Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS PROSES PRODUKSI DAN LINGKUNGAN KERJA

INDUSTRI SEPATU VANS

Disusun oleh:

Kelompok : 1
Bagian: Penyakit Akibat Kerja/Kecelakaan Kerja*
Anggota Kelompok:

Aditia Rizka Rahadi M. Syaiful Ikhsan


Afifah Sholiha Mahda Faisal Waber
Agus Achmad Susilo Rifda Savirani
Agy Firstiawan wahyosi Siti Dewi Ambarwati
Ambhari Paramastrya Putri Hikmah Tri
Anang Bayu Seta Husni Farid
Arima Silvia Septiarly Achmad Fauzan Ailani
Asni Marlia Adib Danurdipta
Bramantya Andyatma Aliefia Firdausie Nuzula
Devi Putri Ramadani Amalia Ghanita Herdiana
Diyo Isworo Tunggal Kurniawan Yeni octavia

PELATIHAN HIPERKES DAN KK BAGI DOKTER PERUSAHAAN


ANGKATAN X
KOORDINASI FAKULTAS KEDOKTERAN UMM DENGAN DIREKTORAT
BINA K3
KEMENTRIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
14-19 DESEMBER 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantisa kita


panjatkan kehadirat Tuhan
YME, karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah penulis
bisa menyelesaikan Tugas
Kunjungan Perusahaan dalam
rangka Pelatihan Dokter
Hiperkes dengan materi
 Laporan Potensi Bahaya
Faktor
Fisik diantaranya faktor
kebisingan, cahaya, dan iklim
kerja.
Tujuan dari penulisan
laporan tugas akhir ini
adalah sebagai sarana untuk
ii
menyempurnakan atau
sebagai syarat kelulusan dari
pelatihan hiperkes. Laporan
tugas hiperkes ini disusun
berdasarkan pengamatan, dan
materi-materi yang
didapatkan dari kunjungan ke
PT. MEGA ANDALAN
KALASAN.
Penulis berharap, dengan
adanya laporan ini kedua
belah pihak dapat saling
memenuhi kelengkapannya
masing-masing, yakni
persyaratan kelulusan
Pelatihan
iii
Hiperkes bagi para dokter, dan
sebagai bahan Evaluasi
perbaikan sistem K3 bagi PT.
MAK, meskipun hasil analisis
dari laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan, penulis
mengharapkan adanya saran
dan kritik yang membangun.
Semoga laporan tugas akhir
ini dapat bermanfaat.
Puji syukur senantisa kita
panjatkan kehadirat Tuhan
YME, karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah penulis
bisa menyelesaikan Tugas
Kunjungan Perusahaan dalam
iv
rangka Pelatihan Dokter
Hiperkes dengan materi
 Laporan Potensi Bahaya
Faktor
Fisik diantaranya faktor
kebisingan, cahaya, dan iklim
kerja.
Tujuan dari penulisan
laporan tugas akhir ini
adalah sebagai sarana untuk
menyempurnakan atau
sebagai syarat kelulusan dari
pelatihan hiperkes. Laporan
tugas hiperkes ini disusun
berdasarkan pengamatan, dan
materi-materi yang
v
didapatkan dari kunjungan ke
PT. MEGA ANDALAN
KALASAN.
Penulis berharap, dengan
adanya laporan ini kedua
belah pihak dapat saling
memenuhi kelengkapannya
masing-masing, yakni
persyaratan kelulusan
Pelatihan
Hiperkes bagi para dokter, dan
sebagai bahan Evaluasi
perbaikan sistem K3 bagi PT.
MAK, meskipun hasil analisis
dari laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan, penulis
vi
mengharapkan adanya saran
dan kritik yang membangun.
Semoga laporan tugas akhir
ini dapat bermanfaat
Puji syukur senantisa kita
panjatkan kehadirat Tuhan
YME, karena atas berkat
dan rahmat-Nya lah penulis
bisa menyelesaikan Tugas
Kunjungan Perusahaan dalam
rangka Pelatihan Dokter
Hiperkes dengan materi
 Laporan Potensi Bahaya
Faktor
Fisik diantaranya faktor
kebisingan, cahaya, dan iklim
kerja.
vii
Tujuan dari penulisan
laporan tugas akhir ini
adalah sebagai sarana untuk
menyempurnakan atau
sebagai syarat kelulusan dari
pelatihan hiperkes. Laporan
tugas hiperkes ini disusun
berdasarkan pengamatan, dan
materi-materi yang
didapatkan dari kunjungan ke
PT. MEGA ANDALAN
KALASAN.
Penulis berharap, dengan
adanya laporan ini kedua
belah pihak dapat saling
memenuhi kelengkapannya
masing-masing, yakni
viii
persyaratan kelulusan
Pelatihan
Hiperkes bagi para dokter, dan
sebagai bahan Evaluasi
perbaikan sistem K3 bagi PT.
MAK, meskipun hasil analisis
dari laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan, penulis
mengharapkan adanya saran
dan kritik yang membangun.
Semoga laporan tugas akhir
ini dapat bermanfaat.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmatNya penulis

dapat menyelesaikan Laporan Analisis Proses Produksi dan Lingkungan Kerja Industri

Sepatu Vans. Laporan ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas Pelatihan Hiperkes dan

KK Angkatan X. Pelatihan Hiperkes yang diadakan pada tanggal 14-19 September 2020

ini ialah hasil koordinasi Fakultas Kedokteran UMM dengan Direktorat Bina K3

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

ix
Laporan ini disusun berdasarkan pengamatan dari video berdurasi delapan menit

berjudul “Proses Pembuatan Sepatu Vans (Original) This Real Production” yang kami

analisis berdasarkan materi yang sudah disampaikan saat pelatihan. Kami menyadari

laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran

yang membangun. Semoga bermanfaat.

Malang, 19 Desember 2020

Penulis

x
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………...………………..………………ii
DAFTAR ISI……………………………………...…..………..…………………iii
KATA PENGANTAR.…………………………...…..………..…………………iv
RINGKASAN..............…………………………...…..………..…………………v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Umum Industri...................................................................1
1.2 Deskripsi Proses Produksi..................................................................6
1.3 Deskripsi Lingkungan Kerja...............................................................6
1.4 Deskripsi Tenaga Kerja......................................................................8
1.5 Proses Produksi...................................................................................8
BAB 2 ANALISIS RESIKO
2.1 Keselamatan Kerja ............................................................................10
2.1.1 Proses Produksi.........................................................................10
2.1.2 Lingkungan Kerja.....................................................................11
2.1.3 Tenaga Kerja............................................................................11
2.2 Kesehatan Kerja.................................................................................12
2.2.1 Penyakit Infeksi........................................................................12
2.2.2 Penyakit Non Infeksi................................................................12
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Keselamatan Kerja.............................................................................13
3.2 Kesehatan Kerja.................................................................................17
3.3 Rekomendasi......................................................................................
3.3.1 Keselamatan Kerja....................................................................21
3.3.2 Kesehatan Kerja........................................................................23
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan........................................................................................29
4.2 Saran..................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................32

xi
RINGKASAN

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah hal vital yang dimiliki oleh suatu

perusahaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja.

Pengendalian resiko dimulai dengan identifikasi resiko, yang datanya didapatkan dengan

survey, dalam hal ini kami mengamati lewat video berjudul “Proses Pembuatan Sepatu

Vans (Original) This Real Production”. Komponen yang kami amati meliputi proses

produksi, lingkungan kerja, tenaga kerja serta penyakit infeksi/non infeksi.

Potensi hazard pada proses produksi meliputi faktor fisika (bising, getaran mesin),

faktor biologi (kelembaban akibat ruangan panas kurang ventilasi), faktor kimia (lem

sepatu), faktor ergonomi (posisi pekerja berdiri secara kontinyu dan penggunaan

pergelangan tangan berulang). Potensi hazard pada lingkungan kerja ialah pencahayaan

yang minimal disertai tenaga kerja yang kurang kesadarannya dalam pemakaian APD.

Rekomendasi yang diusulkan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja cukup komprehensif, mencakup proses produksi, lingkungan kerja, kondisi

karyawan, kebijakan manajemen disertai regulasi dan Undang-Undang, yang akan kami

paparkan di bagian pembahasan.

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Umum Industri

Vans merupakan perusahaan sepatu yang didirikan pada tanggal 16 Maret

1966 oleh Paul Van Doren dan Jim Van Doren serta dua rekannya bernama

Gordon Lee dan Serge Delia.Didirikan pertama kali di 704 E.Broadway,

Anaheim, California. yang dapat dilihat pada gambar 1.1. The Van Doren

Rubber Company merupakan nama perusahaan pertama kali sebelum

berganti menjadi Vans. Beberapa produk yang telah di produksi oleh Vans

di antaranya sepatu dengan seri Authentic, SK8Hi, dan Old Skool serta Era

yang menjadi best seller, Clothing berupa T-shirt, shirt, jacket, jeans, pants,

tanks hingga shorts, dan Accessories berupa topi, tas, sabuk, dompet, kaos

kaki, kacamata hingga shoe care.

Gambar 1.1 Toko Pertama


Vans

Pada pagi di hari pertama, 12 pelanggan membeli sepatu yang

membuat langsung di hari itu juga dan siap untuk diambil di sore hari.

1
Ketika itu nama series sepatu pertama mereka The Vans #44 deck

shoes, yang sekarang dikenal sebagai Authentic.

Yang dapat dilihat pada gambar 1.2 & 1.3.

Gambar 1.2 Produksi


Pertama Vans

Gambar 1.3 Vans


Authentic

Pada saat itu pemain skateboard di Southern California pada

awal tahun 1970 hampir semuanya menyukai dan memakai sepatu

Vans, dan pada tahun 1975, Vans #95 atau yang sekarang dikenal

sebagai Vans Era dirancang oleh Tony Alva dan Stacy Peralta. Dengan

bagian kerah yang empuk dan kombinasi warna yang berbeda Vans Era

2
menjadi sepatu pilihan bagi generasi pemain skateboard pada masa itu,

yang dapat dilihat pada gambar 1.4.

Gambar 1.4
Vans Era

Pada tahun 1979, Vans memperkenalkan #44 Shoe atau yang

sekarang dikenal dengan Vans Slip-on, dan dengan bantuan pemain

skateboard dan pengendara BMX, Vans Slip-On menjadi sesuatu yang

booming di Southern California. dan pada akhir tahun 1970-an, Vans

ekspansi store mereka dengan memiliki 70 toko di California dan

menjual melalui dealer-dealer sepatu baik secara nasional maupun

internasional.

Gambar 1.5 Vans


Slip-On

3
Pada tahun 1980-an, Paul Van Doren mulai mengambil peran yang

lebih kecil dalam kegiatan perusahaannya. Selama periode ini, Vans

mulai membuat sepatu untuk beberapa olahraga seperti baseball,

basketball, wrestling sampai skydiving untuk mencoba bersaing dengan

perusahaan-perusahaan sepatu lainnya.

Vans Slip-Ons yang dapat dilihat pada gambar 1.5. Mendapat

perhatian dan daya tarik internasional ketika mereka dipakai oleh Sean

Penn pada 1982, film ikon anak muda pada kala itu "Fast Times at

Ridgemont High" Meskipun Vans sepatu yang laris manis, berbagai

macam polemik yang dihadapi seperti produk yang diproduksi sangat

besar dan menyerap sumber daya yang besar, manajemen perusahaan

yang kurang baik memaksa Vans memiliki hutang yang besar dan

mengalami kebangkrutan pada tahun 1983.Hanya berselang tiga tahun

dari kebangkrutannya, Vans telah membayar kembali semua kreditur dan

keluar dari kebangkrutannya. dan pada tahun 1988 pemilik asli Vans

menjual ke sebuah perusahaan investasi perbankan, dan dengan dukungan

finansial pemilik baru, Vans memperluas dan meningkatkan eksistensinya

di seluruh dunia.

Vans mulai manufaktur sepatu di luar negeri pada tahun 1994,

memungkinkan untuk pengembangan gaya sepatu baru, dan ekspansi

besar- besaran mulai dilakukan. Vans mulai merajai action sport

industri di dunia dengan mensponsori inaugural Triple Crown of

skateboarding dengan eventskateboarding, BMX, surfing, wakeboarding,

snowboarding, motocross and super cross.

4
Vans diakui oleh Forbes pada tahun 2000 dan kemudian tahun

2001 mendapatkan penghargaan serupa sebagai “America’s Best Small

Companies”. Pada tahun 2001 Vans pembiayaan produksi Film

Dogtown and Z-Boys, Stacy Peralta telibat pada Film itu. Film ini

menyabet penghargaan Audience Award dan the Best Director Award

pada ajang Sundance Film Festival. Film diceritakan oleh Sean Penn.

ditahun yang sama Vans membeli dan membuat event the Vans Warped

Tour, dan merajai event action sports and music festival Amerika.

Pada tahun 2004 Vans membuat sistem pembelian Vans Customs

di www.vans.com, memungkinkan calon pembeli bisa merancang

sendiri classic slip-ons dengan ratusan warna dan pola yang bisa dipilih

sendiri. Vans kemudian membuat event skateboard bowl contest terbaik,

Pro-tec Pool Party 2005 yang berlangsung di the replica of the legendary

Combi Bowl di Vans Skate Park di the Block at Orange. Pada tahun yang

sama, Vans Warped Tour menarik lebih dari

680.000 penggemar punk selama musim panas. menempatkannya sebagai

running konser series terpanjang di Amerika. kemudian Vans mengadopsi

sebuah konsep baru dalam kontes skateboard street dengan Vans

Downtown Showdown, diselenggarakan di Universal Studios pada Hari

Buruh.

Vans terus berinovasi dan mengembangkan bisnisnya dan menjadi

salah satu Industri yang besar di dunia, dan bisa dikatakan sejajar dengan

5
Nike, adidas dan industri besar lainnya.dan ini berawal dari hal kecil dan

mimpi yang besar.

1.2 Deskripsi Proses Produksi

Perusahaan sepatu dalam memproduksi sepatu memiliki proses yang

runtut dan teratur. Dalam membuat sepatu di gunakan alat mesin dan juga

tenaga manusia. Proses produksi pembuatan sepatu meliputi proses

pendesainan, pembuatan cetakan sol, injeksi sol, pemotongan, penjahitan,

penggabungan dan pengeleman, dan pengepakan.

1.3 Deskripsi Lingkungan Kerja

Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik meliputi faktor kebisingan, pencahayaan, vibrasi, iklim

kerja. Pada faktor kebisingan, terdapat mesin jahit yang berjalan bersamaan.

Hal tersebut dapat menimbulkan kebisingan dan dapat memengaruhi

konsentrasi pekerja. Sumber kebisingan yang lain yaitu berasal dari mesin

pembuatan cetakan sol sepatu dan mesin pemotong sol sepatu. Pabrik sudah

menyediakan alat pelindung yaitu berupa earmuff dan headset.

Pencahayaan pada pabrik baik pada unit desain, pembuatan cetakan sol

sepatu, penjahitan, serta pemotongan dan finishing cukup terang. Pencahayaan

merupakan faktor yang sangat penting karena cahaya yang kurang akan

membuat perkerja mudah lelah serta jika dibiarkan berkepanjangan dapat

menimbulkan penyakit seperti nyeri kepala, gangguan penglihatan, dan lain-

lain. Pabrik mengoptimalkan pencahayaan melalui ventilasi yang cukup dan

lampu yang cukup terang.

6
Mesin jahit dan alat pemotong merupakan sumber vibrasi yang cukup

kuat. Pabrik sudah menyediakan bantalan untuk meredam kekuatan vibrasi

yang diterima oleh pekerja sehingga meminimalisir terjadinya penyakit akibat

kerja

Dalam satu ruangan terdapat beberapa unit kerja, termasuk didalamnya

unit desain, produksi, penjahitan, serta finishing. Hal tersebut membuat suhu

ruangan yang cukup panas karena dalam satu ruangan terdapat banyak orang.

Selain itu, beberapa mesin dalam ruangan juga dapat meningkatkan suhu

ruangan, seperti mesin press dan mesin pemotong. Oleh karena itu ventilasi

harus didesain sedemikian rupa sehingga suhu ruangan dapat diturunkan.

Lingkungan Kimia

Pada bagian produksi, terutama pada bagian penggabungan masing masing

bagian sepatu para pekerja beresiko untuk terkena lem sepatu. Bahan dari lem

tersebut bereiko untuk terhirup oleh pekerja. Oleh karena itu pabrik

menyediakan masker untuk pekerja pada bagian tersebut. Selain itu, jika lem

terkena tangan dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit.

Lingkungan Biologi

Posisi pekerja satu sama lain sangat berdekatan, banyak bahan baku yang

bertumpuk dan tidak semua pekerja menggunakan masker sehingga dapat

beresiko terinfeksi bakteri ataupun virus. Selain itu pekerja juga beresiko

tertusuk dan terinfeksi clostridium tetani.

Lingkungan Ergonomi

Pada sebagian besar unit kerja, posisi kerja pegawai berdiri. Selain itu

posisi menjahit pada unit kerja penjahitan juga sedikit menunduk.

7
Lingkungan Sosial Budaya

Posisi kerja antar karyawan jaraknya dekat yang mana hal tersebut

beresiko menularkan penyakit. Namun disisi lain hal tersebut juga

menguntungkan untuk psikologis pekerja karena pekerja dapat berinteraksi

satu sama lain.

1.4 Deskripsi Tenaga Kerja

Jumlah karyawan pada PT. VANS pada tahun 2019 di laporkan jumlah

tenaga kerja aktif keseluruhan berjumlah 13.788 orang, yang terbagi 7,756

ribu tenaga kerja perempuan, dan 6,032 ribu tenaga kerja laki-laki, tenaga

kerja pada PT. VANS rage usia pada usia 20th sampai 35th.

1.5 Proses Produksi

Proses produksi pembuatan sepatu meliputi proses pendesainan,

pembuatan cetakan sol, injeksi sol, pemotongan, penjahitan, pengeleman, dan

pengepakan. Proses pertama dilakukan pendesainan dan pembuatan pola

dengan menggambar secara langsung setelah itu desain gambar diolah di

komputer, lalu mencetak menggunakan pola menggunakan alat pemotong.

Proses kedua yaitu pembuatan cetakan sol, setelah menerima model dari

desainer, pola dirubah dari model 2 demendsi ke 3 demensi melalui mesin

pencetak sol dengan bahan balok metal, membutuhkan waktu 10 jam untuk 1

jenis ukuran sol dengan ruangan tertutup. Pada tahap ketiga yaitu injeksi sol

menggunakan bahan karet dengan memasukan bahan kedalam mesin injeksi

dan melakukan penekanan dengan alat sehingga dihasilkan landasan bawah

sepatu. Pada tahap keempat yaitu membuat dan melakukan pemotongan

komponen atas yaitu dengan membentuk bahan kulit dengan pola yang sudah

8
ditentukan menggunakan alat pemotong yang harus di kondisikan terlebih

dahulu dan secara manual menggunakan alat pemotong seperti gunting. Pada

tahap kelima yaitu penjahitan. Pola yang sudah dibentuk disatukan dengan di

jahit sehingga terbentuk bagian atas sepatu yang siap di lakukan

penggabungan dengan sol bawah sepatu. Pada tahap penjahitan menggunakan

mesin jahit dilakukan satu persatu. Pada tahap keenam yaitu proses

penggabungan dan pengeleman. Bagian atas dan bawah sepatu digabungkan

menggunakan lem dan di press menggunakan mesin press. Pada tahap terkhir

adalah pengepakan sepatu yang siap di distribusikan produsen ke distributor

dengan menggunakan alat pengangkut serpeti forklit.

9
BAB 2
ANALISIS RISIKO

2.1 Keselamatan Kerja


2.1.1 Proses Produksi

Faktor Fisika

Dari hasil pengamatan video terdapat pekerja yang bekerja dekat

dengan mesin sehingga suara bising mesin dapat mempengaruhi

pendengaran pekerja di tambah ada beberapa pekerja tidak menggunakan

earplug yang dapat menyebabkan Noice Induced Hearing Loss (NIHL).

Selain itu berdasarkan pengamatan terdapat pekerja yang menahan sol

sepatu saat di jahit sehingga getaran yang di hantarkan melalui mesin jahit

langsung terasa ke pekerja yang dapat menyebabkan Reynaud Syndrome,

dan mesin press sol sepatu yang juga di tahan oleh tangan pekerja dapat

beresiko terjepitnya tangan pekerja di mesin presss tersebut. Dan

berdasarkan pengamatan tersebut pekerja menjahit dengan tanpa

perlindungann ini menyebabkan dapat tertusuknya jari oleh jarum jahit.

Faktor Biologi

Dari hasil pengamatan video terdapat beberapa kipas yang tidak

menyala sehingga ruangan menjadi panas menyebabkan pekerja banyak

yang berkeringat saat bekerja dan dapat memunculkan jamur atau bakteri

pada kulit sehingga dapat terjadi milliaria/hydradentitis supuratif dan

pityarsis versicolor. Berdasarkan pengamatan pekerja tidak menggunakan

masker sehingga dapat menyebabkan terhirupnya debu yang dapat

menyebabkan reaksi alergi seperti asma.

10
Faktor Kimia

Dari hasil pengamatan video terdapat pekerja yang mengelem

bagian sepatu tidak memakai APD sehingga dapat menyebabkan

dermatitis kontak iritan , ISPA dan konjuntivitis akibat terpapar zat yang

ada pada lem.

Faktor Ergonomi

Dari hasil pengamatan video terdapat pekerja yang bekerja dengan

meja terlalu tinggi kursi terlalu rendah dan ada beberapa tenaga kerja di

bagian produksi yang mengerjakan produksi sepatu dengan berdiri hal ini

dapat menimbulkan masalah pada pegawai berupa low back pain. Terlihat

juga para pekerja melakukan kegiatan berulang ulang dalam proses

pembuatan sepatu hal ini dapat menyebabkan carpal tunel syndrome

apabila pekerja melakukannya dalam waktu yang lama

2.1.2 Lingkungan Kerja

Faktor pencahayaan ruangan : Dari hasil pengamatan video

terdapat pencahayaan yang kurang sehingga dapat menyebabkan mata

lelah pada pekerja

2.1.3 Tenaga Kerja

Dari hasil pengamatan video kurangnya kesadaran pada para

pekerja untuk mengenakan APD lengkap dan bekerja dengan posisi yang

ergonomi dapat menyebabkan penyakit akibat kerja dalam kasus ini low

back pain, carpal tunnel syndrome, dan ISPA.\

11
2.2 Kesehatan Kerja

2.2.1 Penyakit Infeksi

Dari hasil pengamatan video terdapat pekerja yang tidak memakai

masker dan posisi kerja yang saling berdekatan hal ini rentan terjadinya

penularan penyakit infeksi apabila salah satu dari pekerja ada yang terkena

penyakit infeksi antara lain tuberculosis dan COVID-19

2.2.2 Penyakit Non Infeksi

Dari hasil pengamatan video terdapat pekerja yang tidak memakai

sarung tangan saat mengelem sepatu dan hal ini kemungkinan dapat

menyebabkan dermatitis kontak iritan karena terpapar lem sepatu terus

menerus. Terdapat juga pekerja yang mengelem tidak memakai masker hal

ini dapat menyebabkan gangguan pernafasan berupa infeksi saluran nafas

akut.

12
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Keselamatan Kerja

Berdasarkan kondisi pada video Pabrik Sepatu Vans, terdapat beberapa risiko

keselamatan kerja yang patut diperhatikan yakni jari terpotong/ terjepit akibat

mesin pemotong pola dan tertusuk jarum jahit. Risiko jari terpotong dapat terjadi

karena mesin pemotong bahan yang tidak terlindungi dan mengharuskan pekerja

untuk meletakkan bahan dan mengambil bahan setelah dipotong secara manual.

Tertusuk jarum juga hal yang tidak kalah membahayakan, baik tertusuk jarum

pada jari, pakaian berlengan panjang yang longgar, atau rambut yang panjang dan

tidak terkuncir atau tertutup penutup kepala.

Selain dua risiko di atas, risiko tersengat arus listrik juga dapat terjadi pada

pekerja yang menggunakan alat-alat seperti pada bagian pembuat pola sepatu,

penjahit pola sepatu, pemotong sol sepatu dan pengepres sepatu. Kurangnya

kesadaran pekerja dalam menggunakan APD yang standart, seperti pada proses

pembuat pola sepatu, penjahit pola sepatu, dan pengepres sepatu menyebabkan

risiko tersengat arus listrik.

Selain tersengat arus listrik, kurangnya kesadaran pekerja dalam

menggunakan APD yang standar juga dapat berisiko terjadinya luka bakar saat

terkena alat-alat tersebut. Berdasarkan observasi secara virtual, diketahui bahwa

masih banyak pekerja melanggar prosedur kerja yang berlaku dimana pelanggaran

tersebut dapat membahayakan keselamatan mereka. Sejalan dengan hal ini,

13
menurut Intitution Of Occupational Safety and Health (2010), sebanyak 73%

kecelakaan kerja dikarenakan oleh perilaku yang tidak aman, dan salah satu

perilaku yang tidak aman adalah tidak mengikuti standar prosedur kerja. Masia

(2011) juga yang menyatakan bahwa pelanggaran terhadap aturan keselamatan

sebagai akibat rendahnya tingkat kesadaran keselamatan pekerja dapat

meningkatkan jumlah insiden atau kecelakaan kerja.

Selain itu resiko keselamatan kerja yang lain adalah terjadinya kebakaran.

Kemungkinan terjadinya kebakaran pada penyimpanan material sangat besar

terjadi, karena bahan yang mudah terbakar bercampur menjadi satu, seperti lem

dan material kulit sepatu. Selain itu, gudang tempat penyimpanan material juga

digunakan sebagai tempat parkir mobil pribadi, serta tidak adanya tanda

peringatan dilarang merokok pada area tersebut. Demikian pula APAR tidak

dijumpai pada lokasi gudang penyimpanan material. Dampak yang disebabkan

karena kebakaran merupakan bencana yang akan menimbulkan kerugian yang

sangat besar (Sukmandari, 2018). Oleh karena itu, harus rutin dilakukan

monitoring mengenai ketersediaan APAR, dilakukan pelatihan secara rutin

kepada para pekerja mengenai cara penggunaan APAR. Selain itu pekerja yang

kelelahan sehingga melakukan kelalaian dapat menjadi penyebab terjadinya

kebakaran.

Selain kebakaran, faktor kelelahan juga dapat menjadi resiko keselamatan

kerja yaitu terkena lemari atau sepatu yang terjatuh dari tempat yang seharusnya.

Beberapa penyebab kelelahan pada industri adalah intensitas dan lamanya kerja

14
fisik atau mental, lingkungan (seperti iklim, pencahayaan dan kebisingan), irama

circadian, masalah psikis (seperti tanggung jawab, kekhawatiran, konflik),

penyakit yang dialami, dan nutrisi. Sedangkan gejala kelelahan yang penting

adalah perasaan letih, mengantuk, pusing dan tidak enak dalam bekerja. Gejala

kelelahan lainnya adalah semakin lamban dalam berpikir, menurunnya

kewaspadaan, persepsi yang lemah dan lambat, tidak semangat bekerja dan

penurunan kinerja tubuh dan mental (Khasanah, 2018). Oleh karena itu dalam

sebuah perusahaan harus mematuhi aturan batas jam kerja pada seluruh

pekerjanya, dikarenakan kinerja seseorang berbeda-beda satu dengan yang

lainnya dan sangat tergantung pada beban kerja, kondisi gizi, jenis kelamin dan

ukuran tubuh.

Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena kurangnya pelatihan penggunaan alat

dengan aman dan memang alat yang tidak terlindungi dengan baik. Maka,

pelatihan pengenalan kerja yang aman saat awal dan rutin minimal 1 tahun sekali

penting dilakukan untuk menyegarkan ingatan pekerja (Barros and Sidegum,

2020). Selain itu, alat pemotong harus diberi pelindung agar menghindarkan

tangan pekerja dari risiko terpotong/ terjepit. Dalam pabrik ini, adjustable guard

dan interlocked guard adalah sesuai untuk diterapkan pada bagian pemotongan

bahan. Cara kerjanya adalah pekerja memasukkan bahan ke area pemotongan,

lalu adjustable guard ditutup dan secara otomatis akan mengaktifkan mesin

pemotong tersebut (Ora, Dharani Kumar and Dewan, 2018).

15
Untuk mencegah kecelakaan kerja akibat mesin jahit baik tertusuk jarum

atau yang lainnya, perusahan juga bisa membuat kebijakan agar mewajibkan

pekerja memakai masker dan penutup kepala yang telah disediakan perusahaan

dengan benar, menyediakan tempat untuk bahan yang belum dan sudah dijahit di

luar meja jahit karena dapat mengganggu kinerja, serta melarang penggunaan

baju berlengan panjang dan longgar yang dapat berpotensi terjahit ke bahan

produksi (Selvam, Kumar and Maheswaran, 2016). Hal ini penting karena

kebijakan perusahaan memengaruhi penurunan kejadian kecelakaan kerja di

perusahaan (Johnson and Campbell-kyureghyan, 2019).

Menurut PERMENAKERTRANS RI NO. 08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung

Diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi

seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi

bahaya di tempat kerja. Hendaknya pada pabrik ini para pekerja atau buruh

selalu menggunakan APD dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya.

Seharusnya, sebelum pekerja memasuki ruang kerjanya masing-masing dicek

terlebih dahulu perlengkapan APD yang sesuai dengan SOP, sehingga bila ada

pekerja yang tidak menggunakan APD yang sesuai dengan SOP bisa diberi

peringatan agar keselamatan kerja lebih terjamin. Sarung tangan yang digunakan

sebaiknya dari bahan kain untuk menghindari kontak dengan benda panas dan

alat berarus listrik seperti alat pada bagian pembuat pola sepatu, penjahit pola

sepatu, pemotong sol sepatu dan pengepres sepatu.

16
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No 186

Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja,

menjelaskan bahwa penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk

mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap

perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana

penyelamatan serta pembentuka organisasi tanggap darurat untuk memberantas

kebakaran. Hal ini meliputi penyediaan APAR, pelatihan penggunaan APAR

bagi pekerja.

Dalam Peraturan Menteri no 102/MEN/VI/2004 menjelaskan bahwa selama

jam kerja, harus diberikan waktu istirahat sekurang kurangnya 30 menit setelah

bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahata tidak termasuk jam

kerja. Istirahata mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari

untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12

hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan terus menerus. Aturan ini harus ditaati

oleh seluruh pemilik perusahaan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan

kerja yang dapat timbul akibat kelelahan.

3.2 Kesehatan Kerja

Beberapa pabrik di Indonesia pada umumnya kurang memperhatikan

keamanan dan kesehatan para pekerjanya. Hasil penelitian Departemen Kesehatan

(Depkes) menunjukkan, sekitar 74% pekerja hingga saat ini belum terjangkau

layanan kesehatan kerja yang memadai (Sagita,2017). Berdasarkan hasil

pengamatan yang telah dilakukan pada Pabrik Sepatu Vans, terdapat beberapa

17
permasalahan kesehatan yang perlu menjadi pokok perhatikan guna

meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan pabrik sehingga dapat

meningkatkan hasil produksi.

Salah satu penyakit yang ditemukan pada beberapa karyawan Pabrik Sepatu

Vans ialah, LBP akibat tidak tercapainya ergonomi saat berkerja. Pada tempat

kerja ditemukan beberapa meja terlalu tinggi dan beberapa lainnya terlalu rendah,

serta penggunaan kursi yang tidak sesuai dengan meja, mengakibatkan

meningkatnya kejadian LBP pada Pabrik Sepatu Vans. Hal ini sesuai dengan

masalah kesehatan yang paling umum diidentifikasi oleh pekerja pada Pabrik

Pasokan Rotan IKEA, dimana penyakit tersering ialah nyeri punggung dan linu di

badan berkaitan dengan posisi mereka duduk atau berdiri untuk melakukan

pekerjaan mereka. Kelelahan dan sering sakit kepala juga merupakan masalah

yang disebutkan oleh beberapa pekerja (Lim,2015)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu kondisi kerja yang

terbebas dari risiko kecelakaan yang dapat mengakibatkan cidera, penyakit,

kerusakan serta gangguan lingkungan. Pada Pabrik Sepatu Vans ini juga

ditemukan beberapa permasalahan kesehatan yang dipengaruhi oleh lingkungan

pekerjaan. Pada Pabrik Sepatu Vans didapatkan masalah akibat faktor lingkungan

kimia yaitu penggunaan lem. Sama seperti pada beberapa pabrik sepatu lainnya

juga memiliki permasalahan yang sama akibat penggunaan lem, keluhan yang

muncul ialah berupa iritasi kulit dan mata disebabkan terjadinya kontak

anggota tubuh dengan bahan kimia. Pajanan lem sepatu bisa berlangsung

secara tidak sengaja, sengaja, sekali kontak, atau kontak berulang kali

18
(Biotech Week, 2017). Dalam kasus pekerja di bengkel sepatu, iritasi kulit

terjadi karena kontak antara bahan kimia dengan pekerja pada saat pekerja

mengaplikasikan lem secara langsung menggunakan tangan tanpa

menggunakan kuas atau sarung tangan (Rauf et al., 2015). Dikarenakan

tuntutan pekerjaan, maka kontak dengan lem terjadi setiap hari dan intensif.

Penggunaan lem secara langsung tanpa menggunakan alat bantu atau alat

pelindung diri akan meningkatkan pajanan bahan kimia berbahaya bagi para

pekerja.

Selain itu beberapa pekerja pada Pabrik Sepatu Vans juga merasakan sesak

saat pernapas serta batuk-batuk. Keluhan pekerja pada umumnya merasa

terganggu di bagian saluran pernafasan seperti sesak nafas, batuk, dan pilek.

Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perilaku berisiko pekerja yang

hampir seluruh pekerja tidak menggunakan APD (masker) ketika bekerja, dimana

terdapat senyawa poliuretan yang merupakan bahan aktif yang terkandung

dalam lem putih. Darcey et al. pada penelitiannya yang dikutip oleh Laelasari E

pada tahun 2018, melaporkan bahwa gejala berupa infeksi pernafasan bagian

bawah, sesak nafas, dan mengi yang dialami oleh penduduk yang tinggal di

dekat pabrik pembuatan busa poliuretan. Berdasarkan hasil tes paru secara

objektif dan hubungan antara pajanan berupa emisi yang terlihat atau bau

yang berasal dari pabrik dengan gejala infeksi saluran pernafasan bagian

bawah.

Tingkat penerangan merupakan salah satu pendukung lingkungan kerja bagi

keselamatan dan kenyamanan kerja. Penerangan yang baik merupakan salah satu

19
faktor untuk memberikan suatu kondisi penglihatan yang baik karena penerangan

dapat mempengaruhi dalam melihat obyek-obyek. Apabila tingkat penerangannya

cukup bagus maka obyek akan terlihat secara jelas dan cepat dalam mencarinya

tanpa menimbulkan kesalahan berarti. Pada Pabrik sepatu Vans, didapatka

penerangan yang kurang. Pencahayaan yang kurang memadai dapat menyebabkan

ganguan kesehatan pada pekerja, salah satunya adalah kelelahan mata. Selain itu,

kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsifungsi mata seperti

terhadap otot-otot akomodasi pada pekerja yang perlu pengamatan secara teliti

atau pada retina sebagai ketidaktepatan kontras (Guntur,2017)

Selain itu Kesehatan pada pekerja pada Pabrik Sepatu Vans juga dipengaruhi

oleh faktor lingkungan fisik yaitu kebisingan. Pada Pabrik Sepatu Vans terdapat

beberapa mesin-mesing yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan pada

pekerja.

Kebisingan di lingkungan kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB)

dapat menyebabkan efek pada pendengaran maupun pada bukan pendengaran.

Dampak yang paling parah adalah ketulian secara permanen atau disebut Noise

Induced Hearing Loss (NIHL). Kebisingan yang terjadi di tempat kerja dapat

bersumber dari aktivitas pekerja maupun mesin yang beroperasi. Penelitian yang

dilakukan oleh Jamal pada tahun 2016 yang dikutip oleh Syah PB mengatakan

bahwa pada pekerja industri mobil di Pakistan menunjukkan hasil bahwa semakin

meningkatnya intensitas bising maka semakin meningkat kasus NIHL. Pekerja

yang terpapar bising 85–90 dBA dan mengalami NIHL adalah sebanyak 15

pekerja sedangkan pada intensitas bising > 90 dB, sebanyak 28 pekerja

20
mengalami NIHL. Pada Pabrik Sepatu Vans, banyak ditemukan para pekerja yang

tidak menggunakan alat pelindung telinga selama berkerja menggunakan mesin-

mesin yang mengeluarkan bising.

3.3 Rekomendasi (Strategi Pengendalian Komprehensif)

3.3.1 Keselamatan Kerja

Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena kurangnya pelatihan penggunaan

alat dengan aman dan memang alat yang tidak terlindungi dengan baik. Maka,

pelatihan pengenalan kerja yang aman saat awal dan rutin minimal 1 tahun sekali

penting dilakukan untuk menyegarkan ingatan pekerja (Barros and Sidegum,

2020). Selain itu, alat pemotong harus diberi pelindung agar menghindarkan

tangan pekerja dari risiko terpotong/ terjepit. Dalam pabrik ini, adjustable guard

dan interlocked guard adalah sesuai untuk diterapkan pada bagian pemotongan

bahan. Cara kerjanya adalah pekerja memasukkan bahan ke area pemotongan,

lalu adjustable guard ditutup dan secara otomatis akan mengaktifkan mesin

pemotong tersebut (Ora, Dharani Kumar and Dewan, 2018).

Untuk mencegah kecelakaan kerja akibat mesin jahit baik tertusuk jarum atau

yang lainnya, perusahan juga bisa membuat kebijakan agar mewajibkan pekerja

memakai masker dan penutup kepala yang telah disediakan perusahaan dengan

benar, menyediakan tempat untuk bahan yang belum dan sudah dijahit di luar

meja jahit karena dapat mengganggu kinerja, serta melarang penggunaan baju

berlengan panjang dan longgar yang dapat berpotensi terjahit ke bahan produksi

21
(Selvam, Kumar and Maheswaran, 2016). Hal ini penting karena kebijakan

perusahaan memengaruhi penurunan kejadian kecelakaan kerja di perusahaan

(Johnson and Campbell-kyureghyan, 2019).

Menurut PERMENAKERTRANS RI NO. 08/MEN/VII/2010 Alat Pelindung

Diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi

seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi

bahaya di tempat kerja. Hendaknya pada pabrik ini para pekerja atau buruh selalu

menggunakan APD dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya. Seharusnya,

sebelum pekerja memasuki ruang kerjanya masing-masing dicek terlebih dahulu

perlengkapan APD yang sesuai dengan SOP, sehingga bila ada pekerja yang tidak

menggunakan APD yang sesuai dengan SOP bisa diberi peringatan agar

keselamatan kerja lebih terjamin. Sarung tangan yang digunakan sebaiknya dari

bahan kain untuk menghindari kontak dengan benda panas dan alat berarus listrik

seperti alat pada bagian pembuat pola sepatu, penjahit pola sepatu, pemotong sol

sepatu dan pengepres sepatu.

Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No 186

Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja,

menjelaskan bahwa penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk

mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap

perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana

penyelamatan serta pembentuka organisasi tanggap darurat untuk memberantas

22
kebakaran. Hal ini meliputi penyediaan APAR, pelatihan penggunaan APAR bagi

pekerja.

Dalam Peraturan Menteri no 102/MEN/VI/2004 menjelaskan bahwa selama

jam kerja, harus diberikan waktu istirahat sekurang kurangnya 30 menit setelah

bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahata tidak termasuk jam

kerja. Istirahata mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu atau 2 hari

untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Dan cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari

kerja setelah bekerja selama 12 bulan terus menerus. Aturan ini harus ditaati oleh

seluruh pemilik perusahaan untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja

yang dapat timbul akibat kelelahan.

3.3.2 Kesehatan Kerja

Lingkungan kerja terutama pabrik merupakan lingkungan yang sangat

berbahaya bagi kesehatan, pada pabrik sepatu Vans sendiri bahaya kesehatan

dapat diakibatkan karena proses produksi yang panjang, bahan yang digunakan

maupun kontak antar pekerja.

Bahaya kesehatan di pabrik sepatu Vans bisa kita bagi berdasarkan proses

produksi dan lingkungan kerja seperti yang kami jelaskan diatas, beberapa

masalah kesehatan diatas yaitu low back pain, kelelahan, iritasi kulit dan mata

serta gangguan pendengaran. Berdasarkan masalah diatas maka kami menyusun

rekomendasi bagi perusahaan sepatu Vans berdasarkan langkah berikut:

23
Langkah 1: Proses Kerja atau proses Produksi

Dalam proses kerja, pekerja pabrik sepatu Vans rata-rata bekerja

dengan berdiri, duduk membungkuk, sehingga banyak menimbulkan penyakit

low back pain pada pekerja. Hal ini tentu tidak sesuai dengan anjuran Ditjen K3

mengenai posisi bekerja dimana harus disediakan tempat duduk pada pekerja

yang bekerja secara berdiri dan posisi duduk juga diperhatikan.

Penggunaan Lem untuk menempelkan bagian sepatu, baik itu sol

ataupun bagian lain sebelum dijahit terbukti sangat berbahaya jika tidak

menggunakan alat pelindung diri yang benar, kandungan benzene dan toluen

pada lem bisa menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan.

Berdasarkan masalah produksi diatas maka kami merekomendasikan hal sebagai

berikut:

a) Melakukan subsitusi bahan pelarut lem, menggunakan pelarut yang

sifatnya green chemistry (Laelasari, 2018)

b) Penggunaan APD yang benar dan tepat guna terutama pada pekerja

pengeleman yaitu menggunakan sarung tangan karet dan masker

(Laelasari, 2018)

c) Melakukan rekayasa teknisi berupa perubahan ukuran tinggi meja yang

bisa mengikuti tinggi tubuh pekerja pada pekerja yang duduk serta

penambahan jumlah kursi bagi pekerja yang cenderung berdiri lama. (Liu,

2016)

24
Langkah 2: Lingkungan Kerja

Untuk faktor fisika, Lingkungan kerja pabrik sepatu Vans cukup

terang, sehingga pekerja mampu bekerja optimal dalam kondisi pencahayaan

ruangan tersebut. Akan tetapi, mata yang terus fokus pada hal mendetail

seperti memotong, melem serta merapikan potongan menyebabkan mata

pekerja cenderung akomodasi dan resiko kelelahan mata semakin besar.

(Guntur,2017) Faktor kebisingan di pabrik sepatu Vans juga menjadi masalah

mengingat perkiraan kebisingan tempat tersebut terutama yang dihasilkan

oleh alat pemotong dan mesin jahit sekitar 85-88 dB, ditambah dengan waktu

kerja yang panjang menyebabkan kemungkinan para pekerja mengalami

gangguan pendenganran jangka panjang menjadi tinggi.

Untuk faktor kimia, keberadaan zat berbahya seperti toluen dan

benzene kemungkinan menjadi bahan paling berbahaya di lingkungan pabrik

sepatu karena zat tersebut harus dikontrol konsentrasinya di Udara. (Laelasari,

2018)

Dari dua faktor lingkungan tersebut maka kami merekomendasikan

beberapa hal dibawah ini:

a) Untuk faktor kelelahan mata, manajemen bisa melakukan rekayasa

teknisi dengan menambahkan jeda 20 detik setiap 20 menit bekerja

melalui suara agar mata pekerja yang fokus bisa relaksasi (AGC,

2012)

25
b) Untuk kebisingan, kami merekomendasikan menggunakan ear-

plug untuk mengurangi paparan suara dalam waktu yang lama

(Liu, 2016)

c) Melakukan rekayasa ruangan terutama untuk bagian yang

berhubungan dengan bahan kimia, misalnya pengeleman atau

pengecatan dilakukan di ruangan tersendiri.

Langkah 3: Kondisi Karyawan

Kondisi karyawan di Pabrik sepatu Vans cenderung mengalami

gangguan muskuloskeletal serta iritasi kulit dan pernafasan akibat lem yang

mengandung solven dan benzene disebabkan ruangan produksi dalam satu

ruangan saja sehingga resiko terpapar cukup tinggi dan banyak.

Maka oleh sebab itu kami merekomendasikan beberapa hal berikut:

a) Melakuakan rotasi pada karyawan yang sudah lama di bagian

produksi ke bagian administrasi atau sub produksi yang berbeda

dalam hal pekerjaanya, misalnya pada pekerja yang sudah lama

melakukan penjahitan di rotasi untuk pengeleman.

b) Melakukan pelatihan dan penjelasan mengenai penggunaan APD

yang baik dan benar terutama untuk pekerja di bagian pengeleman

Langkah 4: Kebijakan Manajemen

a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada pekerja terutama yang

berkaitan dengan penyakit akibat kerja serta melakukan sosialisasi tentang

penaganan pertama kecelakaan kerja pada petugas.

26
b. Pengadaan alat-alat pelindung diri dan alat yang sesuai dengan ergonomic

untuk pekerja pabrik.

c. Menjelaskan adanya sanksi dan hadiah pada tiap pelanggaran dan bagi

karyawan yang patuhterutama dalam hal APD

d. Pemberian label pada alat alat dan bahan kimia berbaya pada bahan bahan dan

alat produksi

Gambar : contoh pelabelan pada bahan-bahan berbahaya


(Gargouri, 2016)

e. Melakukan cek secara berkala mengenai kebisingan ruangan, pencahayaan,

alat-alat serta kadar bahan kimia di udara lingkungan kerja

f. Melakukan pengolahan limbah yang tepat dan benar agar tidak mencemari

lingkungan.

Langkah 5: Regulasi yang Berlaku

Jam kerja pekerja pabrik sepatu jika mengambil sampel pabrik sepatu di

kolkata, India rata rata adalah 12,2 jam sehari dengan hari aktif enam hari

(Gangopadhyay,2011) . Tentu saja ini tidak sesuai dengan ketentuan yang

27
berlaku di Indonesia sesuai Kepmenakertrans RI No. : KEP. 233 /MEN/2003

dimana waktu kerja yang dianjurkan adalah :

- 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6

(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

- 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5

(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

maka dari itu perlu adanya penysuaian waktu kerja pabrik vans dengan

perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, diperlukan pula sosialisasi regulasi perundang-undangan yang

berlaku terutama yang berdampak pada pekerja agar pekerja selain

mendapatkan manfaat gaji juga lebih teredukasi.

28
BAB 4
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis proses produksi dan lingkungan kerja industri


vans (sepatu) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dimiliki
pekerja di industri ini masih kurang memadai karena pekerja hanya
sedikit memperhatikan tentang kesehatannya saja tanpa memperhatikan
aspek keselamatannya.
2. Kondisi lingkungan kerja memberikan kontribusi terhadap beberapa
potensial penyakit akibat kerja. Seperti potensial hazard lingkungan fisik
(panas, pencahayaan yang kurang, kebisingan), potensial hazard
lingkungan fisiologis (ergonomi), serta potensial hazard lingkungan
biologi (debu dan mikroorganisme), serta potensial hazard lingkungan
kimia (pelarut organik dalam lem). Sehingga dapat menyebabkan
terjadinya resiko penyakit seperti trauma, penurunan pendengaran, CTS,
heat stroke, Dermatitis Kontak Iritan (DKI), LBP , NIHL, ISPA dan lain
sebagainya.
3. Risiko keselamatan kerja yang patut diperhatikan,yakni jari terpotong/
terjepit akibat mesin pemotong pola, tertusuk jarum jahit, tersengat arus
listrik, dan terjadinya kebakaran hal ini dipengaruhi oleh kurangnya
kesadaran tenaga kerja untuk bekerja sesuai SOP, beban kerja yang tinggi,
psikis, inventaris untuk menangkal kecelakaan kerja serta kesehatan
tenaga kerja itu sendiri.
4. Pada penggunaan Alat Pelindung Diri, kurangnya kesadaran dan edukasi
terhadap pekerja dalam menggunakan APD yang standar dapat berisiko
terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja

29
5. Pencegahan / pengendaliaan kecelakaan kerja di tempat ini yaitu jika
pekerja merasa sudah lelah dia berhenti bekerja kemudian beristirahat
sejenak. Ini dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja akibat kelelahan.

1.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis proses produksi dan lingkungan kerja industri


vans (sepatu) dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Pengusaha industri sepatu mengadakan pelatihan kepada


seluruh karyawan sesuai yang di anjurkan oleh ILO demi
meningkatkan keselamatan, mutu dan produktivitas.
2. Seluruh karyawan industri sepatu hendaknya patuh memakai
APD seperti sarung tangan, masker, kacata mata pelindung
untuk terhindar dari bahaya bahaya yang tidak dapat di kontrol
dengan upaya administratif.
3. Pengusaha industri harus mengimplementasikan aspek
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaannya
dengan melakukan pengecekan secara berkala terhadap
ketersediaan APD untuk para karyawan, mesin mesin produksi
sepatu, suasana lingkungan kerja, dan siklus kerja.
4. Sarana dan prasarana yang telah disediakan oleh pabrik
sebaiknya di tingkatkan dan dapat digunakan sebagai mestinya,
karena pada setiap sektor produksi sepatu dapat menyebabkan
resiko penyakit, seperti trauma, penurunan pendengaran, CTS,
heat stroke, Dermatitis Kontak Iritan (DKI), LBP, NIHL, ISPA
dan lain sebagainya.
5. Perusahaan mengadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala
untuk deteksi dini kesehatan petugas, mencegah dan mengatasi

30
gangguan kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan pada
petugas

31
DAFTAR PUSTAKA

Barros, O. P. A. and Sidegum, R. J. (2020) ‘Work Accidents from the Perspective of


Workers: A Case Study in the Footwear Industry (Rs, Brazil)’, International
Journal of Advanced Engineering Research and Science, 7(9), pp. 329–333. doi:
10.22161/ijaers.79.39.

Biotech Week, 2017. Chemical Riot Control Agents -Irritants; Patent Issued for
Compositions and Methods to Affect Skin Irritation ( USPTO 9833469 ).
NewsRx 964–971.

Comcare, A. G. (2012). EYE HEALTH IN THE WORKPLACE (5th ed.). Canberra:


Comcare. Retrieved December 18, 2020, from www.comcare.gov.au

Gangopadhyay, S. (2011). An Occupational Health Study of the Footwear Manufacturing


Workers of Kolkata, India. Studies On Ethno-Medicine, 05(01).
doi:10.31901/24566772.2011/05.01.02

Gargouri, I., Khadhraoui, M., & Elleuch, B. (2016). What are the Health Risks of
Occupational Exposure to Adhesive in the Shoe Industry? Adhesives - Applications
and Properties. doi:10.5772/64936

Guntur Adi Putra, B., 2017. ANALISIS INTENSITAS CAHAYA PADA AREA PRODUKSI
TERHADAP KESELAMATAN DAN KENYAMANAN KERJA SESUAI DENGAN
STANDAR PENCAHAYAAN (Studi Kasus Di PT. Lendis Cipta Media
Jaya) (Doctoral dissertation, UPN" Veteran" Yogyakarta).

International Directory of Company Histories, Vol. 47. St. James Press, 2012.

IOSH. 2010. Materi Pelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing –
Bidang Konstruksi. Jakarta: Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Johnson, M. D. and Campbell-kyureghyan, N. (2019) ‘Intervention Policy Effectiveness


in Incident Rate Reduction in General Manufacturing : A Case Study’, pp. 79–84.

 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.
233 /Men/2003

Khasanah, Uswatun. 2018. Analisis Risiko Kesehatan Kerja Pada Pekerja Pembuatan
Sepatu di Home Industry Sepatu Kulit Manding Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan

32
Laelasari, E., Kristanti, D. and Rahmat, B., 2018. PENGGUNAAN LEM SEPATU DAN
GANGGUAN KESEHATAN PEKERJA INDUSTRI SEPATU DI CIOMAS,
BOGOR. Jurnal Ekologi Kesehatan, 17(2), pp.85-95.

Lim LL. Hubungan Kerja Dan Kondisi Kerja Di Sebuah Rantai Pasokan Rotan Ikea. xiv.
Jakarta: ILO; 2015.

Masia Uanda. 2011. Unravelling safety compliance in the mining industry: examining
the role of work stress, job insecurity, satisfaction and commitment as antecedents.
SA Journal of Industrial Psychology.Vol. 37, No. 1. 2011

Menteri Tenaga Kerja. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No
186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. Jakarta:
Kementrian Tenaga Kerja

Menteri Tenaga Kerja. 2004. Peraturan Menteri No 102 Tahun 2004. Jakarta:
Kementrian Tenaga Kerja

Ora, A., Dharani Kumar, K. and Dewan, R. (2018) ‘Recent Development in Machine
Safeguarding for Protecting Humans from Complicated Machines’, pp. 229–242.
doi: 10.1007/978-981-10-7281-9_19.

Rauf, S., Ashraf, M., Samad, A., Rahman, A., Muhammad, R., 2015.
Occupational Contact Dermatitis among workers of Small Shoe Making
Factories. Pakistan J. Med. Sci. 9, 911–913

Sagita QM, Sulistyani S, Setyaningsih Y. ANALISIS HIGIENE DAN SANITASI


LINGKUNGAN KERJA PADA PEKERJA RUMAHAN INDUSTRI SEPATU DI
KABUPATEN SEMARANG. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal). 2017 Oct
1;5(5):798-806

Selvam, U. P., Kumar, G. S. and Maheswaran, M. (2016) ‘A Study on Job Safety Analysis
of Sewing Operation in Textile Industries’, 3(4), pp. 390–393.

Sukmandari, Erna Agustin. 2018. Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Risiko Pada Home
Industri Sepatu X Di Kabupaten Tegal. Slawi: STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi

Syah, P.B. and Keman, S., 2017, PENGARUH PENGGUNAAN PELINDUNG


TELINGA DAN EARPHONE TERHADAP NOISE INDUCED HEARING LOSS
DAN TINITUS PADA PEKERJA BENGKEL. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.
9, No. 1 Januari 2017: 21–30

33

Anda mungkin juga menyukai