EVALUASI SENSORIS
ACARA I
UJI AMBANG RANGSANGAN (THRESHOLD)
OLEH
IDA BAGUS SURANAYA
J1A015037
KELOMPOK III/3
Laporan ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Evaluasi
Sensori.
Mengetahui,
Co.Ass Praktikum Evaluasi Sensoris, Praktikan,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan
dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan
(stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat
berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan
adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat
kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif.
Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat
ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran.
Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat
berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan
adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Intensitas atau tingkatan
rangsangan terkecil yang mulai dapat menghasilkan respon disebut ambang
rangsangan (Threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang
mutlak (Absolute Threshold), ambang pengenalan (Recognition Threshold),
ambang pembedaan (Difference Threshold) dan ambang batas (Terminal
Threshold) (Kartika dkk, 1988).
Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang terkecil yang sudah mulai
menimbulkan kesan. Ambang pengenalan sudah mulai dikenali jenis kesannya,
ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah dikenali dan ambang batas
adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih dapat dibedakan intensitas. Oleh
karena itu, pentingnya dilaksanakan praktikum ini agar dapat menentukan
penilaian inderawi melalui rangsangan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan nilai ambang
batas, ambang pembedaan, ambang pengenalan dan ambang mutlak dari rasa asin
dan manis.
TINJAUAN PUSTAKA
Prosedur Kerja
Disiapkan masing-masing satu buah sendok untuk setiap satu buah gelas
Dicatat dan dihitung jumlah panelis yang merespon positif pada hasil
pengamatan
Dari 22 panelis diperoleh hasil untuk pengujian rasa manis pada gula,
yaitu untuk larutan gula dengan kosentrasi 0% rasa manis tidak terdeteksi,
diperoleh persentase sebesar 00,00% Pada pengujian dengan konsentrasi.0,1%;
0,2%; 0,3%; 0,4%; 0,5%; 0,9% dan 1,2% persentase respon positif secara
berturut-turut yaitu 47,72%, 81,81%, 93,18%, 97,72%, 100,00% 100,00%, dan
100,00%. Dari perolehan respon positif tersebut dapat dilakukan penentuan
ambang. Ambang mutlak dari uji ambang pembeda terhadap rasa manis adalah
pada konsentrasi 0,2% dengan daya deteksi 81,81%. Ambang pengenalan pada uji
ini terdapat pada konsentrasi 0,1% dengan daya deteksi 47,72%. Ambang batas
terletak pada konsentrasi tertinggi yaitu konsentrasi 0,5% 0,9% dan 1,2% dengan
persentase positif sebesar 92,22% karena hampir mencapai 100%. Grafik 1.2
menunjukkan kesan (respon positif) yang diperoleh dengan kosentrasi larutan
gula. Hubungan antara persentase respon positif dengan persentase larutan gula
berbanding lurus.Semakin tinggi kosentrasi gula maka persentase respon positif
juga semakin meningkat.
Pengujian rasa manis pada gula, rasa manis biasanya basa dari zat non
ionic, seperti gula, ikatan nitro, beberapa klorida alifatis, aldehida, sulfide, dan
benzoik. Zat-zat ionik yang mempunyai rasa manis sangat terbatas, misalnya pada
garam timbel(pb) dan garam berilium (Be). Rasa manis biasanya dinyatakan
dengan gula (sukrosa) dengan nilai 100 tingkat kemanisan zat-zat lain diukukur
berdasarkan rasa manis gula pasir.
Rasa asin lebih cepat dideteksi karena adanya pengaruh suhu , medium
rasa yang di pakai dan adaptasi . Suhu optimum untuk rasa asin adalah 18-36°C
kenaikan temperature akan menurunkamn rangsangan asin dan sebagainya.
Intensitas rasa akan besar dalam media air dari pada media yang lain, kenaikan
temperatur akan menurunkan rangsangan rasa asin dan sebaliknya. Intensitas rasa
akan besar dalam media air dari pada media yang lain. Diantara panelis perbedaan
tingkat sensifitasnya, sehingga rangsangan rasa belum tentu dapat diukur secara
seragam oleh panelis (Kartika, 1998).
Perbedaan penilaian dari berbagai panelis tentunya berbeda-beda hal ini
dikarenakan selera dari masing-masing panelis berbeda-beda. Selai itu,
kemampuan indra pengecap para panelis yang dapat dihubungkan dengan selera
dan daerah asal para panelis serta kebiasaan dari panelis tersebut. Kondisi serta
sikologis dari panelis juga mampu mempengaruhi penilaian panelis, semakin
tinggi konsentrasi larutan maka rasa yang dihasilkan akan semakin jelas. Selai itu,
suhu juga merupakan hal yang dapat mempengaruhi penilaian. rasa asin lebih
cepat dideteksi karena kemungkinan panelis biasa mengkonsumsi rasa asin dalam
jumlah standar. Sedangkan rasa manis panelis biasa mengkonsumsi gula dalam
jumlah tinggi sehingga pada keadaan sedikit gula panelis kudang dapat untuk
dideteksi. Untuk panelis yang tidak konsisten dalam memberikan penilaian,
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut panelis yang melakukan uji tidak
dalam kondisi prima, panelis belum makan sesuatu apapun sarapan, panelis tidak
melakukan respon yang spontan terhadap kean yang didapat sehingga perlu
berulang kali mencoba, bisa juga panelis belum terbiasa atau berpengalaman
sehingga kurang dapat membedakan kesan alat indera terhadap reaksi atau
rangsangan yang diterima.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan uji ambang
rangsangan yaitu panelis yang melakukan uji sedang tidak dalam kondisi prima,
panelis belum makan sesuatu apapun untuk sarapan, panelis tidak melakukan
respon dengan spontan terhadap kesan yang didapat sehingga perlu berulang kali
mencoba, bisa juga karena panelis belum terbiasa atau belum berpengalaman
sehingga kurang dapat membedakan kesan dari alat indera terhadap reaksi atau
rangsangan yang diterima.
KESIMPULAN
Kartika, Bambang, dkk.1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi UGM. Yogyakarta