Anda di halaman 1dari 8

Contoh Wawancara bertema pencurian kepada narasumber

Wartawan : Pukul berapa, kejadiannya, Pak?

Pak Ahmad : Kira-kira pukul 2 malam.

Wartawan : Apa saja yang diambil pencuri, Pak?

Pak Ahmad: Televisi, radio, VCD, dan laptop.

Wartawan : Mengapa hanya barang elektronik yang diambil, tidak uang


atau perhiasan?

Pak Ahmad: Mungkin kalau pencuri itu masuk kamar, takut saya dan istri
saya terbangun! Kan, repot kalau ketahuan!

Wartawan : Oya, ini termasuk wilayah kepolisian mana, Pak?

Pak Ahmad: Perumahan Permata Biru ini termasuk Kelurahan Sukarame


Permata, Kecamatan Sukarame, wilayah hukum Polres Bandarlampung.

Wartawan : Bapak sudah punya dugaan, siapa kira-kira pencurinya itu?

Pak Ahmad: Lah, gak tahu, ya! Kalau sudah tahu, tentu saja sudah saya
tangkap. Tapi melihat jendela yang rusak, seperti sudah tahu bahwa jendela
dekat pojok sana engselnya rusak. Saya curiga, jangan jangan orangnya
tahu rumah saya. Itu hanya kecurigaan! Yang jelas saya tidak menuduh
siapa-siapa, takut menjadi fitnah! Fitnah, itu kan, dosa. Nanti sama dosanya
dengan yang mencuri barang-barang saya ini!

Wartawan : Bagaimana setelah kejadian itu? Trauma atau ada harapan


untuk segera dituntaskan tindak kriminal ini!

Pak Ahmad: Ya, trauma, sih, tentu saja! Baru pertama kali, kok, rumah
dibobol pencuri. Ya, saya berharap pihak yang berwajib segera bertindak.
Paling tidak, keamanan masyarakat terjaga, jangan sampai terulang lagi
kejadian seperti ini.
Contoh Wawancara Dengan Narasumber

Berikut ini adalah simulasi dialog yang terjadi antara pewawancara dengan
narasumber pedagang dan lain sebagainya.

Contoh Dialog Wawancara Narasumber Pedagang

Pewawancara (P) : Assalamu’alaikum, permisi pak, ini saya Erni dari SMA….,

Tujuan Saya kesini sebab mendapatkan tugas dari mata pelajaran…. dalam
rangka ingin melakukan sebuah wawancara terhadap para pedagang.

Sekiranya bolehkah saya meminta waktu bapak sebentar untuk di


wawancara?

Narasumber (N) : ya, silahkan 

P: Jikalau boleh saya tahu siapa nama lengkap bapak?

N: Perkenalkan Nama saya Kusman Sasmita namun dalam kehidupan sehari-


hari saya biasa dikenal denga panggilan kang Engkus oleh warga masyarakat
sini. 

P:  Apa bapak asli warga kota Jakarta atau pendatang? lantas, sudah berapa
lamakah bapak berdagang cimol disini?

N: Saya asli dari Tasikmalaya, sudahhampir 20 tahun say tinggal di Jakarta.


Kemudian saya berjualan cimol disini baru2 tahun,sebab sebelumnya saya
kerja pada sebuah konveksi di Jakarta Utara.

P: Pada awalanya berapakah modal yang bapak keluarkan untuk


membangun usaha ini pak?
N: Pada awalnya saya mengeluarkan modal sekitar 1,5 juta rupiah, yang
diperoleh dari hasil saya menabung, yang mana satu juta untuk saya
membeli gerobak, kompor dan berbagai kebutuhan perlatan lainnya.

Kemudian sisanya saya belikan bahan-bahan untuk membuat cimol,  yakni


tepung kanji, terigu, garam, lada, minyak goreng dan bahan lainnya.

P: Dalam perhari biasanya berapakah jumlah cimol yang bapak buat? lalu
berapa harga persatunya cimol ini pak?

N: Dalam perhari bisa sampai 1500-2000 butir. dan harga satu cimolnya 50
rupiah, jadi jika beli seribu dapat 20 cimol.

P: Berarti apabila cimol ini habis bapak dapat memperoleh 75 samai 100 ribu
dalam sehari ya pak?

N: Ya perkiraan sekitar segitulah lumayan Alhamdulillah apabila kendisi lagi


rame.

P: Dari jam berapa biasanya Bapak mulai berjualan dan sampai jam berapa?

N: biasanya saya mulai berjualan dari jam 9 pagi sampai 5 sore.

P: Apakah yang menjadi harapan dan cita-cita bapak untuk kedepannya


sebagai seorang pedagang?

N: membeli gerobak baru dan kemudian akan saya sewain untuk semua
tetangga-tetangga saya berjualan sebab masih banyak yang menganggur.

Ya lumayan jug kan selain bisa menambah penghasilan saya dan saya juga
bisa membantu orang lain.

N: Subahanallah sungguh mulianya bapak dan hebat sekali bapak ini.


Semoga kedepannya bisa sukses dan terkabul ya pak.! segala apa yang
menjadi keinginan bapak.
Nah mungkin cukup sekian ya pak wawancara dari kami, kurnag lebihnya
kami ucpkan terima kasih atas segala waktunya. Assalamu’alaikum.

Contoh Wawancara dengan Pedagang Pertama

Teks wawancara adalah teks yang menggambarkan kegiatan percakapan


reportasi yang dilakukan pewawancara dengan narasumber. Di bawah ini
adalah contoh teks hasil wawancara dengan pedagang.

Pewawancara    : Selamat siang, Pak. Permisi, boleh saya minta waktu


sebentar?

Pedagang            : Selamat siang. Ada apa, ya?

Pewawancara    : Begini, Pak, saya dari Harian Malang Pos. Saya ingin
mengetahui kegiatan dan kondisi perekonomian para kegiatan pedagang
kecil dan menengah, Pak. Apakah saya boleh mewawancarai Bapak?

Pedagang            : Oh, boleh, Mas, silakan. Kebetulan saya sedang istirahat


siang. Mas sudah makan?

Pewawancara    : Sudah, Pak, terima kasih. Kalau boleh, saya langsung saja
mulai wawancaranya supaya tidak terlalu lama mengganggu waktu istirahat
Bapak.

Pedagang            : Oh, iya, baik.

Pewawancara    : Pertama, kalau boleh, saya perlu identitas Bapak. Nama


Bapak siapa dan berapa usia Bapak?

Pedagang            : Nama saya Hardianto, usia 42 tahun.


Pewawancara    : Baik, Pak. Sudah berapa lama Bapak berdagang di kawasan
Pasar Sukun, Malang, ini?

Pedagang            : Saya sudah berjualan di sini sejak tahun 2007, berarti


sudah sekitar 12 tahun, sejak pasar ini masih berbentuk pasar yang lama,
belum direnovasi menjadi seperti sekarang.

Pewawancara    : Sebelum menjadi pedagang, apakah Bapak pernah


memiliki profesi lain?

Pedagang            : Tidak, Mas. Saya sejak lulus SMA memang sudah menjadi
pedagang. Sebelum berjualan di sini, saya pernah berjualan keliling, lalu
pernah juga membuka kios di Pasar Dinoyo, tetapi tidak lama.

Pewawancara    : Wah, berarti sudah cukup lama juga Bapak menjadi


pedagang, ya. Apa yang membuat Bapak tetap menekuni profesi sebagai
pedagang?

Pedagang            : Saya memang sudah hobi berdagang sejak kecil karena


dulu orang tua saya juga pedagang. Waktu sekolah pun saya sempat
berjualan kecil-kecilan dengan sasaran teman-teman di sekolah. Selain
memang senang berjualan, saya merasa sudah memiliki bekal yang cukup
dari orang tua mengenai seluk-beluk profesi pedagang.

Pewawancara    : Namun, apakah Bapak pernah mencoba mencari pekerjaan


lain dengan ijazah SMA? Menjadi karyawan, misalnya?

Pedagang            : Pernah, sih, waktu baru lulus SMA. Ya, seperti kebanyakan
teman-teman lain, saya juga pernah mencoba melamar pekerjaan ke sana-
sini, tetapi ternyata susah, Mas. Akhirnya, ya sudah, saya memutuskan
untuk meneruskan profesi orang tua saya, berdagang. Yang penting, saya
juga senang menjalaninya.

Pewawancara    : Jadi, Bapak memilih profesi sebagai pedagang karena


memang senang melakoninya, ya? Tidak ada alasan lain?
Pedagang            : Hmm … alasan utamanya, sih, itu, Mas. Kan lebih enak
kalau kita bekerja sesuai hobi. Namun, sebetulnya saya punya alasan lain
juga.

Pewawancara    : Kalau boleh tahu, apa itu, Pak?

Pedagang            : Begini, Mas, saya kan muslim. Nah, sebagai seorang


muslim, saya ingin mengikuti jejak Rasulullah yang dahulu juga berprofesi
sebagai pedagang, bahkan beliau adalah seorang pengusaha sukses. Ya …
siapa tahu, suatu saat, saya juga bisa sukses seperti Nabi. Iya, enggak,
Mas? He he he ….

Pewawancara    : Amin. Hebat juga alasan dan cita-cita Bapak. Selain itu, apa
lagi, Pak, alasan Bapak memilih profesi sebagai pedagang?

Pedagang            : Satu hal yang penting juga, buat saya, berdagang tidak
hanya sebatas pekerjaan yang tujuannya hanya untuk mencari uang, tetapi
lebih dari itu.

Pewawancara    : Maksudnya bagaimana, Pak?

Pedagang            : Toko saya ini kan toko sembako yang isinya berbagai
macam barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh banyak orang.
Alhamdulillah, toko saya termasuk laris dan cukup dikenal di sekitar sini.
Pelanggan saya juga lumayan banyak yang setia membeli di toko saya.

Pewawancara    : Wah, alhamdulillah, ya, Pak. Lalu?

Pedagang            : Nah, semua itu kan otomatis membuat toko saya selalu
sibuk dengan bermacam-macam aktivitas, dari pagi sampai sore, bahkan
kadang sampai malam atau pagi lagi. Dengan kesibukan seperti itu, mungkin
tidak saya menjalankan toko ini sendirian?

Pewawancara    : Pasti tidak, Pak. Bapak tentu membutuhkan karyawan.


Pedagang            : Betul sekali, Mas, saya butuh bantuan karyawan untuk
melayani pembeli, mengatur stok barang, dan sebagainya. Maka, seperti
yang bisa Mas lihat sendiri, saya mempekerjakan beberapa orang karyawan.
Artinya, secara tidak langsung, saya juga punya andil dalam mengurangi
angka pengangguran. Bahkan, lebih jauh lagi, dengan membuka lapangan
kerja di toko, saya juga sedikit-sedikit punya peran dalam mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan. Bukan begitu, Mas?

Pewawancara    : Wah, betul juga penjelasan Bapak. Akan tetapi, bukankah


penghasilan seorang pedagang tidak menentu, Pak?

Pedagang            : Iya, sih, Mas, menjadi pedagang tentu berbeda dengan


pegawai yang penghasilannya tetap setiap bulan. Pedagang itu tergantung
rezeki. Kalalu sedang ramai, penghasilannya bisa berkali-kali lipat lebih besar
dibanding gaji orang kantoran, lo. Namun, kalau sedang sepi, ya … harus
bersabar, insyaallah nanti akan ramai lagi.

Pewawancara    : Apa yang membuat Bapak selalu optimis?

Pedagang            : Sikap optimis itu wajib bagi seorang pedagang, Mas. Kalau
tidak bisa bersikap optimis, ya, lebih baik mencari pekerjaan lain saja.

Pewawancara    : Betul, Pak, saya sepakat. Kembali ke soal alasan menjadi


pedagang, apa ada yang lain lagi, Pak?

Pedagang            : Hmm … apa, ya? Oh iya, dengan berdagang, saya punya


keleluasaan mengatur waktu, hal yang sulit saya dapatkan kalau saya
menjadi buruh atau pekerja kantoran yang jam kerjanya tetap. Hal ini juga
dirasakan oleh kebanyakan pengusaha, pekerja paruh waktu, dan profesi
lain selain pegawai kantoran.

Pewawancara    : Kenapa bisa begitu, Pak?

Pedagang            : Profesi sebagai pekerja, kan, harus tahan terhadap


tekanan dari atasan, siap dengan jadwal bekerja yang ketat, dan bersedia
terikat dengan semua peraturan yang ditetapkan perusahaan atau kantor
tempatnya bekerja. Sudah begitu, terkadang gaji yang diterima tidak layak,
tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, jam kerjanya melebihi batas
kewajaran, dan banyak masalah lainnya. Dengan kata lain, karyawan tidak
memiliki kebebasan seperti pedagang, pengusaha, atau wirausahawan.

Pewawancara    : Tapi, Pak, bukankah setiap pekerjaan punya risiko sendiri?

Pedagang            : Oh, iya, betul sekali. Menjadi pedagang juga banyak


risikonya, contohnya ya itu tadi, penghasilan yang tidak pasti. Hanya saja,
saya merasa, saya tidak sanggup untuk menanggung risiko menjadi seorang
pegawai seperti yang saya sebutkan tadi. Karena itu, saya lebih memilih
menjadi pedagang. Jadi, ini hanya masalah pilihan pribadi saja. Orang lain
yang memilih menjadi pegawai mungkin berpikir sebaliknya.

Pewawancara    : Baik, Pak, ini pertanyaan terakhir dari saya. Sampai kapan
bapak akan menggeluti profesi sebagai pedagang?

Pedagang            : Kalau soal itu, saya juga belum tahu, tetapi kalau keinginan
saya, sih, insyaallah saya akan berdagang sampai akhir hayat. Berdagang
bagi saya bukan hanya upaya saya untuk mencari uang, tetapi juga menjadi
sarana ibadah, belajar, dan memberikan manfaat kepada banyak orang.

Pewawancara    : Wah, luar biasa, semoga usaha Bapak semakin sukses.


Baiklah, Pak, terima kasih banyak atas waktu dan wawancaranya. Saya
mohon pamit.

Pedagang            : Amin, terima kasih doanya, Mas, semoga Mas juga selalu
sukses dengan pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai