yang sesuai dengan spesifikasi ASTM A722 “Spesifikasi
untuk baja tulangan mutu tinggi tanpa lapisan untuk beton pratekan

Kehilangan gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat
gesekan disepanjang tendon atau pada saat pengangkuran ujung (draw in) akan
mempengaruhi gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.
Untuk tuluan keefektifan desain, total kehilangan gaya prategang harus relatif lebih
kecil dibandingkan dengan dengan gaya prategang yang bekerja.

20

Universitas Sumatera Utara


Adalah mungkin untuk memilih profil kabel pada batang beton prategang
sedemikina rupa sehingga komponen transversal gaya kabel mengimbangi jenis
beban luar tertentu. Dapat dilukiskan secara langsung dengan meninjau beban-
beban beton dengan tendon yang diganti oleh gaya-gaya yang bekerja pada balok
beton tersebut seperti ditunjukkan dalam gambar dibawah.

Berbagai tipe reaksi kabel terhadap suatu batang beton tergantung pada
bentuk profil kabel. Bagian kabel yang lurus tidak menimbulkan reaksi apa pun
kecuali pada ujung-ujungnya, sedangkan kabel yang melengkung menimbulkan
beban terbagi rata. Sudut tajam pada suatu kabel menimbulkan beban terpusat.
Konsep perimbangan beban berguna dalam pemilihan profil tendon yang dapat
memberikan sistem gaya yang paling disukai pada beton.
Pada umumnya persyaratan ini akan dipenuhi kalau profil kabel pada suatu
beton prategang sesuai dengan bentuk diagram momen lentur yang dihasilkan oleh
beban luar. Kalau balok tersebut memikul dua beban terpusat, kabelnya harus
mengikuti profil berbentuk trapesium. Jika balok tadi memikul beban terbagi rata,
tendon yang bersesuaian harus mengikuti profil parabolis.

Gambar 2.4 Aksi kabel terhadap balok

21

Universitas Sumatera Utara


Metode penarikan kabel dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok:

a. Sistem Prategang Mekanis


Baik sistem pratarik maupun pascatarik, metode yang paling umum
untuk menarik kabel adalah dengan dongkrak. Pada sistem pascatarik,
dongkrok digunakan untuk menarik baja dengan reaksi yang bekerja
melawan dinding penahan ujung atau cetakan. Sedang, pada pratarik,
dongkrak menarik melawan dinding penahan ujung atau cetakan.
b. Sistem pratarik Elektris
Sistem ini tidak memerlukan dongkrak, Baja diperpanjang dengan panas
secara elektris.
c. Sistem Prategang Kimiawi
Reaksi kimia dalam semen ekspansif dapat menegangkan baja yang
ditanam yang kemudian menekan beton. Hal ini sering diistilahkan
dengan tertegang sendiri (self-stressing), tetapi dapat juga disebut sistem
prategang kimiawi.

2.3.4 Distribusi Tegangan pada Beton Pascatarik

Distribusi tegangan disekitar daerah terganggu pada dasarnya sangat kompleks,


sehingga analisis balok tradisonal tidak dapat dipergunakan. Berdasarkan prinsip
Saint-Venant’s, luasan daerah yang medan tegangannnya terganggu oleh kondisi
tegangan ujung local yang tinggi dan terkonsentrasi pada dasanya mencakup daerah
sejauh ketinggian penampang balok. Agar beton tidak mengalami keretakan akibat
penegangan tendon,maka tulangan harus dipasang untuk menahan gaya pencar
yang timbul akibat prategang.

Gambar 2.5. Daerah Terganggu (daerah yang diarsir merupakan daerah terganggu)

22

Universitas Sumatera Utara


Distribusi tegangan disekitar daerah terganggu pada dasarnya sangat
kompleks, sehingga analisis balok tradisonal tidak dapat dipergunakan.
Berdasarkan prinsip Saint-Venant’s, luasan daerah yang medan tegangannnya
terganggu oleh kondisi tegangan ujung local yang tinggi dan terkonsentrasi pada
dasanya mencakup daerah sejauh ketinggian penampang balok. Agar beton tidak
mengalami keretakan akibat penegangan tendon,maka tulangan harus dipasang
untuk menahan gaya pencar yang timbul akibat prategang.

Pada daerah pengangkuran tendon harus dipasang tulangan untuk memikul


gaya pencar, belah dan pecah yang timbul akibat pengangkuran tendon. Daerah di
mana terdapat perubahan penampang yang mendadak harus diberi tulangan yang
cukup.

Di daerah angkur atau ujung balok (endblock) suatu elemen ujung beton
prategang pascatarik, keadaan distribusi tegangannya rumit serta bersifat tiga
dimensi. Pada hampir semua batang pascatarik (post-tension), kawat-kawat
prategang dipasang dalam lubang atau saluran kabel, yang dibentuk dulu di dalam
batang dan kemudian ditegangkan serta diangkur pada permukaan ujung. Sebagai
akibatnya, gaya besar yang terpusat dalam daerah yang relatif sempit bekerja pada
balok ujung. Gaya-gaya yang tidak kontiniu ini yang bekerja pada ujung, sambil
berubah secara progresif ke distribusi linear yang kontiniu, menimbulkan tegangan-
tegangan geser dan transversal.

Menurut prinsip St. Venant, distribusi tegangan pada suatu jarak yang jauh
dari permukaan yang dibebabani (umumnya pada suatu jarak yang sama dengan
atau lebih besar dari tinggi balok) dapat dihitung dari teori lenturan sederhana.
Daerah antara ujung balok dan penampang di mana hanya terdapat tegangan
longitudinal pada umumnya disebut sebagai daerah angkur atau balok ujung.
Tegangan-tegangan transversal yang timbul di daerah angkur yang bersifat tarik
sepanjang bagian yang panjang dan karena beton lemah terhadap tarikan, maka
harus diberi tulangan yang cukup untuk menahan tarikan ini. Dengan demikian dari
segi pandangan perencana, sangat penting untuk mempunyai pengetahuan yang
baik akan distribusi tegangan di daerah angkur, sehingga ia dapat memberikan

23

Universitas Sumatera Utara


jumlah baja yang cukup, yang terdistribusi secara tepat untuk menopang tegangan-
tegangan tarik transversal.

Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung suatu batang beton prategang
pascatarik dtunjukkan dalam gambar 2.6. Suatu konsep fisis tentang keadaan
tegangana dalam arah transversal, yaitu yang tegak lurus terhadap bidang-bidang
yang sejajar dengan permukaan bidang tepi atas bawah balok, dapat diperoleh
dengan meninjau garis-garis gaya ini sebagai serat-serat tersendiri yang bekerja
sebagai topangan (strut) yang dipasang antar gaya ujung 2P dan batang utama dari
balok. Kelengkungan topangan tersebut adalah konveks terhadap garis pusat
balok,dan menimbulkan tegangan-tegangan tekan dalam daerah A. Dalam daerah
B kelengkungan itu berarah sebaliknya dan topangan cenderung melendut kearah
luar, memisahkan satu dengan yang lain dan dengan demikina menimbulkan
tegangan tarik transversal. Didaerah C, topangan akan lurus dan sejajar sehingga
tidak menimbulkan tegangan transversal dan hanya tegangan longitudinal saja yang
timbul di daerah ini.

Dalam gambar 2.7, balok ujung yang sama menerima beban total yang sama
yang diterapkan melalui dua daerah secara simetris yang diatur separu bagian atas
dan bawahdari balok. Oleh karena garis-garis gaya mengikuti pola yang sama
dengan setengah jari-jari kelengkungan, maka panjang daerah angkur dibagi dua.
Tarikan transversal yang timbul juga berkurang secara proporsinal. Dengan cara
yang sama, maka banyak jumlah titik tangkap gaya prategang pada balok ujung,
makin merata distribusi tegangannya.

A B C

Gambar 2.6 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Tunggal)

24

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.7 Transmisi Gaya pada Balok ujung (Pelat Angkur Ganda)

Distribusi tegangan transversal di daerah angkur yang menerima suatu gaya


prategang yang ditempatkan secara simetris yang terdistribusi pada daerah yang
sempit untuk menaikkan perbandingan 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 yang bervariasi dari nol sampai 0.50
ditunjukkan oleh gambar 2.8.

Garis-garis tegangan tranversal yang sama disebut sebagai isobar. Gambar tersebut
menunjukkan pengaruh dari tinggi pelat angkur terhadap distribusi tegangan-
tegangan tekan dan Tarik dalam arah transversal.

Pada balok pascatarik, transfer dan distribusi beban secara gradual tidak
mungkin terjadi karena gayanya bekerja secara langsung di muka ujung balok
melalui pelat tumpu dan angker. Juga, sebagian atau seluruh tendon dibalok
pascatarik ditinggikan atau dibentuk drapped kearah serat atas melalui bagian badan
dari penampang beton.

Adapun transisi secara tidak gradual pada tegangan tekan longitudinal dari
dari yang terpusat ke bentuk yang terdistribusi linear menimbulkan tegangan tarik
transversal besar di arah vertical (transversal). Retak longitudinal juga terjadi di
daerah angker. Apabila tegangan tersebut melebihi modulus raptur beton, maka
balok ujung akan terbelah (retak) secara longitudinal, kecuali apabila penulangan
vertical digunakan. Lokasi tegangan beton dan retaknya serta retak spalling atau

25

Universitas Sumatera Utara


bursting bergantung pada lokasi dan distribusi gaya terpusat horizontal yang
diberikan oleh tendon prategang ke pelat tumpu ujung.

Gambar 2.8 Isobar dari tegangan Tarik Transversal

Pada gambar 2.9 (a) peningkatan luas penampang secara gradual di lokasi
yang semakin mendekati tumpuan tidak berkontribusi dalam mencegah retak
spalling atau bursting , dan tidak mempunyai pengaruh pada pengurangan tarik
transversal di beton.

Dari Pengujian maupun analisis teoritis dari masalah tegangan tiga dimensi
menunjukkan bahwa tegangan tarik dapat memperbesar. Dengan demikian,
perkuatan pengangkeran sangat dibutuhkan di daerah transfer beban dalam bentuk
tulangan tertutup, sengkang atau alat-alat penjangkaran yang menutupi semua
prategang utama dan penulangan longitudinal prategang.

Dalam hal balok pascatarik, perkuatan vertical perlu diadakan untuk mengekang
kait di dekat muka ujung di belakang pelat tumpu. Analisis tegangan linear dapat
memprediksi lokasi retak dan memberikan dan memberikan estimasi pendekatan
yang dapat diyakini mengenai aliran tegangan sesudah terjadinya retak.

26

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9 Zona angker ujung untuk tendon terlekat (a) Transisi ke daerah solid di tumpuan (b)
Zona ujung dan retak spalling

Daerah penulangan Tarik dihitung untuk memikul gaya tarik total yang diperoleh
melalui integrasi tegangan tarik di beton. Di daerah tegangan tekan, jika gaya tekan
sangat besar, adanya tulangan tekan tambahan menjadi keharusan.

Analisis elemen hingga elastisitas linear menghasilkan penentuan yang lebih akurat
mengenai keadaan tegangan di zona angker. Namun, proses perhitungan tersebut
sangat memakan waktu dan biaya. Hasilnya mungkin hanya terbatas karena
kesulitan dalam mendapatkan model yang memadai yang dapat secara benar
memodelkan retak yang terjadi di beton. Analisis elemen hingga nonlinear untuk
memprediksi respons pascaretak dapat mengatasi hal ini. Sekalipun demikian,
perencanaan biasanya lebih menyukai jawaban yang sedikit kurang benar tetapi
lebih cepat dalam praktek sehari-hari.

27

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Penulangan Daerah Ujung

Di dalam daerah transfer pada balok pratark, tualangan transversal diperlukan untuk
mencegah runtuhnya daerah ujung akibat retak beton sebagai akibat dari tegangan
tarik transversal yang besar seringkali melebihi kekuatan tarik beton. Distribusi
tegangan tarik teoritis ditunjukkan oleh gambar 2.10, yang didasarkan atas
persamaan empiris yang diusulkan oleh Khrisna Murthy. Untuk tujuan desain
tulangan ujung, telah diperkirakan suatu variasi linear dari tegangan tarik sepanjang
setengah dari panjang transmisi untuk menghitung gaya tarik yang membelahnya.

Gambar 2.10 Distribusi Teoritis dari tegangan Tarik

Tegangan diberikan dalam bentuk sengkang-sengkang rapat yang menutupi


semua tendon. Apabila digunakan sengkang berkaki tunggal, maka kita harus
berhati-hati dalam mengikat sengkang-sengkang tersebut pada tendon bagian
bawah dan atas dengan batang-batang melintang. Sengkang yang pertama harus
ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan ujung dengan memperhatikan
persyaratan pelindung beton minimum. Kira- dengan sepertiga panjang transmisi
dari ujung, sisanya di distribusikan dalam jarak selebihnya. Pemadatan beton yang
baik di daerah ujung dengan penggetaran adalah penting untuk mencapai beton
yang padat dengan kekuatan yang tinggi.kira setengah dari tulangan seluruhnya
sebaiknya terletak di dalam panjang yang sama .

28

Universitas Sumatera Utara


2.3.6. Dapped-End

Balok Dapped end adalah salah satu elemen struktur yang tingginya dikurangi
secara mendadak di ujung-ujungnya untuk memberikan dudukan atau landasan
yang dibutuhkan di atas korbel atau breket atau konsol tanpa kehilangan tinggi
bersih di antara lantai yang satu dengan yang lainnya.

2.3.7 Pembebanan pada Ujung Balok

Pembebanan yang mempengaruhi desain ujung balok adalah pembebanan tahap


awal sebelum pemindahan beton kelapangan dan pemberian beban rencana yang
akan bekerja pada struktur, Pembebanan tahap awal merupakan pemberian gaya
prategang terhadap balok atau girder yang belum dibebani beban eksternal.

Sebelum diberi gaya prategang, beton masih lemah dalam memikul beban. Harus
diperhitungakn susut beton dan retakan yang timbul akibat susut tersebut untuk
menahan keruntuhan pada ujung balok. Curing beton harus sebelum peralihan gaya
prategang.

Pada saat diberi gaya prategang, pemberian gaya prategang harus memenuhi
batas tegangan maksimum,karna pada tahap ini proses stressing dapat membuat
tendon putus. Pada saat peralihan gaya prategang, Untuk komponen struktur post-
tension peralihan beban berlangsung secara bertahap, gaya prategang pada tendon
dialihkan ke beton satu persatu tendon.

29

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODEOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Perhitungan dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan software sederhana


Microsoft excel 2013. Analisis struktur balok diperoleh dari penelitian-penelitian
sebelumnya. Pada penelitian ditinjau perbedaan perhitungan penulangan pada end
block, antara girder I yang ujung-ujungnya dipadatkan dengan yang berbentuk
dapped. Ditinjau pula pengaruh tendon lurus dan tendon melengkung pada balok
terhadap tulangan geser. Beton yang akan digunakan sebagai bahan analisis adalah
standar PT. Wijaya Karya Beton sedangkan kabel prestress menggunakan produk
VSL.

3.2 Metode SNI 2012

Dalam metode perencanaan SNI ditentukan beberapa persayaratan yang digunakan


dalam mendesain daerah angker. Ketentuan-ketentuan tersebut dijelasakan sebagai
berikut:

9. Metode berikut diperbolehkan untuk desain zona pengangkuran global


yang asalkan prosedur khusus yang digunakan menghasilkan perkiraan
kekuatan yang sangat sesuai dengan hasil pengujian yang komprehensif :
d) Analisis tegangan linier (termasuk analisis elemen hingga),
e) Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti
model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat), atau
f) Persamaan-persamaan yang disederhanakan.
10. Persamaan-persamaan yang disederhanakan tidak boleh digunakan
bilamana komponen struktur berbentuk bukan persegi, di mana
diskontinuitas pada atau di sekitar zona pengangkuran global
menyebabkan deviasi pada lintasan aliran gaya, bila jarak tepi minimum
kurang dari 1-1/2 kali dimensi lateral angkur pada arah tersebut atau
mempunyai angkur majemuk.

30

Universitas Sumatera Utara


11. Urutan penarikan tendon harus dicantumkan dalam gambar rencana dan
diperhitungkan dalam perencanaan.
12. Pengaruh tiga dimensi harus diperhitungkan dalam desain dan dianalisis
dengan menggunakan prosedur tiga dimensi atau di dekati dengan
memperhitungkan penjumlahan untuk dua bidang ortogonal.
13. Untuk alat angkur yang ditempatkan jauh dari ujung komponen struktur,
tulangan dengan lekatan harus dipasang untuk menyalurkan gaya tidak
kurang gaya dari 0,35 Ppu ke penampang beton yang berada di belakang
angkur. Tulangan tersebut harus dipasang simetris mengelilingi angkur
dan harus mempunyai panjang penyaluran yang memadai baik di depan
maupun di belakang angkur.
14. Bila mana digunakan tendon melengkung pada zona pengangkuran global,
maka tulangan dengan lekatan harus diberikan untuk menahan gaya radial
dan splitting, kecuali untuk tendon strand tunggal pada pelat atau bila
analisis mmperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak dibutuhkan.
15. Tulangan minimum dengan kuat tarik nominal sama dengan 2 % dari
masing-masing gaya tendon terfaktor harus dipasang pada arah-arah
ortogonal yang sejajar dengan sisi belakang dari daerah pengangkuran
untuk membatasi spalling (pecah), kecuali untuk tendon strand tunggal
pada pelat atau bila analisis memperlihatkan bahwa tulangan tersebut tidak
dibutuhkan
16. Kekuatan tarik beton harus diabaikan dalam perhitungan kebutuhan
tulangan.

3.2.1 Analisis Tegangan Linear

Hal ini meliputi perhitungan keadaan tegangan elastis linear secara rinci. Hal ini
meliputi perhitungan keadaan tegangan elastis linear secara rinci. Penerapan
metode elemen hingga ini agak dibatasi oleh sulitnya membuat model yang
memadai yang dapat memodelkan retak yang terjadi dibeton. Sekalipun demikian,
asumsi asumsi yang memadai dapat selalu dillakukan untuk mendapatkan hasil
yang masuk akal.

31

Universitas Sumatera Utara


Analisis ini dapat memprediksi lokasi retak dan memberikan estimasi
pendekatan yang dapat diyakini mengenai aliran tegangan sesudah terjadi retak.
Daerah penulangan tarik dihitung untuk memikul gaya tarik lokal yang diperoleh
melalui integrasi tegangan tarik dibeton. Di daerah tegangan tekan, jika gaya tekan
sangat besar, adanya tulangan tekan tambahan menjadi keharusan.

Analisis elemen hingga elastis linear menghasilkan penentuan yang lebih


akurat mengenai keadaan tegangan di daerah zona angker. Namun proses
perhitungan tersebut sangat memakan waktu dan biaya. Hasilnya mungkin akan
terbatas karena kesulitan mendapatkan model yang memadai yang dapat secara
benar memodelkan retak yang terjadi di beton

Berikut ini beberapa metode analisis linear yang dalam prakteknya sering
digunakan sehari-hari

a. `Metode Magnel

Dalam metode ini, balok ujung dipasang sebagai suatu balok yang menerima
tegangan terpusat akibat penangkuram pada satu sisi dan beban-beban terbagi
normal serta tangensial dari distribusi tegangan langsung linear distribusi tegangan
geser dari sisi yang lain. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung dan tegangan-
tegangan yang bekerja pada titik sembarang pada sumbu horizontal yang sejajar
dengan balok ditunjukkan dalam gambar 3.1.

Distribusi tegangan pada penampang dapat diperkirakan dengan persamaan-


persamaan berikut:

𝑓𝑉 = 𝐾1 (𝑀/𝑏ℎ 2 ) + 𝐾2 (𝐻/𝑏ℎ )

𝜏 = 𝐾3 (𝑉/𝑏ℎ )

𝑓ℎ = 𝑃/𝑏ℎ(1 + 12𝑒 ′2 /ℎ ′2 )

dengan catatan-catatan berikut :

M = momen lentur
H = gaya langsung(vertikal) (arah-arah yang ditunjukan dalam gambar adalah +)
V = gaya geser (horizontal)

32

Universitas Sumatera Utara


fv = tegangan vertical
fh = tegangan langsung (Di titik A yang ditunjukkan dalam gambar)
γ = tegangan geser

Gambar 3.1 Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung

Konstanta k1, k2 dan k3 ditunjukkan dalam tabel 3.1, untuk jarak yang bervariasi
dari permukaan ujung balok.

Jarak dari ujung jauh 𝐾1 𝐾2 𝐾3


x/h
0 20.00 -2.000 0.000
0.10 9.720 0.000 1.458
0.20 2.560 1.280 2.048
0.30 -1.960 1.960 2.058
0.40 -4.320 2.160 1.728
0.50 -5.000 2.000 1.250
0.60 -4.480 1.600 1.768
0.70 -3.240 1.080 0.378
0.80 -1.760 0.560 0.128
0.90 -0.520 0.160 0.018
1.00 0 0 0

Tabel 3.1 Koefisien untuk Tegangan pada Balok Ujung (Magnel)

33

Universitas Sumatera Utara


Tegangan langsung 𝑓ℎ dihitung dengan menganggap bahwa beban terdispersi pada
45o dengan meninjau tinggi penampang yang terpotong di antara garis-garis
disperse pada titik yang diperlukan pada sumbu horizontal.

Tegangaan-tegangan utama yang bekerja pada titik tersebut dihitung dengan


persamaan-persamaan umum :

𝑓𝑣 +𝑓ℎ 1
𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠 + 𝑓𝑚𝑖𝑛 = ( )± √(𝑓𝑣 + 𝑓ℎ )2 + 4𝜏 2
2 2

2𝜏
𝑡𝑎𝑛 2𝜃 = (𝑓 −𝑓 )
𝑣 ℎ

Tarikan memecah dihitung dari distribusi tegangan tarik utama pada sumbu yang
diinginkan dan tulangan yang mencukupi didesain untuk menahan tegangan ini.

b. `Metode Guyon

Guyon telah membuat tabel-tabel desain untuk perhitungan tarikan memecah pada
balok ujung yang didasarkan atas penelitian-penelitiannya secara matematis yang
terdahulu mengenai distribusi tegangan pada balok ujung yang menerima beban-
beban terpusat. Konsep prisma simetris atau ekivalen untuk kabel-kabel eksentris,
dan metode pembagian untuk analisis tegangan yang timbul akibat kabel rangkap
telah diperkenalkan oleh Guyon.

Distribusi gaya pada ujung-ujung balok diperlukam dibawah katgori gaya terbagi
rata dan gaya tidak terbagi rata.

1. Gaya terbagi rata

Apabila gaya-gaya disusun sedemikian rupa sehingga resultan distribusi


tegangannya pada suatu jarak yang sama dengan tinggi balok ujung berimpit
dengan garis kerja gaya seperti ditunjukkan dalam gambar 3.2 ,maka gaya-gaya
tersebut dianggap terbagi rata. Untuk gaya-gaya eksentris dan kabel rangkap,
metode prisma simetris dapat dipakai. Metode ini terdiri dari suatu prisma beton
yang sisinya sama dengan dua kali jarak gaya prategang dari tepi bebas terdekat
seperti ditunjukkan oleh gambar 3.3.

34

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.2. Sistem Gaya terbagi Rata (Guyon)

Gambar 3.3. Sistem gaya terbagi rata dengan prisma ekivalen

Kedudukan tegangan nol, tegangan transversal maksimum, dan besarnya untuk


gaya-gaya yang terbagi rata dihitung dengan memakai koefisien-koefisien yang
diberikan dalam tabel 3.2 dibawah kategori gaya aksial terbagi. Menurut Guyon,
tarikan memecah dinyatakan sebagai

35

Universitas Sumatera Utara


𝐹𝑏𝑠𝑡 = 0.3 𝑃 [(1 − 𝑦𝑝𝑜/ 𝑦𝑜 )0.58 ]

Dimana:
𝑃 = gaya angkur
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 = perbandingan distribusi
2𝑦𝑝𝑜 = tinggi pelat angkur
2𝑦𝑜 = tunggi prisma ekivalen

2. Gaya tidak terbagi merata

Apabila tidak memungkinkan untuk menyusun gaya-gaya ujung secara merata,


Guyon menyarankan agar tegangan tarik transversal di selidiki sepanjang resultan
berurutan, seperti :

a. Resultan semua gaya,


b. Resultan kelompok-kelompok gaya yang lebih kecil, dan
c. Garis kerja masing-masing gaya.

Garis kerja gaya resultan diambil sebagai sumbu suatu prisma ekivalen yang
panjang dan tingginya sama dengan dua kali jarak sumbu terhadap tepi bebas atau
prisma ekivalen yang berdampingan. Distribusi tegangan transversal dihitung
dengan memakai koefien-koefisien yang diberikan dalam tabel 3.2, di bawah
kategorigaya eksentrisitas terpusat dan gaya geser eksentris. Oleh karena koefisien-
koefisien tersebut dapat diterapkan untuk gaya-gaya dengan interval seperdelapan
tinggi prisma, maka gaya-gaya ujung harus diganti dengan suatu sstem ekivalen
statis dar gaya-gaya normal dan geser yang bekerja dengan interval teratur ini
seperti ditunjukkan dalam gambar 3.5

36

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.4 Distribusi Gaya-gaya Normal dan Geser

Analisis tegangan sangat disederhanakan dengan menggunakan garis-garis


pengaruh yang diberikan oleh Evans dan Bennett. Tulangan-tulangan yang sesuai
didesain untuk menahan tarikan memecah pada daerah di mana tegangan tariknya
melampaui kekuatan tarik beton yang diperkenankan,

Tabel 3.2 Tegangan–tegangan Vertikal Sepanjang Sumbu pada Ujung-ujung Balok


Prategang (Guyon)

(a) Gaya Aksial Terbagi


Kedudukan tegangan Kedudukan Perbandingan
Perbandingan distribusi nol tegangan tegangan tarik
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜 maksimum, maksimumterhadap
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 tegangan rata-rata
0.00 0.00 0.17 0.50
0.10 0.09 0.24 0.43
0.20 0.14 0.30 0.36
0.30 0.16 0.36 0.33
0.40 0.18 0.39 0.27
0.50 0.20 0.43 0.23
0.60 0.22 0.44 0.18
0.70 0.23 0.45 0.13
0.8 0.24 0.46 0.09
(b) Gaya Eksentrisitas Terpusat
Eksentrisitas gaya Jarak tegangan terhadap ujung balok,
𝑒/2 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜
0 1/12 1/6 ¼ 1/3 ½ ¾
+½ -2.187 -0.913 -0.428 -0.0414 +0.307 +0.399 +0.192
+ 3/8 -1.222 -0.601 +0.125 +0.192 +0.250 +0.242 +0.122
+¼ -0.758 -0.025 +0.238 +0.152 +0.062 -0.024 -0.016
+ 1/8 -0.566 +1.004 +0.074 -0.144 -0.266 -0.262 -0.128
0 0.000 -0.4448 -0.500 0.462 -0.423 -0.314 -0.161
-1/8 -0.566 +1.004 +0.074 -0.144 0.266 -0.262 -0.128
-1/4 -0.758 -0.025 +0.238 +0.154 +0.062 -0.024 -0.016

37

Universitas Sumatera Utara


-3/8 -1.222 -0.601 +0.125 +0.192 +0.250 +0.242 +0.122
-1/2 -2.187 -0.913 -0.428 -0.014 +0.307 +0.399 +0.192
(c) Gaya Geser Eksentrisitas
Eksentrisitas gaya Jarak tegangan terhadap ujung balok,
𝑒/2 𝑦𝑜 𝑥/2 𝑦𝑜
0 1/12 1/6 ¼ 1/3 ½ ¾
+½ - 0 0 0 0 0 0
+ 3/8 +5.06 +2.96 +0.87 +0.19 -0.05 -0.14 -0.07
+¼ +4.00 +3.10 +1.52 +0.44 -0.22 -0.20 -0.10
+ 1/8 +0.566 +2.96 +0.87 +0.19 -0.05 -0.14 -0.07
0 - 0 0 0 0 0 0
-1/8 -0.566 -2.96 -0.87 -0.19 +0.05 +0.14 +0.07
-1/4 -0.400 -3.10 -0.152 -0.44 +0.22 +0.20 +0.10
-3/8 -5.66 -2.96 -0.87 -0.18 +0.05 +0.14 +0.07
-1/2 - 0 0 0 0 0 0
( Perbandingan tegangan lokal terhadap tegangan rata-rata pada seluruh penampang
+ = tekan ; - = tarik )

c. Metode Zielinski dan Rowe

Penelitian eksperimentak atas contoh-contoh prisma beton telah dilakukan oleh


Zielinski dan Rowe dengan memakai teknik pengukuran regangan permukaan.
Prisma beton tersebut mensimulasikan balok ujung dan parameter-parameter yang
diteliti meliputi perbandingan bidan yang dibebani terhadap luas potongan
melintang, saluran kabel, tipe angkur, dan beban retak serta beban ultimit.
Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa distribusi tegangan transversal
dan beban ultimit pada balok ujung tidak terlalu dipengaruhi oleh

1. Angkur,apakah ditanam ataupun eksternal


2. Material angkur dan
3. Metode pengangkuran kawat-kawat.

Hubungan-hubungan empiris telah dikembangkan oleh Zeilinski dan Rowe untuk


menghitung tegangan tarik transversak maksimum dan tarikan memecah. Dengan
melihat gambar , di mana sebuah balok ujun menerima suatu beban terpusat pada
permukaan ujungnya, distribusi tegangan transversal didapati menjadi maksimum
pada suatu jarak yang sama dengan 0,5𝑦𝑜 .

38

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.5 Distribusi tegangan tarik pada balok ujung (Zielinski-Rowe)

Dengan memakai notasi-notasi berikut,

2𝑦𝑜 sisi prisma keliling (sama dengan prisma ekivalen dari metode Guyon)
2𝑦𝑝𝑜 sisi luas yang dibebani atau dipikul
𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 perbandingan sisi yang dibebani terhadap luas pendukung dari prisma
𝑓𝑣 teganagan tarik transversal
𝑓𝑐 tegangan tekan rata − rata dari prisma
𝑃𝑘 gaya tekan yang diterapkan pada balok ujung (gaya pendongkrakan tendon)
𝐹𝑏𝑠𝑡 tarikan memecah
𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) teganagan tarik transversal

Persamaan-persamaan yang direkomendasikan adalah

𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) = 𝑓𝑐 [0.98 − 0.825 (𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 )]

Berlaku untuk perbndingan-perbandingan 𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 = 0,3 sampai 0,7

39

Universitas Sumatera Utara


𝐹𝑏𝑠𝑡 = 𝑃𝑘 [0.48 − 0.4 (𝑦𝑝𝑜 / 𝑦𝑜 )]

Kalau tegangan tarik yang diambil oleh beton diperhitungkan, maka nilai yang
dikoreksi dari tarikan memecah ditentukan dengan

𝐹𝑏𝑠𝑡(𝑑𝑖𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖) = 𝐹𝑏𝑠𝑡 [1 − (𝑓𝑡 /𝑓𝑣(𝑚𝑎𝑘𝑠) )2

Di mana,
𝑓𝑡 = kekuatan tarik beton yang diperkenankan

Tulangan yang diperlukan untuk menahan tarikan memecah harus diatur antara
0,2𝑦𝑜 dan 2𝑦𝑜 di mana intensitas tegangan adalah maksimum.

3.2.2 Model Strut and Tie

Gambar 3.6 Contoh Model Penunjang dan Pengikat

𝑎
𝑇𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.25 ∑ 𝑃𝑆𝑈 (1 − )

𝑑𝑝𝑒𝑛𝑐𝑎𝑟 = 0.5 (ℎ − 2𝑒)

Dimana : ∑ 𝑃𝑆𝑈 = Jumlah dari beban tendon terfaktor


𝑑𝑏𝑢𝑟𝑠𝑡 = tinggi alat angker atau sekelompok untuk alat yang berjara dekat
𝑒 = eksentrisitas alat angker atau sekelompok alat yang berjarak
dekat diukur dari pusat berat penampang balok
ℎ = tinggi penampang

40

Universitas Sumatera Utara


Alat angker dipandang berjarak dekat apabila jarak as ke as-nya tidak melebihi 1,5
kali lebar alat angker tersebut.

Tegangan tumpu ijin maksimum di dudukan alat angker tidak boleh melebihi yang
terkecil di Antara dua nilai yang diperoleh dari persamaan berikut:

𝑓𝑏 ≤ 0.7ϕ 𝑓′𝑐𝑖 √𝐴1 /𝐴2

𝑓𝑏 ≤ 0.25 ϕ 𝑓′𝑐𝑖

Di mana
𝑓′𝑐𝑖 = kuat tekan beton pada saat diberi tegangan
𝐴1 = luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara
geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya
𝐴2 = luas bruto plat tumpu
𝐴𝑏 = luas netto efektif plat tumpu yang dihitung sebagai luas 𝐴𝑔 dikurangi
dengan luas lubang-lubang di plat tumpu

Persamaan-persamaan ini hanya berlaku jika penulana di zona umum digunakan


dan jika banyaknya beton disepanjan sumbu tendon didepan alat angker sedikitnya
dua kali panjang zona lokal.

41

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.7. Skema jejak gaya tekan pada model tekan-dan-tarik

3.2.3 Penulangan pada Daerah Angkur

Tulangan utama pada daerah angkur harus didesain untuk menahan tarikan
memecah yang ditentukan oleh oleh distribusi tegangan transversal pada sumbu
kritis, yang biasanya berimpit dengan garis kerja gaya individual terbesar. Untuk
angkur tipe pelat dan tertanam (Freysssinet), susunan tulangan yang khas di dalam
balok ujung ditunjukkan dalam gambar 3.8. Tulangan berbentuk keset, spiral, putar-
balik (loop), atau kait penyambung (link) umumnya dipasang dalam arah tegak
lurus. Pengujian-pengujian oleh Zeilinski dan Rowe menunjukkan bahwa tulangan
spiral lebih efektif daripada tulangan keset. Bila panjang rekatanyang tersedia
adalah pendek,kait bulat,kait siku, atau tekukan siku-siku di perlukan, meskipun
dengan memakai batang-batang berulir.

42

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.8 Susunan tulangan pada balok ujung

Dalam kasus dimana timbul tegangan tarik sekunder atau yang menyebabkan lepas
pada sudut-sudut, baja yang cukup dalam bentuk batang-batang penjepit rambut
harus dipasang untuk mencegah keruntuhan daerah sudut. Kantong-kantong yang
cukup pada umumnya dipasang dibelakang angkur sehingga tulangan –tulangan
sekunder dapat ditekuk seperti ditunjukkan oleh gambar 3.9, dan kemudian
kantong-kantong tersebut diisi dengan adukan semen setelah prategang diberikan.
Selalu harus ada cukup ruangan untuk pemasangan dan penanganan dongkrak
hidrolik, khususnya paa tepi bawah (sofit) balok apabila dipakai kabel yang dibalut,
dan ini harus dipertimbangkan dalam mendesain cetakannya.

43

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.9 Kantong-kantong dibelakang angkur

Dalam hal balok ujung, dimana pelat bantalan ditempatkan dekat dengan pinggiran
balok seperti ditujukkan dalam gambar 3.10, sengkang harus disusun sedemikina
rupa sehingga pelat bantalan tidak menutupinya. Tindakan ini untuk mencegah
lepasnya beton disudut-sudut selama penegangan akibat perbedaan modulus elastis
pada bidang yang berisi tulangan. Selalu dianjurkan untuk memasang sedikit
tulangan tambahan dal situasi yang kurang meyakinkan, karena biaya baja angkur
ujung hanya merupakan suatu bagian kecil saja dibandingkan dengan biaya
keseluruhan batang structural. (Morice,1958)

Gambar 3.10 Susunan kurungan baja di daerah angkur

44

Universitas Sumatera Utara


3.3 Metode T.Y Lin

Beberapa ketentuan dan formulasi berikut ini dapat digunakan dalam desain
dan analisis daerah angker.

1. Bantalan (Bearing) untuk Angkur

Perhitungan tegangan tumpuan rata-rata di beton (fcp ) :

 Pada beban kerja :

fcp = 0.6f′c √A′b /Ab


Tatapi tidak lebih besar dari f′c

 Pada beban peralihan :


A′
fcp = 0.8f′c √ A b − 0.2 Tetapi tidak lebih besar dari 1.25 f′ci
b

fcp Tegangan beton kompresif ijin


fp Tegangan beton
f′ci Tegangan beton kompresif mula-mula
A′ b luas maksimum pada bagian dari permukaan pendukung yang secara
geometris sama dengan luas yang dibebani dan konsentris dengannya
Ab luas bruto plat tumpu
Dianggap A′b /Ab ˃ 1.0

Gambar 3.11 Penyebaran gaya tekan pada pelat angker

45

Universitas Sumatera Utara


2. Tegangan tarik transversal pada balok ujung

Tegangan tekan langsung rata-rata (f) :

f = F/A

Dimana : F = gaya prategang aksial total pada ujung balok


A = luas penampang balok

Perhitungan Tegangan umum berasarkan isobar tegangan (Lihat ketentuan


pada tabel yang diberikan pada metode Guyon ).

3. Daerah Pengangkuran
Desain sengkang untuk mengontrol retak horizontal pada ujung gelagar I girder
yang diberikan pada gaya pratarik :

𝑇 ℎ
At = 0.021 .
fs lt

Dimana ∶

At Luas penampang daerah tulangan geser yang terdistribusi secara merata 1/5
panjangnya dari tinggi girder.
T Tegangan efektif total
fs tegangan ijin penulangan geser
lt panjang daerah transfer diasumsikam 50 kali diameter strand

3.4 Penampang beton Prategang

Dalam desain balok yang ditumpu sederhana, jarak anatara garis cgc dan cgs, yang
berarti eksentristas e, sebanding dengan gaya prategang yang dibutuhkan Karena
momen ditengah bentang tersebut biasanya menentukan desain, maka eksentrisitas
yang lebih besar di tengah bentang akan menghasilkan gaya prategang perlu yang
lebih kecil,sehingga menghasilkan desain yang lebih ekonomis. Maka, penmapang
T atau penampang I sayap lebar lebih cocok digunakan.

46

Universitas Sumatera Utara


Penampang ujung biasanya solid untuk menghindari eksentrisitas besar di
bidang-bidang yang momennya nol, juga untuk meningkatkan kapasitas geser
penampang tumpuan, serta mencegah kegagalan di aerah angker. Penampang lain
yang sering digunakan adalah penampang T ganda. Penampang ini memberikan
kemudahan dalam proses pengangkutan dan ereksi. Penampang bersayap dapat
menggantikan penampang solid persegi panjang yang tingginya sama tanpa
terjadinya kekuatan lentur, penampang persegi panjang umumnya digunakan balok
berbentang pendek.

3.5 Baja Prategang

Karena tingginya kehilangan rangkak dan susut pada beton, maka prategang efektif
dapat dicapai dengan menggunakan baja dengan mutu yang sangat tinggi 270,000
psi atau lebih (1862 MPa atau lebih tinggi lagi). Baja bermutu tinggi seperti ini
dapat mengimbangi kehilangan di beton sekitarnya dan mempunyai taraf tegangan
sisa yang dapat menahan gaya prategang yang dibutuhkan.

Baja prategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal (tendon), strands yang


terdiri atas beberapa kaawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal dan batang-
batang bermutu tinggi. Tiga jenis yang umum digunakan adalah :

a. Kawat-kawat relaksasi rendah atau stressed-relieved tak belapisan.


b. Strands relaksasi rendah atau stressed-relieved strands tak berlapisan.
c. Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan.

Kawat-kawat atau strand yang tidak stressed-relieved, seperti kawat-kawat


yang diluruskan atau kawat yang berpelumnas mengalami kehilangan relaksasi
yang lebih tinggi.

Kawat-kawat stressed-relieved adalah kawat-kawat tunggal ditarik-dingin sesuai


dengan standar ASTM A 416

47

Universitas Sumatera Utara


3.5.1 Tata Letak Tendon Prategang
Tegangan tarik pada serat beton yang terluar dari garis netral akibat beban layan
tidak boleh melampaui nilai maksimum yang diizinkan oleh peraturan yang ada
seperti SNI 2847 2013 pasal 20.4.2.3 tegangan tarik serat terluar akibat beban layan
≤ 1/2√𝑓𝑐 ′ .

1. Cari nilai eksentrisitas (c.g.s)

𝑌𝑏 = 𝛴 (𝐴. 𝑦) + 𝛴𝐴

𝑌𝑡 = 𝐻 − 𝑌𝑏

2. Cari Nilai modulus penampasng serat atas dan bawah (𝑊𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑡 )
𝐼𝑥 𝐼𝑥
𝑊𝑏 = 𝑑𝑎𝑛 𝑊𝑡 =
𝑌𝑏 𝑌𝑡
di mana momen Inersia 𝐼𝑥 = 𝛴 (𝐴. 𝑦 2 ) + 𝛴𝐼0
3. Cari jarak pusat ke serat atas kern 𝐾𝑡 dan serat bawah kern 𝐾𝑏
𝑊𝑡 𝑊𝑏
𝐾𝑏 = 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑡 =
𝐴𝑐 𝐴𝑐
Di mana : Ac = luas penampang

Dari penentuan titik-titik kern atas dan bawah, jelaslah bahwa :

a. Jika gaya prategang bekerja di bawah titik-titik kern bawah , tegangan


tarik terjadi di serat ekstrimatas dari penampang beton.
b. Jika gaya prategang bekerja di atas titik kern atas, tegangan tarik terjadi di
serat ekstrim bawah penampang beton.

3.5.2 Daerah limit kern


Limit Kern adalah daerah sepanjang balok dimana gaya aksial tekan tidak
akan menyebabkan tegangan yang melebihi tegangan izinnya (baik tarik maupun
tekan).
Prategang sepanjang balok pada umumnya disesuaikan dengan mengubah
eksentrisitas gaya prategangnya. Praktek ini umumnya dipakai dalam balok
pascatarik degan memakai kabel-kabel yang melengkung. Dalam hal batang

48

Universitas Sumatera Utara


pratarik, tendon dapat dibengkokkan dengan memakai peralatan yang dipasang
pada cetakan sebelum dicor. Setelah besarnya gaya prategang untuk penampang
kritis ditentukan, daerah batas untuk gaya yang terikat oleh batas-batas atas dan
bawah dapat ditetapkan dan dinyatakan sebagai fungsi dari momen-momen
minimum dan maksimum, sifat-sifat penampang, gaya prategang, dan tegangan-
tegangan yang diperkenankan pada beton pada saat transfer dan beban-beban kerja.

Daerah-batas ditentukan oleh empat persamaan yang diperoleh dengan


mengkombinasikan pertidaksamaan tegangan.

𝑀𝑚𝑖𝑛 𝜎𝑡𝑡
𝑒0 −

𝑒0 −
𝑃𝑖
𝑀𝑚𝑖𝑛
≤ 𝐾𝑏 (

≤ 𝐾𝑡 (
𝜎𝑔𝑖
𝜎𝑐𝑡
+ 1)

+ 1)
} 𝐾𝑏 ′

𝑃𝑖 𝜎𝑔𝑖
𝐾𝑏 ′
𝑀𝑚𝑎𝑥 𝜎𝑐𝑠
𝑒0 −

𝑒0 −
𝑃
≥ 𝐾𝑏 (

𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜎𝑔

≥ 𝐾𝑡 (
+ 1)

𝜎𝑡𝑠
+ 1)
} 𝐾𝑡 ′

𝑃 𝜎𝑔
𝐾𝑏 ′

Kurva-kurva yang ditunjukkan oleh dua dari keempat persamaan ini diberikan
dalam gambar 3.12. Eksentrisitas positif digambarkan di bawah titik berat
penampang. Daerah tendon yang diperkenankan hanya ditentukan dua dari keempat
persamaan di atas, seperti dapat dilihat dari gambar tersebut. Dalam hal batang
perisatis dengan suatu gaya prategang yang konstan ditentukan oleh persamaan
berikut.

Gambar 3.12 Limit kern dan daerah aman kabel

49

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.13 Hubungan limit kern dengan daerah aman kabel

3.5.3 Daerah aman kabel


Daerah aman kabel adalah daerah sepanjang balok dimana bila kabel
ditempatkan pada daerah tersebut tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan
yang melebihi tegangan izinnya (baik Tarik maupun tekan)

Dari persamaan di atas dapat diperoleh:

𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑒0 − ≥ 𝐾′𝑡
𝑃

𝑀𝑚𝑖𝑛
𝑒0 − ≤ 𝐾′𝑏
𝑃𝑖

Maka nilai 𝑒0 berada pada

𝑀𝑚𝑎𝑥 𝑀𝑚𝑖𝑛
𝐾′𝑡 + ≤ 𝐾 ′𝑏 +
𝑃 𝑃𝑖

Daerah mana batas (𝑒0𝑎 ) dan bawah (𝑒0𝑏 ) didefenisikan sebagai berikut:

𝑀𝑚𝑎𝑥
𝑒0𝑎 = 𝐾′𝑡 +
𝑃

𝑀𝑚𝑖𝑛
𝑒0𝑏 = 𝐾 ′ 𝑏 +
𝑃𝑖

50

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.14 Bentuk tipikal daerah aman kabel (a) Desain normal. (b) Desain optimum (hanya ada
satu solusi P dan eo). (c) Penampang tidak kuat (preliminary))

Lintasan tendon untuk perencananan melengkung menggunakan rumus parabola :

𝑦 = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐

Tendon yang melalui persamaan ini dihitung dengan rumus :

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

51

Universitas Sumatera Utara


3.6 Perencanaan Tulangan Geser pada End Block

Geser lentur di balok beton prategang meliputi efek gaya prategang tekan eksternal
yang harus dimiliki oleh balok beton bertulang. Komponen vertical gaya tendon
prategang mengurangi gaya geser vertical yang diakibatkan oleh gaya transversal
eksternal dan beban transversal netto yang dialami suatu balok jauh lebih kecil pada
balok prategang dibandingkakan dengan balok bertulang.

Gaya tekan dari tendon prategang, bahkan di dalam hal tendon lurus , sangat
mngurangi efek tegangan lentur tarik, sehingga besarnya retak lentur di komponen
struktur prategang berkurang. Dengan demikian,gaya geser dan tegangan utama
yang dihasilkan oleh pada balok prategang sangat jauh lebih kcil disbanding balok
bertulang. Gambar 3.13 mengilustrasikan kontribusi komponen vertical gaya
tendon pada bagian penyeimbangan atau sebagian besar dari gaya vertical V yang
ditimbulkan beban transversal eksternal. Gaya geser netto yang dipikul oleh beton
adalah

𝑉𝑐 = 𝑉 + 𝑉𝑝

Gambar 3.15 Beban penyeimbang untuk melawan gerak vertical. (a) Balok dengan tendon berbentuk
harped (b) Balok dengan tendon berbebtuk Drapped. (c) Vektor geser internal Vp akibat gaya
prategang P pada elemen yang sangat kecil dx. (d) Vektor geser internal V akibat beban eksternal
W pada elemen yang sangat kecil dx

52

Universitas Sumatera Utara


Analisis geser balok harus dilakukan dengan cara perencanaan berdasarkan Beban
dan Kekuatan Terfaktor (PBKT).

Retak
bursting
Ash
horizontal
potensial

Retak
vertikal
potensial

NU

w ld

VU

Gambar 3.16 End block yang diberi penulangan

1. Luas penulangan tumpuan

Luas penulangan yang secara nominal tegak lurus terhadap bidang retak yang
diasumsikan dapat diperoleh dari

𝑉𝑢𝑝
𝐴𝑣𝑓 =
𝜙𝜇𝑒 𝑓𝑦

Di mana shear-friction :

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = ≤ nilai pada tabel 3.3.
𝑉𝑢

tabel 3.3. Koefisien shear-friction yang disyaratkan.


Crack interface Condition Recommended Maximum Maximum
𝜇 𝜇𝑒 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛
1. Concrete to concrete, cast 3.4 ′
1.4𝜆 0.3𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤1000𝜆2 𝐴𝑐𝑟
monolitithically

2. Concrete to Hardened 1.0𝜆 2.9 0.25𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤1000𝜆2 𝐴𝑐𝑟
concrete, with roughned
surface

3. Concrete to concrete 0.6𝜆 2.2 0.2𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤800𝜆2 𝐴𝑐𝑟

4. Concrete to steel 0.7𝜆 2.4 0.2𝜆2 𝑓𝑐 𝐴𝑐𝑟 ≤800𝜆2 𝐴𝑐𝑟
(sumber : PCI Design Handbook/ sixth edition)

53

Universitas Sumatera Utara


Penulangan vertical 𝐴𝑠ℎ yang melintasi retak-retak horizontal potensial dapat
ditentukan dari

(𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 )𝑓𝑦
𝐴𝑠ℎ =
𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠

𝑁𝑢
Di mana : 𝐴𝑛 =
𝜙𝑓𝑦

2. Tulangan Geser
Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan geser batas, 𝑉𝑠 ,
ditentukan dengan persamaan berikut:
a) Untuk tulangan geser tegak lurus
𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 . 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠
b) Untuk tulangan geser miring
𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 (sin 𝛼 + cos 𝛼). 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠

Di mana 𝛼 menyatakan sudut Antara sengkang miring dan sumbu longitudinal


komponen struktur, dan 𝑑 adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat
tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari 0.8ℎ.

Dalam segala hal 𝑉𝑠 tidak boleh melebihi (2√𝑓𝑐 ′/3) 𝑏𝑣 . 𝑑.

Kekuatan geser rencana harus diambil sebesar 𝜙𝑉𝑛 , di mana kuat geser batas 𝑉𝑛 ,
dan 𝜙 adalah factor reduksi kekuatan.
𝜙𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢

Luas tulangan geser minimum adalah

𝑏𝑣 . 𝑠
𝐴𝑣 = ( )
3𝑓𝑦

Bila gaya prategang efektif tidak kurang dari 40% kekuatan tarik tulangan, tulangan
geser minimum dapat dihitung dengan persamaan di atas atau persamaan berikut :

54

Universitas Sumatera Utara


𝐴𝑝𝑠 . 𝑓𝑝𝑢 . 𝑠 𝑑
𝐴𝑣 = √
80. 𝑓𝑦 . 𝑑 𝑏𝑤

Persyaratan tulangan geser yang harus diterapkan dalam perencanaan geser :

a. Jika gaya geser rencana terfaktor 𝑉𝑢 tidak melebihi kekuatan geser rencana
balok dengan tulangan geser minimum 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 .min, maka hanya perlu
dipasang tulangan geser minimum. Syarat pemasangan tulangan geser
minimum ini pada balok bias diabaikan jika 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑐 dan tinggi total
komponen struktur tidak melebihi nilai terbesar dari 250 mm dan setengah
lebar badan. Ketentuan mengenai tulangan geser minimum dapat diabaikan
bila menurut pengujian yang mensimulasikan pengaruh perbedaan
penurunan, susut, rangkak dan perubahan suhu yang mungkin terjadi selama
masa layan, komponen dapat mengembangakan kuat lentur dan geser
nominal yang diperlukan.
b. Jika 𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑉𝑛 . 𝑚𝑖𝑛, maka harus dipasang tulangan geser dengan kuat geser
batas 𝑉𝑠 .
c. Jika komponen vertical 1 gaya prategang 𝑉𝑝 lebih besar dari gaya geser
rencana 𝑉𝑝 ˃𝑉𝑢 , maka gaya geser rencana semula harus dimodifikasi menjadi
𝑉𝑢 = 1.2𝑉𝑝 − 𝑉𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙 dan untuk perhitungan selanjutnya 𝑉𝑝 dianggap nol.

3.7 Perencanaan Tulangan geser Dapped End

Pada balok yang tidak prismatic atau tinggi penampangnya bervariasi, perhitungan
kekuatan geser harus memperhitungkan komponen gaya tarik ataau tekan miring
akibat adanya variasi tinggi penampang.

Dapped end tipikal pada balok prategang pada gambar 3.14.Ada dua jenis
retak yang dapat timbul : retak 2 adalah geser langsung, sedangkan retak 3,4 dan 5
adalah retak tarik diagonal yang disebakan oleh lentur dan tarik aksial di daerah
yang tingginya lebih kecil dan konsentrasi tegangan di pojok dimana perubahan
tinggi penampang terjadi. Berdasarkan PCI design handbook, jenis-jenis
penulangan berikut ini, seperti terlihat pada gambar tersebut, harus digunakan :

55

Universitas Sumatera Utara


a. Penulangan Lentur 𝐴𝑓 ditambah penulangan tarik aksial 𝐴𝑛 pada ujung yang
diperpanjang. Dimana 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 , yang harus menahan tegangan lentur
kantilever.
b. Penulangan friksi-geser 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 ditambah penulangan tarik aksial 𝐴𝑛 untuk
menahan gaya geser vertical langsung dilokasi bagian balok yang tingginya
berubah secara mendadak yang menyebabkan retak 2.
c. Penulangan geser 𝐴𝑠ℎ , untuk menahan tarik diagonal yang terjadi di pojok
dimana terjadi perubahan tinggi,yang dapat menyebabkan retak 3.
d. Penulangan tarik diagonal 𝐴ℎ + 𝐴𝑣 , untuk menahan retak tarik diagonal
potensial 4 di bagian balok yang tingginya tidak penuh.
e. Panjang penyaluran 𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 untuk menahan retak tarik diagonal
potensial 5 di bagian balok yang tingginya penuh.

Gambar 3.17 Retak dan penulangan pada sambungan balok dapped-end

56

Universitas Sumatera Utara


Perencanaan Dapped end beam ini menggunakan PCI 6th edition sebagai referensi.

1. Lentur dan aksial tarik pada ujung yang diperpanjang


1 𝑎 ℎ
𝐴 𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑

Dimana : 𝑎 Panjang geser,diukur dari pusat perletakan ke tengah Ash


d Jarak dari atas ke pusat As
𝑓𝑦 0.2𝑥𝑉𝑢 jika tidak diberikan nilai yang pasti
𝑁𝑢 0.2𝑥𝑉𝑢 jika tidak diberikan nilai yang pasti

2. Geser Langsung
Retak vertical ditahan oleh 𝐴𝑠 dan 𝐴ℎ seperti terlihat pada gambar 3.14.
Perkuatan ini dapat dihitung dengan :
2𝑉𝑢
𝐴𝑠 = + 𝐴𝑛
3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
𝑁𝑢
𝐴𝑛 =
𝜙𝑓𝑦
𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 )

3. Tarik Diagonal Sudut

Retak diagonal pada sudut dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑉𝑢
𝐴𝑠ℎ =
𝜙𝑓𝑦

4. Tarik Diagonal pada Ujung yang Diperpajang

Perkuatan tambahan untuk retak jenis 4 dapat dihitung dengan rumus

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

Luasan tulangan minimum perlu sebagai berikut

1 𝑉𝑢
𝐴𝑣 = ( − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)
2𝑓𝑦 𝜙

57

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk girder pada proyek ini oleh PT. Wijaya Karya Beton (Wika Beton)
menggunakan sistem balok girder Post-Tension. Pelaksanaan stressing yaitu VSL
(Voorspan System Losinger).

Data-data
1. Jenis Jembatan : Lalu Lintas Atas

2. Status Jalan : Jalan Arteri Primer Kelas 1

3. Konstruksi Jembatan : Jembatan Prategang dengan Lantai Komposit

4. Spesifikasi Balok

Jarak Tiap Tumpuan (Span) : 25 meter (panjang balok 25,60 m)

Tinggi Balok : 1600 mm

Kuat Tekan Beton : 40 Mpa

Susunan Segmen Balok

Gambar 4.1 Potongan Melintang Balok; (a) bagian ujung balok (b) bagian balok

58

Universitas Sumatera Utara


5. Spesifikasi Angkur

Jenis Kabel Prategang : Strand cable (Standar VSL) ASTM-A416 grade


270 low relaxation

Diameter Strand : 12.7 mm

Luasan Efektif : 98.78 mm

Beban putus satu tendon : 1860 Mpa

Susunan Angkur :

°min

Gambar 4.2 Detail Angkur

Tendon Unit Dimensi (mm)


Strand type
12.7 mm A B C D E F G H R
5-12 215 60 150 160 85 120 63 150 320
5-19 265 75 180 210 110 145 84 200 360
Tabel 4.1 Keterangan angkur

4.1 Perencanaan End Block dengan Tendon Melengkung

1. Section Properties

DIMENSI Luas Jarak Statis Inersia Inersia


NO
Lebar Tinggi Tampang thd alas Momen Momen Momen
B h A y A*y A * y2 Io
( mm ) ( mm ) (mm2) ( mm ) (mm3) (mm4) (mm4)
1 550 125 68750 1538 105703125 1,62519E+11 89518229
2 185 75 13875 1450 20118750 29172187500 4335938
3 180 1250 225000 850 191250000 1,62563E+11 29296875000
4 235 100 23500 258 6070833 1568298611 13055556
5 650 225 146250 113 16453125 1850976563 616992188
Σ 1600 477375 339595833 3,577E+11 30020776910
Tabel 4.2 Perhitungan section properties

59

Universitas Sumatera Utara


b2 b2
Tinggi Balok (Σh) =1.600 m
Luas Penampang (ΣA) = 𝐴𝑐 = 0.477 m2 h1 1
(ΣA*y) = 0.340 m3 2 2 h2
Letak titik berat [𝑌𝑏 = 𝛴(𝐴. 𝑦) + 𝛴𝐴] = 0.711 m ya
(𝑌𝑏 = 𝛴ℎ − 𝑌𝑏 ) = 0.889 m
h3 3
[𝐼𝑏 = 0.388 m4
Momen inersia terhadap alas 2)
= 𝛴(𝐴. 𝑦 + 𝛴𝐼𝑜 ]
Momen inersia terhadap titik
berat balok [𝐼𝑥 = 𝐼𝑏 − 𝛴(𝐴. 𝑦𝑏2 )] = 0.146 m4 4 4 h4 yb
Modulus penampang sisi atas (𝑊𝑡 = 𝐼𝑥 /𝑌𝑎 ) = 0.164 m3 h5 5
Modulus penampang sisi bawah (𝑊𝑏 = 𝐼𝑥 /𝑌𝑏 )
Ksd = 0.205 m3
b4 b3 b4

Tegangan izin saat layan (021/BM/2011)

Tekan (𝜎𝑐𝑠 ) = −0.45 𝑓𝑐 ′ = −0.45 𝑥 40 𝑀𝑃𝑎 = −18 𝑀𝑃𝑎

Tarik (𝜎𝑡𝑠 ) = 0.5 √𝑓𝑐 ′ = 0.5 𝑥 √40 𝑀𝑃𝑎 = 3.16 𝑀𝑃𝑎

Tegangan izin transfer saat gaya pratekan (021/BM/2011)

Tekan (𝜎𝑐𝑡 ) = −0.6 𝑓𝑐 ′𝑖 = −0.45 𝑥 32 𝑀𝑃𝑎 = −19.2 𝑀𝑃𝑎

Tarik (𝜎𝑡𝑡 ) = 0.25 √𝑓𝑐 ′𝑖 = 0.25 𝑥 √32 𝑀𝑃𝑎 = 1.41 𝑀𝑃𝑎 (selain perletakan)

Tarik (𝜎𝑡𝑡 ) = 0.5 √𝑓𝑐 ′𝑖 = 0.5 𝑥 √32 𝑀𝑃𝑎 = 2.83 𝑀𝑃𝑎 (perletakan)

2. Kebutuhan Prategang

Kebutuhan gaya prategang disesuaikan dengan kondisi pratekan penuh, dimana


beton mengalami gaya tekan seluruhnya ,dan diusahakan tidak ada bagian
beton yang mengalami gaya tarik. Kondisi ini ditinjau pada tengah bentang
balok pratekan.

Untuk pradimensi kita tentukan loosses asumsi :

 Ujung tempat jacking bekerja : 75%-20% = 55%


 Tengah bentang : 75%-22% = 53%
 Ujung lainnya : 75%-18% = 57%

60

Universitas Sumatera Utara


s

s ±0

Gambar 4.3 Diagram tegangan pratekan penuh

Tegangan beton serat atas

P P. e 𝑀1 𝑀2
𝑓𝑎 = − + − −
A 𝑊𝑎 𝑊𝑎 𝑊𝑎 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑒

Tegangan beton serat bawah

P P. e 𝑀1 𝑀2
𝑓𝑏 = − − + +
A 𝑊𝑏 𝑊𝑎 𝑊𝑎 𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑒

𝑃𝑡 = 7179.279 kN

Jika kita mendapat gaya prategang awal (𝑃𝑡 ) : 7179.279 kN

Beban putus satu tendon (𝑃𝑏1 ) = 1860 MPa x Aeff Kabel : 183.7 kN

Gaya Prategang saat Jacking (Jacking Force) = 75% 𝑃𝑏1 : 137.8 kN

Maka diperlukan kabel prategang sebanyak :

𝑃𝑡 7179.279 kN
𝑛 𝑘𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑃𝑏1
= 183.7 kN
= 39.081 ≈ 39

Di gunakan kabel sebanyak 39 kabel, dengan Total beban putus sebesar

𝑃𝑗 = 39 x 183.7 kN = 7165.47 kN

75% P = 75% x 7165.47 Kn = 5374.10 kN

61

Universitas Sumatera Utara


Asumsi kehilangan tegangan (Loss of prestressed) saat inisial 8% sehingga

𝑃𝑖 = 67% x P = 4800.86 kN

Besarnya gaya pratekan setelah Losses (P) yaitu

 Ujung tempat Jacking bekerja : 55% 𝑃𝑡 = 3941 kN


 Tengah Bentang : 53% 𝑃𝑡 = 3797.7 kN
 Ujung lainnya : 57% 𝑃𝑡 = 4048.32 kN

3. Pembesian Balok Prategang

Tulangan arah memanjang digunakan besi diameter : D12

Luas tulangan

𝜋 𝜋
𝐴𝑠 = 𝐷2 = 122 = 113.04 𝑚𝑚2
2 2

Luas tampang bagian bawah pada balok prategang (𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ ) = 187750 𝑚𝑚2

𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 187750𝑚𝑚 2 = 938.75 𝑚𝑚 2

938.75
𝑛 = 113.04 = 8.304

Gunakan: 12D12 (𝐴𝑠 = 1356.48 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 938.75 𝑚𝑚2

Luas tampang bagian atas pada balok prategang (𝐴𝑎𝑡𝑎𝑠 ) = 96125 𝑚𝑚 2

𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 96125𝑚𝑚2 = 480.625 𝑚𝑚 2

480.625
𝑛= = 4.25
113.04

Gunakan 8D12 (𝐴𝑠 = 904.32 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 480.625𝑚𝑚 2

Luas tampang bagian badan balok prategang (𝐴𝑎𝑡𝑎𝑠 ) = 193500 𝑚𝑚2

𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 𝐴𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ = 0.5% 𝑥 193500𝑚𝑚 2 = 967.5 𝑚𝑚2

62

Universitas Sumatera Utara


967.5
𝑛= = 8.558
113.04

Gunakan 10D12 (𝐴𝑠 = 1130.4 𝑚𝑚 2) > 𝐴𝑠 = 967.5 𝑚𝑚2

Gambar 4.4. Penulangan balok prategang

4. Daerah aman Kabel

Tegangan akibat Prategang:

𝑃𝑖 4800.86 𝑥103
𝜎𝑔𝑖 = 𝐴𝑐
= 0.477𝑥106
= 10.06 𝑀𝑃𝑎

𝑃 4048.32 𝑥103
𝜎𝑔 = 𝐴𝑐
= 0.477𝑥106
= 8.48 𝑀𝑃𝑎

Tinjau C.G.S (Center Grafity of Section) ke arah serat atas kern 𝐾𝑡 dan kearah
serat bawah kern 𝐾𝑏

𝑊𝑡 0.164 𝑚 3
𝐾𝑏 = 𝐴𝑐
= 0.477𝑚 2
= 0.343 𝑚

𝑊𝑏 0.205 𝑚 3
𝑘𝑡 = 𝐴𝑐
== 0.477𝑚 2
= 0.429 𝑚

63

Universitas Sumatera Utara


Limit kern atas 𝐾′𝑡 dan Limit kern bawah 𝐾′𝑏 :

𝜎 −18
𝐾′𝑡 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑐𝑠 + 1) = 344𝑥103 ( 8.48 + 1) = −386.68 𝑚𝑚
𝑔

𝜎 3.16
𝐾′𝑡 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑡𝑠 + 1) = -430𝑥103 ( 8.48 + 1) = −590.58 𝑚𝑚
𝑔

Maka diperoleh 𝐾′𝑡 (maks) = -0.386 m

𝜎 1.41
𝐾′𝑏 = 𝐾𝑏 (𝜎𝑡𝑡 + 1) = 344𝑥103 (10.06 + 1) = 392.71 𝑚𝑚
𝑔𝑖

𝜎 −19.2
𝐾′𝑏 = 𝐾𝑡 ( 𝜎𝑐𝑡 + 1) = -430𝑥103 ( 10.06 + 1) = 390.17 𝑚𝑚
𝑔𝑖

Maka diperoleh 𝐾′𝑏 (min) = 0.390 m

Daerah aman atas dan bawah didefenisikan sebagai berikut :

𝑀𝑚𝑎𝑥 4471.35 𝑘𝑁𝑚


𝑒0𝑎 = 𝐾′𝑡 + 𝑃
= −0.386𝑚 + 4048.32 𝑘𝑁
= 0.718𝑚

𝑀𝐷𝐿 1055.94 𝑘𝑁𝑚


𝑒0𝑏 = 𝐾′𝑏 + 𝑃
= 0.390𝑚 + 4800.86 𝑘𝑁
= 0.609𝑚

Persamaan Batas atas

 Kordinat ujung balok (x, 𝐾′𝑡 ) = (150,-386)


Koordinat dari dasar beam (x, 𝐾′𝑡 ) = (150,1097)
 Koordinat dari tengah bentang (x, 𝑒0𝑎 ) = (12800,718)
Koordinat dari dasar beam (x, 𝑒0𝑎 ) = (12800,-7)

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang


(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

1097 = 𝑎(150 − 12800)2 − 7

𝑎 = 6,89903E-06

64

Universitas Sumatera Utara


Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut :

𝑦 = 6,89903E − 06(𝑥 − 12800)2 − 7

𝑦 = 6.89𝐸-0.6𝑥 2 - 0.176𝑥 +1123,337

Persamaan Batas Bawah

 Kordinat ujung balok (x, 𝐾′𝑏 ) = (150,390)


Koordinat dari dasar beam (x, 𝐾′𝑏 ) = (150,321)
 Koordinat dari tengah bentang (x, 𝑒0𝑏 ) = (12800,609)
Koordinat dari dasar beam (x, 𝑒0𝑏 ) = (12800,102)

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang


(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

321 = 𝑎(150 − 12800)2 + 102

𝑎 = 1,36856E-06

Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut :

𝑦 = 1,36856E − 06(𝑥 − 12800)2 + 102

𝑦 = 1.36𝐸-0.6𝑥 2 - 0.035𝑥 + 326.224

Asumsikan tendon ekivalen

 Dari ujung balok, ambil jarak x = 150mm dari ujung balok dengan 𝑦 =
𝑦𝑏 = 711 𝑚𝑚 (150,711)

 25600
Dari tengah bentang, ambil x = 2
= 12800 𝑚𝑚 dan y = 200 mm (12800,200)

Persamaan kabel ekivalen dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

65

Universitas Sumatera Utara


Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang
(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

711 = 𝑎(150 − 12800)2 + 200

𝑎 = 3.19𝐸-0.6

Sehingga diperoleh persamaan tendon ekivalen sebagai berikut :

𝑦 = 3.19𝐸 − 0.6(𝑥 − 12800)2 + 200

𝑦 = 3.19𝐸-0.6𝑥 2 - 0.081𝑥 + 723.19

𝑦′ = 6.39𝐸-0.6x- 0.081

Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 4.68

Perhitungan persamaan lintasan daerah aman kabel :

DAERAH AMAN KABEL


1600
1400 Batas Atas
1200
1000 Batas Bawah
800 Batas Ekivalen
600
400
200
0
-200 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000

Gambar 4.5 Daerah Aman Kabel

66

Universitas Sumatera Utara


x (mm) y (mm) x (mm) y (mm) x (mm) y (mm)
0 326,22447 0 1123,337046 0 723,1904
2000 261,62855 2000 797,7028387 2000 572,4666
4000 207,9811 4000 527,2608696 4000 447,2892
6000 165,2821 6000 312,0111391 6000 347,6582
8000 133,53157 8000 151,9536471 8000 273,5737
10000 112,72949 10000 47,08839382 10000 225,0355
12000 102,87588 12000 -2,58462091 12000 202,0437
14000 103,97072 14000 2,934602946 14000 204,5984
16000 116,01403 16000 63,6460654 16000 232,6994
18000 139,0058 18000 179,5497664 18000 286,3469
20000 172,94602 20000 350,6457061 20000 365,5407
22000 217,83471 22000 576,9338843 22000 470,281
24000 273,67186 24000 858,4143011 24000 600,5677
26000 340,45747 26000 1195,086957 26000 756,4008

Tabel 4.3 Perhitungan persamaan daerah aman kabel atas dan bawah serta asumsi ekivalen

5. Cable Settting

Kabel ekivalen di atas harus dibagi menjadi beberapa kabel. Hal ini bertujuan agar
tendon-tendon memenuhu tempat. Pengaturan kabel-kabel tersebut kita rencanakan
sebagai berikut:

Posisi tendon di tumpuan sesuai batas kern, di asumsikan:

Baris pertama : 10 tendon pada jarak 1000 mm dari serat bawah balok.
Baris ke dua : 10 tendon pada jarak 700 mm dari serat bawah balok.
Baris ke tiga : 19 tendon pada jarak 325 mm dari serat bawah balok.

Persamaan Kabel 1

Jarak kabel pertama dari dasar beam


 Ujung : 1000 mm
 Tengah bentang : 325 mm
 Koordinat pada ujung balol (x, 𝑦) = (150,1000)
 Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,325)

67

Universitas Sumatera Utara


𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang


(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

1000 = 𝑎(150 − 12800)2 + 325

𝑎 = 4,21816E-06

Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut :

𝑦 = 4,21816E − 06(𝑥 − 12800)2 + 325

𝑦 = 4,21E − 06𝑥 2 - 0.108𝑥 + 1016.1

Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas:

𝑦 ′ = 8,42E − 06x- 0.108

𝑦 ′ = - 0,10672

Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 6.09

Persamaan Kabel 2

Jarak kabel kedua dari dasar beam


 Ujung : 700 mm
 Tengah bentang : 250 mm
 Koordinat pada ujung balol (x, 𝑦) = (150,700)
 Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,250)

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang


(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

750 = 𝑎(150 − 12800)2 + 250

𝑎 = 2,96833E-06

68

Universitas Sumatera Utara


Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut :

𝑦 = 2,96833E − 06(𝑥 − 12800)2 + 250

𝑦 = 2,96833E − 06𝑥 2 - 0.076𝑥 + 736.33

Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas:

𝑦 ′ = 5,93E − 06x- 0.152

𝑦 ′ = -0,0751

Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 4.29

Persamaan Kabel 3

Jarak kabel ketiga dari dasar beam

 Ujung : 325 mm
 Tengah bentang : 175 mm
 Koordinat pada ujung balol (x, 𝑦) = (150,325)
 Koordinat di tengah bentang (𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 ) = (12800,175)

𝑦 = 𝑎(𝑥 − 𝑥𝑝 )2 + 𝑦𝑝

Masukkan koordinat ujung balok (x,y) dengan koodinat tengah bentang


(𝑥𝑝 , 𝑦𝑝 )

325 = 𝑎(150 − 12800)2 + 175

𝑎 = 9,37368E-07

Sehingga diperoleh persamaan tendon sebagai berikut :


𝑦 =9,37368E-07(𝑥 − 12800)2 + 175

𝑦 =9,37368E-07𝑥 2 - 0.024𝑥 + 328.58

Sudut pengangkuran diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan diatas:

𝑦 ′ = 18,74E − 06x- 0.024

69

Universitas Sumatera Utara


𝑦 ′ = -0,02372

Maka arc tan 𝑦 ′ menghasilkan Ɵ = - 1.35

Bentuk lengkung kabel dapat dilihat pada diagram berikut

TATA LETAK TENDON


1600
Tendon 1
1400
1200 tendon 2
1000 Batas Ekivalen
800 tendon 3
600
400
200
0
-200 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 22000 24000 26000

Gambar 4.6 Tata letak tendon

Gambar 4.7 Tata letak tendon pada ujung balok dan tengah bentang

70

Universitas Sumatera Utara


4.2. Analisis Endblock berdasarkan Metode SNI dan T.Y Lin

4.2.1 Perencanaan SNI 2012

Metode berikut boleh digunakan untuk merencanakan daerah pengangkuran global


selama prosedur yang dipakai telah terbukti dapat menghasilkan nilai perkiraan
kekuatan yang sama dengan yang diperoleh dari hasil pengujian:

g) Analisis tegangan linier


h) Model keseimbangan yang berdasarkan teori plastisitas seperti
model Strut and Tie (model penunjang dan pengikat)

4.2.1.1. Analisis Tegangan Linear

a. Metode Magnel

Dari data yang diberikan diatas dapat ditentukan kedudukan dan besarnya
tegangan tarik maksimum pada penampang horizontal yang melalui pusat dan
tepi pelat angkur :

P = 75% 𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁
b = 650 mm
h = 1600 mm

Tegangan Langsung

𝑓ℎ = 𝑃/𝑏ℎ(1 + 12𝑒 ′2 /ℎ ′2 )
5374.10 𝑥 103
𝑓ℎ = = 5.16 𝑁/𝑚𝑚2
650𝑥1600

Pada umumnya tegangan vertical 𝑓𝑉 dan tegangan tarik utama adalah kritis pada
𝑥 = 0.5 ℎ. Dengan melihat gambar.

71

Universitas Sumatera Utara


²

Gambar 4.8. Gaya-gaya yang bekerja pada balok ujung

Dari tabel 3.1 untuk

𝑥

=0.5 maka , 𝐾1 = −5.0 , 𝐾2 = 2.0 , 𝐾1 = 1.25

600
M = 5.16x 800 x 600( ) = 743,040,000 Nmm = 743 kNm
2

V = -800 x 600 x5.16 = -2,476,800 N (bekerja kearah ujung balok)

H=0

Tulangan Bursting Magnel’s :

𝑎 𝑏 bh2 bh M V 𝑓𝑣 Ʈ
Type
(mm) (mm) (mm3) (mm2) (kNm) (kN) (N/mm2) (N/mm2)
12 215 335 4E+08 536000 7E+07 2E+06 -0,8633 -5,77612
12 215 335 4E+08 536000 7E+07 2E+06 -0,8633 -5,77612
19 265 285 4E+08 456000 7E+07 2E+06 -1,0148 -6,78947

𝑓𝑣 𝑚𝑖𝑛 tan 2 Ɵ 2Ɵ Ɵ 𝑓𝑣𝑟 𝑓𝑏𝑠𝑡


𝐴𝑠
(N/mm2) (N/mm2 (N/mm2)
-4,3658 1,9179 62,462 31,23 5,104 157,29 531,739 5D16
-4,3658 1,9179 62,462 31,23 5,104 157,29 531,739 5D16
-5,3859 2,1991 65,54 32,77 6 299,95 1014,04 5D16

Tabel 4.4 Perhitungan tulangan bursting metode magnel.

72

Universitas Sumatera Utara


b. Metode Guyon

Menentukan kedudukan dan besanya tegangan Tarik maksimum dan tarikan


memecah (bursting) untuk balok ujung dengan metode Guyon

P = 75% 𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁
Kita ambil tendon strand 19 dengan P =2618.15 kN
2𝑦𝑝𝑜 = 265 mm
2𝑦𝑜 = 1600 mm
Jadi, perbadingan distribusi 𝑦𝑝𝑜 /𝑦𝑜 = 0.16

Dari tabel 3.2,

Kedudukan tegangan nol dari ujung = 0.12 (2𝑦𝑜 ) = 192 mm

Kedudukan tegangan maksimum = 0.276 (2𝑦𝑜 ) = 441.6 mm

3
Tegangan Tarik maksimum = 0.448 (𝑃/𝐴) = 0.448 (2618.15 𝑥 10
650𝑥1600
)

= 1.127 N/𝑚𝑚2

Tarikan Memecah, 𝐹𝑏𝑠𝑡 = 0.3 𝑃 [(1 − 𝑦𝑝𝑜/ 𝑦𝑜 )0.58 ]


𝐹𝑏𝑠𝑡 = 0.3 𝑥 2618.15 [1 − (0.16)0.58 ]

= 514.110 kN

Jika tegangan leleh tulangan untuk sengkang 𝐹𝑦 = 400 MPa, Kebutuhan luas
tulangan untuk sengkang adalah

𝐹 514.110 𝑥 103
𝑏𝑠𝑡
𝐴𝑠𝑏 = 0.87𝑥 𝐹
= 0.87𝑥 400
= 1738.033 𝑚𝑚 2
𝑦𝑠

Gunakan tulangan memecah 9D16

73

Universitas Sumatera Utara


c. Metode Zeilinski and Rowe
Berdasarkan rumus yang diberikan oleh Zeilinski dan Rowe:

Block
D D 𝐴𝑏 ′ 𝐴𝑏 𝐴′𝑏 − 𝐴𝑏
Type 2𝑦𝑝𝑜 2𝑦𝑜 Area P
(mm) (mm2) (mm2) (mm2) (mm2)
(mm2)
12 215 275 63 3115,6 46225 75625 43109,3 32515,67 1377,9
12 215 275 63 3115,6 46225 75625 43109,3 32515,67 1377,9
19 265 325 84 5538,96 70225 105625 64686 40938,96 2618,1

𝐹𝑏𝑠𝑡
𝐹𝑐 𝐹𝑣 𝐹𝑏𝑠𝑡 𝐴𝑠
(dikoreksi)
42,376 14,196 230,5 198,014 669,42 7D16
42,376 14,196 230,5 198,014 669,42 7D16
63,953 19,653 402,8 361,802 1223,1 7D16

Tabel 4.5 Perhitungan tulangan bursting metode zeilinski and Rowe

Analisis Perbandingan dari ketiga metode Analisis linear:

Perbandingan Gaya Tarik Tulangan Detail Tulangan bursting


Metode (kN) 𝑏𝑢𝑟𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔

Magnel’s 299.95 5D16

Guyon’s 514.110 9𝐷16

Zeilinski and Rowe 361.802 7𝐷16

Tabel 4.6 Daftar Perbandingan analisis tulangan bursting

74

Universitas Sumatera Utara


4.2.1.2. Model Keseimbangan Strut and Tie (Penunjang dan Pengikat)

Desain penulangan angker ujung untuk balok pascatarik yang menunjukkan


ukuran, jenis, dan distribusi penulangan.

Digunakan Strand cable (Standar VSL) dengan jenis strand ASTM A-416 grade
270 masing-masing tendon terdiri atas 3 strand relaksasi rendah dengan tegangan
ultimit 1860 MPa,Tegangan maksimum penarikan tendon adalah 0.75𝑓𝑝𝑢 .
Digunakan bobot normal dengan 𝑓𝑐′ = 40 𝑀𝑃𝑎.

1. Menentukan konfigurasi tendon yang mengjhasilkan eksentrisitas

Baris pertama : 10 tendon pada jarak 1000 mm dari serat bawah balok.
Baris ke dua : 10 tendon pada jarak 700 mm dari serat bawah balok.
Baris ke tiga : 19 tendon pada jarak 325 mm dari serat bawah balok.
10𝑥1000 + 10𝑥700 + 19𝑥325
Jarak pusat berat tendon = = 594.23 𝑚𝑚
10+10+19

2. Gaya ultimit dibaris baris tendon dan kapasitas tumpu beton


Gaya baris kesatu : 𝑃𝑢1 = 1371.051 kN
Gaya baris ke dua : 𝑃𝑢2 = 1371.051 kN
Gaya garis ke tiga : 𝑃𝑢3 = 2604.998 kN
Gaya tekan Ultimit total = 5347.10 kN

Cek tegangan tumpu dibawah pelat angkur

Type b b’ Dia. Sheat Dia. Sheat Block Area


(mm) (mm) (mm) (mm2) (mm2)
12 215 275 63 3115.665 46225
12 215 275 63 3115.665 46225
19 265 325 84 5538.96 70225

Type A1 A2 Sqrt Teg tumpu ijin


(mm2) (mm2) (A1/A2) (MPa)
12 122500 43109.33 2.84 30.08

75

Universitas Sumatera Utara


12 122500 43109.33 2.84 30.08
19 122500 64686.04 1.89 24.53

Tabel 4.7 Detail Pelat angkur strut and tie

Tegangan Tumpu aktual


1.2 x 5374.16 x103
𝑓𝑏 = = 42.736 𝑀𝑃𝑎
150904.71
Dari persamaan diatas , tekanan tumpu izin maksimum di beton dinaikkan 50%

𝑓𝑏 ≤ 0.7ϕ 𝑓′𝑐𝑖 √𝐴′𝑏 /𝐴𝑏 1.5

𝑓𝑏 ≤ 0.25 ϕ 𝑓′𝑐𝑖

Asumsikan bahwa kuat beton awal pada saat bertegangan adalah 𝑓′𝑐𝑖 = 0.75 𝑓𝑐
𝑓′𝑐𝑖 = 0.75x 𝑓𝑐 = 0.75 x 40 = 30 MPa

Tabel 4.8 Tegangan tumpu strut and tie

b b’ Dia, Dia, Block Teg


Ab Ab' Sqrt
Tipe Sheat Sheat Area tumpu
(mm) (mm) (mm2) (mm2) (Ab'/Ab)
(mm) (mm2) (mm2) (fb)
12 215 275 63 3.115,67 46225 43.109,34 75625 1,324485 43,0623
12 215 275 63 3.115,67 46225 43.109,34 75625 1,324485 43,0623
19 265 345 84 5538,96 70225 64.686,04 119025 1,356481 44,1026
𝑓𝑏 𝑖𝑗𝑖𝑛 ˃ 𝑓𝑏 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 42.736 MPa, OKE

3. Menggambar model tekan-dan-tarik


𝑎 (1000−325)mm
= = 337.5𝑚𝑚 jadi ambil jarak 350mm didepan angker
2 2
550
Batang tarik 1-2 = 1371.051 450 = 1675.729 𝑘𝑁
187.5
Batang tarik 3-2 = 2604.998 = 1085.415 𝑘𝑁
450

Untuk memusatkan tegangan vertical di depan alat angker,maka gunakan


tulangan D16 dari plat ujung baja kaku yang mentransfer beban dari alat angker
kebeton

76

Universitas Sumatera Utara


=ϕ𝑓𝑦 𝐴𝑣 = 0.85𝑥400𝑥(2𝑥113.04) = 76.8672 𝑘𝑁
1675.729 𝑘𝑁
𝑛= = 21.8
76.8672 𝑘𝑁
Gunakan 22D12

Gunakan sengkang tertutup D16


=ϕ𝑓𝑦 𝐴𝑣 = 0.85𝑥400𝑥(2𝑥200.96) = 136.6528 𝑘𝑁
1085.415 𝑘𝑁
𝑛= = 7.9
136.6528 𝑘𝑁
pada jarak 0.2H= 320mm dari tepi maka gunakan 8D16- 40 mm

Gambar 4.9 Model Tekan dan tarik

77

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.10 Penulangan angker ujung (a) zona angker. (b) Penampang balok

4.2.2. Metode Perencanaan T.Y Lin

4. Bantalan (Bearing) untuk Angkur

Perhitungan tegangan tumpuan rata-rata di beton (fcp ) :

Gambar 4.11 Daerah pengangkuran di Ujung balok

78

Universitas Sumatera Utara


Pada beban kerja :

A′ b
fcp = 0.6f′c √ < f′c = 40 MPa
Ab

Tabel 4.9 Tumpu pada beban kerja metode T.Y Lin

Typ b b’ Dia. Dia. Block A′ b Ab Sqrt Teg Pmax As


e (m (m Sheat Sheat Area (mm2) (mm2) (A′ b tumpu (kN) Disara
m) m) (mm) (mm2) (mm2) /Ab ) fcp nkan
(MPa) (mm2)

12 215 275 63 3115.6 46225 75625 43109.33 1.3 39.89 1377.9 34539
12 215 275 63 3115.6 46225 75625 43109.33 1.3 39.89 1377.9 34539
19 265 335 84 5538.9 70225 112225 64686.04 1.2 39.64 2618.1 66036

Maka Tumpuan saat beban bekerja diujung balok aman < f′c = 40 MPa

Pada beban peralihan :

A′
fcp = 0.8f′c √ A b − 0.2 <1.25 f′ci = 40 MPa
b

Tabel 4.10 Tabel tumpu pada beban peralihan perencanaan T.Y Lin

Typ b b’ Dia. Dia. Block A′ b Ab Sqrt Teg Pmax As


e (m (m Sheat Sheat Area (mm2) (mm2) (A′ b tumpu (kN) Disaran
m) m) (mm) (mm2) (mm2) /Ab ) ijin kan
-0.2 (MPa) (mm2)
12 215 275 63 3115.6 46225 75625 43109.33 1.24 39.89 1377 34539
12 215 275 63 3115.6 46225 75625 43109.33 1.24 39.89 1377 34539
19 265 325 84 5538.9 70225 105625 64686.04 1.19 38.30 2618 66038

Maka Tumpuan saat beban peralihan diujung balok aman < 1.25 f′ci 40 MPa

5. Tegangan tarik transversal pada balok ujung

Tegangan tekan langsung rata-rata (f) berdasarkan isobar tegangan :

F 5374.10 kN
f = A = 0.11 (477375 mm2 )= 1.65 N/mm2

79

Universitas Sumatera Utara


6. Daerah Pengangkuran

Desain sengkang untuk mengontrol retak horizontal pada ujung gelagar I


girder yang diberikan pada gaya pratarik :

𝑇 ℎ 5374.10 kN 1600 𝑚𝑚
At = 0.021 f . l = 0.021 340 N/mm2 . 635 mm
= 836.358 mm2
s t

Gunakan sengkang tertutup D16 dengan jarak 320mm dari ujung balok 5D16-
65

Gambar 4.12 Penulangan geser pada perencanaan T.Y Lin

4.3 Desain Penulangan Geser Dapped End

Dimensi dapped end

H= 1600 mm

h= 900 mm

h’=700 mm

d= 832 mm

b= 650 mm

a= 850 mm

80

Universitas Sumatera Utara


Data-data

𝑉𝑎 = 992.82 kN

𝑃𝑡 = 7165.47 𝑘𝑁

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

Sudut kabel = 4.68°

𝑃𝑖 𝑥 = 5355.49 𝑘𝑁

𝑃𝑖 𝑦 = 446.89 𝑘𝑁

Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 446.89 𝑘𝑁 = 1439.71 𝑘𝑁

Perhatikan Gambar 4.13 berikut tegangan Inisial actual pada tendon ekivalen

𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 287.942 𝑘𝑁

Φ = 0.85

𝑓𝑐′ = 40 𝑀𝑃𝑎

𝑓𝑦 = 400 𝑀𝑃𝑎

Gambar 4.13 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End

81

Universitas Sumatera Utara


Perhitungan penulangan dapped end

1. Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang

𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛
1 𝑎 ℎ
𝐴𝑠 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900
𝐴𝑠 = [1439.71𝑥103 ( ) + 287.942𝑥103 ( )]
0.85𝑥400 832 832

𝐴𝑠 = 5242.16 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 7 dia. 32 As= 5629.8 mm2)

2. Direct shear

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = ≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)
𝑉𝑢

650 900
1000𝑥1𝑥 𝑥 𝑥1.4
𝜇𝑒 = 25.4 25.4
1439.71𝑥103
4.448
𝜇𝑒 = 3,9 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4

𝑁 287.942 𝑥 103
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 846.89mm2
𝑦

2𝑉𝑢 2( 1439.71)103
𝐴𝑠 = 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥3.4 + 584.01 = 1414.29 mm2

𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 5242.16 mm2

𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 − 𝐴𝑛 ) = 2197.63 mm2 (Gunakan 4 dia. 28 𝐴ℎ = 2197.63 𝑚𝑚 2)

Cek kuat geser :

650 832
0.85𝑥1000𝑥 𝑥
25.4 25.4
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 = 1000
= 713.59 kips

𝜙𝑉𝑛 = 713.59 kips =3174.05 > 1439.71kN OK

3. Tarik diagonal sudut

Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 = 1439.71 kN

𝑉 1439.71𝑥103
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 4234.44 mm2 (Gunakan 6 dia.32 𝐴𝑠ℎ = 4825.5 𝑚𝑚2 )
𝑦

82

Universitas Sumatera Utara


𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ )

maka gunakan 7 dia.28 (𝐴′𝑠ℎ = 4310,3 𝑚𝑚2)


4. Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang

650 832
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 𝑥
25.4 25.4
Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1000
=126.45 kips = 563.3 kN

1 𝑉 1 1439.71𝑥103
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 ( 0.85
− 563.3𝑥103 ) = 1413.1 𝑚𝑚 2
𝑦

(gunakan 5 D19 𝐴𝑣 = 1417.5 𝑚𝑚 2)

Cek perkuatan tambahan yang diperlukan:

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

𝜙𝑉𝑛 = 0.85(1417.5𝑥400 + 246.0𝑥400 + 563.3𝑥103 ) = 2115.5 kN

𝜙𝑉𝑛 2115.5
= = 1.47 ……………. Memenuhi syarat 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑠 dari desain Aid 11.2.3
𝑉𝑢 1439.71

f’c= 40 MPa = 5801.6 Psi

fy= 400 MPa = 5801.6 Psi

𝑑𝑏
𝐿𝑑 = 3000
√𝑓′𝑐

Untuk diameter 32 mm = 1.26 inch

𝑑𝑏 1.26
𝐿𝑑 = 3000 = 3000 = 49.6 inch = 126 cm
√𝑓′𝑐 √5801.6

Untuk diameter 28 mm = 1.10 inch

𝑑𝑏 1.10
𝐿𝑑 = 3000 = 3000 = 43.418 inch = 110 cm
√𝑓′𝑐 √5801.6

83

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.14 Detail penulangan dapped-end

4.4 Penulangan Geser pada beberapa variasi balok


4.4.1 Pada ujung balok konvensional dengan tendon melengkung

Data-data

Perencanaan menggunakan data-data yang telah disediakan dengan perletakan


tendon yang sama, gaya prategang aksial dan dimensi tinggi balok dengan ujung
perismatik 1600mm

𝑉𝑎 = 992.82 kN

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

Sudut kabel = 4.68°

𝑃𝑖 𝑥 = 5355.49 𝑘𝑁

𝑃𝑖 𝑦 = 446.89 𝑘𝑁

Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 446.89 𝑘𝑁 = 1439.71 𝑘𝑁

Tegangan Inisial actual pada tendon ekivalen

𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 287.942 𝑘𝑁

Φ = 0.85

84

Universitas Sumatera Utara


Tegangan geser yang terjadi :

Tinjauan Geser di bawah Garis Netral:

𝑉𝑟 =
X M V E Α 𝑃𝑥 𝑃𝑦 𝑓𝑣 𝑓𝑎 y As
𝑉𝑢 + 𝑃𝑦
(m) (kNm) (kN) (m) (rad) (kN) (kN) (kPa) (kPa) (rad) (m)
(kN)
0,15 723,190 992,819 0,01 0,081 4035,01 327,9 1320.74 4728.25 -4108,7 -0,58 0,03
1,00 644,635 921,655 0,06 0,066 4039,43 268,1 1189.73 4259.23 -2292,4 -0,65 0,01
2,00 572,467 850,490 0,13 0,069 4038,64 279,7 1130.23 4046.23 -70,97 -0,78 0,00
3,00 506,685 779,326 0,20 0,068 4038,96 275,1 1054.4 3774.75 1953,94 0,66 0,01
4,00 447,289 708,161 0,26 0,066 4039,55 266,3 974.48 3488.63 3782,27 0,54 0,04
5,00 394,280 637,592 0,31 0,063 4040,22 255,9 893.52 3198.78 5414,00 0,43 0,07
6,00 347,658 567,618 0,36 0,060 4040,91 244,7 812.32 2908.12 6849,14 0,35 0,13
7,00 307,423 497,644 0,40 0,058 4041,60 233,0 730.66 2615.75 8087,68 0,29 0.21
8,00 273,574 427,670 0,43 0,055 4042,28 221,0 648.7 2322.33 9129,63 0,24 0.34
9,00 246,111 357,696 0,46 0,052 4042,93 208,8 566.53 2028.18 9263,48 0,21 0.45
10,0 225,035 248,694 0,48 0,049 4043,54 196,5 445.2 1593.8 9879,99 0,16 0.61
11,0 210,350 100,665 0,50 0,045 4044,13 184,1 284.73 1019.32 10309,5 0,1 2.11
12,0 202,044 -47,365 0,50 0,042 4044,68 171,5 124.18 444.57 10552,5 0,04 11.55
12,8 200,000 -165,78 0,51 0,040 4045,09 161,4 -4.30 -15.4 10612,3 -0,00 97.19

Tabel 4.11 Tinjauan geser di atas garis netral

Tinjauan Geser di bawah Garis Netral:

𝑉𝑟 =
X M V E Α 𝑃𝑥 𝑃𝑦 𝑓𝑣 𝑓𝑏 y As
𝑉𝑢 + 𝑃𝑦
(m) (kNm) (kN) (m) (rad) (kN) (kN) (kPa) (kPa) (rad) (m)
(kN)
0,15 723,190 992,819 0,01 0,081 4035,02 327,92 1320.74 4731.85 -3287,01 -0,48 0,02
1,00 644,635 921,655 0,07 0,066 4039,43 268,08 1189.73 4262.47 -1833,9 -0,60 0,011
2,00 572,467 850,490 0,14 0,069 4038,64 279,74 1130.23 4049.31 -56,78 -0,78 0,00
3,00 506,685 779,326 0,20 0,068 4038,96 275,07 1054.4 3777.62 1563,15 0,68 0,01
4,00 447,289 708,161 0,26 0,066 4039,55 266,32 974.48 3491.29 3025,81 0,58 0,027
5,00 394,280 637,592 0,32 0,063 4040,22 255,92 893.52 3201.21 4331,20 0,49 0,052
6,00 347,658 567,618 0,36 0,060 4040,92 244,71 812.32 2910.33 5479,31 0,41 0,089
7,00 307,423 497,644 0,40 0,058 4041,61 233,01 730.66 2617.74 6470,15 0,34 0,143
8,00 273,574 427,670 0,44 0,055 4042,28 221,03 648.7 2324.09 7303,71 0,28 0.221
9,00 246,111 357,696 0,46 0,052 4042,93 208,83 566.53 2029.72 7410,79 0,25 0.292
10,00 225,035 248,694 0,49 0,049 4043,55 196,50 445.2 1595.01 7903,99 0,19 0.522
11,00 210,350 100,665 0,50 0,045 4044,13 184,06 284.73 1020.1 8247,65 0,12 1.358
12,00 202,044 -47,365 0,51 0,042 4044,68 171,55 124.18 444.91 8442,03 0,05 7.387
12,80 200,000 -165,78 0,51 0,040 4045,10 161,49 -4.30 -15.41 8489,86 0,00 62.11

Tabel 4.12 Tinjauan geser di bawah garis netral

85

Universitas Sumatera Utara


Jarak sengkang yang digunakan :

x Tinjauan Tinjauan Jarak yang


(m) Geser 1 Geser 2 diambil
0,15 30 20 50
1,00 10 10 50
2,00 0 0 50
3,00 10 10 100
4,00 40 27 100
5,00 70 52 100
6,00 130 89 150
7,00 210 143 150
8,00 340 221 200
9,00 450 292 200
10,00 810 522 250
11,00 211 1358 250
12,00 115.5 7373 250
12,80 9719 16211 250

Tabel 4.13 Jarak sengkang sepanjang balok beton prategang

Berdasarkan PCI Girder 6th Edition End Block sebagai landasan dihitung
secara khusus

Shear-friction

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥
𝜇𝑒 = 25.4 𝑥1.4
992.82𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 5.68 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4

1. Penulangan horizontal :
𝑉 992.82𝑥103
𝐴𝑣𝑓 = 𝜙𝜇𝑢 𝑓 =0.85𝑥3.4𝑥400 = 858.84 𝑚𝑚2
𝑒 𝑦

𝑁𝑢 198.564𝑥103
𝐴𝑛 = = = 584.01 𝑚𝑚2 .
𝜙𝑓𝑦 0.85𝑥400

𝐴𝑠 = 𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 = 858.84 𝑚𝑚2 +584.01 𝑚𝑚 2 = 1442.85 𝑚𝑚 2

(gunakan 3 D28 𝐴𝑠 = 1848.32 𝑚𝑚2 sepanjang 𝐿𝑑 = 110 𝑐𝑚 )

86

Universitas Sumatera Utara


2. Penulangan Vertikal

(𝐴𝑣𝑓 +𝐴𝑛 )𝑓𝑦 (472.25+321.135) 𝑥400


𝐴𝑠ℎ = = = 499.25 𝑚𝑚2
𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠 3.4𝑥340

(gunakan 7 D12 𝐴𝑠ℎ = 791.28 𝑚𝑚 2)

Sengkang ini diberi jarak h/4= 1600/4 = 400mm ,maka gunakakan 7 sengkang
D12-50 mm

Gambar 4.15 Detail penulangan End Block Solid tendon melengkung

4.4.2 Pada ujung balok konvensional dengan tendon lurus

Data-data

Dengan gaya prategang aksial yang sama dan dimensi tinggi balok yang sama

𝑉𝑎 = 992.82 kN

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

87

Universitas Sumatera Utara


Tegangan geser yang terjadi :

X M V 𝑓𝑣 𝑓𝑏 As Tinjauan Jarak yang


(m) (kNm) (kN) (kPa) (kPa) (m) Geser 2 diambil
0,15 723,190 992,819 3299,520 4953,368 0.013629 13.629 50
1,00 644,635 921,655 3299,520 4415,318 0.015290 15.290 50
2,00 572,467 850,490 3044,751 3921,013 0.015888 15.888 50
3,00 506,685 779,326 2789,983 3470,451 0.016449 16.449 50
4,00 447,289 708,161 2535,214 3063,633 0.016932 16.932 50
5,00 394,280 637,592 2282,577 2700,559 0.017294 17.294 50
6,00 347,658 567,618 2032,070 2381,229 0.017461 17.461 50
7,00 307,423 497,644 1781,564 2105,643 0.017312 17.312 50
8,00 273,574 427,670 1531,057 1873,801 0.016718 16.718 50
9,00 246,111 357,696 1280,550 1685,702 0.015543 15.543 50
10,0 225,035 248,694 890,324 1541,347 0.011819 11.819 50
11,0 210,350 100,665 360,379 1440,761 0.005118 5.118 50
12,0 202,044 -47,365 -169,567 1383,869 0.002507 2.507 50
12,8 200,000 -165,78 -593,524 1369,871 0.008865 8.865 50

Tabel 4.14 Tinjauan geser dan jarak sengkang yang digunakan

Berdasarkan PCI Girder 6th Edition End Block sebagai landasan dihitung
secara khusus

Shear-friction

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥
𝜇𝑒 = 25.4 𝑥1.4
1439.71𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 3.9 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4

1. Penulangan horizontal :
𝑉𝑢 1439.71𝑥103
𝐴𝑣𝑓 =
𝜙𝜇𝑒 𝑓𝑦
= 0.85𝑥3.4𝑥400 = 1245.42 𝑚𝑚2
𝑁𝑢 287.942
= = 0.2 (Memenuhi persyaratan minimum 0.2))
𝑉𝑢 1439.71

𝑁𝑢 287.942𝑥103
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑦
= 0.85𝑥400
= 846.88 𝑚𝑚2 .

88

Universitas Sumatera Utara


𝐴𝑠 = 𝐴𝑣𝑓 + 𝐴𝑛 = 1245.42 𝑚𝑚 2+846.88 𝑚𝑚2 = 2092, 𝑚𝑚2

(gunakan 4 D28 𝐴𝑠 = 2461.76 𝑚𝑚2 sepanjang 𝐿𝑑 = 110 𝑐𝑚 )

2. Penulangan Vertikal

(𝐴𝑣𝑓 +𝐴𝑛 )𝑓𝑦 (1245.42 +846.88)𝑥400


𝐴𝑠ℎ = = = 723.98 𝑚𝑚2
𝜇𝑒 𝑓𝑦𝑠 3.4𝑥340

(gunakan 7 D12 𝐴𝑠ℎ = 791,28 𝑚𝑚 2)

Sengkang ini diberi jarak h/4= 1600/4 = 400mm ,maka gunakakan 7


sengkang D12-50 mm

Gambar 4.16 Detail penulangan End Block Solid tendon lurus

4.4.3. Pada Dapped End dengan Tendon Lurus

Data-data

𝑉𝑢 = 992.82 kN

𝑃𝑡 = 7165.47 𝑘𝑁

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 198.564 𝑘𝑁

Φ = 0.85

89

Universitas Sumatera Utara


Perhitungan penulangan dapped end

1. Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang


𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛
1 𝑎 ℎ
𝐴𝑠 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900
= [992.82 𝑥103 ( ) + 198.564𝑥103 ( )]
0.85𝑥400 832 832

𝐴𝑠 = 3614.96 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 4 dia. 32 As= 4019.2 mm2)

2. Direct shear

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4
𝜇𝑒 =
992.82𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 5.68 karena nilai 𝜇𝑒 lebih besar dari yang diijinkan kita ambil 𝜇𝑒 = 3.4

𝑁 198.564 𝑥 103
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 584.0117 mm2
𝑦

2𝑉𝑢 2( 992.82)103
𝐴𝑠 = 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥3.4 + 584.0117 = 1156.57 mm2

𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 3614.96 mm2

𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 2099.485 mm2 (Gunakan 3 dia. 32 𝐴ℎ = 2411.52 𝑚𝑚 2)

Cek kuat geser :

650 832
0.85𝑥1000𝑥 𝑥
25.4 25.4
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 = 1000
= 712.505 kips

𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 992.82 kN OK

90

Universitas Sumatera Utara


3. Tarik diagonal sudut

Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 = 992.82 kN

𝑉 992.82 𝑥103
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 2920.058 mm2 (Gunakan 8 dia.22 𝐴𝑠ℎ =
𝑦

3039.52 𝑚𝑚2 )

𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ )

maka gunakan 4 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 3215.36 𝑚𝑚 2)

4. Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang

650 832
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 𝑥
25.4 25.4
Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1000
=126.45 kips = 562.45 kN

1 𝑉 1 992.82𝑥103
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 ( 0.85
− 562.45𝑥103 ) = 756.96 𝑚𝑚 2
𝑦

(gunakan 7 D12 𝐴𝑣 = 791.28 𝑚𝑚 2)

Cek perkuatan tambahan yang diperlukan:

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

𝜙𝑉𝑛 = 0.85(791.28𝑥400 + 2411.52 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 1567.03 kN

𝜙𝑉𝑛 1567.03
𝑉𝑢
= 992.82
= 1.57 …………… Memenuhi syarat 𝐴𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑠 Dari desain Aid 11.2.3

f’c= 40 MPa = 5801.6 Psi

fy= 400 MPa = 5801.6 Psi

𝑑𝑏
𝐿𝑑 = 3000
√𝑓′𝑐

Untuk diameter 32 mm = 1.26 inch

𝑑𝑏 1.26
𝐿𝑑 = 3000 = 3000 = 49.6 inch = 126 cm
√𝑓′𝑐 √5801.6

91

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.17 Detail penulangan dapped-end

4.5 Penulangan Geser pada beberapa variasi Lengkung Tendon

4.5.1 Tendon Lengkung 20o

𝑉𝑎 = 992.82 kN

𝑃𝑡 = 7165.47 𝑘𝑁

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

Sudut kabel = 20°

𝑃𝑖 𝑥 = 5050,002 𝑘𝑁

𝑃𝑖 𝑦 = 1838.050 𝑘𝑁

Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 1838.05 𝑘𝑁 = 2830.87 𝑘𝑁

𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 566.174 𝑘𝑁

92

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.18 Dimensi dan gaya-gaya Dapped-End

Perhitungan penulangan dapped end

1. Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang


𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛
1 𝑎 ℎ
𝐴𝑠 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900
= [2830.87𝑥103 ( ) + 566.174𝑥103 ( )]
0.85𝑥400 832 832

𝐴𝑠 = 10307.537 𝑚𝑚2 ( Gunakan 13 dia. 32 As= 10449.92 mm2)

2. Direct shear

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4
𝜇𝑒 =
2830.87𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 1.99

𝑁 566.174 𝑥 103
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 1665.217 mm2
𝑦

2𝑉𝑢 2( 2830.87)103
𝐴𝑠 = 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.9 + 1665.217 = 4448.06 mm2

𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 10307.537 mm2

𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 5986.377 mm2 (Gunakan 8 dia. 32 𝐴ℎ = 6430,72 𝑚𝑚 2)

93

Universitas Sumatera Utara


Cek kuat geser :

650 832
0.85𝑥1000𝑥 𝑥
25.4 25.4
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 = 1000
= 712.505 kips

𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 2830.87 kN OK

3. Tarik diagonal sudut

Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛 992.82 kN

𝑉 992.82 𝑥103
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 2920.058 mm2 (Gunakan 8 dia.22 𝐴𝑠ℎ =
𝑦

3039.52 𝑚𝑚2 )

𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ )

maka gunakan 4 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 3215.36 𝑚𝑚 2)

4. Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang

650 832
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 𝑥
25.4 25.4
Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = =126.45 kips = 562.45 kN
1000

1 𝑉 1 992.82𝑥103
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 ( 0.85
− 562.45𝑥103 ) = 756.96 𝑚𝑚 2
𝑦

(gunakan 7 D12 𝐴𝑣 = 791.28 𝑚𝑚 2)

Cek perkuatan tambahan yang diperlukan:

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

𝜙𝑉𝑛 = 0.85(791.28𝑥400 + 2411.52 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 1567.03 kN

𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK

94

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.19 Gambar peulangan Dapped-End lengkung 20o

4.5.2 Tendon Lengkung 30o

𝑉𝑎 = 992.82 kN

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

Sudut kabel = 30°

𝑃𝑖 𝑥 = 4654.107 𝑘𝑁

𝑃𝑖 𝑦 = 2687.05 𝑘𝑁

Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 2687.05 𝑘𝑁 = 3679.87 𝑘𝑁

𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 735.97 𝑘𝑁

Perhitungan penulangan dapped end

1. Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang


𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛
1 𝑎 ℎ
𝐴𝑠 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900
= [3679.9𝑥103 ( ) + 735.97𝑥103 ( )]
0.85𝑥400 832 832

95

Universitas Sumatera Utara


𝐴𝑠 = 13399 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 17 dia. 32 As= 13665 mm2)

2. Direct shear

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥 25.4 𝑥1.4
𝜇𝑒 =
3679.9𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 1.53

𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 2164.6 mm2
𝑦

2𝑉𝑢 2( 3679.9)103
𝐴𝑠 = 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.53 + 214.6 = 6867 mm2

𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 13399 mm2

𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 7781.7 mm2 (Gunakan 10 dia. 32 𝐴ℎ = 8038.4 𝑚𝑚2)

Cek kuat geser :

650 832
0.85𝑥1000𝑥 𝑥
25.4 25.4
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 = 1000
= 712.505 kips

𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 3679.9 kN TIDAK OK

3. Tarik diagonal sudut

Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛

𝑉 3169.22𝑥103
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 9321.2 mm2 (Gunakan 16 dia.28 𝐴𝑠ℎ = 9874 𝑚𝑚 2 )
𝑦

𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ )

maka gunakan 13 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 10450 𝑚𝑚2)

4. Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang

650 832
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 𝑥
25.4 25.4
Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1000
=126.45 kips = 562.45 kN

96

Universitas Sumatera Utara


1 𝑉 1 3679.9𝑥103
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( 𝜙𝑢 − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = 2𝑥400 ( 0.85
− 562.45𝑥103 ) = 4708.5 𝑚𝑚 2
𝑦

(gunakan 13 D22 𝐴𝑣 = 4939.2 𝑚𝑚2 )

Cek perkuatan tambahan yang diperlukan:

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

𝜙𝑉𝑛 = 0.85(4708.5𝑥400 + 781.7 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 4890.4 kN

𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK

Gambar 4.20 Gambar peulangan Dapped-End lengkung 30o

4.5.3 Tendon Lengkung 45o

𝑉𝑎 = 992.82 kN

Tegangan setelah friksi 75%𝑃𝑡 = 5374.10 𝑘𝑁

Sudut kabel = 45°

𝑃𝑖 𝑥 = 3800.062 𝑘𝑁

𝑃𝑖 𝑦 = 3800.062 𝑘𝑁

Maka 𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 +𝑃𝑖 𝑦 = 992.82 kN + 3800.062 𝑘𝑁 = 4792.882 𝑘𝑁

97

Universitas Sumatera Utara


𝑁𝑢 = 0.2𝑥𝑉𝑢 = 958.58 𝑘𝑁

Perhitungan penulangan dapped end

1. Lentur dan tarik aksial pada ujung yang diperpanjang


𝐴𝑠 = 𝐴𝑓 + 𝐴𝑛
1 𝑎 ℎ
𝐴𝑠 = [𝑉𝑢 ( ) + 𝑁𝑢 ( )]
𝜙𝑓𝑦 𝑑 𝑑
1 850 900
= [4792.9𝑥103 ( ) + 958.58𝑥103 ( )]
0.85𝑥400 832 832

𝐴𝑠 = 17451 𝑚𝑚 2 ( Gunakan 22 dia. 32 As= 17684 mm2)

2. Direct shear

1000𝜆𝑏ℎ𝜇
𝜇𝑒 = 𝑉𝑢
≤ 3.4 (nilai pada tabel 3.3.)

650 900
1000𝑥1𝑥 25.4 𝑥
𝜇𝑒 = 25.4 𝑥1.4
3679.9𝑥103
4.448

𝜇𝑒 = 1.17

𝑁
𝐴𝑛 = 𝜙𝑓𝑢 = 2819.3 mm2
𝑦

2𝑉𝑢 2( 4792.9)103
𝐴𝑠 = 3𝜙𝑓𝑦 𝜇𝑒
+ 𝐴𝑛 = 3𝑥0.85𝑥400𝑥1.53 + 2819.3 = 10796 mm2

𝐴𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 17451 mm2

𝐴ℎ = 0.5 (𝐴𝑠 + 𝐴𝑛 ) = 10135 mm2 (Gunakan 13 dia. 32 𝐴ℎ = 10450 𝑚𝑚2 )

Cek kuat geser :

650 832
0.85𝑥1000𝑥 𝑥
25.4 25.4
𝜙𝑉𝑛 = 𝜙1000. 𝑏. 𝑑 = 1000
= 712.505 kips

𝜙𝑉𝑛 = 712.505 kips =3169.22 > 4792.9 kN TIDAK OK

3. Tarik diagonal sudut

98

Universitas Sumatera Utara


Ambil, 𝑉𝑢 = 𝜙𝑉𝑛

𝑉 3169.22𝑥103
𝐴𝑠ℎ = 𝜙𝑓𝑢 = 0.85𝑥400
= 9321.2 mm2 (Gunakan 16 dia.28 𝐴𝑠ℎ = 9874 𝑚𝑚 2 )
𝑦

𝐴′𝑠ℎ harus disediakan dengan syarat (𝐴′𝑠ℎ ≥ 𝐴𝑠ℎ )

maka gunakan 13 dia.32 (𝐴′𝑠ℎ = 10450 𝑚𝑚2)

4. Tarik diagonal pada ujung yang di perpanjang

650 832
2𝑥1𝑥√40𝑥142.23𝑥 𝑥
25.4 25.4
Kapasitas beton = 2𝜆√𝑓𝑐 ′ 𝑏𝑑 = 1000
=126.45 kips = 562.45 kN

1 𝑉𝑢 1 4792.882𝑥103
𝐴𝑣 = 2𝑓 ( − 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′) = ( − 562.45𝑥103 ) = 6345.3 𝑚𝑚2
𝑦 𝜙 2𝑥400 0.85
(gunakan 17 D22 𝐴𝑣 = 6459 𝑚𝑚2 )

Cek perkuatan tambahan yang diperlukan:

𝜙𝑉𝑛 = 𝜙(𝐴𝑣 . 𝑓𝑦 + 𝐴ℎ . 𝑓𝑦 + 2𝑏𝑑𝜆√𝑓𝑐 ′)

𝜙𝑉𝑛 = 0.85(6345.3𝑥400 + 10135 𝑥400 + 562.45𝑥103 ) = 6227.1 kN

𝜙𝑉𝑛 > 𝑉𝑢 OK

Gambar 4.21 Detail penulangan Dapped-End lengkung 45o

99

Universitas Sumatera Utara


Analisis Perbandingan :

00 200 300 450


𝑉𝑢
992,82 2830,87 3679,87 4792,88
(kN)
Tulangan tarik dan aksial 𝐴𝑠 4D32 13D32 10D32 22D32
Direct Shear 𝐴ℎ 3D28 8D32 16D28 13D32
Tark diagonal sudut 𝐴𝑠ℎ 8D22 14D28 13D32 16D28
Tarik diagonal Sudut 𝐴′𝑠ℎ 4D32 11D32 13D32 13D22
Tarik diagonal 𝐴𝑣 7D12 10D22 13D22 17D22

Tabel 4.15 Perbandingan beberapa variasi tendon

4.6 Diskusi Hasil Perencanaan

1. Tugas akhir ini membandingkan persayaratan SNI 2012,metode T.Y Lin


referensi perhitungan PCI Girder
2. Pada Balok Girder I ataupun bentuk lainnya, End Block atau ujung-ujung
beam dibuat balok solid diujung yaitu daerah terganggu / daerah
pengangkuran global sepanjang tinggi balok
3. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan data-data perecanaan yang
diambil dari data-data yang sudah ada sebelumnya, dari data tersebut
penampang tidak kuat (preliminary) karena daerah aman kabel tidak
terpenuhi, maka pada kasus ini digunakan penampang Dappped end.
4. Perencanaan SNI lebih detail karena dalam perencanaan tulangannya juga
menganalisis distribusi tegangan berdasarkan metode Magnel, Guyon dan
Zielinski and Rowe. Analisis ini bermanfaat untuk mendapatkan distribusi
tegangan tarik melintang atau tulangan bursting pada balok angkur
(endblock).
5. Penulangan pada ujung balok Dapped end membutuhkan analisa berbeda
dengan balok perismatik biasa, pada dapped end model-model keruntuhan

100

Universitas Sumatera Utara


lebih banyak dibandingkan dengan balok perismatik,sehingga diperlukan
perencanaan tulangan yang lebih banyak.
 Pada ujung balok Dapped end digunakan tulangan Lentur dan tarik aksial,
Direct shear, Tarik diagonal sudut dan Tarik diagonal
 Pada ujung balok perismatik digunakan tulangan terdapat Penulangan
Horizontal, dan Penulangan Verikal
6. Perencanaan tulangan geser pada ujung balok banyak dipengaruhi bentuk
lintasan tendon, lintasan lengkung mereduksi lebih banyak gaya geser yang
yang terjadi dibandingkan lintasan lurus. (Tabel 4.16)
7. Tulangan geser Vertikal :
Pada Dapped end tendon melengkung : 6239.97 𝑚𝑚2
Pada Ujung solid tendon melengkung : 3253.04 𝑚𝑚2
Pada Dapped end tendon lurus : 3830.80 𝑚𝑚2
Pada Ujung solid tendon lurus : 2637.60 𝑚𝑚2

Dapped End Dapped end


Tendon melengkung Variasi tendon Lurus
Tulangan tarik dan aksial 𝐴𝑠 7D32 4D32
Direct Shear 𝐴ℎ 4D28 3D28
Tark diagonal sudut 𝐴𝑠ℎ 6D32 8D22
Tarik diagonal Sudut 𝐴′𝑠ℎ 7D28 4D32
Tarik diagonal 𝐴𝑣 5 D19 7 D12

Ujung solid Ujung Solid


Tendon melengkung Variasi tendon Lurus
Penuklangan Horizontal 𝐴𝑠 4D28 3D28
Penulangan Vertikal 𝐴𝑠ℎ 7D12 7D12

Tabel 4.16 Pebandingan tulangan geser pada beberapa variasi end block

8. Gaya geser ultimit yang digunakan :


Untuk tendon melengkung digunaksn proyeksi gaya yang tegak lurus kearah
sumbu x dan arah sumbu y, pada gambar diatas dijelaskan bahwa gaya tendon
kearah y vertical yang kita gunakan melawan gaya aksi yang diberikan
tendon, seperti yang diterangkan pada gambar 4.21.

101

Universitas Sumatera Utara


𝑉𝑢 = 𝑉𝑎 + 𝑃𝑖 𝑠𝑖𝑛Ɵ

Maka, Gaya geser ultimit yang digunakan dalam perencanaan tulangan pada
ujung balok berujung penuh maupun dapped-end merupakan penjumlahan
gaya lintang akibat pembebanan total ditambah gaya proyeksi kabel
prategang terhadap arah sumbu Y vertical.

Gambar 4.22 Gaya geser ultimit yang digunakan untuk perhitungan tulangan geser

102

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tujuan dari studi tugas akhir ini adalah untuk menganalisis dan mendesain tulangan
endblock balok prategang dengan meneliti tendon dan dimensi

1. Dari analisis yang telah dilakukan , metode SNI 2012 menghasilkan


jumlah tulangan yang digunakan 8D16 sedangkan pada metode T.Y Lin
Jumlah tulangan yang digunakan 5D16. Maka metode T.Y lin
menghasilkan desain yang lebh efisien dengan mereduksi tulangan yang
digunakan sampai 37.50%.

2. Pada variasi sudut tendon,semakin besar elevasi sudut tendon maka


jarak tulangan geser semakin rapat dengan selisih sebesar 36.27% .
Karena gaya prategang aksial yan diberikan cukup besar maka tendon
dengan sudut 30° dan 45° tidak memenuhi batas kuat geser yang
diperlukan.

3. Pada perbandingan penampang berbentuk solid dan dapped end dengan


gaya prategang dan tinggi penampang yang sama, penulangan berujung
solid lebih efektif dan efisien digunakan dengan presentasi selisih
28.76%

4. Tulangan bursting Magnel merupakan yang paling efisien dibanding


metode Guyon dan Zeilinski and Rowe dengan presentasi selisih
33.33%

103

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan studi analisis dan desain tulangan
geser dengan beberapa variasi end block pada beton prategang
1. Dalam penggambaran strut and tie untuk memperoleh model yang
proporsional pada rangka batang gaya harus menggunakan skala, karena
ketepatan gambar diperlukan untuk perhitungan selanjutnya.

2. Banyak metode yang dapat digunakan untu mnentukan penulangan ujung


balok, hendaknya perencana memilih metode yang paling efektif dan
efisien dalam pengaplikasiannya,

3. Perlu penelitian khusus untuk mengkaji pengaruh gaya-gaya terhadap


pola retak pada balok dengan menganalisis defleksi yang terjadi.

104

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abeles, P.W. & Bardhan-Roy, B. K., 1981. Prestressed Concrete Designer’s


Handbook Third Edition. H.Charlesworth & Co. Ltd.

Budiadi, Andri.2008. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta : CV Andi


Offset

Departemen Pekerjaan Umum. 2012. SNI 7833:2012 Tata Cara Perancangan


beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan Gedung. Dept. PU, Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum. 2013. SNI 2847:2012 Tata Cara Perhitungan


Struktur Bangunan Gedung. Dept. PU, Bandung.

Nawy, Edward G. 2001. Prestressed Concrete: a Fundamental Approach, 3th


Edition. Jakarta: Erlangga.

Lin,T. Y. & Ned H. Burns. 1981. Design of Prestresssed Concrete Structure Third
Edition. USA: John Wiley & Sons

Naaman, Antoine E. 1982. Prestressed Concrete Analysis and Design


Fundamental. USA :McGraw-Hill Book company.

Raju, N Krishna. 2009. Beton Prategang Second Edition. Jakarta: Erlangga.

Fauzia, Irfani. Analisis dan Desain End Block balok beton prategang dengan model
penunjang dan pengikat (Strut and Tie Model) (Tugas Akhir). Bandung:
Universitas Kristen Maranatha

Febrian K, Erik and Herawan. 2006. Evaluasi distribusi tegangan pada endblock
beton prategang pascatarik (Undergraduate Thesis). Semarang: Universitas
Dipenegoro

Siregar, Adriansyah Pami Rahman. 2014. Redesain Prestress (Post-Tension) Beton


Pracetak I Girde Antara Pier 4 dan Pier 5, Ramp 3 Junction Kualanamu (Tugas
Akhir). Medan: Universitas Sumatra Utara

xv

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai