Anda di halaman 1dari 51

PRODUKSI RUANG DI ALUN-ALUN MALINGPING PERSPEKTIF

HENRI LEFEBVRE
(studi kasus pemanfaatan alun-alun oleh PKL)

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Syarat Seminar Proposal

Oleh:

Wahyu Firmansyah

NIM 220160008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2021
,\
LENIBAR PENGESAHAN

n^6-^- i-i
r/!r160rr .lit^r^-t'^- L^L.,'^
rrrr ulLwtuPhulr uulrlvo .l-.;^.;
Jr\rlyJr 1-^.i!-,,+
u!r rl\ut,

Judul : Produksi Ruang Di Alun-Alun Malingping Perspektif Henri

Levebfre (studi kasus pemanfaatan alun-alun oleh PKL)

Nama : Wahyu Firmansyah

NIM .2290160008

Jurusan : Pendidikan Sosiologi


DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................................................... i


Lembar Pengesahan ...................................................................................... ii
Dafatar Isi ...................................................................................................... iii
Daftar Tabel ................................................................................................... v
Daftar Bagan .................................................................................................. vi
Produksi Ruang Di Alun-Alun Malingping Perspektif Henri Levebfre (studi
kasus pemanfaatan alun-alun oleh PKL)

I. Latar Belakang Masalah Penelitian .................................................. 1

II. Kajian dan Penelitian Terdahulu yang Relevan................................. 4

III. Fokus Penelitian ................................................................................ 5

IV. Rumusan Masalah.............................................................................. 5

V. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

VI. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

A. Manfaat Teoritis .......................................................................... 6

B. Manfaat Praktis ............................................................................ 6

VII. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN KERANGKA


BERFIKIR ...................................................................................................... 7

A. Kajian Pustaka .......................................................................................... 7

a) Produksi Ruang .................................................................................. 7

b) Alun-alun ........................................................................................... 7

c) Pedagang Kaki Lima .......................................................................... 9

B. Kerangka Teori ....................................................................................... 16

a) Teori Produksi Ruang Henri Levebfre ............................................. 16

a. Praktik spasial (Spatial Practice) ................................................. 17

b. Representasi ruang (Reprecentation of Space) ......................... 18

ii
c. Ruang Representasi (Reprecentational Spaces) ........................ 18

C. Kerangka Pemikiran................................................................................ 20

VIII. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 22

A. Metode Penelitian ................................................................................... 22

B. Teknik Penelitian .................................................................................... 22

a) Teknik Pengumpulan Data Penelitian............................................. 22

b) Teknik Pengodean Data Penelitian ................................................. 24

c) Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian............................ 25

d) Teknik Analisis Data Penelitian ..................................................... 26

IX. Instrumen Penelitian ............................................................................... 28

X. Sumber Data Penelitian........................................................................... 29

XI. Data Penelitian ........................................................................................ 30

A. Jenis Data Penelitian ........................................................................ 30

B. Kriteria Pemilihan Data Penelitian .................................................. 31

C. Jumlah Data Penelitian .................................................................... 34

XII. Tempat atau Lokasi Penelitian ................................................................ 35

XIII. Waktu Penelitian ..................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

LAMPIRAN-LAMPIRAN 40

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kajaian Terdahulu yang Relevan 4

Tabel 3.1 Sumber data primer dan sekunder 30

Tabel 3.2 jumlah pedagang kaki lima 31

Tabel. 3.3 jenis produk pedagang kaki lima 32

Tabel 3.4 jenis pedagang kaki lima 32

Tabel 3.5 jabatan fungsional pemerintah kecamatan Malingping 33

Tabel 3.6 aktivitas yang dilakukan pengunjung alun-alun 34

Tabel 3.7 Jadwal Penelitian 36

iv
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir 21

Bagan 3.1 Triangulasi sumber data 26

Bagan 3.2 Model analisis data Miles dan Huberman 27

v
1

Produksi Ruang Di Alun-Alun Malingping Perspektif Henri Lefebvre (studi

kasus pemanfaatan alun-alun oleh PKL)

I. Latar Belakang Masalah Penelitian

Malingping merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Lebak,

Banten. Sebagai salah satu daerah yang memiliki alun-alun di kabupaten Lebak,

Malingping menjadi tempat bersinggah untuk para pengendara. Penduduk lokal

pun sering meluangkan waktu untuk mengunjungi alun-alun karena dianggap

sebagai tempat mencari hiburan dengan melakukan wisata kuliner juga sekedar

nongkrong.

Hal ini dipicu oleh pedagang kaki lima dan penyedia jasa sewa mainan yang

mengililingi dan menghiasi alun-alun, khususnya pada malam hari. Perkembangan

jumlah pedagang kaki lima semakin hari semakin bertambah seiring dengan

renovasi pada tahun 2017 silam. Dan pada tahun 2020, pedagang kaki lima di

alun-alun Malingping secara keseluruhan berjumlah 46 mengisi setiap sudut alun-

alun.

Berdasarkan hasil observasi awal, pedagang kaki lima yang berlokasi di

alun-alun Malingping ini memiliki waktu berjualan yang relatif tak menentu. Pagi

hari didominasi oleh pedagang yang menjajankan makanan untuk sarapan, dan

sore sampai malam hari didominasi pedagang dengan berbagai jenis produk

dagangan, dari makanan berat dan ringan, sampai minuman yang bervariasi.

Terlihat pada video dokumentasi V1TB, V2TS, V3TT, V4TU yang

menggambarkan kondisi lokasi pedagang kaki lima berjualan dan kondisi siang
2

dan malam pada video dokumentasi V5KS dan V6KM. Pada mula nya sebelum

renovasi alun-alun, pedagang kaki lima hanya berjualan dibagian selatan karena

berhadapan dengan SDN 1 MALINGPING UTARA dan PUSKESMAS yang

dianggap menjadi kantin bagi dua lembaga tersebut.

Fenomena tersebut menurut Lefebvre merupakan suatu hasil dari produksi

ruang atas ruang material (alun-alun) sehingga memproduksi ruang baru yaitu

ruang yang hidup atau ruang sosial didalamnya. Berbicara tentang ruang, secara

umum ruang dipahami sebagai ruang fisik yang berwujud objek yang bisa dilihat

dengan mata telanjang. Namun dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ruang

yang hidup menjadi salah satu bidang kajian dalam sosiologi. Teori produksi

ruang ini diperkenalkan oleh seorang tokoh sosiolog Prancis Henri Lefebvre

melalui karyanya The Production of Space.

Lefebvre menegaskan bahwa ruang fisik dan ruang sosial bukanlah dua

bagian yang berbeda, tetapi ruang fisik mempengaruhi ruang sosial terbentuk

didalamnya. Secara sederhana produksi ruang dapat dikatakan sebagai hasil

interaksi antar ruang fisik dengan masyarakat sehingga membentuk ruang yang

hidup atau ruang sosial. Contohnya seperti alun-alun (ruang fisik) menjadi tempat

berkumpulnya orang-orang. Demikian ruang hidup (lived space) hadir di alun-

alun tersebut. Dengan banyaknya orang berdatangan, akan memancing berbagai

kelompok datang dengan membawa kepentingannya masing-masing dan membuat

ruang itu sendiri.


3

Selain itu, ruang menrut Lefebvre terbagi menjadi dua, yakni ruang mutlak

dan ruang abstrak. Ruang mutlak merupakan ruang yang secara alami terbentuk

tanpa dipengaruhi oleh aspek dari luar, seperti di sebuah perkampungan suatu

ruang sosial terbentuk di tempat air mengalir sebagai sarana mencuci. Sedangkan

ruang abstrak adalah ruang yang diabstraksi atau dpengaruhi oleh aspek ekonomi,

politik dan teknologi. Lefebvre lebih menekankan bahwa produksi ruang hadir

karena kapitalisasi manusia sebagai buruh.

Seperti hal nya pedagang kaki lima, menawarkan barang dengan

memanfaatkan keramaian diruang fisik tersebut, sehingga disediakan lokasi ruang

untuk berdagang. Lefebvre mengatakan bahwa ruang selalu diproduksi dan

direproduksi.

Berdasarkan pemaparan masalah di atas, peneliti akan mengangkat judul

“Produksi Ruang Di Alun-Alun Malingping Perspektif Henri Lefebvre (studi

kasus pemanfaatan alun-alun oleh PKL)”


4

II. Kajian dan Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tabel 1.1 Kajaian Terdahulu yang Relevan

Penulis/judul/tahun Rumusan masalah/tujuan Hasil penelitian


Iwan Nurhadi . Luthfi - Mengidentifikasi praktik sosial - Terdapat dominasi wacana keuntungan elit desa
Amiruddin, Genta Mahardika sebagai bagian dari dampak sedangkan wacana tandingan hanya muncul pada
Rozalinna perubahan tata guna lahan pertanian masyarakat bawah.
“Produksi Ruang dan Perubahan menjadi lokasi wisata Waterland pada - Dampak dari perubahan tata guna lahan ini
Pengetahuan pada Masyarakat salah satu desa di Jawa Timur, memunculkan masalah pada kerusakan ekoglogi dan
Sekitar Objek Wisata Indonesia. berdampak buruk bagi masyarakat.
Waterland” (2019) - Menganalisis antara wacana utama - Dalam artian pada proses perubahan tata guna lahan ini,
dan tandingan dari dampak proses masyarakat desa masih belum siap menerima industri
tersebut. pariwisata.
Agus Mauluddin - Bagaimana waktu luang - penggunaan waktu luang dikampung Pasir Kalong bagi
“Ruang Publik “Fishing Space”: dipergunakan pada masyarakat para penghobi, memancing memiliki makna dalam, yang
Sarana Pertukaran Informasi pedesaan Pasir Kalong? menunjukan fhising space bukan hanya pemancingan
Bisnis pada Masyarakat - Mengapa memancing jadi pilihan ikan. Tetapi diproduksi untuk menciptakan ruang yang
Perdesaan Kampung Pasir penggunaan waktu luang, makna digunakan sebagai sarana pertukaran segala macam
Kalong” (2019) memancing sebagai pemanfaatan informasi bahkan obrolan biasa.
penggunaan waktu luang, dan
bagaimana bisnis fhising space di
geluti?
Purnawan Dwikora Nagara - Bagaimana melihat sebuah RTH - penelitian ini melihat bahwa hukum dan kebijakan atas
Hukum Menata Ruang: Sebuah dalam kacamata hukum formal dalam ruang belum berpihak pada perlindungan ruang. Ruang
Tinjauan Sosio-Yuridis atas pengembangan dan perkembangan dalam bentuk RTH ini masih dimaknai sebagai objek
Ruang Terbuka Hijau di Kota atas ruang? eksploitasi, lingkungan masih menjadi objek komoditas.
Malang - Melihat perubahan RTH Malang Pemerintah atau pemegang kebijakan hanya mempunyai
sebagai tempat sakral berkembang pandangan monolitik terhadap RTH, yakni aspek
dengan hadirnya ruang baru. ekonomi saja.
5

III. Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah batasan penelitian agar jelas arah maupun ruang

lingkup yang akan diteliti. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis

memfokuskan penelitian pada bagaimana pola produksi ruang alun-alun

sebagai ruang publik yang diproduksi untuk menciptakan praktik jual beli.

Berdasarkan fokus dari judul diatas, penelitian ini dilihat dari substansi

pendekatan dan substansi permasalahan, dari segi pelaku usaha sektor

informal yang memproduksi ruang publik menjadi praktik jual beli

memberikan fokus penelitian pada peran teknologi, ekonomi dan politik

terhadap produksi ruang yang terjadi di alun-alun Malingping oleh PKL

menggunakan triad konseptual Produksi ruang Henri Lefebvlefere.

IV. Rumusan Masalah

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian ini

adalah :

A. Bagaimana peran ekonomi, politik dan teknologi dalam proses produksi

ruang di alun-alun Malingping?

B. Peran apa yang paling mempengaruhi produksi ruang yang dilakukan oleh

PKL di alun-alun Malingping?


6

V. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penilitian di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah :

A. Untuk menjelaskan peranan ekonomi, politik dan teknologi dalam proses

produksi ruang di alun-alun Malingping.

B. Untuk mengidentifikasi peran yang paling mempengaruhi produksi ruang

yang dilakukan pedagang kaki lima di alun-alun Malingping.

VI. Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya kajian ilmu Sosiologi ruang dan

memberikan gambaran nyata mengenai proses terjadinya produksi ruang di

alun-alun Malingping, Kec. Malingping, Kab. Lebak.

B. Manfaat Praktis

1. Bagi Lembaga Perguruan Tinggi terutama Prodi Pendidikan

Sosiologi, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

untuk menambah pengetahuan tentang proses produksi ruang

yang dilakukan pedagang kaki lima.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

wawasan dan pengetahuan baru tentang bagaimana proses

pedagang kaki lima memproduksi ruang di alun-alun Malingping.


7

VII. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI DAN KERANGKA

BERFIKIR

A. Kajian Pustaka

a) Produksi Ruang

Merupakan sub bidang kajian sosiologi pada abad 19 yang sering

digunakan oleh pemikir di abad 20 sebagai pengembang untuk teori-teori atau

analisis mengenai fenomena sosial. Produksi ruang diperkenalkan oleh sosiolog

prancis Henri Lefebvre.

Ruang, menurutnya selalu dinamis seirama dengan tumbuhan, batuan,

musik, dan lain sebagainya yang hidup; sebagai bentuk-bentuk lain dari

konsep-konsep pemikiran, yang nantinya akan dipergunakan Lefebvre dalam

menyikapi kehidupan sosial (Hendra, 2018 : 179).

Prinsipnya adalah bagaimana menjelaskan bahwa ruang secara fisik dapat

menghasilkan ruang baru yang hidup dimana ruang fisik itu diproduksi melalui

hubungan dan relasi sosial yang terdapat dalam ruang itu sendiri.

b) Alun-alun

Secara definisi umum, alun-alun merupakan suatu tempat terbuka dengan

hamparan rumput hijau yang luas, dikelilingi oleh jalan dan dijadikan tempat

umum dengan berbagai kegiatan masyarakat. Alun-alun sering dipersepsikan

sebagai simbol sebuah daerah, karena letaknya menjadi suatu objek penanda

terhadap suatu daerah.

Wiryomartono, 1995 mengatakan :


8

“Kata alun – alun berasal dari kata Halun – halun (dalam bahasa jawa

kuno / kawi) yang diasosiasikan sebagai suatu tempat yang memiliki sifat

telaga dengan riak yang tenang, sifat ini diperlukan oleh konsep

kekuasaan Jawa sebagai integrator, segala keragaman: peran, aspirasi,

dan tradisi” (dalam Hilman, 2015:33).

Seperti hal nya yang dijelaskan oleh Santoso, 2008 dalam (Susanti,

2015:126) bahwa alun-alun memiliki tiga konsep yaitu kosmos, kultur dan kuasa,

maka ketiga konsep alun-alun Malingping yaitu :

a) Kosmos, yang berfungsi sebagai tempat perayaan ritual atau keagamaan.

Area kosmos berupa lahan terbuka hijau yang berbentuk shaf sholat. Pada

area ini dibuka pada waktu tertentu yaitu idul adha dan idul fitri. Ruang

terbuka ini digunakan untuk menampung luapan jamaah Masjid Agung

Baiturrahim.

b) Kultur, sekaligus menggambarkan tujuan dari harmonisasi antara dunia

nyata dan universum.

Pada masa sekarang alun-alun Malingping memiliki peran sebagai ruang

publik yang dipakai semua orang untuk menjalankan berbagai aktivitas

didalamnya. Seperti ruang yang diciptakan masyarakat setempat untuk

berjualan di sekeliling alun-alun sebagai ruang ekonomi yang memberikan

penghasilan bagi masyarakat. Dalam hal ini konsep kultur mengalami

pergerseran makna seiring berjalannya waktu. Sebagaimana pada masa

prakolonial makna dari penggunaan ruang terbuka ini terbagi dua menjadi
9

yang sakral dan profan. Namun pada masa ini keduanya menjadi satu dan

kabur dari makna sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak aspek

terutama perkembangan masyarakat di suatu daerah.

c) Kuasa, tempat mempertunjukkan kekuasaan militer yang bersifat profan

dan merupakan instrument dalam mempraktekkan kekuasaan dari sang

penguasa.

Ruang kuasa yang dimaksud yaitu berupa hamparan ruang terbuka yang

berhadapan langsung dengan kantor pemerintahan. Menurut filosofi alun-

alun area ini digunakan sebagai tempat berdialog rakyat dengan para

penguasa.

c) Pedagang Kaki Lima

Menurut Evens dan Korff, pedagang kaki lima merupakan suatu bagian

dari ekonomi informal dimana produksi barang dan jasa yang berada diluar

kontrol pemerintah dan tidak terdaftar (Korff, 2002 : 234).

Untuk pertama kalinya seorang antropolog Inggris bernama Keith sekitar

1971 memperkenalkan gagasan tentang ekonomi dibagi ke dalam sektor formal

dan informal (Rachbini, 1992 : 26 dalam Jamaludin, 2017 : 281).

Secara definisi, menurut Dwiyanti (dalam Jamaludin, 2017 : 287)

pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah pedagang yang menggunakan bahu

jalan atau trotoar sebagai tempat berjualan. Berdasarkan sebutannya, pedagang

kaki lima adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan
10

gerobak. Istilah ini berawal dari pengamatan dimana gerobak memliki tiga “kaki”

ditambah dengan “dua” kaki pedagangnya yang berjumlah lima.

Di Indonesia, pedagang kaki lima merupakan suatu warisan dari penjajah

kolonial Belanda yang menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun

hendaknya menyediakan layanan untuk para pejalan kaki (Jamaludin, 2017 : 287).

Dari sini, sudah dapat dibayangkan bahwa pedagang kaki lima muncul pada saat

jalan raya dibangun untuk pejalan kaki, dimana para penjaja dagangan ini

menawarkan barang dan jasa nya untuk para pejalan kaki.

Biasanya pedagang kaki lima berjualan menawarkan barang nya dengan

berbagai cara, yaitu dengan cara berkeliling bahkan menetap di suatu tempat.

Sebagaimana salah satu karakteristiknya adalah dimana ramai orang, disitu ada

pedagang kaki lima.

Adapun karakteristik dan pola aktifitas pedagang kaki lima adalah sebagai

berikut :

a) Karakteristik

Pedagang kaki lima memiliki karakteristik yang mirip seperti ciri-ciri

sektor informal. Menurut Widodo (2000: 29) dalam Jamaludin (2017 : 288-289),

pedagang kaki lima memiliki 21 karakteristik, yaitu :

1. Kelompok pedagang yang kadang-kadang sebagai produsen, yaitu

pedagang makanan dan minuman yang memasaknya sendiri.


11

2. Menjajakan barang dagangannya pada gelaran tikar di pinggir jalan dan di

depan toko yang dianggap strategis. Ada juga yang menggunakan meja,

kereta dorong dan kios kecil.

3. Menjual barang secara eceran.

4. Bermodal kecil, bahkan sering dimanfaatkan pemilik modal dengan

memberikan komisi sebagai jerih payah.

5. Kelompok marginal, bahkan ada pula yang masuk dalam kelompok

submarginal.

6. Kualitas barang yang dijual realtif rendah, bahkan ada yang khusus

menjual barang-barang dengan kondisi sedikit cacat dengan harga yang

lebih murah lagi.

7. Omset penjualan tidak besar.

8. Pembeli pada umumnya berdaya beli rendah.

9. Jarang ditemukan khusus pedagang kaki lima yang sukses secara ekonomi

sehingga kemudian meningkat dalam jenjang hierarki pedagang.

10. Merupakan usaha familly enterpriese, artinya anggota keluarga turut

membantu dalam usaha tersebut.

11. Mempunyai sifat one man enterprise.

12. Barang yang ditawarkan tidak berstadar, dan perubahan jenis barang yang

diperdagangkan sering terjadi.

13. Tawar-menawar antar pembeli dan penjual menjadi ciri khas pada usaha

pedagang kaki lima.


12

14. Sebagian PKL, melaksanakan secara penuh, yaitu berupa full time job,

sebagian lagi melakukannya setelah jam kerja atau pada waktu senggang

dalam rangka usaha mencapai pendapatan tambahan.

15. Sebagian PKL, melakukan pekerjaannya secara musiman, dan terlihat jenis

barang dagangannya berubah-ubah.

16. Barang-barang yang dijual merupakan barang yang umum.

17. Berdagang dalam kondisi tidak tenang karena sewaktu-waktu usaha

mereka ditertibkan dan dihentikan oleh pihak yang berwenang.

18. Masyarakat sering beranggapan bahwa para PKL adalah kelompok yang

memnduduki status sosial yang rendah dalam masyarakat.

19. Karena faktor pertentangan kepentingan, kelompok PKL yang sulit bersatu

dalam bidang ekonomi meskipun perasaan setia kawan yang kuat diantara

mereka.

20. Waktu kerja tidak menunjukan pola yang tetap, hal ini menunjukan seperti

pada ciri perusahaan perseorangan.

21. Mempunyai jiwa enterprenership yang kuat.

b) Pola Aktivitas Pedagang Kaki Lima

1) Lokasi dan Waktu Pedagang Kaki Lima

Mc Gee dan Yeung (1977: 76) mengatakan :

“bahwa pola aktifitas yang berkaitan dengan lokasi dan waktu, yaitu

menyesuaikan irama dari ciri kehidupan masyarakat sehari-hari”

(dalam Jamaludin 2017: 290).


13

Berkenaan dengan pendapatnya, maka dapat dipahami bahwa lokasi dan

waktu yang digunakan oleh pedagang kaki lima mengikuti pola hidup masyarakat

itu sendiri. Seperti halnya tempat rekreasi bersasarkan karakteristiknya memiliki

keramaian yang mengundang pedagang kaki lima ikut berkecimpung meramaikan

lokasi dan juga waktu di tempat rekreasi tersebut.

Menurut Jamaludin (2017: 290) berdasarkan dengan penentuan lokasi dan

waktu pedagang kaki lima yaitu :

a) Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada

waktu relatif sama, sepanjang hari.

b) Berada dikawasan tertentu yang merupakan pusat-pusat kegiatan

perekonomian kota dan pusat non-ekonomi perkotaan, tetapi sering

dikunjungi dalam jumlah besar.

c) Mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan pedagang kaki lima

dengan calon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang yang relatif

sempit.

d) Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas, dan utilitas pelayanan umum.

Hal ini disimpulkan bahwa yang mempengatuhi pedagang kaki lima

menempati suaatu lokasi dan waktu berdagang mereka adalah saat teramai di

suatu tempat. Namun akan berbeda antara saat ramai pada lokasi lokasi pusat

perbelanjaan modern dengan saat teramai pada kawasan wisata, permukiman,

kawasan perkantoran dan lain lain.


14

2) Jenis-jenis Pedagang Kaki Lima

Menurut De Soto (1991: 71-76) perdagangan informal terbagi menjadi

dua, yaitu perdagangan jalanan dan pasar informal. Namun dalam penelitian kali

ini, akan membahas perdagangan jalanan yang merupakan pedagang kaki lima.

Berdasarkan karakteristiknya, jenis pedagang kaki lima akan dipengaruhi dan

menyesuaikan dengan lokasi (Mc. Gee dan Yeung, 1977: 82-83 dalam Jamaludin,

2017: 291). Seperti contohnya di alun-alun Malingping, dimana digunakan

sebagai tempat rekreasi, persinggahan, sarana olahraga dan tempat nongkrong

anak-anak muda, maka pedagang kaki lima yang berjualan di alun-alun menjual

makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan dari pengunjung alun-alun.

3) Sarana Fisik Pedagang Kaki Lima

Bentuk sarana fisik pedagang kaki lima sangat dipengaruhi oleh jenis

dagangan yang dijual. Menurut Mc. Gee dan Yeung (1977: 82-83), di kota Asia

Tenggara diketahui bahwa pada umumnya bentuk sarana tersebut sangat

sederhana dan mudah dipindahkan atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain.

Berdasarkan hal itu, bentuk sarana yang digunakan PKL adalah :

a) Pikulan atau keranjang yang digunakan oleh para pedagang yang keliling

(mobile hawkers) atau semi-menetap (semi static). Hal ini bertujuan agar

barang mudah dipindahkan ke suatu tempat.

b) Gelaran atau alas, berupa kain, tikar, terpal, kertas, dan sebagainya.

c) Jongko atau meja, baik yang beratap maupun tidak beratap. Sarana ini

umumnya digunakan PKL yang menetap.


15

d) Gerobak atau kereta dorong yang beratap ataupun tidak beratap, bisa

digunakan oleh PKL, baik yang menetap maupun yang tidak menetap.

Pada umumnya digunakan untuk menjajakan makanan, minuman, dan

rokok.

e) Warung semi permanen terdiri atas beberapa gerobak yang diatur berderet

yang dilengkapi bangku-bangku panjang, Sarana ini mengunakan atap

terpal atau plastik yang tidak tembus air. PKL dengan sarana ini adalah

PKL yang menetap serta berjualan makanan dan minuman.

f) Kios, pedagang yang menggunakan sarana ini dikategorikan pedagang

yang menetap karena secara fisik tidak bisa dipindahkan. Umumnya

merupakan bangunan semi permanen yang dibuat dari papan dan kayu.

4) Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima

Menurut Jamaludin (2017: 292-293), pola penyebaran pedagang kaki lima

dibagi menjadi dua, yaitu:

a) Pola penyebaran mengelompok (focus aglomeration). Pedagang informal

yang pada umumnya memanfaatkan aktivitas pada sektor formal. Seperti

pada lokasi pusat-pusat perbelanjaan menjadi salah upaya untuk menarik

konsumennya. Contoh lain seperti kantin yang ada di kampus atau sekolah.

Pada tipe ini, pedagang ini memiliki sifat atau jenis dagangan yang sama,

seperti menjual makanan dan minuman.

b) Pola penyebaran memanjang (linier concentrution). Pada umumnya

pedagang dalam tipe ini memiliki pola yang terjadi di sepanjang atau di
16

pinggir jalan utama (main street) atau menghubungkan jalan utama.

Pedagang yang menenpatinya pun memiliki berbagai ragam jenis produk

yang dijual. Karena diuntungkan oleh aksesibilitas yang tinggi di lokasi

tersebut, maka mempunyai kesempatan yang tinggi dalam meraih

konsumen. Jenis produk yang diperjualkan biasanya terdiri atas: pakaian,

kelonntong, buah-buahan dan lain-lain.

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari keseluruhan proses penelitian.

Secara logis mengembangkan, menguraikan dan menjelaskan hubungan yang

terjadi antara variabel yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian

(Sudaryono, 2018 : 158).

Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa terdapat praktik produksi ruang

yang terjadi di alun-alun Malingping salah satunya oleh pedagang kaki lima.

Dengan menjabarkan teori ini dapat menjelaskan kondisi permasalahan

menggunakan sudut pandang teori.

a) Teori Produksi Ruang Henri Lefebvre

Henry Lefebvre merupakan salah satu tokoh sosiolog Marxis Prancis yang

membahas ruang. Henri Lefebvre merupakan salah seorang filsuf kiri Prancis

yang penting walau tidak sepopuler filsuf Marxis. Lahir di 1901 dan meninggal di

tahun 1991, Lefebvre merupakan satu-satunya filsuf Marxis yang mengalami

langsung pergulatan peradaban Eropa sejak awal modernisme hingga


17

pascamodernisme. Di akhir usianya ia menyelesaikan versi terjemahan dari

magnum opus-nya, “The Production of Space”.

Ruang menurutnya terbagi menjadi dua, yakni; ruang mutlak dan ruang

abstrak. Ruang mutlak berbicara tentang bagaimana ruang terbentuk secara alami

dan natural seperti gua, gunung, sungai, pantai, laut dll. Ruang mutlak

menghasilkan praktik praktik keagamaan dan politik yang di bentuk dari ikatan

persamaan, tanah dan bahasa. Sedangkan ruang abstrak adalah ruang yang telah

dipengaruhi dan dimanipulasi oleh berbagai aspek dengan latar belakang sejarah

kemajuan umat manusia pada zaman revolusi industri, yaitu politik, ekonomi, dan

teknologi (Lefebvre, 1991 : 46-53).

Lefebvre berpendapat bahwa ruang tidaklah menjadi sesuatu yang bersifat

inersia atau sesuatu yang tidak dapat diubah atau hanya diam tak bergerak. Ruang

juga bukan sesuatu yang bersifat netral yang sudah jadi. Melainkan sesuatu proses

yang diproduksi secara terus menerus dan berkaitan secara spasial (Lefebvre,

1991 : 68).

Lefebvre tidak setuju untuk melihat ruang semata-mata hanya sebagai

suatu objek konkret yang memisahkan ruang yang bersifat idea dan ruang yang

nyata. Ruang menurutnya tidak semata-mata dipahami sebagai dua hal yang

berlawanan. Oleh karena nya, Lefebvre berpendapat bahwa ruang merupakan

suatu produk yang dihasilkan dari objek yang diproduksi secara material.

Sementara pada saat yang bersamaan, hasil yang dimunculkan beroprasi tidak
18

sepenuhnya berlawanan sehingga memunculkan praktek produksi atas

pembentukan ruang sosial.

Atas pandangannya tersebut, Lefebvre (1991 : 33) mengembangkan apa

yang ia sebut sebagai tiga rangkaian konseptual atau a tirad conceptual untuk

menjelaskan bagaimana ruang sosial itu dihasilkan. Maka yang dimaksud a triad

conceptual tersebut adalah sebagai berikut :

a. Praktik spasial (Spatial Practice)

Mencakup produksi dan reproduksi dalam ruang fisik. Dalam praktiknya,

proses ini ruang dapat dihasilkan melalui keberlangsungan dari hubungan sosial

dan dapat membentuk karakteristik di tiap bentuk ruang Hal ini memicu

keberlangsungan proses produksi ruang sosial sekaligus kohevisitiasnya.

b. Representasi ruang (Reprecentation of Space)

Representasi ruang adalah ruang yang dikonsepsikan. Artinya hal ini

berkaitan dengan hubungan produksi dan aturan yang diberlakukan oleh

hubungan tersebut, dan dengan demikian mempengaruhi pengetahuan, simbol,

dan kode atas ruang tersebut.

c. Ruang Representasi (Reprecentational Spaces)

Merupakan ruang yang nyata, ruang hiduup dan berkaitan langsung

dengan berbagai kepentingan dan simbol. Interseksi relasi ruang antara praktik

dengan segala bentuk yang ada dalam ruang. Dapat dikatakan pada ruang
19

representasi ini merupakan proses hadirnnya sebab akibat dari hubungan praktik

spasial dan representasi ruang.

Merujuk pada teori di atas jika dihubungkan dengan penelitian ini maka

dapat dijabarkan sebagai berikut:

Praktik spasial menjadi salah satu tahap dimana ruang fisik menghasilkan

ruang baru yang disebut ruang sosial. Praktik atau tindakan memproduksi ini

dilakukan oleh individu yang membentuk kelompok sehingga melahirkan ruang

nya sendiri. Seperti pedagang kaki lima yang menggunakan alun-alun menjadi

tempat untuk berdagang.

Representasi ruang atau ruang yang telah dikonsepkan, tahap ini

melanjutkan praktik spasial dimana para pemilik atas ruang tersebut

mewacanakan ruang tersebut menjadi “sesuatu”. Para pedagang kaki lima yang

telah berjualan, memahami secara pengetahuan bahwa alun-alun bisa digunakan

menjadi tempat untuk berdagang. Maka ruang tersebut telah dikonsepkan menjadi

ruang yang layak untuk pedagang kaki lima berdagang.

Ruang representasi atau ruang yang telah dipersepsikan melahirkan suatu

simbol atas ruang tersebut. Alun-alun dipahami sebagai lokasi wisata kuliner

untuk masyarakat, sehingga melahirkan ruang-ruang baru yang satu sama lain

saling mempengaruhi. Seperti pedagang kaki lima membutuhkan pembeli untuk

menjual produknya, dan masyarakat yang datang dengan berbagai maksud

membutuhkan pedagang kaki lima untuk mengisi kebutuhannya selama berada di

alun-alun.
20

C. Kerangka Pemikiram

Alun-alun yang merupakan simbol suatu daerah yang menjadi ciri

menjadikan lokasi tersebut memiliki potensi pendapatan lebih bagi para pedagang

kaki lima. Pasca renovasi alun-alun, memunculkan beberapa jenis ekonomi sektor

informal yang salah satunya adalah pedagang kaki lima. Fenomena jumlah

pedagang kaki lima yang semakin bertambah banyak dapat dilihat secara teoritis

melalui tiga konseptual produksi ruang yang dapat menjelaskan fenomena

tersebut.

Ruang dapat dibagi menjadi dua, yakni ruang mutlak yang terbentuk

secara alami tanpa pengaruh dari luar. Dan ruang abstrak atau abstraksi ruang.

Ruang ini dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu aspek ekonomi, politik dan teknologi

sehingga menghasilkan ruang sosial dalam ruang fisik

Dalam hal ini, teori tersebut akan digunakan untuk menjadi landasan

dalam penelitian ini sehingga dapat menjawab fenomena produksi ruang yang

dilakukan oleh pedagang kaki lima di alun-alun Malingping.


21

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

Produksi Ruang Di Alun-Alun


Malingping Perspektif Henri
Triad konseptual
Lefebvre
- Praktik Spasial
(studi kasus pemanfaatan alun-
- Representasi Ruang
alun oleh PKL) - Ruang Representasi

Identifikasi Masalah PRODUKSI RUANG


HENRI LEFEBVRE Pedagang Kaki Lima
- Kemunculan sektor
Informal - Karakteristik
- Pertambahan jumlah - Pola Aktifitas
PKL pasca renovasi
Abstraksi Ruang

- Ekonomi
- Politik
- Teknologi
22

VIII. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Moleong (2016: 6)

menyimpulkan dari berbagai definisi tentang penelitian kualitatif, bahwa

menurutnya penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll.

Dalam penelitian ini tentunya akan mencari apa yang menyebabkan

fenomena produksi ruang yang terjadi di alun-alun Malingping oleh pedagang

kaki lima dengan memahami fenomena tersebut melalui perilaku, tindakan,

persepsi dari objek yang akan diteliti.

B. Teknik Penelitian

a) Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Menurut (Sugiyono, 2016: 224 ) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode observasi, wawancara,

dan dokumentasi.

a. Observasi

Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa :


23

“Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang

tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara

yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan” (dalam

Sugiyono, 2016: 145).

Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian

berkenaan dengan perilaku manusia,proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila

responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2016: 145).

Teknik pengumpulan data dengan observasi ini dilakukan untuk

mendapatkan data dari hasil pengamatan dari pedagan kaki lima yang berjualan di

alun-alun Malingping.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2016:

186).

Dalam penelitian ini nenggunakan teknik wawancara semi terstruktur

(semistructure interview), dimana jenis wawancara ini termasuk dalam kategori

in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan

denegan wawancara terstruktur. Adapun tujuan dari wawancara jenis ini

merupakan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak

yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-ide nya (Sugiyono, 2016: 233).
24

Pada saat wawancara berlangsung, peneliti hendak mendengarkan secara teliti dan

mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

c. Dokumentasi

Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi merupakan teknik

dimana peneliti mengumpulkan data dalam bentuk catatan peristiwa terdahulu,

tulisan, gambar maupun gambar hidup atau video (Sugiyono, 2016: 240). Namun

pada beberapa kasus foto dan video, dokumen tersebut dipertanyakan

kridibilitasnya karena banyak yang tidak mencerminkan keadaan aslinya. Untuk

memperkuat kredibilitas dari foto atau video, Maka peneliti akan membuat catatan

mengenai kronologi dari foto dan video tersebut.

b) Teknik Pengodean Data Penelitian

Konsep analisis data (Bogdan & Biklen, 1982 dalam Moleong, 2016: 248)

adalah upaya yang dilakukan dengan memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dam memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.

Selanjutnya (Janice McDrury, 1999 dalam Moleong, 2016: 248)

menjelaskan tahapan analisis data kualitatif sebagai berikut :

a. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang

ada dalam data,


25

b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang

berasal dari data.

c. Menuliskan ‘model’ yang ditemukan.

d. Koding yang telah dilakukan.

Dari uraian pembahasan tersebut, analisis data kualitatif dalam tahapan

melakukan koding, dapat dipahami bahwa ada yang menemukan proses, ada pula

yang menjelaskan tentang komponen-komponen yang perlu ada dalam suatu

analisis data.

c) Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, menjadi suatu keharusan untuk dapat menguji

apakah data yang dikumpulkan dapat dipercaya atau valid. Maka dibutuhkan

teknik pemeriksaan keabsahan data atau teknik validasi.

Ada beberapa teknik untuk memeriksa keabsahan data, namun dalam hal

ini peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu dari yang lain. Diluar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut (Moleong, 2016, 330).

Denzin (1978) dalam (Moleong, 2016: 330) membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik, dan teori. Teknik triangulasi yang banyak digunakan ialah

pemeriksaan melalui sumber.


26

Dengan melihat keadaan permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti

akan menggunakan triangulasi sumber untuk keperluan pengecekan, pemeriksaan

dan sebagai pembanding terhadap data yang dikumpulkan. Lihat diagram 3.1.

Bagan 3.1 Teknik pemeriksaan keabsahan data

menggunakan triangulasi sumber

Pemerintah
Kecamatan

Pedagang Kaki Pengunjung Alun-


Lima alun

d) Teknik Analisis Data Penelitian

Analisis data cara mencari dan menyusun secara sistematis yang diperoleh

dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan kedalam kategori menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan

sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih yang penting dan yang akan dipelajari,

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain

(Sugiyono, 2016: 335).


27

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif Miles

dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2016: 246), dimana Miles dan Huberman

mengatakan bahwa aktivitas dalam analisis data, terdiri dari reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Bagan 3.2 Model analisis data Miles dan Huberman

Pengumpulan Penyajian
Data Data

Verifikasi/
Reduksi Data Penarikan
Kesimpulan

a) Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

mencarinya bila diperlukan. Adapun langkah-langkah reduksi data dalam

penelitian ini yaitu dengan memberikan kode pada inisial narasumber penelitian,

selain memberikan kode inisial dari narasumber juga memberikan kode pada

setiap jawaban penelitan yang didasarkan kepada kisi-kisi pedoman wawancara.

b) Penyajian Data
28

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi data Simpulan/ Verifikasi dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan

mendisplay data, maka akan mudah memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

c) Penarikan Kesimpulan

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah langkah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.

IX. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri,

namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan

akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat

melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui

observasi dan wawancara. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada
29

grand tour question, tahap focused dan selection, melakukan pengumpulan data,

analisis dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2016 :305).

Moleong (2015:169-170) menjelaskan dalam bukunya bahwa ciri-ciri

umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan

diri, menekankan kebutuhan, mndasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan

mengikhtisarkan, memanfaatkan kesempatan mencari respons yang tidak lazim

atau idiosinkratik.

X. Sumber Data Penelitian

Dalam sebuah penelitian, pengumpulan data dilakukan dengan berbagai

cara melalui teknik pengumpulan data. Adapun sumber data merupakan sesuatu,

seseorang yang dapat memberikan dan mendapatkan informasi mengenai data dari

permasalahan yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2016: 137), bila dilihat dari

sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan

sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau

dokumen (Sugiyono, 2016: 137)

Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengkategorikan sumber data primer

dan sekunder menjadi seperti di bawah ini :


30

Tabel 3.1 Sumber data primer dan sekunder

Primer Sekunder

Pedagang kaki lima Pengamatan/observasi

Pengunjung alun-alun Dokumentasi

Pemerintah kecamatan Kepustakaan

XI. Data Penelitian

A. Jenis Data Penelitian

Menurut Lofland dan Lofland (1984: 47) mengatakan bahwa

“sumber utama dalam penelitian kualitatf adalah kata-kata, dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam

kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan data statistik”

(dalam Moleong, 2016: 157)

Maka berdasarkan pendapat di atas, peneliti menentukan jenis data yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian, diantaranya :

a. Kata-kata dan Tindakan

b. Sumber Tertulis

c. Foto

d. Data Statistik
31

B. Kriteria Pemilihan Data Penelitian

Dalam penelitian ini akan meneliti tentang fenomena sosial yang

mencakup aspek tempat, sumber informasi, dan aktivitas yang berinteraksi secara

sinergis. Maka dari itu, penelitian akan dilakukan di alun-alun Malingping

kecamatan Malingping, kabupaten Lebak dengan berbagai elemen yang ada di

lokasi tersebut. Adapun elemen tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Ekonomi sektor Informal

Terdapat dua jenis ekonomi informal yang ada di alun-alun yaitu pedagang

jasa sewa mainan untuk rekreasi anak-anak dan pedagang kaki lima yang tersebar

disekelilng alun-alun Maliingping

Pedagang kaki lima yang tersebar di alun alun Malingping memiliki

jumlah 45 pedagang yang terbagi disetiap bagiannya, jumlah pedagang kaki lima

akan dijabarkan sebagai berikut :

Tabel 3.2 jumlah pedagang kaki lima

Bagian Jumlah

Barat/berhadapan dengan Masjid 10

Selatan/berhadapan dengan SD 9

Timur/berhadapan dengan polsek lama 11

Utara/berhadapan dengan kecamatan 15

Total 45
32

Jumlah pedagang kaki lima yang terbagi dalam empat bagian ini terbagi

menjadi 3 jenis umum produk yang dijual yaitu penjual makanan berat, makanan

ringan, dan minuman, yang akan dijabarkan sebagai berikut :

Tabel. 3.3 jenis produk pedagang kaki lima

Bagian Makanan Berat Makanan Ringan Minuman

Barat - 4 6

Selatan 2 4 3

Timur 4 4 3

Utara 6 3 6

Total 12 15 18

Adapun jenis pkl di alun-alun Malingping terbagi menjadi dua jenis PKL

yaitu PKL yang menetap dan semi menetap, yang akan dijabarkan sebagai berikut

Tabel 3.4 jenis pedagang kaki lima

Bagian Menetap Semi Menetap

Barat 5 5

Selatan 9 -

Timur - 11

Utara - 15

Total 14 31

Berdasarkan jumlah pedagang kaki lima berjumlah 45 yang terbagi

menjadi 4 bagian dibagian, barat : 10, selatan : 9, timur : 11 dan utara : 15, dan
33

juga terbagi menjadi 3 jenis produk yang dijual yaitu makanan berat, makanan

ringan dan minuman dengan total keseluruhan sebesar : 12 (makanan berat), 15

(makann ringan) dan 18 (minuman) yang juga tersebar di 4 bagian alun-alun.

Adapun dengan jenis pedagang kaki lima terbagi dua yaitu pkl yang menetap dan

semi menetap, secara keseluruhan berjumlah : 14 (menetap) dan 31 (semi

menetap).

b. Pemerintah Kecamatan Malingping

Dalam hal ini pemerintah kecamatan memiliki wewenang untuk mengelola

alun-alun melalui perintah camat kepada anggota kecamatan yang memiliki

wewenang pengelolaan sarana prasarana dalam hal ini alun-alun Malingping.

Adapun struktur organisasi pemerintah kecamatan Malingping terdiri dari

beberapa jabatan fungsional sebagai berikut :

Tabel 3.5 jabatan fungsional pemerintah kecamatan Malingping

Camat

Sekmat

Kasubag Program dan Keuangan

Kasubag Ummum dan Kepegawaian

Kasi Ekonomi dan Kesos

Kasi Pemerintahan dan Pertahanan

Kasi Pelum

Kasi Ketentraman dan Ketertiban


34

c. Pengunjung alun-alun

Aktivitas orang mendatangi alun-alun memiliki kepentingannya masing-

masing maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti, menemukan beberapa modus pengunjung alun-alun sebagai

berikut :

Tabel 3.6 aktivitas yang dilakukan pengunjung alun-alun

Kelompok Individu

Aktivitas olahraga Aktivitas olahraga

Rekreasi Rekreasi

Kuliner Kuliner

Tempat bersinggah Tempat bersinggah

C. Jumlah Data Penelitian

Jumlah data penelitian akan mengambil beberapa dari keseluruhan kriteria

yang sudah ditentukan. Maka jumlah data penelitian ini sebagai berikut :

a. Ekonomi Informal, jumlah data dalam kriteria ini akan mengambil sample

pedagang kaki lima diseluruh bagian masing-masing 5 orang yang berbeda

produknya.

b. Pemerintah kecamatan Malingping, anggota kecamatan malingping yang

akan dijadikan sample dalam penelitian ini adalah Camat dan dua jabatan

bagian Kasi Ekonomi dan Kesos, dan Kasi Ketentramann dan Ketertiban,
35

dikarenakan kedua fungsionaris ini berkaitan dengan fenomena pedagang

kaki lima di alun-alun.

c. Pengunjung alun-alun, dikarenakan terlalu random, peneliti akan

menentukan jumlah sample dikriteria ini sekurangnya 10 orang.

XII. Tempat atau Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di alun-alun Malingping, kab. Lebak,

prov. Banten. Peneliti memilih lokasi ini karena pertama merupakan lokasi tempat

tinggal yang tidak jauh dari lokasi penelitian, kedua peneliti menemukan suatu

fenomena yang terjadi di alun-alun malingping sehingga menarik untuk diteliti,

ketiga dapat memudahkan peneliti mendapatkan data pada saat melakukan

pengumpulan data menggunakan teknik wawancara karena memiliki latar

belakang daerah yang sama, memungkinkan melakukan pengamatan dan

dokumentasi.
36

XIII. Waktu Penelitian

Tabel 3.7 Jadwal Penelitian

Kegiatan Tahun/Bulan

Penelitian 2020 2021

Des Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sep

Pengajuan

Judul

Bimbingan &

penyusunan

proposal

Seminar

proposal

Revisi

proposal

Penelitian

Bimbingan

skripsi

Sidang skripsi

Revisi skripsi
37

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Bungin, B. (2006). Sosiologi Komunikasi . Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP.

De Soto, H. (1991). Masih Ada Jalan Lain: Revolusi Tersembunyi di Dunia

Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Korff, E. H. (2002). Urbanisasi di Asia tenggara: Makna dan kekuasaan dalam

ruang- ruang sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Lefebvre, H. (1991). The Production of Space. Cambridge: Basil Blackwell.

Moleong, L. J. (2015). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.

Mustafa, A. A. (2008). Transformasi Sosial Sektor Informal: Sejarah Teori dan

Praksis Pedagang Kaki Lima. Jakarta: In-Trans.

Sudaryono. (2018). METODOLOGI PENELITIAN. - Ed. 1 - Cet. 2: Depok:

Rajawali Pers.

Sugiyono. (2016). METODE PENELITIAN PENELITIAN ( Kuantitatif,

Kualitiatif dan R&G). Bandung: ALFABETA.CV.

Sumber Jurnal :

Firdausy, C. M. (1995). Model dan Kebijakan Pengembangan Sektor Informal

Pedagang Kaki Lima. Pengembangan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima


38

di Perkotaan. Dewan Riset Nasional dan Bappenas Puslitbang Ekonomi dan

Pembangunan LIPI.

Handinoto. (1992). ALUN-ALUN SEBAGAI IDENTITAS KOTA JAWA,

DULU DAN SEKARANG. Jurnal Dimensi , Vol. 18.

Hendra, D. (2018). ANALISIS PEMIKIRAN HENRI LEFEBVRE TENTANG

RUANG DALAM ARSITEKTUR MODERN: SUATU PERSPEKTIF

SOSIOLOGIS. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi , Vol 17 No 2 (2018):

Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi Volume 17 No. 2 April .

Hilman, Y. A. (2015). REVITALISASI KONSEP ALUN – ALUN SEBAGAI

RUANG PUBLIK: Studi pada pemanfaatan alun – alun Ponorogo. Jurnal

Aristo , Vol.3 No.1 Januari .

Iwan, A. &. (2019). Produksi Ruang dan Perubahan Pengetahuan pada

Masyarakat Sekitar Objek Wisata Waterland. Jurnal Kajian Ruang Sosial-

Budaya , 3(1): 46-64.DOI: 10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2019.003.1.04.

Mauludin, A. (2019). ” Ruang Publik “Fishing Space”: Sarana Pertukaran

Informasi Bisnis pada Masyarakat Perdesaan Kampung Pasir Kalong,”.

Jurnal Kajian Rung Sosial- Budaya , 3(2): 38-49. DOI:

10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2019.003.2.04.

Nagara, P. D. (2018). HUKUM MENATA RUANG: SEBUAH TINJAUAN

SOSIO-YURIDIS ATAS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG.

Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya , 1(2):205-217

DOI:10.21776/ub.sosiologi.jkrsb.2018.001.2.07.
39

Santoso, J. (2008). Arsitektur-kota Jawa: kosmos, kultur & kuasa. Centropolis,

Magister Teknik Perencanaan,Universitas Tarumanegara .

Setiawan, A. (2017). Produksi Ruang Sosial Sebagai Konsep Pengembangan

Ruang Perkotaan (Kajian atas Teori Ruang Henry Lefebvre). Haluan

Sastra Budaya , 3-4.

Susanti, W. D. (2015). IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN

MALANG. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 , 126.

Urry, J. (2017). Sosiologi Ruang dan Tempat. Jurnal Kajian Ruang Sosial-

Budaya , DOI: 10/21776/ub.sosiologi.jkrsb.2017.001.1.03.


40

LAMPIRAN 1

Catatan pengamatan

KODE KATEGORI KETERANGAN

Menggambarkan kondisi alun-alun


V1TB VIDEO
Malingping bagian barat (berhadapan

dengan Masjid Agung Baiturrahim

Malingping) yang ditempati pedagang

yang tidak berpindah atau tidak

berpindah tempat saat selesai berdagang.

Menggambarkan kondisi alun-alun


V2TS VIDEO
Malingping bagian selatan (berhadapan

dengan Sekolah Dasar Negeri 1

Malingping Utara) yang sudah sejak

dulu ditempati oleh pedagang yang pasar

nya merupakan anak sekolah, tidak

berpindah.

Menggambarkan kondisi alun-alun


V3TT VIDEO
Malingping bagian timur yang ditempati

pedagang yang memiliki aturan waktu

berdagang (buka pukul 14.00 WIB –

selesai/habis) untuk berdagang di alun-

alun.
41

Menggambarkan kondisi alun-alun


V4TU VIDEO
Malingping bagian utara (bersebrangan

langsung dengan kantor kecamatan

Malingping) yang memiliki aturan waktu

berdagang (buka pukul 14.00 WIB –

selesai/habis) untuk berdagang di alun-

alun.

Menggambarkan situasi alun-alun


V5KS VIDEO
Malingping pada siang hari pukul 13.00

WIB sebelum pedagang kaki lima

berjualan memenuhi ruas jalan dan

trotoar alun-alun.

Menggambarkan situasi alun-alun


V6KM VIDEO
Malingping pada malam hari pukul

23.54 WIB saat pedagang berjualan

memenuhi ruas jalan dan trotoar alun-

alun.

Ket = V : Video, Angka : Satuan video, T : Tampak, K : Kondisi, B :Barat

T : Timur, S : Selatan, U : Utara


42

LAMPIRAN 2

MATRIKS PENELITIAN

Judul Variabel Sub Variabel Indikator Sumber data Metode Penelitian Fokus Penelitian

Produksi - Produksi - Praktik Abstrak : 1. Primer : 1. Pendekatan penelitian : 1. Peran teknologi, ekonomi
Ruang Alun- ruang Spasial - Ekonomi - Pengunjung Kualitatif dan politik terhadap
alun - Representasi - Politik alun-alun 2. Teknik penelitian produksi ruang yang
Malingping Ruang - Teknologi - Pedagang a. Pengumpulan data : terjadi di alun-alun
oleh - Ruang kaki lima - Observasi Malingping oleh PKL.
pedagang Representasi - Pemerintah - Wawancara
kaki lima kecamatan - Dokumentasi
b. Validasi :
2. Sekunder : - Triangulasi sumber
- Pengamatan 3. Analisis data :
- Dokumentasi a. Reduksi data
- Kepustakaan b. Penyajian data
c. Penarikan kesimpulan
- Karakteristik - Alun-alun
43

- Pola aktivitas Malingping 4. Instrumen


- Pedagang PKL - Bahu a. Peneliti
kaki lima jalan/trotoar 5. Data penelitian
a. Jenis data
- Kata-kata & tindakan
- Sumber tertulis
- Foto & video
- Data statistik
b. Kriteria pemilihan data
- Alun-alun Malingping
a. PKL
b. Pemerintah
c. Pengunjung
c. Jumlah data
- Pemerintah, PKL,
Pengunjung
44

LAMPIRAN 3

PEDOMAN WAWANCARA

Indikator Informan Pertanyaan

Ekonomi - PKL - Apa yang


melatarbelakangi anda
- Kebutuhan
berjualan di alun-alun?
Hidup
- Apakah kebutuhan hidup
mempengaruhi anda
untuk berjualan?
Teknologi - Pengunjung - Apakah melalui media
alun-alun sosial anda ada
- Informasi Media
Malingping kemungkinan untuk ikut
Sosial
berjualan disini?
- Akses
- Apakah banyaknya
kendaraan
kendaraan berlalu-lalang
berpotensi besar untuk
memulai usaha?

- PKL - Apakah media sosial


mempengaruhi anda
untuk berjualan disini?
- Apakah media sosial
memudahkan anda untuk
berjualan?
Politik - Pemerintah kec, - Apakah pedagang kaki
Malingping lima merupakan program
- Kebijakan
dari kecamatan
Pemerintah
Malingping?
45

- Apa yang mempengatuhi


pemerintah
memperbolehkan PKL
berjualan di alun-alun?
- Apakah ada kebijakan
khusus yang
memperbolehkan PKL
berjualan di alun-alun?
- Apa yang mempengaruhi
kebijakan tersebut?

Anda mungkin juga menyukai