Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA


TEORI SIBERNETIK DAN PMRI (RME)

Disusun oleh Kelompok 5


Nurjannah (A1C214003)
Ani Harimini (A1C214006)
Agusman Bahri (A1C214027)
Doly Satria BB (A1C214028)
Faska Kristiani (A1C214031)
Sri Bulan Indah KS (A1C214042)
Jamilatul Insaniyah (A1C214043)

Dosen Pengampu: Dra. Roseli Theis, M.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teori
Sibernetik dan PMRI ini hingga selesai.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dra. Roseli Theis, M.S selaku dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar Matematika yang telah memberi arahan dan bimbingan kepada kami
untuk menyusun makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman yang telah memberikan doa, motivasi, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun materi penyampaiannya. Dengan menyadari hal tersebut maka
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
selanjutnya. Namun demikian, kami berharap makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi berbagai pihak yang
membutuhkan.

Jambi, Agustus 2015

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

2.1 Teori Sibernetik ........................................................................................ 4

2.1.1 Pengertian Teori Sibernetik.................................................................. 4

2.1.2 Gagasan Para Ahli ................................................................................ 4

2.1.3 Proses Pengolahan Informasi ............................................................... 6

2.1.4 Kelebihan dan kekurangan teori sibernetik .......................................... 8

2.1.5 Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran ........ 9

2.1.6 Langkah-langkah Aplikasi Teori Sibernetik ...................................... 10

2.1.7 Contoh Penerapan Teori Sibernetik dalam Proses Belajar Matematika


............................................................................................................ 11

2.2 Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ......................... 13

2.2.1 Pengertian PMRI ................................................................................ 13

2.2.2 Sejarah PMR ...................................................................................... 14

2.2.3 Pentingnya Pengembangan PMRI...................................................... 14

2.2.4 Konsepsi Tentang Peserta Didik ........................................................ 15

2.2.5 Peran Guru.......................................................................................... 16

2.2.6 Konsepsi tentang Pengajaran ............................................................. 16

ii
2.2.7 Harapan .............................................................................................. 17

2.2.8 Prinsip-Prinsip PMRI ......................................................................... 17

2.2.9 Contoh penerapan PMRI .................................................................... 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 22

3.2 Saran ....................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran merupakan suatu penyiapan kondisi agar terjadinya suatu
proses belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daryanto,2013:166). Di
mana Untuk menciptakan proses belajar yang baik , diperlukan pijakan teori agar
apa yang dilakukan guru, dosen, pelatih, instruktur maupun siapa saja yang
berkeinginan untuk membelajarkan orang dapat berhasil dengan baik.
Teori adalah sekumpulan dalil yang berkaitan secara sistematis yang
menetapkan kaitan sebab akibat di antara variabel yang saling bergantungan. Oleh
karena itu sangat dibutuhkan teori – teori belajar. Terdapat beberapa teori-teori
yang dapat menunjang proses belajar dan pembelajaran, salah satunya adalah teori
belajar sibernetik sebagaimana akan dipaparkan oleh penyusun dalam makalah
ini, selain itu makalah ini akan membahas tentang (Pembelajaran Matematika
Realistik Indonesia) PMRI yang merupakan suatu inovasi pendidikan dalam
pembelajaran yang mengarah pada masalah nyata dalam matematika.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan teori sibernetik dan PMRI
terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran matematika.
Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti pengertian belajar menurut teori
sibernetik, gagasan para ahli tentang teori sibernetik, proses pengolahan
informasi, kelebihan dan kekurangan teori sibernetik, aplikasi teori belajar
sibernetik, implementasi teori sibernetik dalam pembelajaran matematika serta
pengertian PMRI, sejarah PMRI, keuntungan mengembangkan PMR, konsepsi
tentang peserta didik, peran guru konsep tentang pengajaran dan harapan dalam
penerapan PMR. Kegiatan makalah ini diakhiri dengan memperlihatkan contoh
kasus pembelajaran dengan menerapkan teori sibernetik dan PMR.
Makalah ini bertujuan kepada semua pendidik diharapkan memiliki
kemampuan untuk mengkaji hakikat belajar menurut teori sibernetik dan PMRI
dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan teori Sibernetik?
2. Apa gagasan-gagasan para ahli tentang teori sibernetik?
3. Bagaimana proses pengolahan informasi?
4. Apa kelebihan dan kekurangan teori sibernetiik?
5. Bagaimana aplikasi teori belajar sibernetik?
6. Bagaimana contoh kasus pembelajaran yang menerapkan teori sibernetik?
7. Apa yang dimaksud PMRI?
8. Bagaimana sejarah PMRI?
9. Mengapa perlu mengembangkan PMRI?
10. Bagaimana kondisi peserta didik pada PMRI?
11. Bagaimana peran guru dalam PMRI?
12. Bagaimana konsep tentang pengajaran PMRI?
13. Apa harapan dari penerapan PMRI?
14. Apa prinsip-prinsip PMRI?
15. Bagaimana contoh proses pembelajaran dengan menggunakan PMRI?

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini di tulis untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian teori sibernetik
2. Gagasan para ahli tentang teori sibernetik
3. Proses pengolahan informasi
4. Kelebihan dan kekurangan teori sibernetik
5. Aplikasi teori belajar sibernetik
6. Contoh kasus pembelajaran yang menerapkan teori sibernetik
7. Pengertian PMRI
8. Sejarah PMRI
9. Pengembangan PMRI
10. Kondisi peserta didik pada PMRI
11. Peran guru dalam PMRI

2
12. Konsep pengajaran PMRI
13. Harapan dari PMRI
14. Prinsip-prinsip PMI
15. Contoh pembelajaran dengan PMRI

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Sibernetik


2.1.1 Pengertian Teori Sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru


dibandingkan dengan teori-teori belajar yang telah ada, seperti teori belajar
behavioristik, konstruktivistik, humanistik, dan teori belajar kognitif. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi, menurut teori
sibernetik, belajar merupakan pengolahan informasi. Teori ini memiliki kesamaan
dengan teori kognitif, yaitu mementingkan proses belajar dibandingkan hasil
belajar. Perbendaan teori ini dengan teori kognitif adalah proses belajar sangat
ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Cara belajar dengan sistem
sibernetik terjadi jika peserta didik mengolah informasi, memonitornya, dan
menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut. Hal yang terpenting
dalam teori ini adalah “sistem informasi” yang akan menentukan proses terjadinya
belajar. Menurut teori ini tidak ada satu pun cara belajar yang ideal untuk segala
situasi.
Pembelajaran sibernetik sering disinonimkan dengan umpan balik
(feedback) dalam konteks pendidikan. Umpan balik ini sangat penting bagi
keberhasilan belajar dan pembelajaran. Umpan balik dari peserta didik
memungkinkan guru untuk dapat mengetahui apakah materi yang disampaikan
telah dipahami dan apa kesulitan peserta didik dalam memahami informasi
(Sani,2013:35-37).

2.1.2 Gagasan Para Ahli

Menurut Budiningsih (2012:87-89), gagsan-gagasan menurut para ahli


tentang teori sibernetik di antaranya adalah:

a. Teori Belajar Menurut Landa


Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir
algoritmik dan proses berpikir heuristic. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses

4
berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju ke
satu target tujuan tertentu. Sedangkan cara berpikir heuristic, yaitu cara berpikir
divergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep
yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk
menggunakan cara berpikir heuristic.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang hendak
dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori sibernetik
adalah sistem informasi yang hendak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Materi
pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linear,
sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat bila disajikan
dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan kepada siswa untuk berimajinasi
dan berpikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus terbut
disajikan dengan algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika biasanya
mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target
tertentu. Namun untuk memahami suatu konsep yang lebih luas dan banyak
mengandung interpretasi, misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih
baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang ”menyebar” atau berpikir
heuristic, dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal,
monoton, dogmatic atau linier.
b. Teori belajar menurut Pask dan Scott
Ahli lain yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott.
Menurut mereka, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir serialis dan cara
berpikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang di kemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist) adalah
berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap
sebuah sistem informasi. Siswa tipe ini cenderung mempelajari sesuatu dari tahap
yang paling umum kemudian bergerak yang lebih khusus.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan
beberapa hal seperti ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang, dan yang
berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan

5
informasi. Namun, menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan
seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tapi
juga lingkungan yang mempengaruhi mekanisme itu pun perlu diketahui.
Asumsi di atas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan
pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar yang
secara terstruktur membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini
dikembangkan prinsip-prinsip belajar seperti:

1) Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.


2) Proses mental tersebut mampu menjadi informasi secara bermakna.
3) Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian
informasi.

2.1.3 Proses Pengolahan Informasi

Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran)


diterima, disandi, disimpankan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta
dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model
pemrosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan Snowman (1986);
Bayne (1986); dan Tennyson (1986). Teori teori tersebut umumnya brepijak pada
tiga asumsi:
a. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri terhadap pemrosesan
informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu
tertentu
b. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk atau kondisinya
c. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, struktur
dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen pemrosesan
informasi dipilih menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk
informasi, serta proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:

6
a. Sensory Receptor
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi
diterima dari luar. Di dalam SR informasi informasi ditangkap dalam bentuk
aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan
informasi tadi mudah terganggu atau berganti
b. Working Memory
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberi perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi
oleh peran persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa; 1) ia memiliki kapasitas
yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di dalamnya hanya mampu bertahan
kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2)
informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya,
agar informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak
melebihi kapasitas WM di samping melakukan rehearsal.

c. Long Term Memory


Long Term Memory (LTM) diasumsikan, 1) berisi semua pengetahuan yang
telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa
sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang. Persoalan “lupa” pada tahap ini disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan. Jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan. Dikemukakan oleh Howard
(1983) bahwa informasi disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototipe, yaitu
suatu struktur representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi
sebagai kerangka untuk mengaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain,
Tennyson (1989) mengemukakan proses penyimpanan informasi merupakan
proses mengasimilasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah dimiliki,
yang selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan (knowledge base).
Sejalan dengan teori pemrosesan informasi, Reigeluth dan Stein (1983)
mengatakan bahwa pengetahuan di tata dalam struktur kognitif secara hirarkhis.
Ini berarti, pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu

7
oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci.
Reigeluth, Bunderson, dan Memrl (1977) mengembangkan suatu strategi penataan
isi atau materi pelajaran yang berurusan dengan empat bidang masalah, yaitu;
pemilihan, penataan urutan, rangkuman,dan sintesis (Budiningsih,2012:82-84).
Berdasarkan pembahasan di atas proses pengolahan informasi dalam ingatan
dimulai dari proses penyajian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-
informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval). Ingatan yang terdiri dari
struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak secara
hirarkhis dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling
umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.

2.1.4 Kelebihan dan kekurangan teori sibernetik

a. Kelebihan Teori Sibernetik


Kesemua teori belajar dalam aliran-aliran yang menekankan aspek yang
berbeda-beda ini sebetulnya memiliki kesamaan karena melihat bahwa belajar
adalah suatu proses yang berlangsung pada diri seseorang yang melalui tahapan-
tahapan tertentu. Isi dari proses belajar adalah sistem informasi yang diperoleh
melalui pengalaman akan suatu kejadian tertentu yang disusun sebagai suatu
konsep, teori, atau informasi umum.
Hasil dari proses teori belajar ini adalah adanya perubahan, baik yang dilihat
sebagai perubahan tingkah laku maupun secara kemampuan pada tanah kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Secara rinci dapat di bagi menjadi :
a. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
b. Penyajian pengetahuan yang luas.
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
f. Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing
individu.

8
g. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.

b. Kekurangan Teori Sibernetik


Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang
proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung
ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak.
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas maka
terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
(http://madewirabuana.blogspot.co.id, diakses 24 Agustus 2016)

2.1.5 Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran

Sani (2013:38) berpendapat bahwa Teori belajar pengolahan informasi


termasuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah
proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan
perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu. Namun memori kerja
manusia mempunyai kapasitas yang terbatas. Teori Gagne dan Briggs
mendeskripsikan adanya 1) kapabilitas belajar, 2) peristiwa pembelajaran, dan 3)
pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar kaitannya
dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut:

No Kapabilitas Belajar Unjuk Kerja

1 Informasi Verbal Menyatakan Informasi

2 Keterampilan Intelektual Menggunakan simbol untuk


berinteraksi dengan lingkungan.
- Diskriminasi Membedakan perangsang yang
memiliki dimensi fisik yang
berlainan.
- Konsep konkret Mengidentifikasi contoh-contoh
konkret

9
- Konsep abstrak Mengklasifikasikan contoh-
contoh dengan menggunakan
ungkapan verbal atau definisi
- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu
kaidah.
- Kaidah tingkat lebih tinggi Mengembangkan kaidah baru
untuk memecahkan masalah

3 Strategi Kognitif Mengembangkan cara-cara baru


untuk memecahkan masalah.
Menggunakan berbagai cara
untuk mengontrol proses belajar
dan/atau berpikir.

4 Sikap Memilih berprilaku dengan cara


tertentu.

5 Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang


luwes, cekatan, serta dengan
urutan yang benar.

2.1.6 Langkah-langkah Aplikasi Teori Sibernetik

Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran baik


diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan instruksional;
2. Menentukan materi pelajaran;
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi;
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi (apakah
algoritmik atau heuristik);
5. Menyusun materi dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasi;
6. Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan pelajaran.

10
2.1.7 Contoh Penerapan Teori Sibernetik dalam Proses Belajar Matematika

Upaya meningkatkan kemampuan berpikir krisis matematika pada


pembelajaran sibernetik teori-praktik pada siswa kelas
a. Materi : Teorema Pythagoras
b. Tujuan : 1. Memahami pengertian Pythagoras
2. Memahami pembuktian rumus dan penggunaan rumus pada
teorema pythagoras
3. mengetahui manfaat dalam aplikasi kehidupan sehari-hari pada
teorema pythagoras
c. pendekatan : pada materi teorema pythagoras pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan algoritmik yang dalam pengerjaannya membutuhkan
langkah yang sistematis , tahap demi tahap, dan mengarah pada pencapaian
tujuan.
d. Pengembangan informasi :
Teorema Phytagoras atau yang lebih dikenal Dalil Pythagoras merupakan
salah satu dalil yang paling sering digunakan secara luas. Dalil ini pertama kali
ditemukan oleh Pythagoras, yaitu seorang ahli matematika bangsa Yunani yang
hidup dalam abad keenam Masehi ( kira-kira pada tahun 525 sebelum Masehi ).
Dalil ini sesungguhnya telah dikenal orang-orang Babilonia sekitar 1.000
tahun sebelum masa kehidupan Pythagoras dan sampai saat ini masih digunakan
antara lain untuk pelayaran, astronomi, dan arsitektur.
Teorema Pythagoras ini adalah teorema yang sangat terkenal. Teorema ini
akan sering digunakan dalam menghitung luas bangun datar. Selain digunakan
dalam perhitungan pada bangun datar, perhitungan pada dimensi 3 atau yang lain
juga sering menggunakan teorema Pythagoras.
Pengembangan informasi :
Teorema Pythagoras atau yang lebih dikenal Dalil Pythagoras merupakan
salah satu dalil yang paling sering digunakan secara luas. Dalil ini pertama kali
ditemukan oleh Pythagoras, yaitu seorang ahli matematika bangsa Yunani yang
hidup dalam abad keenam Masehi ( kira-kira pada tahun 525 sebelum Masehi ).

11
Luas persegi besar = luas persegi putih + luas 4 segitiga
(a+b)2 = c2 + 4. .a.b
a2 + 2ab + b2 = c2 + 2ab
a2 + b2 = c2
Dalam materi teorema pythagoras terdapat tripel pythagoras di mana tripel
Pythagoras adalah tiga bilangan asli yang memenuhi teorema/Dalil Pythagoras.
Untuk memperoleh Tripel Pythagoras dapat digunakan salah satu rumus yang
umum digunakan, yaitu: a = m2 - n2, b = 2mn, dan c = m2 + n2 di mana m dan n
adalah bilangan asli dengan m > n serta c dianggap sebagai sisi
terpanjang/hipotenusa. Salah satu manfaat dari tripel Pythagoras adalah untuk
menentukan apakah sebuah segitiga siku-siku atau tidak.
Persoalan pada materi teorema pythagoras dapat diselesaikan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Amati dan analisis soal ( amati jika persoalan dalam bentuk gambar dan
analisis jika soal berbentuk cerita)
2. Tentukan apa saja yang diketahui dari persoalan yang dipertanyakan pada
teori pythagoras
3. Gunakan rumus teorema pythagoras untuk menemukan hasil
4. Tarik kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh

12
2.2 Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
2.2.1 Pengertian PMRI

Pendidikan matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan


pemikiran Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan
aktivitas insani (human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. PMRI
mempunyai ciri bahwa dalam proses pembelajaran peserta didik harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui
bimbingan guru dan penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika
tersebut harus dimulai dari penjelajahan sebagai situasi dan persoalan “dunia riil”.
Dunia riil adalah segala sesuatu di luar matematika. Ia bisa berupa mata
pelajaran lain selain matematika atau bidang ilmu yang berbeda dengan
matematika, ataupun dalam kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita.
Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi kontekstual dalam menyusun
materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi rangkaian soal-soal kontekstual
akan membantu proses pembelajaran yang bermakna bagi peserta didik. Dalam
PMR, proses belajar mempunyai peranan penting. Sebagai konsekuensinya, guru
harus mampu mengembangkan pengajaran yang interaktif dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik. Untuk memberikan kontribusi terhadap proses
belajar kita.
Pada saat ini, PMR mendapat perhatian dari berbagai pihak, seperti guru dan
peserta didik, orang tua, dosen (teacher educators), dan pemerintah. Beberapa
sekolah dasar di Yogyakarta, Bandung, dan Surabaya telah melakukan uji coba
dan mengimplementasikan PMR dalam skala terbatas. Sebelum PMR
diimplementasikan secara luas di Indonesia perlu pemahaman yang memadai
tentang teori baru tersebut. Sering kali kegagalan dalam inovasi pendidikan bukan
disebabkan karena inovasi itu jelek, tapi karena kita tidak memahaminya secara
benar.

13
2.2.2 Sejarah PMR

PMR tidak dapat dipisahkan dari institut Freudenthal. Institut ini didirikan
pada tahun 1971 berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut
diambil dari nama pendirinya, yaitu profesor Hans Freudenthal (1905-1990),
seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.
Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan
teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic
Mathematics Edication). PMR menggabungkan pandangan tentang apa itu
matematika, bagaimana peserta didik belajar matematika, dan bagaimana
matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa peserta didik tidak
boleh dipandang sebagai passive receivers of redy made mathemtics (penerima
pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya, pendidikan harus mengarahkan
peserta didik kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk
menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang
diangkat dari berbagai situasi (konteks) yang dirasakan bermakna sehingga
menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi,
yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkaitan dengan konteks ( context-link
solution). Peserta didik secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman
matematis ke tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas
matematis peserta didik dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga
mengarah pada level berpikir matematis yang lebih tinggi.

2.2.3 Pentingnya Pengembangan PMRI

Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri yaitu:


1. Cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai objek;
2. Guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan
indoktriner,
3. Materi bersifat subject-oriented; dan
4. Manajemen bersifat sentralistis.

Orientasi pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan kita


mengisolasi diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah. Selain itu, kurang

14
relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan pekerjaan, dan terlalu
berkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan
pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian.
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal
sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari
pada mengajar (teaching)
2. Pendidikan diorganisasi dalam suatu struktur yang fleksibel.
3. Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki
karakteristik khusus dan mandiri.
4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa
berinteraksi dengan lingkungan.

PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti
kontruktivisme dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning, disingkat CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun CTL
mewakili teori belajar secara umum. Jadi, PMR merupakan teori pembelajaran
yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman peserta didik tentang matematika dan mengembangkan
daya nalar. Salah satu pertimbangan mengapa kurikulum 2006 direvisi adalah
banyaknya kritik yang mengatakan bahwa materi pelajaran matematika tidak
relevan dan tidak bermakna.
2.2.4 Konsepsi Tentang Peserta Didik

PMR mempunyai konsepsi tentang peserta didik sebagai berikut


1. Peserta didik memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide
matematika yang mempengaruhi belajar
2. Peserta didik memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

15
3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi
penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan
penolakan.
4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh peserta didik untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
5. Setiap peserta didik tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematika.
2.2.5 Peran Guru

PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut.


1. Guru hanya sebagai fasilitator belajar.
2. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.
3. Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara aktif
menyumbang pada proses belajar dirinya dan secara aktif membantu peserta
didik dalam menafsirkan persoalan riil.
4. Guru harus aktif dalam mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik
maupun sosial.

2.2.6 Konsepsi tentang Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut


(De Lange, 1995).
1. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi
peserta didik sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya
sehingga peserta didik segera terlihat dalam pelajaran secara bermakna.
2. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
3. Peserta didik mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan.

Pengajaran berlangsung secara interaktif : peserta didik menjelaskan dan


memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban
temannya (peserta didik lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan

16
ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi
terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

2.2.7 Harapan

Dengan penerapan PMR di Indonesia, diharapkan prestasi akademik


peserta didik meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata
pelajaran lainnya. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang
di kemukakan Zamroni, (2000), pada aspek prilaku diharapkan peserta didik
mempunyai ciri-ciri berikut.

1. Mereka aktif diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta aktif dalam
mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah
dipelajari;
2. Mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar.
3. Bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan
gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain.
4. Memiliki kepercayaan yang tinggi.
(Daryanto,2013:161-165)

2.2.8 Prinsip-Prinsip PMRI

Sutikno (2014:134-135) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip


pembelajaran matematika realistik, yaitu : aktivitas konstruktivis, realitas,
pemahaman, keterkaitan inter-koneksi antar konsep, interaksi, dan bimbingan
(dari guru dalam penemuan)
Model pembelajaran matematika realistik dapat diterapkan dengan langkah
langkah berikut ini :
a. Persiapan
1. Menentukan masalah kontekstual yang sesuai dengan pokok bahasan yang
akan diajarkan.
2. Mempersiapkan alat peraga yang dibutuhkan.

17
b. Pembukaan
1. Memperkenalkan masalah kontekstual kepada peserta didik.
2. Meminta peserta didik menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.

c. Proses pembelajaran
1. Memperhatikan kegiatan peserta didik,baik secara individu ataupun
kelompok.
2. Memberi bantuan jika diperlukan.
3. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
mereka,dan mengomentari hasil kerja temannya
4. Mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan strategi terbaik untuk
menyelesaikan masalah.
5. Mengarahkan peserta didik untuk menemukan aturan atau prinsip yang
bersifat umum

d. Penutup
1. Mengajak peserta didik menarik kesimpulan tentang apa yang telah mereka
lakukan dan pelajari.
2. Memberi evaluasi berupa soal matematika dan pekerjaan rumah(PR)

2.2.9 Contoh penerapan PMRI

Materi : Pythagotas
a. Persiapan
1. Masalah
Masalah yang berhubungan dengan teorema pythagoras di
antaranya adalah pengukuran sisi miring baik sisi miring.

2. Alat peraga
Guru menyiapkan alat peraga seperti gambar dibawah ini untuk
menjelaskan maksud permasalahan yang diangkat untuk
menyampaikan tujuan dari belajar teorema pythagoras

18
b. Pembukaan
1. Memperkenalkan masalah kontekstual kepada peserta didik.
Guru meminta satu siswa untuk berdiri di luar kelas di bawah sinar
matahari dan siswa yang lain mengamati 1 siswa yang berdiri di
luar luar. Maksud perintah guru seperti gambar di bawah ini
Tentukan perbandingan dari panjang bayangan siswa dengan siswa
dan bayangan pohon dangan pohon yang sebenarnya?

2. Setelah pemberian masalah guru meminta siswa untuk


menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan pemikiran
sendiri tanpa harus berpatok pada rumus, lebih tepatnya siswa saat
menyelesaikan masalah dengan pengembangan materi yang telah
dipahami. (Penyelesaian masalah ini diselesaikan dengan cara
berkelompok).

19
c. Memperhatikan kegiatan peserta didik,baik secara individu ataupun
kelompok.
1. Memberi bantuan untuk setiap kelompok yang belum memahami
maksud permasalahan dan arah permasalahan dalam
penyelesaiannya
2. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyajikan hasil
diskusi,dan mengomentari hasil kerja kelompok lain.
3. Mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan strategi terbaik
untuk menyelesaikan masalah. Dengan melatih kerja siswa bermula
dengan pengamatan secara menyeluruh, lalu pengamatan terperinci
dengan menentukan apa yang diketahui dari permasalahan, lalu
analisis permasalahan yang ditanyakan dengan menghubungkan
pada materi yang sudah dijelaskan.
4. Mengarahkan peserta didik untuk menemukan aturan atau prinsip
yang bersifat umum dalam materi pythagoras
d. Penutup
1. Setelah menampilkan hasil diskusi masing-masing kelompok, guru
mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan secara umum dari
hasil belajar tantang teorema pythagoras, di mana kesimpulannya
adalah:
Teorema pythagoras adalah teorema yang sering digunakan
untuk menghitung luas bangun datar dengan rumus: a2 + b2 = c2.
Teorema pythagoras dapat diaplikasikan untuk kehidupan di
antaranya Bidang arsitektur, arsitek menggunakan untuk mengukur
kemiringan bangunan, misalnya kemiringan sebuah tanggul agar
mampu menahan tekanan air. Ini juga sangat membantu dalam
menentukan biaya pembuatan bangunan, seorang tukang kayu pun
untuk membuat segitiga penguat pilar kayu, Mengukur panjang
minimum tangga yang tersender dalam pohon

20
2. Memberi evaluasi berupa soal matematika dan pekerjaan rumah
(PR).
Contoh-contoh soal yang dapat dijadikan evaluasi dan Pekerjaan
Rumah (PR)
1. Hitunglah panjang PR dan QR pada gambar berikut !
R
4cm

P 2cm 8cm Q

2. Seorang anak menaikkan layang-layang dengan benang yang


panjangnya 100 meter. Jarak anak di tanah dengan titik yang
tepat berada di bawah layang-layang adalah 60 meter.
Hitunglah ketinggian layang-layang tersebut!
3. Markus, seorang mahasiswa,
harus berjalan dari asramanya di
Wisma Nusantara menuju
Gedung Bhayangkara untuk
mengikuti kelas matematika.
Biasanya, dia berjalan 500 meter
ke timur dan 600 meter ke utara.
Namun hari ini dia terlambat
bangun. Dia memutuskan untuk mengambil jalan pintas
melalui padang rumput.
Berapakah panjang jalan pintas yang dia tempuh?
4. Ukuran layar monitor komputer
biasanya diukur berdasarkan
panjang diagonalnya. Sebuah
monitor 19 inch berarti mempunyai
panjang diagonal 19 inch. Jika
tinggi layar monitor 11.5 inch,
berapakah lebarnya?

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang telah ada. Teori ini
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi,
menurut teori sibernetik, belajar merupakan pengolahan informasi.
2. Gagasan-gagasan menurut para ahli tentang teori sibernetik di antaranya
adalah:
a. Menurut Landa:
Landa membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses
berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristic. Proses berpikir
algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap,
linear, konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu.
Sedangkan cara berpikir heuristic, yaitu cara berpikir divergen, menuju
ke beberapa target tujuan sekaligus.
b. Menurut Pask dan Scott
Menurut mereka, ada dua macam cara berpikir yaitu cara berpikir
serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Sedangkan cara berpikir menyeluruh (wholist)
adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke
gambaran lengkap sebuah sistem informasi.
3. proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyajian
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan
diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrieval).
4. Kelebihan dan kekurangan teori sibernetik:
a. Kelebihan:
1) Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
2) Penyajian pengetahuan yang luas.

22
3) Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4) Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin
dicapai.
5) Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya.
6) Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama
masing-masing individu.
7) Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang
tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk
kerja yang diharapkan.
b. Kekurangan:
Teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi
yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar.
Selain itu teori ini tidak membahas proses belajar secara langsung
sehingga hal ini menyulitkan penerapannya, di antaranya :
1) Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan
untuk mawas diri.
2) Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
5. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
a. kapabilitas belajar,
b. peristiwa pembelajaran, dan
c. pengorganisasian/urutan pembelajaran.
6. Langkah-langkah aplikasi teori sibernetik:
a. Menentukan tujuan instruksional;
b. Menentukan materi pelajaran;
c. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi;
d. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi
(apakah algoritmik atau heuristik);
e. Menyusun materi dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasi;
f. Menyajikan materi dan membimbing peserta didik belajar dengan pola
yang sesuai dengan urutan pelajaran.

23
7. Contoh Penerapan Teori Sibernetik Dalam Proses Belajar seperti pada
materi Teorema Pythagoras.
8. PMRI (Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia) adalah teori
pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil atau pernah dialami
siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan
sendiri sebagai kebalikan dari (teacher telling) dan pada akhirnya
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara
individu maupun kelompok dalam kehidupan mereka sehari-hari.
9. PMR tidak dapat dipisahkan dari institut Freudenthal. Institut ini didirikan
pada tahun 1971 berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama
institut diambil dari nama pendirinya, yaitu profesor Hans Freudenthal
(1905-1990), seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan
Jerman/Belanda.
10. Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman peserta didik tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar. Salah satu pertimbangan mengapa kurikulum
2006 direvisi adalah banyaknya kritik yang mengatakan bahwa materi
pelajaran matematika tidak relevan dan tidak bermakna.
11. Konsepsi tentang Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR
meliputi aspek-aspek berikut (De Lange, 1995).
a. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi
peserta didik sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya
sehingga peserta didik segera terlihat dalam pelajaran secara bermakna.
b. Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
c. Peserta didik mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan.
12. PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
a. Guru hanya sebagai fasilitator belajar.
b. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.

24
c. Guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk secara
aktif menyumbang pada proses belajar dirinya dan secara aktif
membantu peserta didik dalam menafsirkan persoalan riil.
d. Guru harus aktif dalam mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik
fisik maupun sosial.
13. Pengajaran berlangsung secara interaktif : peserta didik menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami
jawaban temannya (peserta didik lain), setuju terhadap jawaban temannya,
menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain dan
melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pelajaran.
14. Dengan penerapan PMR di Indonesia, diharapkan prestasi akademik
peserta didik meningkat, serta bersifat demokratis, yakni berani
menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani
pula menerima gagasan orang lain.
15. Sutikno (2014:134-135) menyatakan bahwa ada beberapa prinsip
pembelajaran matematika realistik, yaitu : aktivitas konstruktivis, realitas,
pemahaman, keterkaitan inter-koneksi antar konsep, interaksi, dan
bimbingan (dari guru dalam penemuan).
16. Contoh Penerapan Teori Sibernetik Dalam Proses Belajar seperti pada
materi Teorema Pythagoras.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyaknya kekurangan dan
kekeliruan dan tentu tidak sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kelancaran pembuatan makalah
selanjutnya. Namun, kami berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca
khususnya tenaga pendidik.

25
DAFTAR PUSTAKA

Buana, Made Wira. 2012. Teori Sibernetik. (http://madewirabuana.blogspot.co.id


/2012/06/teori-sibernetik.html. Diakses 24 Agustus 2016).
Budiningsih, C. Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Sani, Ridwan Abdulah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutikno, M. Sobry. 2014. Metode dan Model-Model Pembelajaran. Lombok:
Holistica.
Suyono dan Hariyanto. 2015. Implementasi Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai