NIM : 1715140001
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang mana telah memberikan
kami kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa shalawat beriring salam kami sanjungkan atas nabi besar kita Muhammad
s.a.w.
Rasa hormat juga ingin kami sampaikan kepada dosen yang telah membimbing
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori Pusat
Pertumbuhan Wilayah”. Adapun makalah yang saya susun ini, saya sangat
berharap kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah ini agar bisa
menjadi lebih baik.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
A. Teori Tempat Sentral.................................................................................................4
B. Teori Kutub Pertumbuhan........................................................................................5
C. Teori Sektoral / Sector Theory..................................................................................6
BAB III...................................................................................................................................7
A. Kesimpulan.................................................................................................................7
B. Saran...........................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah pada tanggal 1
Januari 2001, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi telah menyatakan
dimulainya pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Untuk mendukung
pelaksanaan otonomi tersebut, beberapa peraturan Pemerintah sudah pula
dikeluarkan. Sejak saat itu, pemerintah dan pembangunan daerah di seluruh
Nusantara telah memasuki era baru yaitu era otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal (Sjafrizal, 2014: 14).
Dengan adanya otonomi daerah menimbulkan perubahan yang cukup
mendasar dalam perencanaan pembangunan daerah. Sistem perencanaan
pembangunan yang selama ini cenderung seragam, kemudian mulai berubah dan
cenderung bervariasi tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang
dialami oleh daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keinginan
aspirasi yang berkembang di daerah.
Menurut Sjafrizal (2014: 14) Perubahan yang terjadi dengan adanya
otonomi daerah pada dasarnya menyangkut dua hal pokok, yaitu: pertama,
pemerintah daerah diberikan wewenangan lebih besar dalam melakukan
pengelolaan pembangunan (Desentralisasi Pembangunan). Kedua, pemerintah
daerah diberikan sumber keuangan baru dan kewenangan pengelolaan keuangan
yang lebih besar (Desentralisasi Fiskal). Kesemuanya ini dimaksudkan agar
pemerintah daerah dapat lebih diperdayakan dan dapat melakukan kreasi dan
terobosan baru dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah masing-
masing sesuai potensi dan aspirasi masyarakat daerah bersangkutan. Hal ini
berarti daerah harus lebih mampu menetapkan skala prioritas yang tepat untuk
memanfaatkan potensi daerahnya masing-masing.
2
B. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang
menjadi konsumen dari barang-barang dan jasa tersebut
Tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk
heksagonal (segi enam). Wilayah yang terletak di dalam segi enam itu merupakan
daerah-daerah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral
tersebut.
Dapat dijelaskan model Christaller tentang terjadinya perdagangan
heksagonal sebagai berikut: (Tarigan, 2005: 126)
1. Awalnya terbentuk areal perdagangan satu komoditi berupa
lingkaranlingkaran memiliki pusat dan menggambarkan threshold dari
komoditi tersebut. Lingkaran-lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada
gambar bagian A.
2. Lalu digambarkan lingkaran-lingkaran berupa range dari komoditi tersebut
yang lingkarannya boleh tumpang tindih seperti terlihat pada gambar bagian
B.
3. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan
sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan
yang tidak lagi tumpang tindih, seperti terlihat pada gambar bagian C.
4. Tiap barang pada berdasarkan tingkatan ordenya memiliki heksagonal
sendiri-sendiri. Dengan menggunakan k = 3, barang orde 1 lebar
heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal barang orde 2. Barang orde 2 lebar
heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal barang orde 3 dan seterusnya. Tiap
heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya
heksagonal tersebut. Heksagonal yang sama besarnya tidak saling tumpeng
tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi
tumpang tindih, seperti terlihat pada gambar D.
5
tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda. Tempat
atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan atau pengembangan dinamakan
kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan
akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat yang
lebih rendah.
Dalam teori ini dikenal istilah yang berkaitan dengan timbulnya dampak
positif atau dampak negatif dari interaksi kutub pertumbuhan dengan daerah
disekitarnya. Dampak positif dari kemajuan pembangunan dari pusat
pembangunan disebut dengan trickle down effect. Dampak negatif yang
dirasakan oleh wilayah pinggirannya disebut dengan backwash polarization.
Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota tertentu
yang diharapkan selanjutnya meningkatkan aktivitas kota sehingga akan semakin
lebih banyak lagi melibatkan penduduk dan pada akhirnya semakin banyak
barang dan jasa yang dibutuhkan.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pusat pertumbuhan (growth pole) adalah suatu wilayah atau kawasan yang
pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan
wilayah lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain di
sekitarnya.
2. Teori Pusat pertumbuhan terdiri dari Teori Tempat Sentral (Central Place
Theory), Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) dan teori interkasi
keruangan
B. Saran
Masih banyak teori yang belum lengkap dalam makalah ini sehingga masih di
butuhkan pengembangan lebih.
7
DAFTAR PUSTAKA
Endarto, Danang, Dkk, 2009. Geografi 3 Untuk SMA/MA Kelas XII, Jakarta, Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.