Anda di halaman 1dari 31

PB-3: PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI

SUB POKOK BAHASAN

SPB 3.1: PENGERTIAN & ISTILAH

SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

SPB 3.4: PERENCANAAN HIDROLIS SALURAN

SPB 3.5: PERENCANAAN ELEVASI MUKA AIR


SPB 3.1: PENGERTIAN & ISTILAH

 Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan


bangunan pelengkapnya yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan
pembuangan air irigasi.

 Jaringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan


irigasi yang terdiri dari bangunan utama saluran
induk/primer, saluran pembuangnya, bangunan bagi,
bangunan bagi sadap, bangunan sadap dan
bangunan pelengkapnya
SPB 3.1: PENGERTIAN & ISTILAH

 Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari


jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder,
saluran pembuangnya, bangunan bagi, bangunan
bagi sadap, bangunan sadap dan bangunan
pelengkapnya

 Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan irigasi yang


berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi
dalam petak tersier yang terdiri dari saluran tersier,
saluran kuarter dan saluran pembuang, boks
tersier,boks kuarter serta bangunan pelengkapnya
SPB 3.1: PENGERTIAN & ISTILAH

 Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat


air dari satu jaringan irigasi

 Daerah irigasi potensial adalah daerah yang secara


teknis mempunyai kemungkinan baik untuk
dikembangkan.

 Daerah irigasi fungsional adalah bagian dari daerah


irigasi potensial yang telah memiliki jaringan irigasi
yang telah dikembangkan. Luas daerah fungsional
lebih kecil atau sama dengan luas daerah potensial.
SPB 3.1: PENGERTIAN & ISTILAH

 Petak Tersier adalah kumpulan petak irigasi yang


merupakan kesatuan dan mendapat air irigasi melalui
saluran tersier yang sama

 Petak Sekunder adalah kumpulan petak tersier yang


merupakan satu kesatuan dan mendapat air irigasi
melalui saluran sekunder yang sama

 Petak Primer adalah kumpulan petak sekunder yang


merupakan satu kesatuan dan mendapat air irigasi
melalui saluran primer yang sama
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Kriteria Perencanaan Peta Petak


 Luas Petak Tersier: 50 – 100 ha
 Luas Petak Kwarter: 8 – 15 ha
 Panjang saluran tersier maksimum 1500 m
 Panjang saluran kwarter maksimum 500 m
 Jarak saluran kwarter dan saluran pembuang maksimum 300 m
 Pada daerah bergelombang, trase saluran tersier sebaiknya
sejajar/mengikuti garis kontur sedangkan trase saluran kwarter
mengikuti punggung medan dan memberikan air ke satu atau
dua sisi
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Bangunan Bagi/Sadap max 300 m

Saluran Primer

Saluran tersier
Saluran Sekunder

Boks Tersier
Saluran kwarter
max 500 m

Petak sawah
Boks kwarter

Saluran Pembuang kwarter

Saluran Pembuang Tersier

Saluran sub tersier

Boks Tersier
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN TATA LETAK JARINGAN

Tahap I: Pembuatan Tata Letak Pendahuluan


1. Tentukan lokasi saluran pembuang, jalan, kampung, dan
daerah-daerah yang tidak dapat diairi berdasarkan peta
topografi skala 1 : 25000
2. Tentukan lokasi cekungan, punggung medan dan tempat tinggi
pada peta skala 1 : 25000
3. Cek apakah jaringan pembuang intern dan ekstern yang ada
dapat dipisahkan
4. Buatlah tata letak pendahuluan jaringan pembuang primer
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Contoh Hasil Perencanaan Tahap I (Langkah 1 s/d 4)


SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Lanjutan Tahap I
5. Plotlah saluran sekunder disepanjang punggung medan dan
daerah-daerah tinggi
6. Pindahkan trase saluran, batas petak dan lokasi sadap pada
peta dengan skala 1 : 5000 atau 1 : 2000
7. Plot batas-batas petak tersier dengan kriteria sbb:
- batas-batas ditentukan dengan topografi
- saluran tersier mengikuti kemiringan medan dengan
kemiringan minimum 0,25 o/oo (kecepatan minimum 0,20
m/det)
- ukuran petak tersier sebaiknya antara 50 – 100 ha
- sesuaikan batas-batas petak tersier dengan batas-batas
administratif
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Lanjutan Tahap I
8. Plot lokasi bangunan sadap, bangunan bagi
9. Tentukan lokasi bangunan pembawa
10. Tentukan trase saluran primer dengan kemiringan minimum
0,30%
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Contoh Hasil Perencanaan Tahap I (Langkah 5 s/d 10)


SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Contoh Hasil Perencanaan Tahap I


SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

Tahap II: Pengecekan dan Penyesuaian Hasil Tahap I


1. Penelusuran trase saluran seperti yang ditunjukan pada peta berskala
1 : 5000
2. Penyelidikan dan pengukuran trase saluran
3. Revisi trase saluran
4. Cek lokasi bangunan sadap dan muka air yang diperlukan
5. Cek lokasi bangunan pembawa
6. Buat perencanaan bangunan utama dan tentukan kehilangan energi
7. Buat profil memanjang saluran
8. Buat trase saluran yang telah disesuaikan dengan lokasi bangunan
pengatur dan pembawa serta batas-batas petak tersier pada peta skala
1 : 5000
9. Buat program penyelidikan detail untuk lokasi bendung, bangunan
pembawa utama dan saluran (bila perlu)
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN
SPB 3.2: PETA PETAK & TATA LETAK JARINGAN

LEGENDA

Bangunan Bagi Bendung

Bangunan Bagi dan Gorong-gorong


sadap
Talang
Bangunan Sadap
Siphon

Box Tersier Bangunan Terjun

Jembatan
Box Kwarter
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Standar Tata Nama (KP 01 hal 60)


• Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran
irigasi dan pembuang, bangunan-bangunan dan
daerah irigasi harus jelas dan logis.
• Nama yang diberikan harus pendek dan tidak
mempunyai tafsiran ganda (ambigu).
• Nama-nama harus dipilih dan dibuat sedemikian
sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu
mengubah semua nama yang sudah ada.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Nama Daerah Irigasi (DI)


• Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama
daerah setempat, atau desa penting di daerah itu,
yang biasanya terletak dekat dengan bangunan
utama atau sungai yang airnya diambil untuk
keperluan irigasi. Contohnya adalah DI Jatiluhur, Dl
Cikoncang, DI Bili-Bili, dst.

• Apabila ada 2 pengambilan atau lebih pada satu


sungai, maka masing-masing daerah irigasi tersebut
diberi nama sesuai dengan nama desa terkenal di
daerah layanan irigasi setempat.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Nama Bangunan Utama (Bendung)


• Pemberian nama bangunan utama mengikuti aturan pemberian
nama untuk Daerah Irigasi. Sebagai contoh: Bendung Bili-Bili
melayani Daerah Irigasi Bili-Bili, Bendung Bissua melayani
Daerah Irigasi Bissua.

• Jika satu bangunan utama melayani 2 daerah irigasi, maka nama


bangunan utama harus dibedakan dengan nama daerah irigasi,
masing-masing sesuai dengan nama desa terkenal di daerah
tersebut.

• Sebagai contoh (lihat Gambar 2.2) Bendung Barang di Sungai


Dolok melayani 2 daerah irigasi yang masing-masing diberi nama
DI Makawa dan DI Lamogo.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Jaringan Irigasi Primer


• Pemberian nama untuk Saluran Primer mengikuti
nama Daerah Irigasi yang dilayani. Contohnya:
Saluran Primer Makawa melayani DI Makawa,
Saluran Primer Lamogo melayani DI Lamogo

• Saluran Sekunder diberi nama sesuai nama Desa


atau Kampung terkenal dalam petak sekunder yang
dilayani, sedangkan petak sekunder diberi nama
sesuai nama saluran sekunder yang melayaninya.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

• Saluran dibagi menjadi ruas-ruas sesuai dengan kebutuhan


untuk pembagian atau penyadapan air ke saluran cabang.
Masing-masing ruas diberi nama sesuai nama saluran dan
nomor ruas secara terurut dari hulu ke hilir.

• Sebagai contoh Saluran Induk Makawa ruas pertama diberi


nama RM1 (baca: Ruas Makawa 1), ruas kedua diberi nama
RM2, dst.

• Bangunan (bangunan bagi, bangunan sadap, dan bangunan


bagi/sadap) diberikan nama sesuai dengan nama saluran di
hulunya. Sebagai contoh BM1 (baca: Bangunan Makawa 1)
adalah bangunan yang terletak di ujung hilir ruas saluran
RM1, BM2 adalah bangunan yang terletak di ujung hilir ruas
saluran RM2.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

• Bangunan lain (gorong-gorong, jembatan, talang,


bangunan terjun, dll) yang berada pada suatu ruas
saluran diberi nama sesuai nama bangunan di hilir
dengan menambahkan huruf a, b, c, dst untuk
menyatakan urutannya dari hulu ke hilir.

• Sebagai contoh: BM2a adalah nama untuk bangunan


pertama pada ruas RM2 yang terletak antara BM1
dan BM2, BM2c adalah bangunan ketiga pada ruas
RM2, dst.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Jaringan Tersier.

• Nama petak tersier mengikuti nama bangunan dimana petak


tersebut menyadap air, diikuti dengan posisi petak terhadap
saluran utama. Sebagai contoh: Petak M1.ki (baca: Makawa 1 kiri)
adalah petak tersier yang menyadap air dari BM1 yang posisinya
di sebelah kiri saluran Makawa, M1.ka adalah nama petak tersier
yang menyadap air dari BM1 dan posisinya di sebelah kanan.

• Jika terdapat lebih dari satu petak pada posisi yang sama dan
menyadap air dari bangunan yang sama, maka nama petak diberi
nomor urut sesuai arah perputaran jarum jam. Contoh pada BM2
terdapat 3 petak di sebelah kiri, masing-masing diberi nama:
M2.ki1, M2.ki2, dan M2.ki3.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Skema Jaringan

• Skema jaringan menggambarkan tata letak setiap komponen


jaringan irigasi (saluran, bangunan, dan petak irigasi) pada
suatu daerah irigasi mulai dari bangunan utama sampai
bagian jaringan paling hilir.

• Setiap ruas saluran, bangunan dan petak tersier diberi nama


sesuai standar tata nama.

• Setiap ruas saluran dilengkapi dengan luas areal yang


dilayani (A) dinyatakan dalam satuan Ha dan debit saluran Q
dalam satuan m3/detk.

• Petak tersier dilengkapi dengan luas petak (dalam Ha) dan


kebutuhan airnya Q dalam satuan liter/detik.
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Contoh perhitungan luas layanan saluran primer dan sekunder


SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

Kebutuhan Air dan Debit


 Kebutuhan Air Pada Petak Tersier dihitung dengan
persamaan: Q = A x NFR
 Debit rencana pada setiap ruas saluran dihitung dengan
persamaan:
A  NFR
Q
e
Asumsi efisiensi irigasi (e) menurut Buku Petunjuk Perencanaan
Irigasi, masing-masing 90 % pada saluran primer, 90 % pada
saluran sekunder dan 80 % pada jaringan tersier. Berdasarkan
asumsi tersebut, maka ditetapkan:

• Untuk Saluran Tersier: et = 0,80


• Untuk Saluran Sekunder: es = 0,72
• Untuk Saluran Induk: ei = 0,65
SPB 3.3: TATA NAMA & SKEMA JARINGAN

BD 0 Bendung Daya

Q = …….. m3/dt
A = ……… Ha
RD 1

D1.ki.1 P1.ki P2.ki P3.ki P4.ki


A=75 Ha A=80 Ha A=64 Ha A=72 Ha A=68 Ha Q=107,1 l/d

BP 3
BP 1

BP 2

BP 4
RP 1 RP 2 RP 3 RP 4
BD 1 A = ……… Ha A = ……… Ha A = 254 Ha A = 122 Ha
Q = …….. m3/dt Q = …….. m3/dt Q = 0,445 m3/dt Q = 0,214 m3/dt

D1.ki.2 P1.ka P2.ka P3.ka P4.ka


Q = …….. m3/dt

A=90 Ha A=70 Ha A=48 Ha A=60 Ha A=54 Ha Q= 85,1 l/d


A = ……… Ha
RD 2

D2.ki.1 L1.ki L2.ki


BL 1

BL 2

BL 3
RL 1 RL 2 RL 3 L3
BD 2 A = ……… Ha A = ……… Ha A = 60 Ha A=60 Ha Q= 94,5 l/d
Q = …….. m3/dt Q = …….. m3/dt Q = 0,105 m3/dt

D2.ki.2 L1.ka L2.ka


Q = …….. m3/dt
A = ……… Ha
RD 3

Keterangan:
D3.ki.1
Nama Petak
BT 1

RT 1 T1
BD 3 A = ……… Ha Debit (l/detik)
Q = …….. m3/dt
Luas Petak (Ha)
D3.ki.2
Q = …….. m3/dt
A = ……… Ha
RD 4

D4.ki.1 B1.ki B2.ki B3.ki B4.ki


BB 1

BB 2

BB 3

BB 4
RB 1 RB 2 RB 3 RB 4
BD 4 A = ……… Ha A = ……… Ha A = ……… Ha A = ……… Ha
Q = …….. m3/dt Q = …….. m3/dt Q = …….. m3/dt Q = …….. m3/dt
Q = … m3/dt
A = …Ha
RD 5

D4.ki.2 B1.ka B2.ka B3.ka B4.ka

Anda mungkin juga menyukai